10 Sahabat Rasulullah S

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 93

10 Sahabat Rasulullah S.A.W yang di jamin masuk SYURGA !! 10 Sahabat Rasulullah S.A.W yang di jamin masuk SYURGA !!

By Fadah on Jan 23, 2012 at 8:17 PM Salam semua,

Sahabat Rasulullah SAW yang dijamin masuk surga berdasarkan hadits berikut: Tercatat dalam ARRIYADH ANNADHIRAH FI MANAQIBIL ASYARAH dari sahabat Abu Dzar ra, bahwa Rasulullah masuk ke rumah Aisyah ra dan bersabda: Wahai Aisyah, inginkah engkau mendengar kabar gembira?Aisyah menjawab : Tentu, ya Rasulullah. Lalu Nabi SAW bersabda, Ada sepuluh orang yang mendapat kabar gembira masuk surga, yaitu : Ayahmu masuk surga dan kawannya adalah Ibrahim; Umar masuk surga dan kawannya Nuh; Utsman masuk surga dan kawannya adalah aku; Ali masuk surga dan kawannya adalah Yahya bin Zakariya; Thalhah masuk surga dan kawannya adalah Daud; Azzubair masuk surga dan kawannya adalah Ismail; Saad masuk surga dan kawannya adalah Sulaiman; Said bin Zaid masuk surga dan kawannya adalah Musa bin Imran; Abdurrahman bin Auf masuk surga dan kawannya adalah Isa bin Maryam; Abu Ubaidah ibnul Jarrah masuk surga dan kawannya adalah Idris Alaihissalam. Kisah singkat 10 Sahabat

1. Abu Bakar bin Abi Qohafah (Assiddiq), adalah seorang Quraisy dari kabilah yang sama dengan Rasulullah, hanya berbeda keluarga. Bila Abu Bakar berasal dari keluarga Tamimi, maka Rasulullah berasal dari keluarga Hasyimi. Keutamaannya, Abu Bakar adalah seorang pedagang yang selalu menjaga kehormatan diri. Ia seorang yang kaya, pengaruhnya besar serta memiliki akhlaq yang mulia. Sebelum datangnya Islam, beliau adalah sahabat Rasulullah yang memiliki karakter yang mirip dengan Rasulullah. Belum pernah ada orang yang menyaksikan Abu Bakar minum arak atau pun menyembah berhala. Dia tidak pernah berdusta. Begitu banyak kemiripan antara beliau dengan Rasulullah sehingga tak heran kemudian beliau menjadi khalifah pertama

setelah Rasulullah wafat. Rasulullah selalu mengutamakan Abu Bakar ketimbang para sahabatnya yang lain sehingga tampak menojol di tengah tengah orang lain. Jika ditimbang keimanan Abu Bakar dengan keimanan seluruh ummat niscaya akan lebih berat keimanan Abu Bakar. (HR. Al Baihaqi) Al Quran pun banyak mengisyaratkan sikap dan tindakannya seperti yang dikatakan dalam firmanNya, QS Al Lail 5-7, 17-21, Fushilat 30, At Taubah 40. Dalam masa yang singkat sebagai Khalifah, Abu Bakar telah banyak memperbarui kehidupan kaum muslimin, memerangi nabi palsu, dan kaum muslimin yang tidak mau membayar zakat. Pada masa pemerintahannya pulalah penulisan AlQuran dalam lembaran-lembaran dimulai. 2. Umar Ibnul Khattab, ia berasal dari kabilah yang sama dengan Rasulullah SAW dan masih satu kakek yakni Kaab bin Luai. Umar masuk Islam setelah bertemu dengan adiknya Fatimah daan suami adiknya Said bin Zaid pada tahun keenam kenabian dan sebelum Umar telah ada 39 orang lelaki dan 26 wanita yang masuk Islam. Di kaumnya Umar dikenal sebagai seorang yang pandai berdiskusi, berdialog, memecahkan permasalahan serta bertempramen kasar. Setelah Umar masuk Islam, dawah kemudian dilakukan secara terang-terangan, begitupun di saat hijrah, Umar adalah segelintir orang yang berhijrah dengan terang-terangan. Ia sengaja berangkat pada siang hari dan melewati gerombolan Quraisy. Ketika melewati mereka, Umar berkata, Aku akan meninggalkan Mekah dan menuju Madinah. Siapa yang ingin menjadikan ibunya kehilangan putranya atau ingin anaknya menjadi yatim, silakan menghadang aku di belakang lembah ini! Mendengar perkataan Umar tak seorangpun yang berani membuntuti apalagi mencegah Umar. Banyak pendapat Umar yang dibenarkan oleh Allah dengan menurunkan firmanNya seperti saat peristiwa kematian Abdullah bin Ubay (QS 9:84), ataupun saat penentuan perlakuan terhadap tawanan saat perang Badar, pendapat Umar dibenarkan Allah dengan turunnya ayat 67 surat Al Anfal. Sebagai khalifah, Umar adalah seorang yang sangat memperhatikan kesejahteraan ummatnya, sampai setiap malam ia berkeliling khawatir masih ada yang belum terpenuhi kebutuhannya, serta kekuasaan Islam pun semakin meluas keluar jazirah Arab.

3. Utsman bin Affan, sebuah Hadits yang menggambarkan pribadi Utsman : Orang yang paling kasih sayang diantara ummatku adalah Abu Bakar, dan paling teguh dalam menjaga ajaran Allah adalah Umar, dan yang paling bersifat pemalu adalah Utsman. (HR Ahmad, Ibnu Majah, Al Hakim, At Tirmidzi) Utsman adalah seorang yang sangat dermawan, dalam sebuah persiapan pasukan pernah Utsman yang membiayainya seorang diri. Setelah kaum muslimin hijrah, saat kesulitan air, Utsmanlah yang membeli sumur dari seorang Yahudi untuk kepentingan kaum muslimin. Pada masa kepemimpinannya Utsman merintis penulisan Al Quran dalam bentuk mushaf, dari lembaran-lembaran yang mulai ditulis pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar. 4. Sahabat berikutnya adalah Ali bin Abi Thalib, pemuda pertama yang masuk Islam, ia yang menggantikan posisi Rasulullah di tempat tidurnya saat beliau hijrah, Ali yang dinikahkan oleh Rasulullah dengan putri kesayangannya Fatimah, Ali yang sangat sederhana kehidupannya. 5. Sahabat kelima yang oleh Rasulullah dijamin masuk surga adalah Thalhah bin Ubaidillah yang pada Uhud terkena lebih dari tujuh puluh tikaman atau panah serta jari tangannya putus. Namun Thalhah yang berperawakan kekar serta sangat kuat inilah yang melindungi Rasulullah disaat saat genting, beliau memapah Rasulullah yang tubuhnya telah berdarah menaiki bukit Uhud yang berada di ujung medan pertempuran saat kaum musyrikin pergi meninggalkan medan peperangan karena mengira Rasulullah telah wafat. Saat itu Thalhah berkata kepada Rasulullah, Aku tebus engkau ya Rasulullah dengan ayah dan ibuku. Nabi tersenyum seraya berkata, Engkau adalah Thalhah kebajikan. Sejak itu Beliau mendapat julukan Burung Elang hari Uhud. Rasulullah pernah berkata kepada para sahabatnya, Orang ini termasuk yang gugur dan barang siapa yang senang melihat seorang yang syahid berjalan di muka bumi maka lihatlah Thalhah. 6. Azzubair bin Awwam, sahabat yang berikutnya, adalah sahabat karib dari Thalhah. Beliau muslim pada usia lima belas tahun dan hjrah pada usia delapan belas tahun, dengan siksaan yang ia terima dari pamannya sendiri. Kepahlawanan Azzubair ibnul Awwam pertama terlihat dalam Badar saat ia berhadapan dengan Ubaidah bin Said Ibnul Ash. Azzubair ibnul Awwam berhasil menombak kedua matanya sehingga akhirnya ia tersungkur tak bergerak lagi, hal ini membuat pasukan Quraisy ketakutan.

Rasulullah sangat mencintai Azzubair ibnul Awwam beliau pernah bersabda, Setiap nabi memiliki pengikut pendamping yang setia (hawari), dan hawariku adalah Azzubair ibnul Awwam. Azzubair ibnul Awwam adalah suami Asma binti Abu Bakar yang mengantarkan makanan pada Rasul saat beliau hijrah bersama ayahnya. Pada masa pemerintahan Umar, saat panglima perang menghadapi tentara Romawi di Mesir Amr bin Ash meminta bala bantuan pada Amirul Muminin, Umar mengirimkan empat ribu prajurit yang dipimpin oleh empat orang komandan, dan ia menulis surat yang isinya, Aku mengirim empat ribu prajurit bala bantuan yang dipimpin empat orang sahabat terkemuka dan masing-masing bernilai seribu orang. Tahukah anda siapa empat orang komandan itu? Mereka adalah Ubadah ibnu Assamit, Almiqdaad ibnul Aswad, Maslamah bin Mukhalid, dan Azzubair bin Awwam. Demikianlah dengan izin Allah, pasukan kaum muslimin berhasil meraih kemenangan. 7. Adalah Abdurrahman bin Auf, yang disebutkan berikutnya, adalah seorang pedagang yang sukses, namun saat berhijrah ia meninggalkan semua harta yang telah ia usahakan sekian lama. Namun saat telah di Madinahpun beliau kembali menjadi seorang yang kaya raya, dan saat beliau meninggal, wasiat beliau adalah agar setiap peserta perang Badar yang masih hidup mendapat empat ratus dinar, sedang yang masih hidup saat itu sekitar seratus orang, termasuk Ali dan Utsman. Beliaupun berwasiat agar sebagian hartanya diberikan kepada ummahatul muslimin, sehingga Aisyah berdoa: Semoga Allah memberi minum kepadanya air dari mata air Salsabil di surga. 8. Sahabat yang disebutkan berikutnya adalah Saad bin Abi Waqqash, orang pertama yang terkena panah fisabilillah, seorang yang keislamannya sangat dikecam oleh ibunya, namun tetap tabah, dan kukuh pada keislamannya. 9. Said bin Zaid, adik ipar Umar, adalah orang yang dididik oleh seorang ayah yang beroleh bihayah Islam tanpa melalui kitab atau nabi mereka seperti halnya Salman Al Farisi, dan Abu Dzar Al Ghifari. Banyak orang yang lemah berkumpul di rumah mereka untuk memperoleh ketenteraman dan keamanan, serta penghilang rasa lapar, karena Said adalah seorang sahabat yang dermawan dan murah tangan. 10. Nama terakhir yang meraih jaminan surga adalah Abu Ubaidah Ibnul Jarrah, yang akhirnya terpaksa membunuh ayahnya saat Badar, sehingga Allah menurunkan QS

Al Mujadilah : 22. Begitupun dalam perang Uhud, Abu Ubaidahlah yang mencabut besi tajam yang menempel pada kedua rahang Rasulullah, dan dengan begitu beliau rela kehilangan giginya. Abu Ubaidah mendapat gelar dari Rasulullah sebagai pemegang amanat ummat, seperti dalam sabda beliau : Tiap-tiap ummat ada orang pemegang amanat, dan pemegang amanat ummat ini adalah Abu Ubaidah Ibnul Jarrah.[sumber] a. Salman Al-Farisi Pemimpin Yang Rendah Diri Salman Al-Farisi tergolong sebagai salah seorang sahabat Rasulullah saw. Beliau berasal dari negeri Parsi. Pernah di masa hidupnya, Salman telah diberi jawatan sebagai Gabenor di salah sebuah jajahan takluk Islam. Namun demikian kedudukannya itu tidak sedikit pun mengubah keperibadiannya yang penyantun, rendah diri, serta zuhud terhadap kemewahan dunia. Pada suatu hari, diriwayatkan seorang rakyat awam tanpa mengenali Salman terus menariknya secara kasar lalu menyuruhnya melakukan suatu kerja yang berat. Orang itu menjumpai Salman ketika berada di tepi jalan. Ia mempunyai sebuah karung besar lalu menyuruh Salman memikulnya sampai ke rumah. Tanpa banyak soal Salman terus memikulnya. Di pertengahan jalan, seorang lelaki telah memberi salam kepadanya. Alangkah terkejutnya melihat Salman memikul karung. Lalu berkata: "Wahai tuan! Tahukah tuan bahawa orang yang memikul karung tuan itu adalah Salman AlFarisi, Amir negeri kita ini." Terkejut lelaki itu mendengarnya, apabila dikenangkan orang yang dikasarinya itu adalah gabenornya sendiri. Lantas dia meminta maaf lalu menyuruh Salman menurunkan karung yang sedang dipikulnya itu. Tetapi Salman menjawab: "Oh tidak mengapa tuan. Biarlah saya memikul barang tuan ini hingga sampai ke rumah tuan". Demikianlah ketinggian budi pekerti Salman Al-Farisi, salah seorang sahabat Rasulullh saw. yang tidak mementingkan darjat kedudukan.

b. SIAPAKAH ASMA' BINTI UMAIS Ibn Katsir menulis di dalam kitabnya Bidayah wan Nahiyah beliau ialah Asma binti Umais bin Maadd bin Tamin al Khatsamiyyah adalah isteri Khalifah Abu Bakar ra yang sebelumnya diperisterikan oleh Jafar bin Abi Talib. Dari perkahwinan dengan Jafar bin Abi Talib beliau melahirkan tiga putra yakni Abdullah, Muhammad dan Aunan.[ kitab Nisaa Haular Rasuul, karya Mahmud Mahdi al-Istanbuli dan Musthafa Abu an-Nashr asy-Syalabi ] Perkahwinan dengan Abu Bakar ra beliau melahirkan Muhammad bin Abu Bakar ra. Apabila Asma berkahwin dengan Ali ra, maka Muhammad bin Abu Bakar menjadi anak tiri atau anak angkat kepada Ali ra.

Setelah Abu Bakar ra meninggal dunia beliau berkahwin pula dengan Ali bin Abi Talib , adek suaminya yang pertama.[Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib r.a.Oleh H.M.H. Al Hamid Al Husaini] Beliau adalah isteri ke enam bagi Ali ra. Perkhwinan dengan Ali melahirkan Yahya dan Muhammad al Ashgar.Ibn Katsir mengambil riwayat ini dari Ibnul Kalbi. Bagaimanapun Ibn Katsir mengatakan al Waqidi mengatakan Beliau memperoleh dua orang putra darinya, Yahya dan Aun, adapun Muhammad al Ashghar berasal dari ummul walad[Ummul walad adalah hamba wanita]. Dalam hal ini kita dapati ada perselisihan pendapat penulis sejarah. FITNAH PERIHAL RENGGANGNYA KELUARGA ABU BAKAR RA. DENGAN KELUARGA ALI RA. Suatu yang istimewa dengan Asma binti Umais, beliau adalah sahabat terdekat Sitti Fatimah r.a. Asma inilah yang mendampingi Fatimah r.a. dengan setia dan melayaninya dengan penuh kasihsayang semasa sakit hingga detik-detik terakhir hayatnya.[Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib r.a.Oleh H.M.H. Al Hamid Al Husaini] Kalau demikian rapat hubungan Asma ra dengan Fatimah ra bermakna rapat jugalah hubungan dengan Abu Bakar ra , kerana masa itu Asma adalah isteri Khalifah Abu Bakar. Perlu diingat Fatimah ra meninggal dunia enam bulan selepas Rasullah saw meninggal dunia. Jadi bagaimana boleh timbul fitnah kerengangan hubungan Fatimah ra dan Ali ra dengan Abu Bakar ra.? Dikatakan berita kewafatan Fatimah ra. telah dirahsiakan dari pengetahuan Abu Bakar ra. Rumah Fatimah r.a @ Ali r.a hanya ditepi masjid Nabawi, dan ABu Bakar adalh Imamnya mungkinkah kematian Fatimah r.a menjadi rahsia? Asma bt Umais r.a yang menguruskan jenazah Fatimah r.a adalah sahabat baik Fatimah r.a adalah isteri Abu Bakar r.a! HIJRAH ASMA KE MADINAH PERJALANAN dari Habsyah ke Madinah terasa begitu lama. Rindu pada insan mulia, anak saudara suaminya sendiri, membuak-buak di hatinya. Meskipun hidup di Habsyah aman dan tenang di bawah pemerintahan Najasyi yang adil serta terhindar daripada gangguan kafir Quraisy, hatinya tetap rindu bagi bersama insan mulia dalam menegakkan agama Islam. "Jauh lagikah? Saya tidak sabar tiba di Madinah. Inilah yang saya harapkan sekian lama;' kata Asma' binti Umais pada suaminya, Jaafar bin Abi Talib yang mengetuai penghijrahan kaum Muslimin ke Habsyah. "Insya-Allah tidak lama lagi;' jawab J aafar lirih. Jaafar memandang ketiga-tiga anaknya yang dilahirkan di Habsyah iaitu Muhammad, Abdullah dan Aun. Mereka masih kecil dan belum mengerti apakah yang sedang bergolak di hati ibu dan ayah mereka. Mereka belum tahu erti perjuangan menegakkan agama Islam.

