Terapi Divertikulum Zenker

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

Terapi Divertikulum Zenker

Arnd Vogelsang, Brigitte Schumacher, Horst Neuhaus


Kesimpulan
Pendahuluan: divertikulum Zenker adalah penyakit yang jarang, dimana dapat
menyebabkan penderitaan pada pasien. Presentasi klasik dari penyakit ini adalah disfagia
yang berat. Secara anatomis terdapat tonjolan pada bagian dorsal hipofaring. sebuah
septum dapat tumbuh antara divertikulum dan lumen esofagus dan menpersulit lewatnya
makanan. Pilihan terapi yaitu reseksi divertikular terbuka (open diverticular resection)
dikombinasikan dengan myotomy otot cricopharyngeus, atau dengan pendekatan
endoluminal atau transoral yang memisahkan septum dengan menggunakan teknik
endoskopi flexibel atau rigid.
Metode: ulasan selektif dari literatur yang ditemukan pada situs Medline.
Hasil: kesembuhan yang signifikan dapat dicapai pada lebih dari 90% kasus dengan
menggunakan salah satu pendekatan tersebut. Metode endoluminal mempunyai komplikasi
yang lebih sedikit tetapi mempunyai tingkat kekambuhan yang tinggi.
Diskusi: perencanaan terapi harus didasarkan pada beberapa disiplin ilmu kedokteran, dan
perlu diperhatikan juga akan risiko yang ada serta anatomi masing-masing individu.
Ludlow awalnya mendeskripsikan apa yang nanti disebut dengan divertikulum Zenker pada
sebuah laporan autopsi yang ditulis pada tahun 1764. lesi ini kemudian diberi nama
divertikulum Zenker pada tahun 1877 oleh ahli patologi Friedrich Albert von Zenker yang
berasal dari Erlangen, Jerman.
Temuan patologis adalah temuan berupa mukosa dan submukosa yang berbentuk seperti
kantong pada dinding dorsal dari hipofaring, pada bagian kranial dari sphinkter esofagus.
Lesi ini sebenarnya adalah sebuah pseudodivertikulum (divertikulum palsu), karena
dindingnya hanya terdiri dari mukosa dan submukosa. Lesi ini muncul karena dua alasan.
Pertama karena adanya titik lemah pada dinding muskuler dari hipofaring dimana
divertikulum tersebut terjadi. Otot-otot hipofaring disusun atas serat otot konstriktor faring
inferior, yang mana bagian bawahnya dikenal dengan musculus crichofaringeal. Serat dari
otot ini tersusun secara oblik pada bagian atas dan horizontal pada bagian bawah. Antara
kedua bagian ini, terdapat ruang dengan ukuran yang bervariasi, yang disebut sebagai
segitiga Killian. Kantong pada bagian dorsal dari mukosa dan submukosa muncul terutama
pada bagian ini dimana pertahanannya yang tidak kuat.
Alasan kedua terjadinya divertikula Zenker adalah meningkatnya tekanan hipofaring, yang
dapat ditunjukkan secara manometrik. Hal ini diperkirakan karena adanya peningkatan
tonus otot crichoparingeal, dengan relaksasi sfinkter esofagus yang tidak cukup yang
terletak di bagian bawahnya. Pemeriksaan histopatologi menunjukkan bahwa
crichopharingeus sangat rentan terhadap perubahan degeneratif seperti atrofi dan fibrosis,
yang menyebabkan otot ini menjadi kurang elastis. Setelah dilakukan myotomi pada
cricopahringeus, pemeriksaan tekanan bolus yang diukur secara manometrik kembali
menjadi normal, tekanan hipofaring yang secara fisiologis menurun dapat dikembalikan.
Keefektifan myotomi cricopharingeus sebagai satu-satunya terapi pilihan pada divertikulum
Zenker telah ditunjukkan pada beberapa penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa
cricopahringeus memiliki peranan sentral pada patofisiologi kondisi ini dan myotomi
cricopharingeus harus selalu menjadi terapi pilihan, sedangkan segala tindakan lain
merupakan terapi tambahan saja.
