Laporan Kasus Konjungtivitis
Laporan Kasus Konjungtivitis
Laporan Kasus Konjungtivitis
KONJUNGTIVITIS VERNALIS
Disusun Untuk Memenuhi Sebaguan Syarat Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Mata
RSUD Tidar Kota Magelang
Diajukan Kepada :
dr. H. M. Junaedi, Sp. M
Disusun Oleh :
Listya Normalita (20090310193)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
2014
LAPORAN PRESENTASI KASUS
KONJUNGTIVITIS VERNALIS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Alfino
Usia : 6 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : Taman kanak-kanak
Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Tuguran, Magelang
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
ODS Gatal
Keluhan Tambahan :
ODS gatal disertai kemerahan, berair jika dikucek
Riwayat Penyakit Sekarang :
Keluhan mata gatal, merah, dan berair sejak 1 hari yang lalu. Keluhan dirasakan
pertama kali 1 bulan yang lalu karena kelilipan debu saat bermain di luar rumah.
Keluhan dirasakan kambuh-kambuhan, membaik jika diberi obat dari dokter
spesialis mata, kemudian kambuh lagi jika obat habis.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Keluhan serupa : disangkal
Penyakit mata : disangkal
Trauma mata : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluhan serupa : disangkal
Riwayat Alergi/asma : (+) Ibu pasien
III. KESAN
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan Umum : Baik
OD : Tampak mata kemerahan
OS : Tampak mata kemerahan
IV. PEMERIKSAAN SUBJEKTIF
PEMERIKSAAN OD OS
Visus Jauh 20/20 20/20
Refraksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Visus Dekat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Proyeksi Sinar Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Persepsi Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
V. PEMERIKSAAN OBJEKTIF
PEMERIKSAAN OD OS PENILAIAN
1. Sekitar Mata
- Alis N N Kedudukan alis baik,
jaringan parut (-),
simetris
- Silia N N Trikiasis (-), diskriasis
(-) madarosis (-)
2. Kelopak mata
- Pasangan N N Simetris, ptosis (-)
- Gerakan N N Gangguan gerak
membuka dan
menutup (-),
blefarospasme (-)
- Lebar rima 9 mm 9 mm Normal 9 14 mm
- Kulit N N Hiperemi (-), edema (-
), massa (-)
- Tepi kelopak N N Trichiasis (-),
ektropion (-),
entropion (-)
- Margo
intermarginalis
N N Tanda radang (-)
3. Apparatus Lakrimalis
- Sekitar glandula
lakrimalis
N N Tanda radang (-)
- Sekitar sakus
lakrimalis
N N Tanda radang (-)
- Uji flurosensi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Uji regurgitasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
4. Bola Mata
- Pasangan N N Simetris (orthophoria)
- Gerakan N
+ +
+ +
+ +
N
+ +
+ +
+ +
Tidak ada gangguan
gerak (syaraf dan otot
penggerak bola mata
normal)
- Ukuran N N Normal, makroftalmos
(-), mikroftalmos (-)
5. TIO N N Palpasi kenyal (tidak
ada peningkatan dan
penurunan TIO)
6. Konjungtiva
- Palpebra superior Hiperemis (+), papil
(-), folikel (-)
Hiperemis (+), papil
(-), folikel (-)
Normal : Licin, warna
pink muda, mengkilap,
hiperemis (-), papil (-),
folikel (-)
- Forniks N N Dalam
- Palpebra inferior Hiperemis (+) Hiperemis (+) Normal : Tenang,
mengkilap, hiperemis
(-), papil (-), folikel (-)
- Bulbi Injeksi Konjungtiva
(+), injeksi siliar (-)
Injeksi Konjungtiva
(+), injeksi siliar (-)
Inj. konjungtiva (-),
Inj. Siliar (-)
7. Sclera N N Putih, Ikterik (-)
8. Kornea
- Ukuran N N horizontal 12 mm,
vertical 11 mm
- Kecembungan N N Lebih cembung dari
sclera
- Limbus N N Benjolan (-)
Benda Asing (-)
- Permukaan N N Licin, mengkilap