Namun, di bawah didikan Rasulullah nanti, Jaafar mahu melihat mereka membesar menjadi pejuang-pejuang agama yang memiliki iman yang kental. Jaafar kemudian menoleh pada isterinya. "Tidak sedihkah meninggalkan anak susuanmu Abdullah?" Jaafar cuba menduga hati Asma'. Asma' termenung mendengar pertanyaan suaminya itu. Tujuh tahun lamanya dia tinggal di Habsyah sesudah berhijrah ke sana bersama segelintir kaum Muslimin yang lain demi menyelamatkan diri daripada gangguan kafir Quraisy. Selama tujuh tahun, mereka begitu akrab dengan Najasyi yang begitu baik kepada mereka. Selepas Najasyi masuk Islam di tangan Jaafar, Asma' mendapat tempat yang istimewa dalaM keluarga raja itu. Ini terbukti apabila Najasyi menamakan puteranya nama yang serupa dengan anaknya, Najasyi meminta Asma' menyusukan puteranya bersama-sama anaknya. "Abdullah anak susuan saya dan bumi Habsyah tetap saya ingati. Namun, rindu saya pada Rasulullah dan negara Islam Madinah, tidak ada tolak bandingnya;' jawab Asma'. Jaafar terangguk-angguk mendengar kata-kata isterinya. "Saya mendapat khabar Rasulullah sedang menunggu kepulangan kita. Beliau juga begitu merindui kita semua kata Jaafar. Selepas menempuh perjalanan yang lama, akhimya rombongan mereka tiba di Madinah. Ketika itu, kaum Muslimin sedang meraikan kemenangan mereka mengalahkan kafir Quraisy dalam perang Khaibar. "Allahu akbar! Allahu akbar! Allahu akbar!" Rasulullah dan kaum Muslimin bertakbir memuji kebesaran Allah atas kemenangan mereka itu. Muslimah Pilihan Ketika itulah Jaafar dan rombongannya tiba di hadapan Rasulullah. Sebaik sahaja beliau melihat Jaafar, beliau begitu gembira. Beliau segera memeluk Jaafar dan mencium dahinya. "Demi Allah, aku tidak tahu mana yang lebih menggembirakan diriku, kedatangan Jaafar atau kemenangan Khaibar kata Rasulullah kepada seluruh hadirin. Asma' dan Jaafar tinggal di Madinah dengan penuh bahagia di samping menimba ilmu yang berharga daripada Rasulullah. "Isteriku, saya telah mendapat perintah daripada Rasulullah supaya berangkat ke Syam memerangi tentera Byzantine;' ujar Jaafar kepada Asma' pada suatu hari.

"Siapakah yang memimpin tentera Muslimin?" soal Asma'. "Zaid bin Harisah. Akan tetapi, sekiranya dia syahid, sayalah yang menggantikan tempatnya jawab Jaafar, "Pergilah suamiku. Semoga Allah memberi kemenangan ke atas kaum Muslimin kata Asma' kepada suaminya. Seluruh umat Islam temanti-nanti kepulangan kaum Muslimin. Belum ada khabar berita sama ada kaum Muslim memperoleh kemenangan atau sebaliknya. Hati Asma' bergetar apabila Rasulullah datang ke rumahnya. Rasulullah mendekati ketiga-tiga anak Asma', lalu mencium mereka dengan , mata berlinangan. "Wahai Rasulullah, apakah yang membuatkan anda menangis? Adakah anda telah mendapat khabar tentang Jaafar dan sahabat-sahabatnya?" soal Asma'. "Benar, dia telah gugur syahid hari ini jawab Rasulullah ringkas. Mendengar jawapan Rasulullah itu, Asma' tidak dapat menahan rasa sedihnya. Dia menangis teresak-esak di samping anak-anaknya. Namun, dia tetap sabar demi mengharapkan reda Allah . ASMA MENJADI ISTERI ABU BAKAR AS-SIDDIQ Tidak lama sesudah itu, Asma' berkahwin dengan Abu Bakar as-Siddiq selepas isteri beliau, Ummu Rumaan meninggaI. Asma' terus setia di samping Abu Bakar, sehingga beliau dilantik menjadi khalifah selepas Rasulullah wafat. Asma' juga bersabar ketika menghadapi saat-saat Abu Bakar sakit kuat. "Asma', apabila aku meninggal dunia, mandikanlah jasadku. Dan bukalah puasamu agar dirimu lebih kuat: pesan Abu Bakar apabila dia merasakan maut semakin menghampirinya. "Baiklah: jawab Asma' sambil matanya tidak lepas memandang suaminya yang berada di ambang sakaratul maut. Tidak lama kemudian, lnnalillahi wainna ilaihirojiun. Asma' berasa sedih dengan kematian Abu Bakar. Namun begitu, dia segera menunaikan wasiat Abu Bakar agar memandikan jenazahnya. Asma' kembali bersendirian membesarkan anak-anaknya. Dia mendidik mereka dengan memohon kepada Allah agar memperbaiki anak-anaknya sehingga mereka akhirnya menjadi imam bagi orang-orang bertakwa. ASMA MENJADI ISTERI ALI BIN ABI TALIB Sedih yang dialami oleh Asma' segera diubati oleh Ali bin Abi Talib. Beliau datang meminang Asma' selepas Fatimah az-Zahra meninggal.

Ketika Ali bin Abi Talib dilantik sebagai khalifah yang keempat, Asma' turut memikul tanggungjawab sebagai isteri khalifah bagi kaum muslimin dalam menghadapi peristiwaperistiwa besar. Demikianlah Asma' binti Umais, wanita yang menjadi pendamping kepada tiga pemimpin besar kaum Muslimin iaitu Jaafar bin Abi Talib, Abu Bakar bin Siddiq dan Ali bin Abi Talib. Semoga Allah merahmatinya. Asma' amat mencintai ketiga-tiga suaminya. Katanya, "Aku tidak melihat seorang pemuda daripada bangsa Arab yang lebih baik daripada Jaafar, dan aku tidak melihat seorang setengah baya yang lebih baik daripada Abu Bakar, dan Ali tidak kurang kebaikannya dibandingkan kedua-duanya".

c. IKRAMAH BIN ABU JAHAL Islam menyaksikan kelahiran banyak tokoh-tokoh terkemuka. Antara yang hebat adalah Ikramah bin Abu Jahal. Seorang pemuda yang pada awalnya sangat menentang Islam. Akhirnya menjadi seorang pembela Islam yang tegar. Peribadi Ikramah merupakan seorang pemuda Quraisy yang gagah berani. Beliau lahir dari keturunan bangsawan Quraisy. Sangat dihormati dan dipandang mulia oleh penduduk Mekah pada masa itu. Beliau juga merupakan seorang penungang kuda yang sangat mahir. Sebelum masuk Islam Ikramah menolak dakwah Islam kerana terpengaruh dengan sikap ayahnya, Abu Jahal yang menentang Islam. Dek dorongan yang kuat dari ayahnya itu, beliau juga sangat memusuhi Rasulullah SAW dan menyeksa umat Islam yang lain. Perang Badar menyaksikan Ikramah menjadi sayap kanan kepada ayahnya. Namun, Abu Jahal terbunuh dalam peperangan tersebut. Tambah malang lagi ia disaksikan sendiri oleh Ikramah. Namun ia tidak mampu berbuat apa-apa kerana mahu menyelamatkan diri sendiri. Permusuhan Islam Semakin Memuncak Sejak kematian ayahnya itu, kebenciannya pada Islam semakin menebal. Kali ini bukan kerana benci terhadap Islam, tetapi kerana mahu membalas kematian ayahnya itu. Dalam beberapa peperangan melawan kaum muslimin, beliau antara yang berada dibarisan hadapan. Perang Uhud menyaksikan Ikramah menjadi sayap kiri pasukan Quraisy manakala Khalid alWalid menjadi sayap kanan memimpin pasukan berkuda. Kedua panglima ini gagah memecah belahkan tentera Islam.

Perang Khandak menyaksikan beliau antara yang semangat ingin memecah banteng pertahanan tentera Islam Madinah pada masa itu. Setiap hari beliau berpusing sekitar parit untuk mencari jalan hendak menembusi Madinah. Ketika pembukaan kota Mekah berlangsung, Ikramah mengambil keputusan melawan tentera Islam yang hendak masuk ke Mekah. Ikramah mengumpulkan pengikutnya untuk menyerbu tentera Islam yang masuk ke Mekah. Namun, ia sangat terkejut melihat Khalid al-Walid yang menyerbunya ketika itu. Namun, beliau tetap tekad melawan Islam. Akhirnya tenteranya tewas. Ikramah sempat melarikan diri dari dibunuh. Beliau merasa sangat menyesal pada masa itu. Mekah tidak lagi aman baginya. Beliau akhirnya menuju ke Yaman. Isteri Solehah Ummu Hakim, isteri Ikramah sangat bimbang akan keadaan suaminya. Beliau kemudian mendapat tahu suaminya di Yaman. Beliau ditemani pembantunya, seorang yang berbangsa Rom, untuk menemaninya sampai ke Yaman Namun, dalam perjalanan, pembantunya itu merayunya berbuat maksiat. Tetapi Ummu Hakim sangat setia pada suaminya itu. Selain itu, dia dapat menanganinya dengan bijaksana. Dia memberi harapan dengan melewat-lewat masa sambil meneruskan perjalanan. Sesampai sahaja di sebuah perkampungan Arab, Ikramah segera meminta tolong kepada penduduk disitu dan menyatakan niat jahat pembantunya itu. Pembantunya itu akhirnya ditangkap. Dapatlah Ummu Hakim meneruskan perjalanannya dengan aman. Pertemuan Cinta Suci Akhirnya Ummu Hakim bertemu dengan suaminya di Pantai Laut Merah. Mereka berpeluk kegembiraan. Ummu Hakim meminta suaminya untuk pulang bersamanya ke Mekah. Sambil menyatakan Rasulullah sudah mengampunkan kesalahannya itu. Ikramah dengan senang hati mengikut isterinya pulang ke Mekah. Dalam perjalanan pulang, Ummu Hakim menceritakan perihal pembantunya kepada Ikramah. Mereka kemudian singgah di perkampungan Arab tersebut. Disebabkan terlalu marah dengan pembantunya itu, Ikramah mengambil keputusan membunuh pembantunya itu. Mereka seterusnya meneruskan perjalanan ke Mekah. Mengucap Kalimah Syahadah

Ketibaan Ikramah dan isterinya disambut oleh Rasulullah dan para sahabat. Mereka seolah-olah sudah menduga kedatangan Ikramah ke Mekah. Baginda Rasulullah gembira dengan kedatangan Ikramah tersebut. Lantas, dihadapan baginda, Ikramah mengucap dua kalimah syahadah. Ikramah berjanji akan mengubah perangainya dan bersedia membela Islam dengan tangannya. Ikramah mahu bertaubat dan menebus kesilapannya yang dulu. Pahlawan Islam yang Berani Ternyata Ikramah menepati kata-katanya itu. Kalau dahulu hidup dan matinya melawan Islam, kini beliau berjuang berhabis-habisan mempertahankan kalimah tauhid Islam. Perang Yarmuk menyaksikan tentera Islam diserang bertubi-tubi oleh tentera Rom. Ikramah kemudian mara kehadapan menyerang tentera Rom yang sedang menggila. Beliau menghalau pasukan musuh yang sedang mara kehadapan. Akhirnya, beliau gugur terkorban dalam peperangan tersebut. Meskipun sedemikian, tentera Islam berjaya mendapat kemenangan yang gemilang.

Abu Bakar As-Siddiq yang lembut hati - sebuah biografi dan studi analisi tentang permulaan sejarah islam sepeninggalan Nabi s.a.w. oleh Muhammad Husain Haekal (Part 2 - Abu Bakar Pada Masa Nabi)

Abu Bakar As-Siddiq yang lembut hati - sebuah biografi dan studi analisi tentang permulaan sejarah islam sepeninggalan Nabi s.a.w. oleh Muhammad Husain Haekal (Part 2 - Abu Bakar Pada Masa Nabi) 43Share 0digg Masa kecil dan terbatasnya berita Sumber-sumber yang sampai kepada kita mengenai masa kecil Abu Bakr tidak banyak membantu untuk mengenai pribadinya dalam situasi kehidupan saat itu. Cerita sekitar masa anak-anak dan remajanya tidak juga memuaskan. Apa yang diceritakan tentang kedua orangtuanya tidak lebih daripada sekedar menyebut nama saja. Setelah Abu Bakr menjadi tokoh sebagai Muslim yang penting, baru nama ayahnya disebut-sebut. Ada pengaruh Abu Bakr dalam

kehidupan ayahnya, namun pengaruh ayahnya dalam kehidupan Abu Bakr tidak ada. Tetapi yang menjadi perhatian kalangan sejarawan waktu itu justru yang menyangkut kabilahnya serta kedudukannya di tengah-tengah masyarakat Kuraisy. Tak bedanya mereka itu dalam hal ini dengan sejarah Arab umumnya. Dengan melihat pertaliannya kepada salah satu kabilah,1 (1 Kabilah atau suku merupakan susunan masyarakat Arab yang berasal dari satu moyang, lebih kecil dari sya'b dan lebih besar dari 'imarah, kemudian berturut-turut batn, 'imarah dan fakhz. Pnj.) sudah cukup untuk mengetahui watak dan akhlak mereka. Adakalanya yang demikian ini baik, dan kadang juga mereka yang percaya pada prinsip keturunan itu berguna untuk menentukan kecenderungan mereka, kendati yang lain menganggap penilaian demikian sudah berlebihan, dan ini yang membuat mereka tidak cermat dalarn meneliti. Kabilahnya dan kepemimpinannya Abu Bakr dari kabilah Taim bin Murrah bin Ka'b. Nasabnya bertemu dengan Nabi pada Adnan. Setiap kabilah yang tinggal di Mekah punya keistimewaan tersendiri, yakni ada tidaknya hubungannya dengan sesuatu jabatan di Ka'bah. Untuk Banu Abd Manaf tugasnya siqayah dan rifadah, untuk Banu Abdid-Dar, liwa', hijabah dan nadwah, yang sudah berjalan sejak sebelum Hasyim kakek Nabi lahir. Sedang pimpinan tentara di pegang oleh Banu Makhzum, nenek moyang Khalid bin Walid, dan Banu Taim bin Murrah menyusun masalah diat (tebusan darah) dan segala macam ganti rugi. Pada zaman jahiliah masalah penebusan darah ini di tangan Abu Bakr tatkala posisinya cukup kuat, dan dia juga yang memegang pimpinan kabilahnya. Oleh karena itu bila ia harus menanggung sesuatu tebusan dan ia meminta bantuan Kuraisy, mereka pun percaya dan mau memberikan tebusan itu, yang tak akan dipenuhi sekiranya orang lain yang memintanya. Banyak buku yang ditulis orang kemudian menceritakan adanya pujian ketika menyinggung Banu Taim ini serta kedudukannya di tengahtengah kabilah-kabilah Arab. Diceritakan bahwa ketika Munzir bin Ma'as-Sama' menuntut Imru'ul-Qais bin Hujr al-Kindi, ia mendapat perlindungan Mu'alla at-Taimi (dari Banu Taim), sehingga dalam hal ini penyair Imru'ul-Qais berkata: Imru'ul-Qais bin Hujr Telah didudukkan oleh Banu Taim, "Masabihuz-Zalami" Karena bait tersebut, Banu Taim dijuluki "Masabihuz-Zalami" (pelita-pelita di waktu gelap). Tetapi sumber-sumber yang beraneka ragam yang melukiskan sifatsifat Banu Taim itu tidak berbeda dengan yang biasa dilukiskan untuk kabilah-kabilah lain. Juga tidak ada suatu ciri khas yang bisa dibedakan dan dapat digunakan oleh penulis sejarah atau menunjukkan suatu sifat tertentu kepada kabilah mana ia dapat digolongkan. Sumber-sumber itu melukiskan Banu Taim dengan sifat-sifat terpuji: pemberani, pemurah, kesatria, suka menolong dan melindungi tetangga dan sebagainya yang biasa dipunyai oleh kabilah-kabilah Arab yang hidup dalam iklim jazirah Arab. Nama dan julukannya Para penulis biografi Abu Bakr itu tidak terbatas hanya pada kabilahnya saja seperti yang sudah saya sebutkan, tetapi mereka memulai juga dengan menyebut namanya dan nama kedua orangtuanya. Lalu melangkah ke masa anak-anak, masa muda dan masa remaja, sampai pada