Manifestasi klinis
Gejala paling umum adalah disfagia dan regurgitasi. Pada tahap awal dari penyakit ini
biasanya hanya muncul ketika pasien mengkonsumsi makanan padat; namun kemudian
dapat berkembang terus sehingga terdapat disfagia untuk makanan dengan semua
konsistensi, bahkan terhadap cairan sekalipun. Simptom akut dapat muncul seperti
perasaan seperti adanya makanan di tenggorokan, tersedak makanan, dan batuk ketika
makan. Gejala yang lain adalah regurgitasi nokturnal dari makanan yang belum tercerna,
suara yang parau, dan halitosis. Mungkin juga terdapat gejala lanjutan seperti hilangnya
berat badan hingga 20kg dan kakeksia, atau komplikasi lain seperti pneumonia aspirasi yang
berulang. Retensi obat-obatan oral pada divertikulum dapat menjadikan obat-obatan itu
menjadi tidak efektif. Salah satu efek psikososial yang penting adalah pasien merubah
kebiasaan makanannya dan menarik diri dari lingkungan. Karena gejala-gejala tersebut,
penderita biasanya menghindari adanya orang lain ketika mereka makan. Banyak penderita
melaporkan adanya penurunan kualitas yang signifikan ketika kondisi yang mereka derita
terus berlanjut.
Divertikulum Zenker biasanya menimbulkan gejala pada pasien dengan umur diatas 50
tahun; diantara pasien yang menjalani terapi, umur pasien tertua adalah 70 tahun.
Seringkali terdapat jarak beberapa tahun antara onset dari gejala hingga dilakukannya
pengobatan. Karena pasien biasanya berusia tua ketika mereka diobati, pasien-pasien ini
biasanya juga memiliki penyakit lain yang juga harus diperhitungkan sehingga dapat
diberikan terapi alternatif.
Diagnosis
Prosedur diagnosis paling penting adalah penelanan barium esofagus (barium meal) dan
difoto pada beberapa tingkat. Pada tingkat sendi sternoclavicula, gambaran khas berupa
kantong (outpouching) pada permukaan dorsal dari esofagus dapat dilihat, dan ukuran serta
posisinya dapat ditaksir dengan mudah (figure 2). Banyak penulis mengklasifikasikan
divertikulum Zenker berdasarkan ukurannya, diukur dari arah craniocaudal, yaitu: kecil
(hingga 2 cm), sedang (2-4 cm) dan besar (4-6 cm).
Esofagogastroduodenoscopy tidak diperlukan untuk menegakkan diagnosis, tetapi
pemeriksaan ini dapat dilakukan setelah dilakukan penelanan barium (jika pemeriksaan ini
tidak dilakukan lebih dulu sebagai prosedur awal). Pemeriksaan ini dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan lain yang dapat menyebabkan keluhan yang sama pada pasien,
misalnya gastroesofageal reflux atau tumor esofagus. Pemeriksaan endoskopi harus
dilakukan dengan sangat hati-hati dan dibawah pengawasan langsung, sehingga pembukaan
pada lumen esofagus yang kecil pada bagian cranial, tepi dari divertikulum tersebut dapat
dikenali dan dimasuki.
Terapi
Perkembangan terapi dalam sejarah
Eksisi bedah divertikulum melalui pendekatan servikal lateral telah dijelaskan beberapa kali
sejak tahun 1884. Pada abad ke 20, teknik yang lebih baru seperti pemisahan dari otot
cricopharyngeus (myotomi) mulai dikembangkan. Teknik myotomi sering dikombinasikan
dengan reseksi divertikulum untuk mengeliminasi kenaikan tekanan pada sfinkter esofagus
bagian atas.
Pada awal tahun 1917, Mosher memisahkan jembatan muskuler antara esofagus dan
divertikulum dengan pendekatan endoskopi pada sejumlah kecil pasien tetapi harus
menghentikan teknik ini karena adanya risiko mortalitas. Pada tahun 1960, Dohlmann dan
Mattson menjelaskan tentang pemisahan dari septum dengan koagulasi melalui endoskopi
transoral rigid. Sebuah modifikasi dari prosedur ini yang disebut teknik stapler,
diperkenalkan oleh Collard pada tahun 1993: disini, tepi-tepi dari perlukaan di hekter pada
saat yang bersamaan. Metode paling baru dalam mengatasi divertikulum Zenker adalah
dengan memisahkan septum (mucomyotomy) dengan menggunakan endoskopi fleksibel
dengan jarum-pisau bedah atau dengan argon plasma coagulation (APC). Sejak awal 1990an,
teknik ini semakin populer secara internasional. Penelitian pertama diterbitkan pada tahun
1995 oleh kelompok dari Brazil dan Belanda; penelitian lebih lanjut dengan modifikasi-
modifikasi telah banyak dilakukan dalam beberapa tahun terakhir.