- Uji flurosensi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Placido N N Reguler konsentris
9. Kamera Okuli Anterior
- Ukuran N N COA dalam
- Isi N N Jernih, flare (-), hifema
(-), hipopion (-)
10. Iris
- Warna Cokelat Cokelat
- Pasangan N N Simetris
- Gambaran N N Kripte baik, Sinekia (-)
11. Pupil
- Ukuran 4 mm 4 mm Normal ( 3 6 mm)
pada ruangan dengan
cahaya cukup
- Bentuk Bulat Bulat Isokor
- Tempat N N Di tengah
- Tepi N N Reguler
- Refleks direct ( + ) ( + ) Positif
- Refleks indirect ( + ) ( + ) Positif
12. Lensa
- Ada/tidak Ada Ada Ada
- Kejernihan N N Jernih
- Letak N N Di tengah, di belakang
iris
- Warna kekeruhan Tidak ada Tidak ada
13. Korpus
Vitreum
N N Jernih
14. Refleks Fundus ( + ) ( + ) Warna jingga
kemerahan terang,
homogen
VI. KESIMPULAN PEMERIKSAAN
OD OS
Tampak injeksi konjungtiva pada
konjungtiva bulbi, dan hiperemis pada
konjungtiva tarsal palpebra superior dan
inferior
Tampak injeksi konjungtiva pada
konjungtiva bulbi, dan hiperemis pada
konjungtiva tarsal palpebra superior dan
inferior
VII. DIAGNOSIS
OD : Konjungtivitis Vernalis
OS : Konjungtivitis Vernalis
VIII. TERAPI
R/ Sodium Cromolyn eyedrops 2 % tube no. I
S 4 dd gtt I o.d.s
R/ Cetirizine tab 10 mg no. V
S 1 dd tab
IX. PROGNOSIS
Visum (Visam) : dubia ad bonam
Kesembuhan (Sanam) : dubia ad bonam
Jiwa (Vitam) : dubia ad bonam
Kosmetika (Kosmeticam) : dubia ad bonam
PEMBAHASAN
1. Definisi
Merupakan proses peradangan konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi
belakang kelopak dan bola mata.
2. Gejala dan Tanda
Gejala
Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing yaitu sensasi tergores
atau panas, sensasi penuh disekitar mata, gatal dan fotofobia. Adanya rasa sakit dan
sensasi adanya benda asing mengesankan terkenanya kornea.
Tanda
1. Hiperemia Tanda klinis konjungtivitis akut yang paling mencolok. Kemerahan
semakin jelasdi forniks dan semakin berkurang ke arah limbus karena dilatasi
pembuluhpembuluh konjungtiva posterior. (Dilatasi perilimbus atau hiperemia
siliaris mengesankan adanya radang kornea atau struktur yang lebih dalam).
2. Epiphora (berair mata) Sekresi air mata diakibatkan oleh adanya sensasi benda
asing, sensasi terbakar atau gatal, atau karena gatal.
3. Sekret (discharge) Merupakan suatu ciri dari semua jenis konjungtivitis akut.
Eksudatnya berlapis-lapis dan amorf pada konjungtivitis bakteri dan berserabut pada
konjungtivitis alergika.
4. Pseudoptosis Adalah turunnya palpebra superior karena infiltrasi ke muskulus
Muller. Keadaan ini dijumpai pada beberapa jenis konjungtivitis berat seperti
trachoma dan keratokonjungtivitis epidemika.
5. Hipertrofi papila Merupakan suatu reaksi konjungtiva non-spesifik yang terjadi
karena konjungtiva terikat pada tarsus atau limbus dibawahnya oleh serabut-serabut
halus. Eksudat radang mengumpul diantara serabut-serabut dan membentuk tonjolan-
tonjolan konjungtiva.
6. Kemosis Kemosis konjungtiva sangat mengesankan konjungtivitis alergika dan
dapat timbul pada konjungtivitis gonokok atau meningokok akut dan terutama pada
konjungtivitis adenoviral.
7. Folikel Merupakan suatu hiperplasia limfoid lokal di dalam lapisan limfoid
konjungtiva dan biasanya mempunyai pusat germinal. Secara klinis dapat dikenali
sebagai struktur bulat kelabu atau putih yang avaskular. Pada pemeriksaan slit lamp,
tampak pembuluh-pembuluh kecil yang muncul pada batas folikel dan mengitarinya.
Ditemukan disebagian besar kasus konjungtivitis virus, konjungtivitis klamidia,
parasitic dan konjungtivitis toksik.