apa yang dikerjakannya. Disebutkan bahwa namanya Abdullah bin Abi Quhafah, dan Abu Quhafah ini pun nama sebenarnya Usman bin Amir, dan ibunya, Ummul-Khair, sebenarnya bernama Salma bint Sakhr bin Amir. Disebutkan juga, bahwa sebelum Islam ia bernama Abdul Ka'bah. Setelah masuk Islam oleh Rasulullah ia dipanggil Abdullah. Ada juga yang mengatakan bahwa tadinya ia bernama Atiq, karena dari pihak ibunya tak pernah ada anak laki-laki yang hidup. Lalu ibunya bernazar jika ia melahirkan anak laki-laki akan diberi nama Abdul Ka'bah dan akan disedekahkan kepada Ka'bah. Sesudah Abu Bakr hidup dan menjadi besar, ia diberi nama Atiq, seolah ia telah dibebaskan dari maut. Tetapi sumber-sumber itu lebih jauh menyebutkan bahwa Atiq itu bukan namanya, melainkan suatu julukan karena warna kulitnya yang putih. Sumber yang lain lagi malah menyebutkan, bahwa ketika Aisyah putrinya ditanyai: mengapa Abu Bakr diberi nama Atiq ia menjawab: Rasulullah memandang kepadanya lalu katanya: Ini yang dibebaskan Allah dari neraka; atau karena suatu hari Abu Bakr datang bersama sahabat-sahabatnya lalu Rasulullah berkata: Barang siapa ingin melihat orang yang dibebaskan dari neraka lihatlah ini. Mengenai gelar Abu Bakr yang dibawanya dalam hidup sehari-hari sumber-sumber itu tidak menyebutkan alasannya, meskipun penulis-penulis kemudian ada yang menyimpulkan bahwa dijuluki begitu karena ia orang paling dini (Bakr berarti dini (A). Pnj.)dalam Islam dibanding dengan yang lain. Masa mudanya Semasa kecil Abu Bakr hidup seperti umumnya anak-anak di Mekah. Lepas masa anak-anak ke masa usia remaja ia bekerja sebagai pedagang pakaian. Usahanya ini mendapat sukses. Dalam usia muda itu ia kawin dengan Qutailah bint Abdul Uzza. Dari perkawinan ini lahir Abdullah dan Asma'. Asma' inilah yang kemudian dijuluki Zatun-Nitaqain. Sesudah dengan Qutailah ia kawin lagi dengan Umm Rauman bint Amir bin Uwaimir. Dari perkawinan ini lahir pula Abdur-Rahman dan Aisyah. Kemudian di Medinah ia kawin dengan Habibah bint Kharijah, setelah itu dengan Asma' bint Umais yang melahirkan Muhammad. Sementara itu usaha dagangnya berkembang pesat dan dengan sendirinya ia memperoleh laba yang cukup besar. Perawakan dan perangainya Keberhasilannya dalam perdagangan itu mungkin saja disebabkan oleh pribadi dan wataknya. Berperawakan kurus, putih, dengan sepasang bahu yang kecil dan muka lancip dengan mata yang cekung disertai dahi yang agak menonjol dan urat-urat tangan yang tampak jelas begitulah dilukiskan oleh putrinya, Aisyah Ummulmukminin. Begitu damai perangainya, sangat lemah lembut dan sikapnya tenang sekali. Tak mudah ia terdorong oleh hawa nafsu. Dibawa oleh sikapnya yang selalu tenang, pandangannya yang jernih serta pikiran yang tajam, banyak kepercayaan dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang tidak diikutinya. Aisyah menyebutkan bahwa ia tak pernah minum minuman keras, di zaman jahiliah atau Islam, meskipun penduduk Mekah umumnya sudah begitu hanyut ke dalam khamar dan mabuk-mabukan. Ia seorang ahli genealogi ahli silsilah bicaranya sedap dan pandai bergaul. Seperti dilukiskan oleh Ibn Hisyam, penulis kitab Sirah: "Abu Bakr adalah laki-laki yang akrab di kalangan masyarakatnya, disukai karena ia serba mudah. Ia dari keluarga Kuraisy yang paling dekat dan paling banyak mengetahui seluk-beluk kabilah itu, yang baik dan yang jahat. Ia seorang pedagang dengan perangai yang sudah cukup terkenal. Karena suatu masalah, pemuka-pemuka masyarakatnya sering datang menemuinya,

mungkin karena pengetahuannya, karena perdagangannya atau mungkin juga karena cara bergaulnya yang enak." Kecintaannya pada Mekah dan hubungannya dengan Muhammad Ia tinggal di Mekah, di kampung yang sama dengan Khadijah bint Khuwailid, tempat saudagarsaudagar terkemuka yang membawa perdagangan dalam perjalanan musim dingin dan musim panas ke Syam1 dan ke Yaman. Karena bertempat tinggal di kampung itu, itulah yang membuat hubungannya dengan Muhammad begitu akrab setelah Muhammad kawin dengan Khadijah dan kemudian tinggal serumah. Hanya dua tahun beberapa bulan saja Abu Bakr lebih muda dari Muhammad. Besar sekali kemungkinannya, usia yang tidak berjauhan itu, persamaan bidang usaha serta ketenangan jiwa dan perangainya, di samping ketidaksenangannya pada kebiasaan-kebiasaan Kuraisy dalam kepercayaan dan adat mungkin sekali itulah semua yang berpengaruh dalam persahabatan Muhammad dengan Abu Bakr. Beberapa sumber berbeda pendapat, sampai berapa jauh eratnya persahabatan itu sebelum Muhammad menjadi Rasul. Di antara mereka ada yang menyebutkan bahwa persahabatan itu sudah begitu akrab sejak sebelum kerasulan, dan bahwa keakraban itu pula yang membuat Abu Bakr cepat-cepat menerima Islam. Ada pula yang lain menyebutkan, bahwa akrabnya hubungan itu baru kemudian dan bahwa keakraban pertama itu tidak lebih hanya karena bertetangga dan adanya kecenderungan yang sama. Mereka yang mendukung pendapat ini barangkali karena kecenderungan Muhammad yang suka menyendiri dan selama bertahun-tahun sebelum kerasulannya menjauhi orang banyak. Setelah Allah mengangkatnya sebagai Rasul teringat ia pada Abu Bakr dan kecerdasan otaknya. Lalu diajaknya ia bicara dan diajaknya menganut ajaran tauhid. Tanpa ragu Abu Bakr pun menerima ajakan itu. Sejak itu terjadilah hubungan yang lebih akrab antara kedua orang itu. Kemudian keimanan Abu Bakr makin mendalam dan kepercayaannya kepada Muhammad dan risalahnya pun bertambah kuat. Seperti dikatakan oleh Aisyah: "Yang kuketahui kedua orangtuaku sudah memeluk agama ini, dan setiap kali lewat di depan rumah kami, Rasulullah selalu singgah ke tempat kami, pagi atau sore." Menerima dakwah tanpa ragu dan sebabnya Sejak hari pertama Abu Bakr sudah bersama-sama dengan Muhammad melakukan dakwah demi agama Allah. Keakraban masyarakatnya dengan dia, kesenangannya bergaul dan mendengarkan pembicaraannya, besar pengaruhnya terhadap Muslimin yang mula-mula itu dalam masuk Islam itu. Yang mengikuti jejak Abu Bakr menerima Islam ialah Usman bin Affan, AbdurRahman bin Auf, Talhah bin Ubaidillah, Sa'd bin Abi Waqqas dan Zubair bin Awwam. Sesudah mereka yang kemudian menyusul masuk Islam atas ajakan Abu Bakr ialah Abu Ubaidah bin larrah dan banyak lagi yang lain dari penduduk Mekah. Adakalanya orang akan merasa heran betapa Abu Bakr. tidak merasa ragu menerima Islam ketika pertama kali disampaikan Muhammad kepadanya itu. Dan karena menerimanya tanpa ragu itu kemudiaYi Rasulullah berkata:

"Tak seorang pun yang pernah kuajak memeluk Islam yang tidak tersendat-sendat dengan begitu berhati-hati dan ragu, kecuali Abu Bakr bin Abi Quhafah. la tidak menunggu-nunggu dan tidak ragu ketika kusampaikan kepadanya." Sebenarnya tak perlu heran tatkala Muhammad menerangkan kepadanya tentang tauhid dan dia diajaknya lalu menerimanya. Bahkan yang lebih mengherankan lagi bila Muhammad menceritakan kepadanya mengenai gua Hira dan wahyu yang diterimanya, ia mempercayainya tanpa ragu. Malah keheranan kita bisa hilang, atau berkurang, bila kita ketahui bahwa Abu Bakr adalah salah seorang pemikir Mekah yang memandang penyembahan berhala itu suatu kebodohan dan kepalsuan belaka. Ia sudah mengenai benar Muhammad kejujurannya, kelurusan hatinya serta kejernihan pikirannya. Semua itu tidak memberi peluang dalam hatinya untuk merasa ragu, apa yang telah diceritakan kepadanya, dilihatnya dan didengarnya. Apalagi karena apa yang diceritakan Rasulullah kepadanya itu dilihatnya memang sudah sesuai dengan pikiran yang sehat. Pikirannya tidak merasa ragu lagi, ia sudah mempercayainya dan menerima semua itu. Keberaniannya menerima Islam dan menyiarkannya Tetapi apa yang menghilangkan kekaguman kita tidak mengubah penghargaan kita atas keberaniannya tampil ke depan umum dalam situasi ketika orang masih serba menunggu, ragu dan sangat berhati-hati. Keberanian Abu Bakr ini patut sekali kita hargai, mengingat dia pedagang, yang demi perdagangannya diperlukan perhitungan guna menjaga hubungan baik dengan orang lain serta menghindari konfrontasi dengan mereka, yang akibatnya berarti menentang pandangan dan kepercayaan mereka. Ini dikhawatirkan kelak akan berpengaruh buruk terhadap hubungan dengan para relasi itu. Berapa banyak orang yang memang tidak percaya pada pandangan itu dan dianggapnya suatu kepalsuan, suatu cakap kosong yang tak mengandung arti apa-apa, lalu dengan sembunyisembunyi atau berpura-pura berlaku sebaliknya hanya untuk mencari selamat, mencari keuntungan di balik semua itu, menjaga hubungan dagangnya dengan mereka. Sikap munafik begini kita jumpai bukan di kalangan awamnya, tapi di kalangan tertentu dan kalangan terpelajarnya juga. Bahkan akan kita jumpai di kalangan mereka yang menamakan diri pemimpin dan katanya hendak membela kebenaran. Kedudukan Abu Bakr yang sejak semula sudah dikatakan oleh Rasulullah itu, patut sekali ia mendapat penghargaan, patut dikagumi. Usaha Abu Bakr melakukan dakwah Islam itulah yang patut dikagumi. Barangkali ada juga orang yang berpandangan semacam dia, merasa sudah cukup puas dengan mempercayainya secara diam-diam dan tak perlu berterang-terang di depan umum agar perdagangannya selamat, berjalan lancar. Dan barangkali Muhammad pun merasa cukup puas dengan sikap demikian itu dan sudah boleh dipuji. Tetapi Abu Bakr dengan menyatakan terang-terangan keislamannya itu,

lalu mengajak orang kepada ajaran Allah dan Rasulullah dan meneruskan dakwahnya untuk meyakinkan kaum Muslimin yang mula-mula untuk mempercayai Muhammad dan mengikuti ajaran agamanya, inilah yang belum pernah dilakukan orang; kecuali mereka yang sudah begitu tinggi jiwanya, yang sudah sampai pada tingkat membela kebenaran demi kebenaran. Orang demikian ini sudah berada di atas kepentingan hidup pribadinya sehari hari. Kita lihat, dalam membela agama, dalam berdakwah untuk agama, segala kebesaran dan kemewahan hidup duniawinya dianggapnya kecil belaka. Demikianlah keadaan Abu Bakr dalam persahabatannya dengan Muhammad, sejak ia memeluk Islam, hingga Rasulullah berpulang ke sisi Allah dan Abu Bakr pun kemudian kembali ke sisi-Nya. Abu Bakr orang pertama yang memperkuat agama Teringat saya tatkala Hamzah bin Abdul Muttalib dan Umar bin Khattab masuk Islam, betapa besar pengaruh mereka itu dalam memperkuat Islam, dan bagaimana pula Allah memperkuat Islam dengan kedua mereka itu. Keduanya terkenal garang dan berpendirian teguh, kuat, ditakuti oleh lawan. Juga saya ingat, betapa Abu Bakr ketika ia masuk Islam. Tidak ragu kalau saya mengatakan, bahwa dialah orang pertama yang ditempatkan Allah untuk memperkuat agamaNya. Orang yang begitu damai jiwanya, tenang, sangat lemah lembut dan perkasa. Matanya mudah berlinang begitu melihat kesedihan menimpa orang lain. Ternyata orang ini menyimpan iman yang begitu kuat terhadap agama baru ini, terhadap Rasul utusan Allah. Ternyata ia tak dapat ditaklukkan. Adakah suatu kekuatan di dunia ini yang dapat melebihi kekuatan iman! Adakah suatu kemampuan seperti kemampuan iman dalam hidup ini! Orang yang mengira, bahwa kekuatan despotisma dan kekuasaan punya pengaruh besar di dunia ini, ia sudah terjerumus ke dalam jurang kesalahan. Jiwa yang begitu damai, begitu yakin dengan keimanannya akan kebenaran, yang mengajak orang berdakwah dengan cara yang bijaksana dan nasihat yang baik, dengan cara yang lemah lembut, yang bersumber dari akhlak yang mulia dan perangai yang lembut, bergaul dengan orang-orang lemah, orang-orang papa dan kaum duafa, yang dalam penderitaannya sebagai salah satu sarana dakwahnya jiwa inilah yang sepantasnya mencapai sasaran sebagaimana dikehendaki, karena ia mudah diacu dan keluar sesuai dengan pola yang ada padanya. Itulah jejak Abu Bakr r.a. pada tahun-tahun pertama dakwah Islam, dan terus berjalan sampai pada waktu ia memangku jabatan selaku Khalifah, dan berlangsung terus sampai akhir hayatnya. Melindungi golongan lemah dengan hartanya Dalam menjalankan dakwah itu tidak hanya berbicara saja dengan kawan-kawannya dan meyakinkan mereka, dan dalam menghibur kaum duafa dan orang-orang miskin yang disiksa dan dianiaya oleh musuhmusuh dakwah, tidak hanya dengan kedamaian jiwanya, dengan sifatnya yang lemah lembut, tetapi ia menyantuni mereka dengan hartanya. Digunakannya hartanya itu untuk membela golongan lemah dan orangorang tak punya, yang telah mendapat petunjuk Allah ke jalan yang benar, tetapi lalu dianiaya oleh musuh-musuh kebenaran itu. Sudah cukup diketahui, bahwa ketika ia masuk Islam, hartanya tak kurang dari empat puluh ribu dirham yang disimpannya dari hasil perdagangan. Dan selama dalam Islam ia terus berdagang dan mendapat laba yang cukup besar. Tetapi setelah hijrah ke Medinah sepuluh tahun