Reseksi bedah divertikulum
Operasi ini dilakukan dengan bantuan anestesi umum dengan menggunakan pipa
endotrakeal. Sebuah insisi dibuat pada batas anterior dari sisi kiri muskulus
strenocleidomastoideus, dan diseksi diteruskan secara ventral menuju lapisan karotid
sehingga divertikulum dapat dicapai dimana divertikulum terletak antara esofagus dan
tulang servikal. Ketika leher dari divertikulum telah tampak, divertikulum di diseksi bebas,
diangkat, dan kemudian dilakukan reseksi, misalnya dengan alat hekter (stapler). Sebuah
myotomy pada otot cricopharyngeus kemudian dilakukan sebagai tambahan: otot ini
dipisahkan dari tepi yang saling berhadapan dari leher divertikulum secara caudal sejauh 3-5
cm, tanpa membuka mukosa esofagus dibawahnya. Lebih lanjut, pilihan terapi yang jarang
dipakai adalah mobilisasi seluruh divertikulum secara cranial dan kemudian dijahit
(diverticulopexy) atau invaginasi divertikulum kedalam esofagus sehingga pembukaan pada
esofagus itu sendiri dapat dihindari.
Terapi endoluminal dengan mucomyotomy
Prinsip dasar dari terapi ini adalah septum antara lumen esofagus dan divertikulum harus
dipisahkan sekomplit mungkin. Karena otot cricopharyngeus menyusun sebagian dari
jembatan ini, tindakan myomtomy diperlukan untuk mencapai tujuan ini. Ketika septum
telah dipisahkan, makanan dapat lewat melalui divertikulum, yang sekarang sudah kolaps
kedalam esofagus (figure 3).
Ketika mucomyotomy dilakukan melalui endoskopi rigid, maka diperlukan anestesi umum
endotrakeal dan hiperekstensi leher. Sebuah alat divertikuloskop spesial, yang sering
disebut sebagai Weerda laryngoskop, digunakan untuk memvisualisasikan dinding partisi
(septum) dari divertikulum tersebut. Instrumen ini terdiri dari dua cabang yang bisa
digenggam pada berbagai sudut. Salah satu cabang dimasukkan kedalam divertikulum dan
yang lainnya kedalam esofagus, kemudian sudut antara kedua cabang ini diperbesar
sehingga septum dapat terlihat. Sebuah endoskop rigid kemudian digunakan untuk
visualisasi ketika septum dipisahkan dengan laser CO
2
atau gunting diathermik.
Sebuah modifikasi penting adalah penggunaan alat stapler/hecter yang dipandu dengan
endoskopi. Ketika alat ini (misalnya stapler Endo-GIA 30) sudah pada posisinya, septum
divertikular dipisahkan ketika tepi luka berbentuk huruf V dihekter secara berurutan. Secara
teori teknik ini memiliki keuntungan yaitu risiko perforasi dan pendarahan yang lebih rendah
ketika luka dihekter secara berurutan. Untuk divertikula yang besar maka diperlukan
beberapa kali penggunaan hekter.
Mucomyotomy dengan endoskopi fleksibel dilakukan melalui gastroskopi video dengan
posisi pasien left lateral. Pasien tidak diintubasi, tetapi diberikan analgesi dan sedasi
(midazolam/disoprivan/pethidine).
Sebelum prosedur dilakukan, NGT dimasukkan dengan menggunakan kawat panduan. NGT
ini memungkinkan orientasi yang lebih baik selama prosedur dan juga menstabilkan dinding
esofagus (figure 3). Tutup transparan dipasangkan pada ujung endokop untuk memberikan
pandangan lebih terhadap septum yang lebih luas.
Endoskop kemudian dimasukkan kedalam septum (figure 4) dan septum dipisahkan dengan
menggunakan gunting-pisau atau sebuah probe APC dapat dimasukkan kedalam saluran
kerja dari endoskopi pada garis midline, dari cranial ke caudal, hingga sedikit diatas bagian
bawah divertikulum (figure 5 dan 6). Dapat juga dilakukan penutupan luka dengan klip
metal. Jika gejala tetap ada atau berulang karena septum yang masih tersisa, maka prosedur
ini dapat diulang.
Hasil
Hampir semua penelitian yang telah diterbitkan tentang berbagai macam terapi dari
divertikulum Zenker adalah penelitian retrospektif dengan evidence grade IIB dan III (case
control study, non randomized). Penelitian-penelitian ini memberikan informasi tentang
hasil dan komplikasi.