8. Membran
a. Pseudomembran Merupakan koagulasi dari eksudat yang menempel pada
epitel konjungtiva yang terinflamasi. Bila diangkat epitel tetap utuh. Merupakan
akibat dari konjungtivitis adenovirus yang berat, konjungtivitis gonococcus dan
sindrom Steven-Johnson.
b. Membran Koagulasi dari eksudat telah menginfiltrasi bagian superfisial dari
epitel konjungtiva. Jika diangkat akan meninggalkan permukaan yang kasar dan
berdarah.
9. Konjungtivitis ligneosa Bentuk istimewa konjungtivitis membranosa rekuren.
Keadaan ini bilateral, terjadi pada anak-anak terutama anak perempuan. Dapat
ditemukan manifestasi sistemik lain seperti nasofaringitis dan vulvuvaginitis.
10. Granuloma Granuloma konjungtiva selalu mengenai stroma dan paling sering
berupa khalazion.
11. Phlyctenula Merupakan reaksi hipersensitifitas lambat terhadap antigen mikroba
seperti antigen stafilokokus atau mikobakterial.
12. Limfadenopati preaurikuler Merupakan tanda penting pada konjungtivitis. Pada
konjungtivitis herpes simpleks primer, keratokonjungtivitis epidemika, konjungtivitis
inklusi dan trakoma.
3. Klasifikasi
a. Konjungtivitis Karena Agen Infeksi
Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis Viral
Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis Parasit
b. Konjungtivitis Imunologik (Alergik)
Konjungtivitis Hay Fever
Konjungtivitis Vernalis
Konjungtivitis Flikten
Konjungtivitis Atopik
c. Konjungtivitis Akibat Penyakit Autoimun
Konjungtivitis Sika
Pemfigoid Sikatrikal
d. Konjungtivitis Kimia atau Iritatif
Konjungtivitis Iatrogenik Akibat Pemberian Obat Topikal
Konjungtivitis Pekerjaan oleh Bahan Kimia & Iritan
Konjungtivitis karena Bulu Ulat
Tabel Gambaran Klinis Konjungtivitis
Tanda Bakterial Viral Alergik
Injeksi Konjungtiva Mencolok Sedang Ringan-Sedang
Kemosis ++ +/- ++
Hemoragik + + -
Sekret Purulen/Mukopurulen Serosa Mukoid
Pseudomembran +/-(Strep,C. Diph) +/- -
Papil +/- - +
Folikel - + -
Nodul Preaurikuler + ++ -
Panus - - - (kec. Vernal)
KONJUNGTIVITIS VERNALIS
A. Definisi
Penyakit ini juga dikenal sebagai catarrh musim semi dan konjungtivitis
musiman atau konjungtivitis musim kemarau, adalah penyakit alergi bilateral yang
jarang. Penyakit ini lebih jarang di daerah beriklim sedang daripada di daerah dingin.
Penyakit ini hampir selalu lebih parah selama musim semi, musim panas, dan musim
gugur daripada musim dingin. Konjungtivitis vernal merupakan akibat reaksi
hioersensitivitas (tipe I dan IV) yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. Pada
mata ditemukan papil besar dengan permukaan rata pada konjungtiva tarsal, dengan rasa
gatal berat, secret gelatin yang berisi eosinophil atau granular eosinophil, pada kornea
terdapat keratitis, neovaskularisasi, dan tukak indolen.
Dua bentuk utama konjungtivitis vernal (yang dapat berjalan bersama) :
Bentul Palpebra.
Pada tipe palpebral terutama mengenai konjungtiva tarsal superior. Terdapat
pertumbuhan papil yang besar (Coble stone) yang diliputi secret yang mukoid.
Konjungtiva tarsal inferior hiperemis dan edem, dengan kelainan kornea lebih
berat dibanding bentuk limbal. Secara klinik papil besar ini tampak sebagai
tonjolan bersegi banyak dengan permukaan yang rata dan dengan kapiler di
tengahnya.
Bentuk Limbal
Hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan hiperplastik
gelatin, dengan Trantas dots yang merupakan degenerasi epitel kornea atau
eosinophil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya pannus, dengan sedikit
eosinophil.
B. Insiden
Biasanya mulai dalam tahun-tahun pubertas dan berlangsung selama 5 10 tahun.
Mengenai pasien usia muda antara 3 25 tahun dan kedua jenis kelamin sama. Biasanya
laki-laki mulai pada usia dibawah 10 tahun.