kemudian, hartanya itu hanya tinggal lima ribu dirham. Sedang semua harta yang ada padanya dan yang disimpannya, kemudian habis untuk kepentingan dakwah, mengajak orang ke jalan Allah dan demi agama dan Rasul-Nya. Kekayaannya itu digunakan untuk menebus orang-orang lemah dan budak-budak yang masuk Islam, yang oleh majikannya disiksa dengan pelbagai cara, tak lain hanya karena mereka masuk Islam. Suatu hari Abu Bakr melihat Bilal yang negro itu oleh tuannya dicampakkan ke ladang yang sedang membara oleh panas matahari, dengan menindihkan batu di dadanya lalu dibiarkannya agar ia mati dengan begitu, karena ia masuk Islam. Dalam keadaan semacam itu tidak lebih Bilal hanya mengulang-ulang kata-kata: Ahad, Ahad. Ketika itulah ia dibeli oleh Abu Bakr kemudian dibebaskan! Begitu juga Amir bin Fuhairah oleh Abu Bakr ditebus dan ditugaskan menggembalakan kambingnya. Tidak sedikit budak-budak itu yang disiksa, laki-laki dan perempuan, oleh Abu Bakr dibeli lalu dibebaskan. Peranan sebagai semenda Nabi Tetapi Abu Bakr sendiri pun tidak bebas dari gangguan Kuraisy. Sama halnya dengan Muhammad sendiri yang juga tidak lepas dari gangguan itu dengan kedudukannya yang sudah demikian rupa di kalangan kaumnya serta perlindungan Banu Hasyim kepadanya. Setiap Abu Bakr melihat Muhammad diganggu oleh Kuraisy ia selalu siap membelanya dan mempertaruhkan nyawanya untuk melindunginya. Ibn Hisyam menceritakan, bahwa perlakuan yang paling jahat dilakukan Kuraisy terhadap Rasulullah ialah setelah agama dan dewa-dewa mereka dicela. Suatu hari mereka berkumpul di Hijr, dan satu sama lain mereka berkata: "Kalian mengatakan apa yang didengarnya dari kalian dan apa yang kalian dengar tentang dia. Dia memperlihatkan kepadamu apa yang tak kamu sukai lalu kamu tinggalkan dia." Sementara mereka dalam keadaan serupa itu tiba-tiba datang Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam. Sekaligus ia diserbu bersama-sama oleh mereka dan mengepungnya seraya berkata: Engkau yang berkata begini dan begini? Maksudnya yang mencela berhala-berhala dan kepercayaan mereka. Maka Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam pun menjawab: Ya, memang aku yang mengatakan. Salah seorang di antara mereka langsung menarik bajunya. Abu Bakr sambil menangis menghalanginya seraya katanya: Kamu mau membunuh orang yang mengatakan hanya Allah Tuhanku! Mereka kemudian bubar. Itulah yang kita lihat perbuatan Kuraisy yang luar biasa kepadanya. Tetapi peristiwa ini belum seberapa dibandingkan dengan peristiwaperistiwa lain yang benarbenar memperlihatkan keteguhan iman Abu Bakr kepada Muhammad dan risalahnya itu. Sedikit pun tak pernah goyah. Dan iman itu jugalah yang membuat tidak sedikit kalangan Orientalis tidak jadi melemparkan tuduhan kepada Nabi, seperti yang biasa dilakukan oleh mereka yang suka berlebih-lebihan. Dengan ketenangan dan kedamaian hatinya yang demikian rupa, keimanan Abu Bakr tidak akan sedemikian tinggi, kalau ia tidak melihat segala perbuatan Rasulullah yang memang jauh dari segala yang meragukan, terutama pada waktu Rasulullah sedang menjadi sasaran penindasan masyarakatnya. Iman yang mengisi jiwa Abu Bakr ini jugalah yang telah mempertahankan Islam, sementara yang lain banyak yang meninggalkannya tatkala Rasulullah berbicara kepada mereka mengenai peristiwa Isra. Sikapnya mengenai kisah Isra Muhammad berbicara kepada penduduk Mekah bahwa Allah telah memperjalankannya malam

hari dari Masjidilharam ke Masjidilaksa dan bahwa ia bersembahyang di sana. Oleh orang-orang musyrik kisah itu diperolok, malah ada sebagian yang sudah Islam pun merasa ragu. Tidak sedikit orang yang berkata ketika itu: Soalnya sudah jelas. Perjalanan kafilah Mekah-Syam yang terus-menerus pun memakan waktu sebulan pergi dan sebulan pulang. Mana mungkin hanya satu malam saja Muhammad pergi pulang ke Mekah! Tidak sedikit mereka yang sudah Islam kemudian berbalik murtad, dan tidak sedikit pula yang masih merasa sangsi. Mereka pergi menemui Abu Bakr, karena mereka mengetahui keimanannya dan persahabatannya dengan Muhammad. Mereka menceritakan apa yang telah dikatakannya kepada mereka itu mengenai Isra. Terkejut mendengar apa yang mereka katakan itu Abu Bakr berkata: "Kalian berdusta." "Sungguh," kata mereka. "Dia di mesjid sedang berbicara dengan orang banyak." "Dan kalaupun itu yang dikatakannya," kata Abu Bakr lagi, "tentu ia mengatakan yang sebenarnya. Dia mengatakan kepadaku, bahwa ada berita dari Tuhan, dari langit ke bumi, pada waktu malam atau siang, aku percaya. Ini lebih lagi dari yang kamu herankan." Abu Bakr lalu pergi ke mesjid dan mendengarkan Nabi yang sedang melukiskan keadaan Baitulmukadas. Abu Bakr sudah pernah mengunjungi kota itu. Selesai Nabi melukiskan keadaan mesjidnya, Abu Bakr berkata: "Rasulullah, saya percaya." Sejak itu Muhammad memanggil Abu Bakr dengan "as-Siddlq". (Siddiq, orang yang selalu membenarkan, percaya, yang menerapkan kata dengan perbuatan, yang kemudian menjadi gelar Abu Bakr (al-Mu'jam al-Wasit); orang yang mencintai kebenaran, yakni Nabi Ibrahim dan Nabi Idris (Qur'an, 19. 41, 56). Pnj.) Pernahkah suatu kali orang bertanya dalam hati: Sekiranya Abu Bakr juga sangsi seperti yang lain mengenai apa yang diceritakan Rasulullah tentang Isra itu, maka apa pula kiranya yang akan terjadi dengan agama yang baru tumbuh ini, akibat kesangsian itu? Dapatkah orang memperkirakan berapa banyak jumlah orang yang akan jadi murtad, dan goyahnya keyakinan dalam hati kaum Muslimin yang lain? Pernahkah kita ingat, betapa jawaban Abu Bakr ini memperkuat keyakinan orang banyak, dan betapa pula ketika itu ia telah memperkuat kedudukan Islam? Kalau dalam hati orang sudah bertanya-tanya, sudah memperkirakan dan sudah pula ingat, niscaya ia tak akan ragu lagi memberikan penilaian, bahwa iman yang sungguh-sungguh adalah kekuatan yang paling besar dalam hidup kita ini, lebih besar daripada kekuatan kekuasaan dan despotisma sekaligus. Kata-kata Abu Bakr itu sebenarnya merupakan salah satu inayah Ilahi demi agama yang benar ini. Katakata itulah sebenarnya yang merupakan pertolongan dan dukungan yang besar, melebihi dukungan yang diberikan oleh kekuatan Hamzah dan Umar sebelumnya. Ini memang suatu kenyataan apabila di dalam sejarah Islam Abu Bakr mempunyai tempat tersendiri sehingga Rasulullah berkata: "Kalau ada di antara hamba Allah yang akan kuambil sebagai khalil (teman kesayangan), maka Abu Bakr-lah khalil-ku. Tetapi persahabatan dan persaudaraan ialah dalam iman, sampai tiba saatnya Allah mempertemukan kita." Kata-kata Abu Bakr mengenai Isra itu menunjukkan pemahamannya yang dalam tentang wahyu dan risalah, yang tidak dapat ditangkap oleh kebanyakan orang. Di sinilah pula Allah telah

memperlihatkan kebijakan-Nya tatkala Rasulullah memilih seorang teman dekatnya saat ia dipilih oleh Allah menjadi Rasul-Nya untuk menyampaikan risalah-Nya kepada umat manusia. Itulah pula bukti yang kuat, bahwa kata yang baik seperti pohon yang baik, akarnya tertanam kukuh dan cabangnya (menjulang) ke langit, dengan jejak yang abadi sepanjang zaman, dengan karunia Allah. Ia tak akan dikalahkan oleh waktu, tak akan dilupakan. Tugasnya sesudah Isra Sesudah peristiwa Isra itu, sebagai orang yang cukup berpengalaman akan seluk-beluk perbatasan, Abu Bakr tetap menjalankan usaha dagangnya. Sebagian besar waktunya ia gunakan menemani Rasulullah dan untuk menjaga orang-orang lemah yang sudah masuk Islam, melindungi mereka dari gangguan Kuraisy di samping mengajak mereka yang mulai tergugah hatinya kepada Islam. Sementara Kuraisy begitu keras mengganggu Nabi dan Abu Bakr serta kaum Muslimin yang lain, belum terlintas dalam pikiran Abu Bakr akan hijrah ke Abisinia bersama-sama kaum Muslimin yang lain yang mau tetap bertahan dengan agama mereka.(Ada juga sumber yang menyebutkan, bahwa Abu Bakr bermaksud pergi bersama-sama mereka yang hijrah ke Abisinia; tetapi ia bertemu dengan Rabiah bin ad-Dugunnah yang berkata kepadanya: "Wah, jangan ikut hijrah. Engkau penghubung tali kekeluargaan, engkau yang membenarkan peristiwa Isra, membantu orang tak punya dan engkau yang mengatur pasang surutnya keadaan." Ia lalu diberi perlindungan keamanan oleh Kuraisy. Abu Bakr tetap tinggal di Mekah dan di serambi rumahnya ia membangun sebuah mesjid. Di tempat itu ia sembahyang dan membaca Qur'an. Sekarang Kuraisy merasa khawatir, perempuan-perempuan dan pemuda-pemuda mereka akan tergoda. Mereka mengadu kepada Ibn ad-Dugunnah. Abu Bakr mengembalikan jaminan perlindungan itu dan ia tetap tinggal di Mekah menghadapi segala gangguan.) Malah ia tetap tinggal di Mekah bersama Muhammad, berjuang mati-matian demi dakwah di jalan Allah sambil belajar tentang segala yang diwahyukan Allah kepada Nabi untuk disiarkan kepada umat manusia. Dan dengan segala senang hati disertai sifatnya yang lemah lembut, semua harta pribadinya dikorbankannya demi kebaikan mereka yang sudah masuk Islam dan demi mereka yang diharapkan mendapat petunjuk Allah bagi yang belum masuk Islam. Kaum Muslimin di Mekah ketika itu memang sangat memerlukan perjuangan serupa itu, memerlukan sekali perhatian Abu Bakr. Dalam pada itu Muhammad masih menerima wahyu dari Allah dan ia sudah tidak lagi mengharapkan penduduk Mekah akan menyambut ajakannya itu. Maka ia mengalihkan perhatian kepada kabilah-kabilah. Ia menawarkan diri dan mengajak mereka kepada agama Allah. Ia telah pergi ke Ta'if, meminta pengertian penduduk kota itu. Tetapi ia ditolak dengan cara yang tidak wajar. Dalam hubungannya dengan Tuhan selalu ia memikirkan risalahnya itu dan untuk berdakwah ke arah itu serta caracaranya untuk menyukseskan dakwahnya itu. Dalam pada itu Kuraisy juga tak pernah tinggal diam dan tak pernah berhenti mengadakan perlawanan. Di samping semua itu, Abu Bakr juga selalu memikirkan nasib kaum Muslimin yang tinggal di Mekah, mengatur segala cara untuk ketenteraman dan keamanan hidup mereka. Usaha mencegah gangguan Kuraisy Kalaupun buku-buku sejarah dan mereka yang menulis biografi Abu Bakr tidak menyebutkan usahanya, apa yang disebutkan itu sudah memadai juga. Tetapi sungguhpun begitu dalam hati

saya terbayang jelas segala perhatiannya itu, serta hubungannya yang terus-menerus dengan Hamzah, dengan Umar, dengan Usman serta dengan pemukapemuka Muslimin yang lain untuk melindungi golongan lemah yang sudah masuk Islam dari gangguan Kuraisy. Bahkan saya membayangkan hubungannya dulu dengan kalangan luar Islam, dengan mereka yang tetap berpegang pada kepercayaan mereka, tetapi berpendapat bahwa Kuraisy tidak berhak memusuhi orang yang tidak sejalan dengan kepercayaan mereka dalam menyembah berhala-berhala itu. Dalam sejarah hidup Rasulullah kita sudah melihat, di antara mereka banyak juga yang membela kaum Muslimin dari gangguan Kuraisy itu. Juga kita melihat mereka yang telah bertindak membatalkan piagam pemboikotan tatkala orang-orang Kuraisy sepakat hendak memboikot Muhammad dan sahabat-sahabatnya serta memblokade mereka selama tiga tahun terus-menerus di celah-celah gunung di pinggiran kota Mekah, supaya tak dapat berhubungan dan berbicara dengan orang di luar selain pada bulan-bulan suci. Saya yakin, bahwa Abu Bakr, dalam menggerakkan mereka yang bukan pengikut-pengikut agama Muhammad, namun turut marah melihat tindakan-tindakan Kuraisy terhadapnya itu, punya pengaruh besar, karena sifatnya yang lemah lembut, tutur katanya yang ramah serta pergaulannya yang menarik. Tindakan Abu Bakr dalam melindungi kaum Muslimin ketika agama ini baru tumbuh, itu pula yang menyebabkan Muhammad lebih dekat kepadanya. Inilah yang telah mempertalikan kedua orang itu dengan tali persaudaraan dalam iman, sehingga Muhammad memilihnya sebagai teman dekatnya (khalilnya). Setelah dengan izin Allah agama ini mendapat kemenangan dengan kekuatan penduduk Yasrib (Medinah) sesudah kedua ikrar Aqabah, Muhammad pun mengizinkan sahabat-sahabatnya hijrah ke kota itu. Sama halnya dengan sebelum itu, ia mengizinkan sahabat-sahabatnya hijrah ke Abisinia. Orang-orang Kuraisy tidak tahu, Muhammad ikut hijrah atau tetap tinggal di Mekah seperti tatkala kaum Muslimin dulu hijrah ke Abisinia. Tahukah Abu Bakr maksud Muhammad, yang oleh Kuraisy tidak diketahui? Segala yang disebutkan mengenai ini hanyalah, bahwa Abu Bakr meminta izin kepada Muhammad akan pergi hijrah, dan dijawab: "Jangan tergesa-gesa, kalau-kalau Allah nanti memberikan seorang teman kepadamu." Dan tidak lebih dari itu. Bersiap-siap, kemudian hijrah Di sini dimulai lagi sebuah lembaran baru, lembaran iman yang begitu kuat kepada Allah dan kepada Rasulullah. Abu Bakr sudah mengetahui benar, bahwa sejak kaum Muslimin hijrah ke Yasrib, pihak Kuraisy memaksa mereka yang dapat dikembalikan ke Mekah harus dikembalikan, dipaksa meninggalkan agama itu. Kemudian mereka disiksa, dianiaya. Juga ia mengetahui, bahwa orang-orang musyrik itu berkumpul di DarunNadwah, berkomplot hendak membunuh Muhammad. Kalau ia menemani Muhammad dalam hijrahnya itu lalu Kuraisy bertindak membunuh Muhammad, tidak bisa tidak Abu Bakr juga pasti dibunuhnya. Sungguhpun begitu, ketika ia oleh Muhammad diminta menunda, ia pun tidak ragu. Bahkan ia merasa sangat gembira, dan yakin benar ia bahwa kalau ia hijrah bersama Rasulullah, Allah akan memberikan pahala dan ini suatu kebanggaan yang tiada taranya. Kalau sampai ia mati terbunuh bersama dia, itu adalah mati syahid yang akan mendapat surga. Sejak itu Abu Bakr sudah menyiapkan dua ekor unta sambil menunggu perkembangan lebih lanjut bersama kawannya itu. Sementara sore itu ia di rumah tiba-tiba datang Muhammad seperti biasa tiap sore. Ia memberitahukan bahwa Allah telah mengizinkan ia hijrah ke Yasrib. Abu