Pada beberapa penilitian non-acak, teknik pembedahan dibandingkan satu sama lain dan
dengan endoskopi rigid; tidak ada penelitian yang dapat dibandingkan yang meliputi ketiga
metode tersebut sekaligus. Rata-rata umur pasien pada semua penelitian ini adalah sekitar
70 tahun. Hanya sedikit dari penelitian yang diterbitkan menyebutkan tingkat drop-out, tapi
sepertinya pasien yang menjalani terapi bedah terbuka telah diseleksi dengan hati-hati
terlebih dahulu.
Tabel 1 berisi data dari penelitian-penelitian dari berbagai jenis terapi yang didapatkan dari
pencarian literatur kami. Penelitian yang relevan dari setiap jenis terapi telah disebutkan
dan dijelaskan.
Terapi bedah
(Reseksi divertikulum/divertikuloplexy/myotomy)
Sebuah analisis dari 10 npenelitian yang diterbitkan sejak 1990 dengan setidaknya 30 pasien
pada setiap penelitian menyebutkan bahwa perbaikan simptomatik hingga 94% dan 91%
pasien bebas dari gejala setelah prosedur dilakukan. Tingkat berulangnya gejala sampai
7.5% dengan single outlaying value 16% pada salah satu penelitian. Komplikasi serius seperti
mediastinitis, pneumonia, dan pendarahan hebat muncul pada 7.5% kasus pada beberapa
penelitian. Pembentukan fistula, stenosis, kelumpuhan syaraf laring rekuren, dan infeksi
luka muncul hingga 25% dari semua pasien. Pada tiga penelitian, tingkat mortalitas berkisar
antara 1.2% hingga 3.4%
Mucomyotomy dengan endoskopi rigid
Sebuah analsis dari tujuh peneltiain dengan terapi CO
2
dan stapler, gejala-gejala yang ada
mengalami perbaikan pada 96% pasien, sedangkan pasien yang asimptomatik berjumlah
90%. Tingkat rekurensi hingga 15.4%. komplikasi nya berupa dental injury, paresis pita suara
transien, pendarahan, pembentukan fistula, paresis servikal, emfisema servikal, pneumonia
aspirasi, dan perforasi yang dapat diatasi dengan cara konservatif. Komplikasi yang lebih
serius muncul pada 3.8% pasien pada salah satu penelitian dan terdiri dari dua kasus
pendarahan yang diterapi dengan pembedahan terbuka. Terapi stapler tidak dimungkinkan
pada 13% pasien karena situasi anatomi masing-masing individu.
Sen dkk mengulas hasil dari 29 penelitian dari endoscopic stapling technique (ESD) yang
terdiri dari 576 pasien. 53-100% pasien dari masing-masing penelitian mengalami perbaikan
gejala penuh. Rata-rata lama rawat dirumah sakit adalah 2,3 hari. Tingkat komplikasi
berkisar antara 0-17%; 2.6% pasien mengalami komplikasi serius (14 perforasi), dan ada dua
kematian, sehingga meningkatkan angka kematian menjadi 0.43%. kebanyakan perforasi
memerlukan perubahan prosedur menjadi terapi bedah terbuka.
Mucomyotomy dengan endokopi fleksibel
Hasil dari teknik ini telah diterbitkan pada 10 penelitian dengan total 388 pasien (tabel 2) .
perbaikan gejala sebanyak 84% hingga 96% pasien pada masing-masing penelitian,
sementara kesembuhan total dari 3 penelitian adalah 39-100% pasien. Satu dari tiga sesi
diperlukan untuk memberikan hasil ini. Tingkat berulangnya gejala sekitar 3-35%; pada
kebanyakan kasus rekurensi, kesembuhan total dapat dicapai dengan mengulang terapi.
Komplikasi serius muncul hanya pada satu pasien pada salah satu penelitian dimana pasien
ini mengalami mediastinitis diikuti dengan sepsis dan penyembuhan yang lama. Komplikasi
lain cukup ringan dan muncul sekitar 2%-23% (tabel 2). Komplikasi tersebut adalah
pendarahan, demam, emfisema mediastial atau kutan, dan pneumonia. Tingkat mortalitas
dari semua penelitian ini adalah nol.
Pada penelitian kami, kami mengobati 31 pasien dengan mucomyotomy pisau dan
mengkelompokkan pasien-pasien tersebut secara hati-hati pada skala disfagia khusus.
Sepuluh pasien(32%) memerlukan prosedur ulang. Setelah 2,2 tahun follow up, 12 pasien
(39%) asimptomatik, sementara 14 (45%) memiliki gejala residual ringan atau sedang.