C. Tanda dan Gejala
Pasien mengeluh gatal-gatal yang sangat dan bertahi mata berserat-serat. Biasanya
terdapat riwayat keluarga alergi (demam jerami, eczema, dan lainnya). Konjungtiva
tampak putih seperti susu, dan terdapat banyak papilla halus di konjuntiva tarsalis
inferior. Konjungtiva tarsalis superior sering memiliki papilla raksasa mirip batu kali
(Coble Stone). Setiap papilla raksasa berbentuk polygonal dengan atap rata, dan
mengandung berkas kapiler.
D. Laboratorium
Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak eosinophil
dan granula eosinofilik bebas. Secara histologik merupakan suatu hiperplasi dan
hialinisasi jaringan ikat disertai proliferasi sel epitel dan sebukan sel limfosit, sel plasma
dan sel eosinophil.
E. Penatalaksanaan
Seperti halnya semua penyakit alergi lainnya, terapi konjungtivitis vernalis bertujuan
untuk mengidentifikasi alergen dan bahkan mungkin mengeliminasi atau
menghindarinya. Untuk itu, anamnesis yang teliti baik pada pasien maupun orang tua
akan dapat membantu menggambarkan aktivitas dan lingkungan mana yang harus
dihindari. Dengan demikian, penatalaksanaan pada pasien ini akan terbagi dalam tiga
bentuk yang saling menunjang untuk dapat memberikan hasil yang optimal. Ketiga
bentuk pelaksanaan tersebut meliputi : (1) Tindakan umum; (2) Terapi medikasi; (3)
Pembedahan.
1.Tindakan Umum
Dalam hal ini mencakup tindakan- tindakan konsultatif yang membantu
mengurangi keluhan pasien berdasarkan informasi hasil anamnesis tersebut diatas.
Beberapa tindakan tersebut antara lain :
- Pemakaian mesin pendingin ruangan berfilter
- Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga membawa
serbuk sari
- Menggunakan kacamata berpenutup total untuk mengurangi kontak
dengan alergen di udara terbuka. Pemakaian lensa kontak dihindari
karena dapat membantu resistensi allergen.
- Kompres dingin di daerah mata
- Pengganti air mata (artificial). Selain bermanfaat untuk cuci mata juga
berfungsi protektif karena membantu menghalau allergen.
- Memindahkan pasien ke daerah beriklim dingin yang sering juga
disebut climato-therapy. Cara ini memang kurang praktis, mengingat
tingginya biaya yang dibtuhkan. Namun, efektivitasnya yang cukup
dramatis patut diperhitungkan sebagai alternative bila keadaan
memungkinkan
- Menghindari tindakan menggosok- gosok mata dengan tangan atau jari
tangan, karena telah terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis
dari mediator- mediator sel mast.
2. Terapi Medik
Dalam hal ini, terlebih dahulu perlu dijelaskan kepada pasien dan orang tua
pasien tentang sifat kronis serta self limiting dari penyakit ini. Selain itu perlu juga
dijelaskan mengenai keuntungan dan kemungkinan komplikasi yang dapat timbul dari
pengobatan yang ada, terutama dalam pemakaian steroid. Salah satu factor
pertimbangan yang penting dalam mengambil langkah untuk memberikan obat-
obatan adalah eksudat yang kental dan lengket pada konjungtivitis vernalis ini, karena
merupakan indicator yang sensitive dari aktivitas penyakit, yang pada gilirannya akan
memainkan peran penting dalam timbulnya gejala.
Untuk menghilangkan sekresi mucus, dapat digunakan irigasi saline steril dan
mukolitik seperti asetil sistein 10% - 20% tetes mata. Dosisnya tergantung pada
kuantitas eksudat serta beratnya gejala. Dalam hal ini, larutan 10% lebih dapat
ditoleransi daripada larutan 10%. Larutan alkaline seperti sodium karbonat
monohidrat dapat membantu melarutkan atau mengencerkan musin, sekalipun tidak
efektif sepenuhnya.
Satu- satunya terapi yang dipandang paling efektif untuk pengobatan
konjungtivitis vernalis ini adalah kortikosteroid, baik topical maupun sistemik.
Namun untuk pemakaian dalam dosis besar harus diperhitungkan kemungkinan
timbulnya resiko yang tidak diharapkan.