Bakr menyampaikan keinginannya kepada Rasulullah sekiranya dapat menemaninya dalam hijrahnya itu; dan permintaannya itu pun dikabulkan. Khawatir Muhammad akan melarikan diri sesudah kembali ke rumahnya, pemuda-pemuda Kuraisy segera mengepungnya. Muhammad membisikkan kepada Ali bin Abi Talib supaya ia mengenakan mantel Hadramautnya yang hijau dan berbaring di tempat tidurnya. Hal itu dilakukan oleh Ali. Lewat tengah malam, dengan tidak setahu pemudapemuda Kuraisy ia keluar pergi ke rumah Abu Bakr. Ternyata Abu Bakr memang sedang jaga menunggunya. Kedua orang itu kemudian keluar dari celah pintu belakang dan bertolak ke arah selatan menuju Gua Saur. Di dalam gua itulah mereka bersembunyi. Pemuda-pemuda Kuraisy itu segera bergegas ke setiap lembah dan gunung mencari Muhammad untuk dibunuh. Sampai di Gua Saur salah seorang dari mereka naik ke atas gua itu kalau-kalau dapat menemukan jejaknya. Saat itu Abu Bakr sudah mandi keringat ketika terdengar suara mereka memanggil-manggil. Ia menahan nafas, tidak bergerak dan hanya menyerahkan nasib kepada Allah. Tetapi Muhammad masih tetap berzikir dan berdoa kepada Allah. Abu Bakr makin merapatkan diri ke dekat kawannya itu, dan Muhammad berbisik di telinganya: "Jangan bersedih hati. Tuhan bersama kita." Pemuda-pemuda Kuraisy itu melihat ke sekeliling gua dan yang dilihatnya hanya laba-laba yang sedang menganyam sarangnya di mulut gua itu. la kembali ke tempat teman-temannya dan mereka bertanya kenapa ia tidak masuk. "Ada laba-laba di tempat itu, yang memang sudah ada sejak sebelum Muhammad lahir." Dengan perasaan dongkol pemuda-pemuda itu pergi meninggalkan tempat tersebut. Setelah mereka menjauh Muhammad berseru: "Alhamdulillah, Allahu Akbar!" Apa yang disaksikan Abu Bakr itu sungguh makin menambah kekuatan imannya. Apa penyebab ketakutan Abu Bakr ketlka dalam gua? Adakah rasa takut pada Abu Bakr itu sampai ia bermandi keringat dan merapatkan diri kepada Rasulullah karena ia sangat mendambakan kehidupan dunia, takut nasibnya ditimpa bencana? Atau karena ia tidak memikirkan dirinya lagi tapi yang dipikirkannya hanya Rasulullah dan jika mungkin ia akan mengorbankan diri demi Rasulullah? Bersumber dari Hasan bin Abil-Hasan alBasri, Ibn Hisyam menuturkan: "Ketika malam itu Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam dan Abu Bakr memasuki gua, Abu Bakr radiallahu 'anhu masuk lebih dulu sebelum Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam sambil meraba-raba gua itu untuk mengetahui kalau-kalau di tempat itu ada binatang buas atau ular. Ia mau melindungi Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam dengan dirinya." Begitu juga sikapnya ketika dalam keadaan begitu genting demikian terdengar suara pemudapemuda Kuraisy, ia berbisik di telinga Nabi: "Kalau saja mereka ada yang menjenguk ke bawah, pasti mereka melihat kita." Pikirannya bukan apa yang akan menimpa dirinya, tetapi yang dipikirkannya Rasulullah dan perkembangan agama, yang untuk itu ia berdakwah atas perintah Allah, kalau sampai pemuda-pemuda itu berhasil membunuhnya. Bahkan barangkali pada saat itu tiada lain yang dipikirkannya, seperti seorang ibu yang khawatir akan keselamatan anaknya. Ia gemetar ketakutan, ia gelisah. Tak lagi ia dapat berpikir. Bila ada bahaya mengancam, ia akan terjun melemparkan diri ke dalam bahaya itu, sebab ia ingin melindungi atau mati demi anaknya itu. Ataukah Abu Bakr memang lebih gelisah dari ibu itu, lebih menganggap enteng segala bahaya yang datang, karena imannya kepada Allah dan kepada Rasulullah memang

sudah lebih kuat dari cintanya kepada kehidupan dunia, dari naluri seorang ibu dan dari segala yang dapat dirasakan oleh perasaan kita dan apa yang terlintas dalam pikiran kita?! Coba kita bayangkan, betapa iman itu menjelma di depannya, dalam diri Rasulullah, dan dengan itu segala makna yang kudus menjelma pula dalam bentuk kekudusan dan kerohaniannya yang agung dan cemerlang! Saat ini saya membayangkan Abu Bakr sedang duduk dan Rasulullah di sampingnya. Juga saya membayangkan bahaya yang sedang mengancam kedua orang itu. Imajinasi saya tak dapat membantu mengugkapkan segala yang terkandung dalam lukisan hidup yang luar biasa ini, tak ada bandingannya dalam bentuk yang bagaimanapun. Apa artinya pengorbanan raja-raja dan para pemimpin dibandingkan dengan pengorbanan Rasulullah Sejarah menceritakan kepada kita kisah orang-orang yang telah mengorbankan diri demi seorang pemimpin atau raja. Dan pada zaman kita ini pun banyak pemimpin yang dikultuskan orang. Mereka lebih dicintai daripada diri mereka sendiri. Tetapi keadaan Abu Bakr dalam gua jauh berbeda. Para pakar psikologi perlu sekali membuat analisis yang cermat tentang dia, dan yang benar-benar dapat melukiskan keadaannya itu. Apa artinya keyakinan orang kepada seorang pemimpin dan raja dibandingkan dengan keyakinan Abu Bakr kepada Rasulullah yang telah menjadi pilihan Allah dan mewahyukannya dengan agama yang benar!? Dan apa pula artinya pengorbanan orang untuk pemimpin-pemimpin dan raja-raja itu dibandingkan dengan apa yang berkecamuk dalam pikiran Abu Bakr saat itu, yang begitu khawatir terjadi bahaya menimpa keselamatan Rasulullah. Lebih-lebih lagi jika tak sampai dapat menolak bahaya itu. Inilah keagungan yang sungguh cemerlang, yang rasanya sudah tak mungkin dapat dilukiskan lagi. Itulah sebabnya penulis-penulis biografi tak ada yang menyinggung soal ini. Setelah putus asa mereka mencari dua orang itu, keduanya keluar dari tempat persembunyian dan meneruskan perjalanan. Dalam perjalanan itu pun bahaya yang mereka hadapi tidak kurang pula dari bahaya yang mengancam mereka selama di dalam gua. Abu Bakr masih dapat membawa sisa laba perdagangannya sebanyak lima ribu dirham. Setiba di Medinah dan orang menyambut Rasulullah begitu meriah, Abu Bakr memulai hidupnya di kota itu seperti halnya dengan kaum Muhajirin yang lain, meskipun kedudukannya tetap di samping Rasulullah, kedudukan sebagai khalil, sebagai asSiddlq dan sebagai menteri penasehat. Abu Bakr di Madinah Abu Bakr tinggal di Sunh di pinggiran kota Medinah, pada keluarga Kharijah bin Zaid dari Banu al-Haris dari suku Khazraj. Ketika Nabi mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dan Ansar Abu Bakr dipersaudarakan dengan Kharijah. Abu Bakr kemudian disusul oleh keluarganya dan anaknya yang tinggal di Mekah. la mengurus keperluan hidup mereka. Keluarganya mengerjakan pertanian seperti juga keluarga Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Talib di tanah orang-orang Ansar bersama-sama dengan pemiliknya. Bolehjadi Kharijah bin Zaid ini salah seorang pemiliknya. Hubungan orang ini lambat laun makin dekat dengan Abu Bakr. Abu Bakr kawin dengan putrinya Habibah dan dari perkawinan ini kemudian lahir Umm Kulsum, yang ditinggalkan wafat oleh Abu Bakr ketika ia sedang dalam kandungan Habibah. Keluarga Abu Bakr tidak tinggal bersamanya di rumah Kharijah bin Zaid di Sunh, tetapi Umm

Ruman dan putrinya Aisyah serta keluarga Abu Bakr yang lain tinggal di Medinah, di sebuah rumah berdekatan dengan rumah Abu Ayyub al-Ansari, tempat Nabi tinggal. Ia mundarmandir ke tempat mereka, tetapi lebih banyak di tinggal di Sunh, tempat istrinya yang baru. Terserang demam Tak lama tinggal di Medinah ia mendapat serangan demam, yang juga banyak menyerang penduduk Mekah yang baru hijrah ke Medinah, disebabkan oleh perbedaan iklim udara tempat kelahiran mereka dengan udara tempat tinggal yang sekarang. Udara Mekah adalah udara Sahara, kering, sedang udara Medinah lembab, karena cukup air dan pepohonan. Menurut sumber dari Aisyah disebutkan bahwa demam yang menimpa ayahnya cukup berat, sehingga ia mengigau. Setelah puas dengan tempat tinggal yang baru ini, dan setelah bekerja keras sehingga keluarganya sudah tidak memerlukan lagi bantuan Ansar, seluruh perhatiannya sekarang dicurahkan untuk membantu Rasulullah dalam memperkuat Muslimin, tak peduli betapa beratnya pekerjaan itu dan besarnya pengorbanan. Kemarahan Abu Bakr Orang yang begitu damai dan tenang ini tak pernah mengenal marah, kecuali ketika melihat musuh-musuh dakwah yang terdiri dari orang-orang Yahudi dan kaum Munafik itu mulai berolok-olok dan main tipu muslihat. Rasulullah dan kaum Muslimin dengan pihak Yahudi sudah membuat perjanjian, masing-masing menjamin kebebasan menjalankan dakwah agamanya serta bebas melaksanakan upacara-upacara keagamaannya masing-masing. Orangorang Yahudi itu pada mulanya mengira bahwa mereka mampu mengambil keuntungan dari kaum Muslimin yang datang dari Mekah dalam menghadapi Aus dan Khazraj. Tetapi setelah ternyata tak berhasil mereka memecah belah kaum Muhajirin dengan kaum Ansar, mulailah mereka menjalankan tipu muslihat dan memperolok agama. Beberapa orang Yahudi berkumpul mengerumuni salah seorang dari mereka yang bernama Finhas. Dia adalah pendeta dan pemuka agama mereka. Ketika Abu Bakr datang dan melihat mereka, ia berkata kepada Finhas ini: "Finhas, takutlah engkau kepada Allah dan terimalah Islam. Engkau tahu bukan bahwa Muhammad Rasulullah. Dia telah datang kepada kita dengan sebenarnya sebagai utusan Allah. Kalian akan melihat itu dalam Taurat dan Injil." Dengan berolok dan senyum mengejek di bibir Finhas berkata: "Abu Bakr, bukan kita yang memerlukan Tuhan, tapi Dia yang memerlukan kita. Bukan kita yang meminta-minta kepada-Nya, tetapi Dia yang meminta-minta kepada kita. Kita tidak memerlukan-Nya, tapi Dialah yang memerlukan kita. Kalau Dia kaya, tentu tidak akan minta dipinjami harta kita, seperti yang didakwakan oleh pemimpinmu itu. Ia melarang kalian menjalankan riba, tapi kita akan diberi jasa. Kalau Ia kaya, tentu Ia tidak akan menjalankan ini." Yang dimaksud oleh kata-kata Finhas itu firman Allah:

Siapakah yang hendak meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, yang akan Ia lipatgandakan dengan sebanyak-banyaknya." (Qur'an, 2. 245). Setelah Abu Bakr melihat orang ini memperolok firman Allah serta wahyu-Nya kepada Nabi, ia

tak dapat menahan diri, dipukulnya muka Finhas itu keras-keras seraya katanya: "Demi Allah, kalau tidak karena adanya perjanjian antara kami dengan kamu sekalian, kupukul kepalamu. Engkaulah musuh Tuhan!" Bukanlah aneh juga Abu Bakr menjadi begitu keras, orang yang begitu tenang, damai dan rendah hati itu. Ia menjadi sedemikian rupa padahal usianya sudah melampaui lima puluh tahun! Kemarahannya kepada Finhas ini mengingatkan kita kepada kemarahan yang sama lebih sepuluh tahun yang silam, yaitu ketika Persia mengalahkan Rumawi, Persia Majusi dan Rumawi Ahli Kitab. Kaum Muslimin ketika itu merasa sedih karena diejek kaum musyrik yang menduga bahwa pihak Rumawi kalah karena juga Ahli Kitab seperti mereka. Ada seorang musyrik menyinggung soal ini di depan Abu Bakr dengan begitu bersemangat bicaranya, sehingga Abu Bakr naik pitam. Diajaknya orang itu bertaruh dengan sepuluh ekor unta bahwa kelak Rumawi yang akan mengalahkan pihak Majusi sebelum habis tahun itu. Hal ini menunjukkan bahwa Abu Bakr akan sangat marah jika sudah mengenai akidah dan keimanannya yang begitu tulus kepada Allah dan Rasul-Nya. Itulah sikapnya tatkala ia berusia empat puluh, dan tetap itu juga setelah sekarang usianya lima puluh tahun sampai kemudian ketika ia sudah menjadi Khalifah dan memegang pimpinan kaum Muslimin.

Kekuasaan iman pada Abu Bakr Keimanan yang tulus inilah yang menguasai Abu Bakr, menguasai segala perasaannya, sepanjang hidupnya, sejak ia menjadi pengikut Rasulullah. Orang akan dapat menganalisis segala peristiwa kejiwaannya dan perbuatannya serta segala tingkah lakunya itu kalau orang mau melihatnya dari segi moral. Sebaliknya, semua yang di luar itu, tak ada pengaruhnya dan segala keinginan yang biasa mempengaruhi hidup manusia, dan banyak juga kaum Muslimin ketika itu yang terpengaruh, buat dia tak ada artinya. Yang berkuasa terhadap dirinya hati nuraninya, pikiran dan jiwanya semua hanyalah demi Allah dan Rasul-Nya. Semua itu adalah iman, iman yang sudah mencapai tingkat tertinggi, tingkat siddiqin, yang sudah begitu baik tempatnya. Ketika Rasulullah di Badr Kemudian kita lihat apa yang terjadi dalam perang Badr. Pihak Mekah sudah menyusun barisan, Nabi pun sudah pula mengatur kaum Muslimin siap menghadapi perang. Seperti diusulkan oleh Sa'd bin Mu'az, ketika itu pihak Muslimin membangun sebuah dangau di barisan belakang, sehingga jika nanti kemenangan berada di pihak mereka, Rasulullah dapat kembali ke Medinah. Abu Bakr dan Nabi tinggal dalam dangau itu sambil mengawasi jalannya pertempuran. Dan bila pertempuran dimulai dan Muhammad melihat jumlah pihak musuh yang begitu besar sedang anak buahnya hanya sedikit, ia berpaling ke arah kiblat, menghadapkan diri dengan seluruh hati sanubarinya kepada Allah. Ia mengimbau Tuhan akan segala apa yang telah dijanjikan-Nya. Ia membisikkan permohonan dalam hatinya agar Allah memberikan pertolongan, sambil katanya: "Allahumma ya Allah! Inilah Kuraisy sekarang datang dengan segala kecongkakannya, berusaha hendak mendustakan Rasul-Mu. Ya Allah, pertolongan-Mu juga yang Kaujanjikan kepadaku. Ya Allah, jika pasukan ini sekarang binasa tidak lagi ada ibadah kepada-Mu."