Empat pasien (13%) memiliki gejala yang cukup jelas dan memerlukan terapi ulang,
sementara satu pasien (3%) memilih untuk menjalani pembedahan.
Kesimpulan
Ada tiga konsep terapi berbeda untuk divertikulum Zenker asimptomatik: pembedahan
terbuka dan terapi dengan endoskopi fleksibel atau rigid. Ketiganya memperbaiki disafagia
dengan tingkat kesuksesan 90%.
Pembedahan terbuka tingkat komlplikasi paling tinggi karena ini merupakan metode paling
invasif dari ketiganya. Fakta ini relevan secara klinis karena pasien biasanya berusia tua.
Kerugian lain adalah lamanya masa rawatan di rumah sakit dibandingkan dengan terapi
endoluminal. Pada sisi lain, keuntungan lain adalah hasil yang baik dan jarang sekali untuk
melakukan pengulangan prosedur.
Keuntungan lain dari terapi resektif adalah, dari sudut pandang jarangnya rekurensi terjadi
(0.4%) dari neoplasia malignan pada divertikulum Zenker, menurut pandangan penulis,
bukanlah suatu keuntungan sama sekali. Pemeriksaan endoskopi menunjukkan adanya
perubahan malignan pada divertikulum; lebih lanjut, ketika terapi endoskopi telah
dilakukan, penyebab paling munngkin dari karsinoma (tekanan dan stasis dari divertikulum)
telah terleminasi. Walaupun begitu, masalah ini harus didiskusikan pada pasien sebelum
jenis terapi diputuskan.
Metode endoskopi rigid banyak digunakan di eropa. Keuntungan metode ini adalah masa
rawat rumah sakit yang pendek, terutama setelah stapler esophagodiverticulostomy,
rendahnya tingkat komplikasi, dan rekurensi. Tingkat komplikasi serius hingga 3.8% dengan
mortalitas 0.43%. komplikasi lebih ringan terjadi setelah endoskopi fleksibel dan biasanya
terdiri dari masalah lokal seperti dental injury, paresis pita suara, dan fistula. Pada beberapa
pasien (sekitar 13%) prosedur harus diubah menjadi pembedahan terbuka karena alasan
anatomis seperti kurang hiperekstensibilitas leher, ketidakmampuan untuk membuka
rahang cukup lebar, atau divertikulum yang kecil (<2cm). Pasien harus waspada akan
kemungkinan ini dan mengerti akan hal ini sebelum prosedur dilakukan.
Mucomyotomy dengan endoskopi fleksibel, seperti teknik yang lain, memberikan tingkat
kesuksesan yang tinggi. Persentasi pasien yang sembuh total bervariasi dan tergantung dari
ketepatan data yang ada. Persentase kesembuhan total yang rendah (39%) ditemukan pada
penelitian kami sendiri, dibandingkan dengan penelitian lain, hal ini mungkin disebabkan
karena kami menggunakan skor disfagia khusus (skala numerik analog) untuk menilai
disfagia.
Komplikasi serius jarang dijumpai pada metode ini. Komplikasi serius muncul hanya pada
satu pasien pada satu penelitian (tingkat komplikasi pada penelitian tersebut adalah 3%;
perforasi dengan mediastinitis).
Komplikasi yang lebih ringan, seperti pendarahan ringan dan emfisema mediastinal atau
kutan umum dijumpai, sedangkan tidak ada kematian yang terjadi pada prosedur ini pada
semua penelitian. Kekhawatiran bahwa prosedur ini akan menyebabkan perforasi dengan
mediastinitis telah terbukti benar.
Keuntungan dari mucomyotomy fleksibel adalah dimungkinkannya melakukan prosedur ini
dibawah analgesia dan sedasi (tanpa anestesi umum endotrakeal) dan tingkat komplikasi
yang rendah yang berhubungan dengan invasi yang minimal. Di sisi lain, tingkat
rekurensinya cukup tinggi sehingga diperlukan pengulangan prosedur. Rekurensi, pada
konteks ini, didefinisikan sebagai kembali timbulnya gejala, walaupun pada gambaran
radiologis tidak tampak residual atau divertikulum rekuren, karena temuan ini tidak kuat
hubungannya dengan gejala klinis.
Kesimpulannya, dari data-data yang ada saat ini tidak ada teknik yang lebih superior
daripada yang lain.