Untuk Konjungtivitis vernal yang berat, bias diberikan steroid topical
prednisolone fosfat 1%, 6- 8 kali sehari selama satu minggu. Kemudian dilanjutkan
dengan reduksi dosis sampai dosis terendah yang dibutuhkan oleh pasien tersebut.
Pada kasus yang lebih parah, bias juga digunakan steroid sistemik seperti prednisolon
asetet, prednisolone fosfat atau deksametason fosfat 2- 3 tablet 4 kali sehari selama 1-
2 minggu. Satu hal yang perlu diingat dalam kaitan dengan pemakaian preparat
steroid adalah gnakan dosis serendah mungkin dan sesingkat mungkin.
Antihistamin, baik local maupun sistemik dapat dipertimbangkan sebagai
pilihan lain karena kemampuannya untuk mengurangi rasa gatal yang dialami pasien.
Apabila dikombinasi dengan vasokonstriktor, dapat memberikan control yang
memadai pada kasus yang ringan atau memungkinkan reduksi dosis. Bahkan
menangguhkan pemberian kortikosteroid topical. Satu hal yang tidak disukai dari
pemakaian antihistamin adalah efek samping yang menimbulkan kantuk. Pada anak-
anak, hal ini dapat juga mengganggu aktivitas sehari- hari.
Emedastine adalah antihistamin paling poten yang tersedia di pasaran dengan
kemampuan mencegah sekresi sitokin. Sementara olopatadine merupakan
antihistamin yang berfungsi sebagai inhibitor degranulasi sel mast konjungtiva.
Sodium kromolin 4% terbukti bermanfaat karena kemampuannya sebagai
pengganti steroid bila pasien sudah dapat dikontrol. Ini juga berarti dapat membantu
mengurangi kebutuhan akan pemakaian steroid. Sodium kromolin berperan sebagai
stabilisator sel masi, mencegah terlepasnya beberapa mediator yang dihasilkan pada
reaksi alergi tipe I, namun tidak mampu menghambat pengikatan IgE terhadap sel
maupun interaksi sel IgE dengan antigen spesifik. Titik tangkapnya, diduga sodium
kromolin memblok kanal kalsium pada membrane sel serta menghambat pelepasan
histamine dari sel mast dengan cara mengatur fosforilasi.
Lodoksamid 0,1% bermanfaat mengurangi infiltrate radang terutama eosinofil
dalam konjungtiva. Levokabastin tetes mata merupakan suatu antihistamin yang
spesifik terhadap konjungtivitis vernalis, dimana symptom konjungtivitis vernalis
hilang dalam 14 hari.
3. Terapi pembedahan
Berbagai terapi pembedahan, krioterapi dan diatermi pada papil raksasa
konjungtiva tarsal kini sudah ditinggalkan mengingat banyaknya efek samping dan
terbukti tidak efektif, karena dalam waktu dekat akan tumbuh lagi. Apabila segala
bentuk pengobatan telah dicoba dan tidak memuaskan, maka metode dengan tandur
alih membrane mukosa pada kasus konjungtivitis vernalis tipe palpebra yang parah
perlu dipertimbangkan. Akhirnya perlu dipetekankan bahwa konjungtivitis vernalis
biasanya berlangsung selama 4- 6 tahun dan bisa sembuh sendiri apabila anak sudah
dewasa.
F. PROGNOSIS
Desensitisasi terhadap tepung sari rumput dan antigen lain belum membuahkan hasil.
Blefaritis dan konjungtivitis stafilokokok adalah komplikasi yang paling sering dan harus
ditangani. Kekambuhan pasti terjadi, khususnya pada musim semi dan musim panas,
tetapi setelah sejumlah kekambuhan, papilla akan menghilang sempurna, tanpa
meninggalkan jaringan parut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan, Daniel G. dkk. Oftalmologi Umum. Widya Medika. Jakarta. 2000
2. Ilyas, S., Konjungtivitis Vernalis dalam Ilmu Penyakit Mata, Edisi III, Cetakan VIII,
Fakultas Kedokteran UI, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2010
3. Al-Ghozie, M., Handbook of Ophthalmology : A Guide to Medical Examination, FK
UMY, Yogyakarta, 2002
4. Wijana, N., Konjungtiva dalam Ilmu Penyakit Mata, 1993, hal: 41-69