Sementara ia masih hanyut dalam doa kepada Tuhan sambil merentangkan tangan menghadap kiblat itu, mantelnya terjatuh. Dalam keadaan serupa itu ia terangguk sejenak terbawa kantuk, dan ketika itu juga tampak olehnya pertolongan Allah itu datang. Ia sadar kembali, kemudian ia bangun dengan penuh rasa gembira. Ia keluar menemui sahabat-sahabatnya sambil berkata kepada mereka: "Demi Dia yang memegang hidup Muhammad. Setiap seorang yang sekarang bertempur dengan tabah, bertahan mati-matian, terus maju dan pantang mundur, lalu ia tewas, maka Allah akan menempatkannya di dalam surga." Abu Bakr di Badr Demikianlah keadaan Rasulullah. Tidak yakin akan kemenangan anak buahnya yang hanya sedikit itu dalam menghadapi lawan yang iauh lebih banyak, dengan diam-diam jiwanya mengadakan hubungan dengan Allah memohon pertolongan. Kemudian terbuka di hadapannya tabir hari yang amat menentukan itu dalam sejarah Islam. Abu Bakr, ia tetap di samping Rasulullah. Dengan penuh iman ia percaya bahwa Allah pasti akan menolong agama-Nya, dan dengan hati penuh kepercayaan akan datangnya pertolongan itu, dengan penuh kekaguman akan Rasulullah dalam imbauannya kepada Allah, dengan perasaan terharu kepada Rasulullah karena kekhawatiran yang begitu besar menghadapi nasib yang akan terjadi hari itu, ketika itulah Rasulullah berdoa, mengimbau, bermohon dan meminta kepada Allah akan memenuhi janji-Nya. Itulah yang diulangnya, diulang sekali lagi, hingga mantelnya terjatuh, Itulah yang membuatnya mengimbau sambil ia mengembalikan mantel itu ke bahu Nabi: "Rasulullah, dengan doamu Allah akan memenuhi apa yang telah dijanjikan-Nya kepadamu." Kebenaran dan kasih sayang menyatu dalam dirinya Banyak orang yang sudah biasa dengan suatu kepercayaan sudah tak ragu lagi, sampai-sampai ia jadi fanatik dan kaku dengan kepercayaannya itu. Bahkan ada yang sudah tidak tahan lagi melihat muka orang yang berbeda kepercayaan. Mereka menganggap bahwa iman yang sebenarnya harus fanatik, keras, dan tegar. Sebaliknya Abu Bakr, dengan keimanannya yang begitu agung dan begitu teguh, tak pernah ia goyah dan ragu, jauh dari sikap kasar. Sikapnya lebih lunak, penuh pemaaf, penuh kasih bila iman itu sudah mendapat kemenangan. Dengan begitu, dalam hatinya terpadu dua prinsip kemanusiaan yang paling mendasari: mencintai kebenaran, dan penuh kasih sayang. Demi kebenaran itu segalanya bukan apa-apa baginya, terutama masalah hidup duniawi. Apabila kebenaran itu sudah dijunjung tinggi, maka lahir pula rasa kasih sayang, dan ia akan berpegang teguh pada prinsip ini seperti pada yang pertama. Terasa lemah ia menghadapi semua itu sehingga matanya basah oleh air mata yang deras mengalir. Sikapnya terhadap tawanan Badr Setelah mendapat kemenangan di Badr, kaum Muslimin kembali ke Medinah dengan membawa tawanan perang Kuraisy. Mereka ini masih ingin hidup, ingin kembali ke Mekah, meskipun dengan tebusan yang mahal. Tetapi mereka masih khawatir Muhammad akan bersikap keras kepada mereka mengingat gangguan mereka terhadap sahabat-sahabatnya selama beberapa tahun dahulu yang berada di tengah-tengah mereka. Mereka berkata satu sama lain: "Sebaiknya kita mengutus orang kepada Abu Bakr. Ia paling menyukai silaturahmi dengan Kuraisy, paling punya rasa belas kasihan, dan kita tidak melihat Muhammad menyukai yang lain lebih dari dia."

Mereka lalu mengirim delegasi kepada Abu Bakr. "Abu Bakr," kata mereka kemudian, "di antara kita ada yang masih pernah orangtua, saudara, paman atau mamak kita serta saudara sepupu kita. Orang yang jauh dari kita pun masih kerabat kita. Bicarakanlah dengan sahabatmu itu supaya ia bermurah hati kepada kami atau menerima tebusan kami." Dalam hal ini Abu Bakr berjanji akan berusaha. Tetapi mereka masih khawatir Umar bin Khattab akan mempersulit urusan mereka ini. Lalu mereka juga bicara dengan Umar seperti pcmbicaraannya dengan Abu Bakr. Tetapi Umar menatap muka mereka dengan mata penuh curiga tanpa memberi jawaban. Kemudian Abu Bakr sendiri yang bertindak sebagai perantara kepada Rasulullah mewakili orang-orang Kuraisy musyrik itu. la mcngharapkan belas kasihannya dan sikap yang lebih lunak terhadap mereka. la menolak alasan-alasan Umar yang mau main keras terhadap mereka. Diingatkannya pertalian kerabat antara mereka dengan Nabi. Apa yang dilakukannya itu sebenarnya karena memang sudah bawaannya sebagai orang yang lembut hati, dan kasih sayang baginya sama dengan keimanannya pada kebenaran dan keadilan. Barangkali dengan mata hati nuraninya ia melihat peranan kasih sayang itu juga yang akhirnya akan menang. Manusia akan menuruti kodrat yang ada dalam dirinya dan dalam keyakinannya sclama ia melihat sifat kasih sayang itu adalah peri kemanusiaan yang agung, jauh daii segala sifat lcmah dan hawa nafsu. Yang menggerakkan hatinya hanyalah kekuatan dan kemampuan. Atau, kekuasaan manusia terhadap dirinya ialah kckuasaan yang dapat meredam bengisnya kekuatan, dapat melunakkan kejamnya kekuasaan. Arah hidupnya sesudah Badr Sebenarnya Perang Badr itu merupakan permulaan hidup baru buat kaum Muslimin, juga merupakan permulaan arah baru dalam hidup Abu Bakr. Kaum Muslimin mulai mengatur siasat dalam menghadapi Kuraisy dan kabilah-kabilah sekitarnya yang melawan mereka. Abu Bakr mulai bekerja dengan Nabi dalam mengatur siasat itu berlipat ganda ketika masih tinggal di Mckah dulu dalam melindungi kaum Muslimin. Pihak Muslimin semua sudah tahu, bahwa Kuraisy tidak akan tinggal diam sebelum mereka dapat membalas dendam kejadian di Badr itu. Juga mereka mengetahui bahwa dakwah yang baru tumbuh ini perlu sekali mendapat perlindungan dan perlu mempertahankan diri dari segala scrangan terhadap mereka itu. Jadi harus ada perhitungan, hams ada pengaturan siasat. Dengan posisinya di samping Rasulullah seperti yang sudah kita lihat, Abu Bakr tak akan dapat bekerja tanpa adanya perhitungaji dan pengaturan serupa itu, supaya jangan timbul kekacauan di dalam kota Medinah atas hasutan pihak Yahudi dan golongan munafik, dan supaya jangan ada serangan pihak luar ke Madinah. Abu Bakr dan Umar; pembantu Rasulullah Kemenangan Muslimin di Badr itu juga sebenarnya telah mengangkat martabat mereka. Inilah yang telah menimbulkan kedengkian di pihak lawan. Pada pihak Yahudi timbul rasa sakit hati yang tadinya biasa-biasa saja. Dalam hati kabilah-kabilah di sekitar Medinah yang tadinya merasa aman kini timbul rasa khawatir. Tidak bisa lain, untuk mencegah apa yang mungkin timbul dari mereka itu, diperlukan suatu siasat yang mantap, suatu perhitungan yang saksama. Musyawarah yang terus-menerus antara Nabi dengan sahabat-sahabat telah diadakan. Abu Bakr dan Umar oleh Nabi diambil sebagai pembantu dekat (wazir) guna mengatur siasat baru, yang sekaligus merupakan batu penguji mengingat adanya perbedaan watak pada kedua orang itu, meskipun mereka sama-sama jujur dan ikhlas dalam bermusyawarah. Di samping dengan

mereka ia juga bermusyawarah dengan kaum Muslimin yang lain. Musyawarah ini memberi pengaruh besar dalam arti persatuan dan pembagian tanggung jawab demikian, sehingga masing-masing mereka merasa turut memberikan saham. Sebagai penangkal akibat dendam kesumat pihak Yahudi itu kaum Muslimin sekarang mengepung Banu Qainuqa' dan mengeluarkan mereka dari Medinah. Begitu juga akibat rasa kekhawatiran kabilah-kabilah yang berada di sekeliling Medinah, mereka berkumpul hendak mengadakan serangan ke dalam kota. Tetapi begitu mendengar Muhammad keluar hendak menyongsong mereka, mereka sudah lari ketakutan. Dalam perang Uhud Berita-berita demikian itu tentu sampai juga ke Mekah, dan ini tidak menutup pikiran Kuraisy hendak membalas dendam atas kekalahan mereka di Badr itu. Dalam upaya mereka hendak menuntut balas itu mereka akan berhadapan dengan pihak Muslimin di Uhud. Di sinilah terjadi pertempuran hebat. Tetapi hari itu kaum Muslimin mengalami bencana tatkala pasukan pemanah melanggar perintah Nabi. Mereka meninggalkan posnya, pergi memperebutkan harta rampasan perang. Saat itu Khalid bin Walid mengambil kesempatan, Kuraisy segera mengadakan serangan dan kaum Muslimin mengalami kekacauan. Waktu itulah Nabi terkena lemparan batu yang dilakukan oleh kaum musyrik. Lemparan itu mengenai pipi dan wajahnya, sehingga Kuraisy berteriakteriak mengatakan Nabi sudah meninggal. Kalau tidak karena pahlawanpahlawan Islam ketika itu segera mengelilinginya, dengan mengorbankan diri dan nyawa mereka, tentu Allah waktu itu sudah akan menentukan nasib lain terhadap mereka. Sejak itu Abu Bakr lebih sering lagi mendampingi Nabi, baik dalam peperangan maupun ketika di dalam kota di Medinah. Orang masih ingat sejarah Muslimin sampai keadaan jadi stabil sesudah pembebasan Mekah dan masuknya Banu Saqif di Ta'if ke dalam pangkuan Islam penuh tantangan berupa peristiwa-peristiwa perang, atau dalam usaha mencegah perang atau untuk mempertahankan diri dari serangan musuh. Belum lagi peristiwa-peristiwa kecil lainnya dalam bentuk ekspedisi-ekspedisi atau patroli. Waktu itu orang-orang Yahudi dipimpin oleh Huyai bin Akhtab tak henti-hentinya menghasut kaum Muslimin. Begitu juga Kuraisy, mereka berusaha matimatian mau melemahkan dan menghancurkan kekuatan Islam. Terjadinya perang Banu Nadir, Khandaq dan Banu Quraizah dan diselang seling dengan bentrokan-bentrokan lain, semua itu akibat politik Yahudi dan kedengkian Kuraisy. Dalam semua peristiwa dan kegiatan itu Abu Bakr lebih banyak mendampingi Nabi. Dialah yang paling kuat kepercayaannya pada ajaran Nabi. Setelah Rasulullah merasa aman melihat ketahanan Medinah, dan tiba waktunya untuk mengarahkan langkah ke arah yang baru semoga Allah membukakan jalannya untuk menyempurnakan agama-Nya maka peranan yang dipegang Abu Bakr itu telah menambah keyakinan kaum Muslimin bahwa sesudah Rasulullah, dialah orang yang punya tempat dalam hati mereka, orang yang sangat mereka hargai. Sikapnya di Hudaibiyah Enam tahun setelah hijrah kaum Muslimin ke Medinah Muhammad mengumumkan kepada orang banyak untuk mengerjakan ibadah haji ke Mekah. Berita perjalanan jemaah ini sampai

juga kepada Kuraisy. Mereka bersumpah tidak akan membiarkan Muhammad memasuki Mekah secara paksa. Maka Muhammad dan para sahabat pun tinggal di Hudaibiyah, di pinggiran kota Mekah. Ia berpegang teguh pada perdamaian dan ia menolak setiap usaha yang akan menimbulkan bentrokan dengan Kuraisy. Diumumkannya bahwa kedatangannya adalah akan menunaikan ibadah haji, bukan untuk berperang. Kemudian dilakukan tukar-menukar delegasi dengan pihak Kuraisy, yang berakhir dengan persetujuan, bahwa tahun ini ia harus pulang dan boleh kembali lagi tahun depan. Kaum Muslimin banyak yang marah, termasuk Umar bin Khattab, karena harus mengalah dan harus pulang. Mereka berpendapat, isi perjanjian ini merendahkan martabat agama mereka. Tetapi Abu Bakr langsung percaya dan yakin akan kebijaksanaan Rasulullah. Setelah kemudian turun Surah Fath (48) bahwa persetujuan Hudaibiyah itu adalah suatu kemenangan yang nyata, dan Abu Bakr dalam hal ini, seperti juga dalam peristiwa-peristiwa lain, ialah as-Siddiq, yang tulus hati, yang segera percaya. Kekuatan Muslimin dan mengalirnya para utusan Integritas dakwah Islam makin hari makin kuat. Kedudukan Muslimin di Medinah juga makin kuat. Salah satu manifestasi kekuatan mereka, mereka telah mampu mengepung pihak Yahudi di Khaibar, Fadak dan Taima', dan mereka menyerah pada kekuasaan Muslimin, sebagai pendahuluan untuk kemudian mereka dikeluarkan dari tanah Arab. Di samping itu, manifestasi lain kuatnya Muslimin waktu itu serta tanda kukuhnya dakwah Islam ialah dengan dikirimnya surat-surat oleh Muhammad kepada raja-raja dan para amir (penguasa) di Persia, Bizantium, Mesir, Hira, Yaman dan negeri-negeri Arab di sekitarnya atau yang termasuk amirat-nya.. Adapun gejala yang paling menonjol tentang sempurna dan kuatnya dakwah itu ialah bebasnya Mekah dan pengepungan Ta'if. Dengan itu cahaya agama yang baru ini sekarang sudah bersinar ke seluruh Semenanjung, sampai ke perbatasan kedua imperium besar yang memegang tampuk pimpinan dunia ketika itu: Rumawi dan Persia. Dengan demikian Rasulullah dan kaum Muslimin sudah merasa lega atas pertolongan Allah itu, meskipun tetap harus waspada terhadap kemungkinan adanya serangan dari pihak-pihak yang ingin memadamkan cahaya agama yang baru ini. Bersinarnya cahaya Islam Setelah orang-orang Arab melihat adanya kekuatan ini delegasi mereka datang berturut-turut dari segenap Semenanjung, menyatakan keimanannya pada agama baru ini. Bukankah pembawa dakwah ini pada mulanya hanya seorang diri?! Sekarang ia sudah dapat mengalahkan Yahudi, Nasrani, Majusi dan kaum musyrik. Bukankah hanya kebenaran yang akan mendapat kemenangan? Adakah tanda yang lebih jelas bahwa memang dakwahnya itulah yang benar, yang mutlak mendapat kemenangan atas mereka semua itu? Ia tidak bermaksud menguasai mereka. Yang dimintanya hanyalah beriman kepada Allah, dan berbuat segala yang baik. Inilah logika yang amat manusiawi, diakui oleh umat manusia pada setiap zaman dan mereka beriman di mana pun mereka berada. Ini juga logika yang diakui oleh akal pikiran manusia. Kekuatan argumentasinya yang tak dapat dikalahkan itu sudah dibuktikan oleh sejarah. Abu Bakr memimpin jamaah haji Allah telah mengizinkan kaum Muslimin melengkapi kewajiban agamanya, dan ibadah haji itulah kelengkapannya. Oleh karena itu dengan adanya delegasi yang berturut-turut itu tidak memungkinkan Rasulullah meninggalkan Medinah pergi ke Baitullah. Maka dimintanya Abu