Mucomyotomy endokopik fleksibel, karena tingkat invasif dan komplikasi yang lebih
rendah, tampaknya menjadi satu-satunya teknik yang menjanjikan. hal ini dikarenakan
pasien dengan divertikulum Zenker cenderung berusia tua sehingga lebih mudah
mendapatkan komplikasi. Pada sisi lain, kerugiannya adalah kemungkinan besar untuk
dilakukannya prosedur ulangan. Pada departemen penulis, pengulangan prosedur menjadi
semakin jarang karena pengalaman kami yang semakin bertambah, dan harus diingat bahwa
prosedur ulangan jika diperlukan dapat dilakukan dengan aman dan nyaman. Di kantor
pusat kami, saat ini kami sedang melakukan percobaan acak terkontrol membandingkan
koagulasi argon plasma dengan insisi jarum-pisau pada mucomyotomy endoskopik fleksibel.
KETERANGAN GAMBAR DAN TABEL
Figure 1. hipopharing dorsal dengan segitiga Killian (kiri) dan divertikulum Zenker (kanan).
Figure 2. foto x-ray anteroposterior: penelanan barium menunjukkan adanya divertikulum Zenker.
Foto x-ray lateral: pergeseran lateral dari lumen esofagus
Figure 3. mucomyotomy dengan jarum-pisau diikuti oleh pembuatan saluran bebas kedalam
esofagus
Figure 4. tampilan melalui tutup transparan: divertikulum terlihat pada bagian kiri, esofagus dengan
NGT tampak pada bagian kanan.
Figure 5. pemisahan septum dengan jarum-pisau: divertikulum tampak pada bagian bawahnya.
Sedangkan esofagus dengan NGT pada bagian atas
Figure 6. tiga bulan setelah prosedur: mucomytomy komplit dengan kolaps divertikulum pada arah
jam 5.
Tabel 1
Hasil dari berbagai jenis terapi
Tipe terapi Pembedahan Endoluminal Endoluminal
fleksibel CO
2
/stapler Stapler saja
Nomor
penelitian;nomor
referensi
Tahun
10; 15-24
1955-1999
7; e1-e7
1999-2004
29; e8
1993-2003
10; 9-18
1995-2007
Jumlah pasien 1532 456 576 388
Follow-up (dalam
tahun)
3.8 2.0 2.1 1.3
Rekurensi (%) 3.6-7 3.9-15.4 0-32 3.3-35
Perbaikan
simptomatik (%)
84-94 80-96 Data tidak
tersedia
93-96
Kesembuhan
total (%)
82-91 53-90 53-100 39-100
Komplikasi (%)
-ringan
-berat

7.4-25
3.9-7.5

3.9-20
0-3.8

0-17
0-2.6

2-23
0-3
Mortalitas (%) 1.2-3.4 (dalam 3
penelitian)
0 0-0.4 0





Tabel 2
Hasil dari mucomyotomy endoskopik fleksibel
Penulis Jumlah pasien Jumlah sesi Komplikasi Follow-up
(dalam
bulan)
Hasil
Mulder 20 3 Tidak ada 6.7 Semua pasien
mengalami
perbaikan
simptomatis
Ishioka 42 1.8 Ringan: 4.7% 38 93% tanpa
disfagia, 7.3%
mengalami
perbaikan, 7%
mengalami
rekurensi
Hashiba 47 2.2 Ringan: 15% 1-12 96% mengalami
perbaikan, 4%
dengan perbaikan
minimal
Mulder 125 1.8 Ringan:19.2% Tidak
disebutkan
Lebih baik pada
semua kasus,
walaupun
beberapa pasien
masih menderita
gejala
Sakai 10 1 Tidak ada 2-12 Semua pasien
dengan disfagia
grade 0
Evrard 30 1 Berat:3%
Ringan 10%
13 93% sembuh total
3.3% mengalami
perbaikan, 3.3%
rekurensi
Vogelsang 31 1.4 Ringan: 23% 26 39% perbaikan
total; 45%
perbaikan yang
cukup; 16% tidak
memuaskan atau
tidak ada
perbaikan
Christiaens 21 1.1 Ringan: 2.1% 3 90% disfagia
grade 0; 10%
disfagia grade 1
Rabenstein 34 3 Ringan: 20% 16 15% rekurensi
dan diperlukan
prosedur ulangan
Costamagna 28 1.1 Ringan: 23% 36 29% sembuh total
atau dengan
gejala sisa ringan;
71% respon
inkomplit

Anda mungkin juga menyukai