Bakr memimpin jamaah pergi menunaikan ibadah haji. la berangkat bersama tiga ratus orang. Mereka melaksanakan ibadah itu, melaksanakan tawaf dan sai. Dalam musim haji inilah Ali bin Abi Talib mengumumkan sumber lain menyebutkan Abu Bakr yang mengumumkan bahwa sesudah tahun itu tak boleh lagi kaum musyrik ikut berhaji. Kemudian orang menunda empat bulan lagi supaya setiap golongan dapat kembali ke tempat tinggal dan negeri masingmasing. Sejak hari itu, sampai sekarang, dan sampai waktu yang dikehendaki Allah, tak akan ada lagi orang musyrik pergi berhaji ke Baitullah, dan tidak akan ada. Haji Perpisahan dan keberangkatan Usamah Tahun kesepuluh Hijri Rasulullah melaksanakan ibadah haji perpisahan. Abu Bakr juga ikut serta. Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam berangkat bersama semua istrinya, yang juga diikuti oleh seratus ribu orang Arab atau lebih. Sepulang dari melaksanakan ibadah haji, Nabi tidak lama lagi tinggal di Medinah. Ketika itu dikeluarkannya perintah supaya satu pasukan besar disiapkan berangkat ke Syam, terdiri dari kaum Muhajirin yang mula-mula, termasuk Abu Bakr dan Umar. Pasukan itu sudah bermarkas di Jurf (tidak jauh dari Medinah) tatkala tersiar berita, bahwa Rasulullah jatuh sakit. Perjalanan itu tidak diteruskan dan karena sakit Rasulullah bertambah keras, orang makin cemas. Abu Bakr memimpin salat Karena sakit bertambah berat juga maka Nabi meminta Abu Bakr memimpin sembahyang. Disebutkan bahwa Aisyah pernah mengatakan: "Setelah sakit Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam semakin berat Bilal datang mengajak bersembayang: 'Suruh Abu Bakr memimpin salat!' Kataku: Rasulullah, Abu Bakr cepat terharu dan mudah menangis. Kalau dia menggantikanmu suaranya tak akan terdengar. Bagaimana kalau perintahkan kepada Umar saja! Katanya: 'Suruh Abu Bakr memimpin sembahyang!' Lalu kataku kepada Hafsah: Beritahukanlah kepadanya bahwa Abu Bakr orang yang cepat terharu dan kalau dia menggantikanmu suaranya tak akan terdengar. Bagaimana kalau perintahkan kepada Umar saja! Usul itu disampaikan oleh Hafsah. Tetapi kata Nabi lagi: Kamu seperti perempuan-perempuan yang di sekeliling Yusuf. Suruhlah Abu Bakr memimpin sembahyang. Kemudian kata Hafsah kepada Aisyah: Usahaku tidak lebih baik dari yang kaulakukan." Sekarang Abu Bakr bertindak memimpin salat sesuai dengan perintah Nabi. Suatu hari, karena Abu Bakr tidak ada di tempat ketika oleh Bilal dipanggil hendak bersembahyang, maka Umar yang diminta mengimami salat. Suara Umar cukup lantang, sehingga ketika mengucapkan takbir di mesjid terdengar oleh Muhammad dari rumah Aisyah, maka katanya: "Mana Abu Bakr? Allah dan kaum Muslimin tidak menghendaki yang demikian." Dengan itu orang menduga, bahwa Nabi menghendaki Abu Bakr sebagai penggantinya kelak, karena memimpin orang-orang salat merupakan tanda pertama untuk menggantikan kedudukan Rasulullah. Sementara masih dalam sakitnya itu suatu hari Muhammad keluar ke tengah-tengah kaum Muslimin di mesjid, dan antara lain ia berkata: "Seorang hamba oleh Allah disuruh memilih tinggal di dunia ini atau di sisi-Nya, maka ia memilih berada di sisi Allah." Kemudian diam. Abu Bakr segera mengerti, bahwa yang dimaksud oleh Nabi dirinya. Ia tak dapat menahan air mata dan ia menangis, seraya katanya: "Kami akan menebus Tuan dengan jiwa kami dan anak-anak kami." Setelah itu Muhammad

minta semua pintu mesjid ditutup kecuali pintu yang ke tempat Abu Bakr. Kemudian katanya sambil menunjuk kepada Abu Bakr: "Aku belum tahu ada orang yang lebih bermurah hati dalam bersahabat dengan aku seperti dia. Kalau ada dari hamba Allah yang akan kuambil sebagai khalil (teman) maka Abu Bakr-lah khalil-ku. Tetapi persahabatan dan persaudaraan ini dalam iman, sampai tiba saatnya Allah mempertemukan kita di sisi-Nya." Pada hari ketika ajal Nabi tiba ia keluar waktu subuh ke mesjid sambil bertopang kepada Ali bin Abi Talib dan Fadl bin al-Abbas. Abu Bakr waktu itu sedang mengimami orang-orang bersembahyang. Ketika kaum Muslimin melihat kehadiran Nabi, mereka bergembira luar biasa. Tetapi Nabi memberi isyarat supaya mereka meneruskan salat. Abu Bakr merasa bahwa mereka berlaku demikian karena ada Rasulullah. Abu Bakr surut dari tempatnya. Tetapi Nabi memberi isyarat agar diteruskan. Lalu Rasulullah duduk di sebelah Abu Bakr, salat sambil duduk. Lepas salat Nabi kembali ke rumah Aisyah. Tetapi tak lama kemudian demamnya kambuh lagi. Ia minta dibawakan sebuah bejana berisi air dingin. Diletakkannya tangannya ke dalam bejana itu dan dengan begini ia mengusap air ke wajahnya. Tak lama kemudian ia telah kembali kepada Zat Maha Tinggi, kembali ke sisi Allah. Rasulullah telah meninggalkan dunia kita setelah Allah menyempurnakan agama ini bagi umat manusia, dan melengkapi kenikmatan hidup bagi mereka. Apa pulakah yang dilakukan orangorang Arab itu kemudian? Ia tidak meninggalkan seorang pengganti, juga tidak membuat suatu sistem hukum negara yang terinci. Hendaklah mereka berusaha (berijtihad) sendiri. Setiap orang yang berijtihad akan mendapat bagian. Bibliografi dan Latar Belakang Bilal bin Rabah al-Habashi ra. (Muazin Pertama Dalam Sejarah Islam)

d. Bibliografi dan Latar Belakang Bilal bin Rabah al-Habashi ra. (Muazin Pertama Dalam Sejarah Islam) 39Share 0digg Namanya adalah Bilal bin Rabah, Muazin Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam, memiliki kisah menarik tentang sebuah perjuangan mempertahankan aqidah. Sebuah kisah yang tidak akan pernah membosankan, walaupun terus diulang-ulang sepanjang zaman. Kekuatan alurnya akan membuat setiap orang tetap penasaran untuk mendengarnya. Bilal lahir di daerah as-Sarah sekitar 43 tahun sebelum hijrah. Ayahnya bernama Rabah, sedangkan ibunya bernama Hamamah, seorang budak wanita berkulit hitam yang tinggal di Mekah. Karena ibunya itu, sebagian orang memanggil Bilal dengan sebutan ibnus-Sauda (putra wanita hitam).

Bilal dibesarkan di kota Ummul Qura (Mekah) sebagai seorang budak milik keluarga bani Abduddar. Saat ayah mereka meninggal, Bilal diwariskan kepada Umayyah bin Khalaf, seorang tokoh penting kaum kafir. Ketika Mekah diterangi cahaya agama baru dan Rasul yang agung Shalallahu alaihi wasallam mulai mengumandangkan seruan kalimat tauhid, Bilal adalah termasuk orang-orang pertama yang memeluk Islam. Saat Bilal masuk Islam, di bumi ini hanya ada beberapa orang yang telah mendahuluinya memeluk agama baru itu, seperti Ummul Muminin Khadijah binti Khuwailid, Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abu Thalib, Ammar bin Yasir bersama ibunya, Sumayyah, Shuhaib ar-Rumi, dan al-Miqdad bin al-Aswad. Bilal merasakan penganiayaan orang-orang musyrik yang lebih berat dari siapa pun. Berbagai macam kekerasan, siksaan, dan kekejaman mendera tubuhnya. Namun ia, sebagaimana kaum muslimin yang lemah lainnya, tetap sabar menghadapi ujian di jalan Allah itu dengan kesabaran yang jarang sanggup ditunjukkan oleh siapa pun. Orang-orang Islam seperti Abu Bakar dan Ali bin Abu Thalib masih memiliki keluarga dan suku yang membela mereka. Akan tetapi, orang-orang yang tertindas (mustadhafun) dari kalangan hamba sahaya dan budak itu, tidak memiliki siapa pun, sehingga orang-orang Quraisy menyiksanya tanpa belas kasihan. Quraisy ingin menjadikan penyiksaan atas mereka sebagai contoh dan pelajaran bagi setiap orang yang ingin mengikuti ajaran Muhammad. Kaum yang tertindas itu disiksa oleh orang-orang kafir Quraisy yang berhati sangat kejam dan tak mengenal kasih sayang, seperti Abu Jahal yang telah menodai dirinya dengan membunuh Sumayyah. Ia sempat menghina dan mencaci maki, kemudian menghunjamkan tombaknya pada perut Sumayyah hingga menembus punggung, dan gugurlah syuhada pertama dalam sejarah Islam. Sementara itu, saudara-saudara seperjuangan Sumayyah, terutama Bilal bin Rabah, terus disiksa oleh Quraisy tanpa henti. Biasanya, apabila matahari tepat di atas ubun-ubun dan padang pasir Mekah berubah menjadi perapian yang begitu menyengat, orang-orang Quraisy itu mulai membuka pakaian orang-orang Islam yang tertindas itu, lalu memakaikan baju besi pada mereka dan membiarkan mereka terbakar oleh sengatan matahari yang terasa semakin terik. Tidak cukup sampai di sana, orang-orang Quraisy itu mencambuk tubuh mereka sambil memaksa mereka mencaci maki Muhammad. Adakalanya, saat siksaan terasa begitu berat dan kekuatan tubuh orang-orang Islam yang tertindas itu semakin lemah untuk menahannya, mereka mengikuti kemauan orang-orang Quraisy yang menyiksa mereka secara lahir, sementara hatinya tetap pasrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kecuali Bilal, semoga Allah meridhainya. Baginya, penderitaan itu masih terasa terlalu ringan jika dibandingkan dengan kecintaannya kepada Allah dan perjuangan di jalan-Nya. Orang Quraisy yang paling banyak menyiksa Bilal adalah Umayyah bin Khalaf bersama para algojonya. Mereka menghantam punggung telanjang Bilal dengan cambuk, namun Bilal hanya berkata, Ahad, Ahad (Allah Maha Esa). Mereka menindih dada telanjang Bilal dengan batu

besar yang panas, Bilal pun hanya berkata, Ahad, Ahad . Mereka semakin meningkatkan penyiksaannya, namun Bilal tetap mengatakan, Ahad, Ahad. Mereka memaksa Bilal agar memuji Latta dan Uzza, tapi Bilal justru memuji nama Allah dan Rasul-Nya. Mereka terus memaksanya, Ikutilah yang kami katakan! Bilal menjawab, Lidahku tidak bisa mengatakannya. Jawaban ini membuat siksaan mereka semakin hebat dan keras. Apabila merasa lelah dan bosan menyiksa, sang tiran, Umayyah bin Khalaf, mengikat leher Bilal dengan tali yang kasar lalu menyerahkannya kepada sejumlah orang tak berbudi dan anak-anak agar menariknya di jalanan dan menyeretnya di sepanjang Abthah1 Mekah. Sementara itu, Bilal menikmati siksaan yang diterimanya karena membela ajaran Allah dan Rasul-Nya. Ia terus mengumandangkan pernyataan agungnya, Ahad, Ahad, Ahad, Ahad. Ia terus mengulang-ulangnya tanpa merasa bosan dan lelah. Suatu ketika, Abu Bakar Rodhiallahu anhu mengajukan penawaran kepada Umayyah bin Khalaf untuk membeli Bilal darinya. Umayyah menaikkan harga berlipat ganda. Ia mengira Abu Bakar tidak akan mau membayarnya. Tapi ternyata, Abu Bakar setuju, walaupun harus mengeluarkan sembilan uqiyah emas. Seusai transaksi, Umayyah berkata kepada Abu Bakar, Sebenarnya, kalau engkau menawar sampai satu uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk menjualnya. Abu Bakar membalas, Seandainya engkau memberi tawaran sampai seratus uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk membelinya. Ketika Abu Bakar memberi tahu Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bahwa ia telah membeli sekaligus menyelamatkan Bilal dari cengkeraman para penyiksanya, Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam berkata kepada Abu Bakar, Kalau begitu, biarkan aku bersekutu denganmu untuk membayarnya, wahai Abu Bakar. Ash-Shiddiq Rodhiallahu anhu menjawab, Aku telah memerdekakannya, wahai Rasulullah. Setelah Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam mengizinkan sahabat-sahabatnya untuk hijrah ke Madinah, mereka segera berhijrah, termasuk Bilal Rodhiallahu anhu. Setibanya di Madinah, Bilal tinggal satu rumah dengan Abu Bakar dan Amir bin Fihr. Malangnya, mereka terkena penyakit demam. Apabila demamnya agak reda, Bilal melantunkan gurindam kerinduan dengan suaranya yang jernih, Duhai malangnya aku, akankah suatu malam nanti ,Aku bermalam di Fakh dikelilingi pohon idzkhir dan jalil, Akankah suatu hari nanti aku minum air Mijannah ,Akankah aku melihat lagi pegunungan Syamah dan Thafil Tidak perlu heran, mengapa Bilal begitu mendambakan Mekah dan perkampungannya; merindukan lembah dan pegunungannya, karena di sanalah ia merasakan nikmatnya iman. Di

sanalah ia menikmati segala bentuk siksaan untuk mendapatkan keridhaan Allah. Di sanalah ia berhasil melawan nafsu dan godaan setan. Bilal tinggal di Madinah dengan tenang dan jauh dari jangkauan orang-orang Quraisy yang kerap menyiksanya. Kini, ia mencurahkan segenap perhatiannya untuk menyertai Nabi sekaligus kekasihnya, Muhammad Shalallahu alaihi wasallam. Bilal selalu mengikuti Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam ke mana pun beliau pergi. Selalu bersamanya saat shalat maupun ketika pergi untuk berjihad. Kebersamaannya dengan Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam ibarat bayangan yang tidak pernah lepas dari pemiliknya. Ketika Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam selesai membangun Masjid Nabawi di Madinah dan menetapkan azan, maka Bilal ditunjuk sebagai orang pertama yang mengumandangkan azan (muazin) dalam sejarah Islam. Biasanya, setelah mengumandangkan azan, Bilal berdiri di depan pintu rumah Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam seraya berseru, Hayya alashsholaati hayya alashsholaati(Mari melaksanakan shalat, mari meraih keuntungan.) Lalu, ketika Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam keluar dari rumah dan Bilal melihat beliau, Bilal segera melantunkan iqamat. Suatu ketika, Najasyi, Raja Habasyah, menghadiahkan tiga tombak pendek yang termasuk barang-barang paling istimewa miliknya kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam. Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam mengambil satu tombak, sementara sisanya diberikan kepada Ali bin Abu Thalib dan Umar ibnul Khaththab, tapi tidak lama kemudian, beliau memberikan tombak itu kepada Bilal. Sejak saat itu, selama Nabi hidup, Bilal selalu membawa tombak pendek itu ke mana-mana. Ia membawanya dalam kesempatan dua shalat id (Idul Fitri dan Idul Adha), dan shalat istisqa (mohon turun hujan), dan menancapkannya di hadapan beliau saat melakukan shalat di luar masjid. Bilal menyertai Nabi Shalallahu alaihi wasallam dalam Perang Badar. Ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah memenuhi janji-Nya dan menolong tentara-Nya. Ia juga melihat langsung tewasnya para pembesar Quraisy yang pernah menyiksanya dengan hebat. Ia melihat Abu Jahal dan Umayyah bin Khalaf tersungkur berkalang tanah ditembus pedang kaum muslimin dan darahnya mengalir deras karena tusukan tombak orang-orang yang mereka siksa dahulu. Ketika Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam menaklukkan kota Mekah, beliau berjalan di depan pasukan hijaunya bersama sang pengumandang panggilan langit, Bilal bin Rabah. Saat masuk ke Kabah, beliau hanya ditemani oleh tiga orang, yaitu Utsman bin Thalhah, pembawa kunci Kabah, Usamah bin Zaid, yang dikenal sebagai kekasih Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam dan putra dari kekasihnya, dan Bilal bin Rabah, Muazin Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam. Shalat Zhuhur tiba. Ribuan orang berkumpul di sekitar Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam, termasuk orang-orang Quraisy yang baru masuk Islam saat itu, baik dengan suka hati maupun terpaksa. Semuanya menyaksikan pemandangan yang agung itu. Pada saat-saat yang sangat bersejarah itu, Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam memanggil Bilal bin Rabah agar naik ke

atap Kabah untuk mengumandangkan kalimat tauhid dari sana. Bilal melaksanakan perintah Rasul Shalallahu alaihi wasallam dengan senang hati, lalu mengumandangkan azan dengan suaranya yang bersih dan jelas. Ribuan pasang mata memandang ke arahnya dan ribuan lidah mengikuti kalimat azan yang dikumandangkannya. Tetapi di sisi lain, orang-orang yang tidak beriman dengan sepenuh hatinya, tak kuasa memendam hasad di dalam dada. Mereka merasa kedengkian telah merobekrobek hati mereka. Saat azan yang dikumandangkan Bilal sampai pada kalimat, Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah). Juwairiyah binti Abu Jahal bergumam, Sungguh, Allah telah mengangkat kedudukanmu. Memang, kami tetap akan shalat, tapi demi Allah, kami tidak menyukai orang yang telah membunuh orang-orang yang kami sayangi. Maksudnya, adalah ayahnya yang tewas dalam Perang Badar. Khalid bin Usaid berkata, Aku bersyukur kepada Allah yang telah memuliakan ayahku dengan tidak menyaksikan peristiwa hari ini. Kebetulan ayahnya meninggal sehari sebelum Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam masuk ke kota Mekah.. Sementara al-Harits bin Hisyam berkata, Sungguh malang nasibku, mengapa aku tidak mati saja sebelum melihat Bilal naik ke atas Kabah. AI-Hakam bin Abu al-Ash berkata, Demi Allah, ini musibah yang sangat besar. Seorang budak bani Jumah bersuara di atas bangunan ini (Kabah). Sementara Abu Sufyan yang berada dekat mereka hanya berkata, Aku tidak mengatakan apa pun, karena kalau aku membuat pernyataan, walau hanya satu kalimat, maka pasti akan sampai kepada Muhammad bin Abdullah. Bilal menjadi muazin tetap selama Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam hidup. Selama itu pula, Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam sangat menyukai suara yang saat disiksa dengan siksaan yang begitu berat di masa lalu, ia melantunkan kata, Ahad, Ahad (Allah Maha Esa). Sesaat setelah Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam mengembuskan nafas terakhir, waktu shalat tiba. Bilal berdiri untuk mengumandangkan azan, sementara jasad Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam masih terbungkus kain kafan dan belum dikebumikan. Saat Bilal sampai pada kalimat, Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah), tiba-tiba suaranya terhenti. Ia tidak sanggup mengangkat suaranya lagi. Kaum muslimin yang hadir di sana tak kuasa menahan tangis, maka meledaklah suara isak tangis yang membuat suasana semakin mengharu biru. Sejak kepergian Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam, Bilal hanya sanggup mengumandangkan azan selama tiga hari. Setiap sampai kepada kalimat, Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah), ia langsung

menangis tersedu-sedu. Begitu pula kaum muslimin yang mendengarnya, larut dalam tangisan pilu. Karena itu, Bilal memohon kepada Abu Bakar, yang menggantikan posisi Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam sebagai pemimpin, agar diperkenankan tidak mengumandangkan azan lagi, karena tidak sanggup melakukannya. Selain itu, Bilal juga meminta izin kepadanya untuk keluar dari kota Madinah dengan alasan berjihad di jalan Allah dan ikut berperang ke wilayah Syam. Awalnya, ash-Shiddiq merasa ragu untuk mengabulkan permohonan Bilal sekaligus mengizinkannya keluar dari kota Madinah, namun Bilal mendesaknya seraya berkata, Jika dulu engkau membeliku untuk kepentingan dirimu sendiri, maka engkau berhak menahanku, tapi jika engkau telah memerdekakanku karena Allah, maka biarkanlah aku bebas menuju kepada-Nya. Abu Bakar menjawab, Demi Allah, aku benar-benar membelimu untuk Allah, dan aku memerdekakanmu juga karena Allah. Bilal menyahut, Kalau begitu, aku tidak akan pernah mengumandangkan azan untuk siapa pun setelah Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam wafat. Abu Bakar menjawab, Baiklah, aku mengabulkannya. Bilal pergi meninggalkan Madinah bersama pasukan pertama yang dikirim oleh Abu Bakar. Ia tinggal di daerah Darayya yang terletak tidak jauh dari kota Damaskus. Bilal benar-benar tidak mau mengumandangkan azan hingga kedatangan Umar ibnul Khaththab ke wilayah Syam, yang kembali bertemu dengan Bilal Rodhiallahu anhu setelah terpisah cukup lama. Umar sangat merindukan pertemuan dengan Bilal dan menaruh rasa hormat begitu besar kepadanya, sehingga jika ada yang menyebut-nyebut nama Abu Bakar ash-Shiddiq di depannya, maka Umar segera menimpali (yang artinya), Abu Bakar adalah tuan kita dan telah memerdekakan tuan kita (maksudnya Bilal). Dalam kesempatan pertemuan tersebut, sejumlah sahabat mendesak Bilal agar mau mengumandangkan azan di hadapan al-Faruq Umar ibnul Khaththab. Ketika suara Bilal yang nyaring itu kembali terdengar mengumandangkan azan, Umar tidak sanggup menahan tangisnya, maka iapun menangis tersedu-sedu, yang kemudian diikuti oleh seluruh sahabat yang hadir hingga janggut mereka basah dengan air mata. Suara Bilal membangkitkan segenap kerinduan mereka kepada masa-masa kehidupan yang dilewati di Madinah bersama Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam..BiIal, pengumandang seruan langit itu, tetap tinggal di Damaskus hingga wafat.

Bibliografi dan Latar Belakang Saiyidina Ali bin Abi Talib Karamallahu Wajhah

e. Bibliografi dan Latar Belakang Saiyidina Ali bin Abi Talib Karamallahu Wajhah 13Share 0digg SAIDINA ALI BIN ABI TALIB KARAMALLAHU WAJHAH Saiyidina Ali R.A. bukan sahaja seorang sahabat besar Rasullullah S.A.W. serta yang paling dicintai oleh baginda bahkan beliau juga seorang manusia luarbiasa yang memiliki ilmu bagaikan lautan, kefasihan lidahnya yang tiada bandingan sebagai seorang ahli sastera dan pidato, di samping seorang pahlawan yang tiada seorangpun dapat menafikan kehandalannya di antara barisan pahlawan-pahlawan yang terbilang. Beliau telah memeluk Islam ketika berumur 8 tahun dan merupakan kanak-kanak yang mulamula sekali memeluk Islam. Setengah riwayat menyatakan bahawa beliaulah yang paling dahulu Islam dari Saiyidina Abu Bakar Al-Siddiq R.A. Saiyidina Ali Bin Abu Talib termasuk ahli keluarga Rasulullah S.A.W. sendiri kerana beliau adalah sepupu baginda yang membesar dalam asuhan dan pemeliharaan Nabi S.A.W. Saiyidina Ali R.A. dilahirkan dalam Kaabah, kiblat yang menjadi kerinduan ummat Islam. Mula-mula yang dilihatnya ialah Muhammad S.A.W. dan Siti Khadijah sedang sembahyang. Ketika beliau ditanyakan kenapa memeluk Islam tanpa lebih dahulu mendapat izin ayahnya, Ali R.A. menjawab, "Apa perlunya aku bermesyuarah dengan ayah demi untuk mengabdi kepada Allah? Pada mulanya agama Islam hanya berkembang di sekitar lingkungan rumah Rasulullah S.A.W. sahaja, yakni berkisar pada diri Rasulullah S.A.W., isterinya Siti Khadijah, Ali dan Zaid Bin Haritsah. Pada suatu hari Nabi Muhammad S.A.W. telah mengundang sekelian sanak saudaranya pada satu jamuan di rumahnya. Setelah mereka itu datang maka Rasulullah S.A.W. pun menerangkan kepada mereka itu tentang agama Islam yang dibawanya itu. Maka Abu Lahab memutuskan pembicaraannya serta menyuruh hadirin yang lain supaya meninggalkan jamuan makan itu. Pada keesokan harinya Rasulullah S.A.W. mengadakan pula jamuan makan, dan setelah selesai bensantap, maka bersabdalah Rasul S.A.W. "Saya rasa tak ada seorang yang membawa sesuatu yang lebih mulia daripada yang ku bawa sekarang. Maka siapakah di antara kalian yang akan menolongku? Tatkala mendengarkan rayuan Rasul itu mereka semua marah lalu bangkit untuk meninggalkan rumah itu. Tetapi Ali yang masih lagi belum baligh ketika itu lantas bangun seraya berkata, "Hai Rasulullah, akulah yang akan menolongmu. Aku akan memerangi sesiapa sahaja yang akan memerangimu , lalu disambut oleh hadirin dengan tertawa sambil melihat-lihat Abu Talib dan anaknya itu. Kemudian meneka meninggalkan rumah Rasul itu sambil mengejek-ejek. Saiyidina Ali R.A. pernah benkata, "Aku telah menyembah Allah S.W.T. lima tahun sebelum disembah sesiapapun dari ummat Muhammad ini. Bahkan beliau adalah salah seorang yang pertama bersembahyang bersama Rasulullah S.A.W. Dalam hubungan ini Anas Bin Malik R.A. pernah berkata, "Muhammad diangkat menjadi Rasulullah pada hari Isnin, sedang Ali Bin Abu Talib sudah ikut sembahyang bersama baginda Rasul pada keesokan harinya.

Abu Talib, bapa saudara Rasul adalah seorang yang miskin lagi susah hidupnya serta mempunyai ramai anak. Maka dengan maksud untuk meringankan beban Abu Talib itulah atas fikiran. Nabi S.A.W., Saiyidina Abbas Bin Abu Muttalib telah mengambil Ja'afar menjadi tanggungannya sedang Rasul sendiri mengambil Ali. Dengan hal demikian tumbuhlah Ali Bin Abu Talib sebagai seorang pemuda di tengah-tengah keluarga Rasulullah dan langsung memperoleh asuhan dan baginda. Saiyidina Ali R.A. banyak mengambil tabi'at Nabi S.A.W. dan beliaulah yang terdekat sekali hubungannya dengan Rasul serta yang paling dicintainya. Demikian akrabnya Saiyidina Ali R.A. dengan Rasulullah S.A.W. hinggakan beliau hampir-hampir tidak pernah berpisah sejengkal pun dari Rasulullah S.A.W. baik di waktu suka mahupun di waktu susah. Pergonbanannya terhadap Islam dan Rasulnya adalah demikian besar sekali dan akan selamanya menjadi contoh keutamaan yang tiada bandingannya dalam sejarah ummat Islam. Tatkala Rasulullah S.A.W. melakukan hijrah ke Madinah di atas penintah Allah S.W.T. bagi menyelamatkan dirinya dari rencana pihak musyrikin Quraisy yang bertujuan hendak membunuhnya, maka kepada Saiyidina Ali R.A. ditugaskan oleh baginda untuk tidur di tempat tidurnya pada malam yang sangat genting itu. Walaupun tugas itu sangat berat dan merbahaya sekali namun Saiyidina Ali R.A. sebagai sifatnya seorang pejuang yang sejati, telah menyanggupi tugas tersebut dengan hati yang ikhlas dan gembira, kerana beliau mengerti bahawa berpeluang menyerahkan nyawanya demi untuk menebus seorang Rasul. Bahkan beliau juga mengerti bahawa tugas yang dilaksanakannya itu akan merupakan pengorbanan yang tidak ada tolok bandingannya di kemudian hani. Setelah Rasulullah S.A.W. selamat sampai ke Madinah, tidak lama kemudiannya tibalah pula rombongan Saiyidina Ali R.A. Apakala ramai kaum Muhajinin sampai di kota Madinah itu, Rasullullah S.A.W. telah mempersaudarakan antana golongan Muhajirin dengan golongan Ansar. Tetapi anihnya dalam hubungan ini Rasulullah tidak mempersaudarakan Saiyidina Ali R.A. dengan sesiapapun juga, hanya baginda berkata kepada Saiyidina Ali, demikian sabdanya, "Wahai Ali, engkau adalah saudaraku di dunia dan saudaraku juga di Akhirat. Demikian jelaslah bahawa baginda telah mempersaudarakan Saiyidina Ali dengan diri baginda sendiri. Kesayangan Rasulullah S.A.W. terbukti dengan menjodohkan Saiyidina Ali R.A. dengan puteri yang paling disayanginya iaitu Fatimah AzZahrah, seorang wanita yang paling utama di syurga, padahal sebelum itu Fatimah sudah pernah dilamar oleh Saiyidina Abu Bakar dan Saiyidina Umar Al Khattab R.A. tetapi Rasul menolaknya dengan lemah lembut dan dengan cara yang bijaksana. Sebagai seorang yang gagah berani dan sahabat yang paling disayangi baginda Rasul, Saiyidina Ali R.A. tidak pernah ketinggalan dalam mana-mana peperangan baik besar mahupun kecil yang dilakukan oleh Rasulullah S.A.W. Beliau telah melakukan peranan yang penting dalam Peperangan Badar yang terkenal itu. Ketika itu beliau merupakan seorang pemuda yang gagah dan tampan masih dalam lingkungan 20an lagi. Dalam peperangan itulah buat pertama kalinya Rasulullah S.A.W. telah menyerahkan panji-panji peperangan kepada Saiyidina Ali R.A. dimana beliau telah menjalankan tugasnya dalam peperangan tersebut dengan cemerlang sekali. Setelah peperangan tamat para sahabat tidak menemui Nabi S.A.W. di tengah-tengah mereka. Dalam keadaan mereka tertanya-tanya itu tiba-tiba muncul Rasulullah S.A.W. bersama Saiyidina Ali R.A. seraya baginda bersabda, "Saya sebenarnya ada di belakang kalian sedikit kerana merawati perut Ali yang luka. Dari peristiwa ini dapatlah dilihat betapa besarnya kecintaan baginda

tenhadap Saiyidina Ali R.A. dan bagaimana pula besarnya pengorbanan Ali R.A. dalam menegakkan kemuliaan Agama Islam. Dalam apa jua peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah S.A.W., Saiyidina Ali R.A. tetap berada di samping baginda. Pada suatu ketika iaitu dalam Perang Tabuk, tiba-tiba Rasulullah S.A.W. tidak membenarkan Saiyidina Ali R.A. untuk menyertai baginda hingga sikap Rasulullah S.A.W. itu telah dijadikan modal fitnah oleh pihak musuh-musuh Islam serta kaum munafik konon baginda tidak senang hati terhadap Saiyidina Ali R.A. Jika tidak demikian masakan baginda menegahnya menyertai perang. Sebagai seorang yang benar dan mencintai kebenaran Saiyidina Ali R.A. kurang berasa senang mendengar desas-desus yang kurang menyenangkan itu lantas beliau terus menjumpai Rasul untuk meminta penjelasan. Sebagai menghilangkan keraguan beliau itu, Rasul lalu bersabda kepadanya, "Tidakkah engkau rela hai Ali, kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa ?" Mendengankan kata-kata Rasulullah s.a.w yang menyejukkan jiwanya itu maka barulah puas Saiyidina Ali R.A. Perkataan Rasul itu terang memperlihatkan betapa besarnya kecintaan dan penghormatan baginda terhadap dirinya. Dalam Perang Khaibar pula di mana sebuah ibu kota kaum Yahudi sukar dapat ditakluki oleh angkatan tentera Islam, Saiyidina Ali R.A. telah memainkan peranannya yang utama sekali. Pada mulanya pihak Islam gagal untuk menakluki kota tersebut sekalipun telah dilakukan pengepungan beberapa hari lamanya. Dalam detik-detik yang sukar itulah akhirnya Rasulullah S.A.W. bersabda"Saya akan menyerahkan panji-panji peperangan esok pada seorang lelaki yang mencintai Allah dan RasulNya dan dicintai oleh Allah dan RasulNya". Sekelian panglima pasukan masing-masing mengharapkan agar dirinya akan diserahkan panjipanji tersebut kerana setiap mereka bercita-cita hendak mendapatkan kemuliaan yang begitu besar sebagai seorang yang mencintai Allah dan RasulNya dan dicintai pula oleh Allah dan RasulNya. Pada keesokan harinya, setelah selesai sembahyang subuh Rasulullah S.A.W. lantas mencari-cari Saiyidina Ali R.A. Nyatalah bahawa Saiyidina Ali R.A. tidak ada di situ kenana ketika itu Ali R.A. mengidap sakit mata. Kemudian bersabdalah Rasul "Panggillah Ali ke mari menjumpai saya, Saiyidina Ali R.A. yang sedang sakit kedua matanya itu lalu datang mengadap Rasulullah S.A.W. seraya baginda pun meludah kepada mata beliau yang sakit itu. Maka dengan serta merta sahaja sembuhlah mata beliau. Kemudian Rasul pun menyerahkan panji-panji kepada Saiyidina All R.A. Maka benteng yang sudah berhani-hari tidak dapat ditembus itu akhirnya dapat dikalahkan di bawah pimpinan panglima Ali Bin Abu Talib R.A. Satu lagi peperangan di mana Saiyidina Ali Bin Abu Talib R.A. memperlihatkan kegagahan dan keberaniannya yang luarbiasa ialah tatkala berlakunya Perang Khandak atau Ahzab. Perang ini adalah antara pihak Islam dengan angkatan musyrik Mekah yang mendapat bantuan dari puakpuak Arab yang lain serta orang-orang Yahudi. Orang-orang Islam telah menggali parit-parit yang digelarkan Khandak di sekeliling kota Madinah sebagai jalan untuk membendung kemaraan pihak musuh danipada memasukinya. Jumlah pihak musuh adalah kira-kira 10,000 orang tetapi mereka tidak dapat masuk kerana tenhalang oleh parit-parit. Namun begitu mereka terus mengepung kota itu selama 15 hari lamanya. Kemudian Allah S.W.T. turunkan angin ribut

dari tentera Allah yang tak kelihatan memukul dan menerbangkan khemah-khemah serta alat perang musuh sehingga mereka pun mengundurkan diri dengan penuh kekecewaan. Semasa peperangan inilah diriwayatkan bahawa beberapa pahlawan musynik Quraisy telah dapat menyeberangi parit dengan mengenderai kuda. Di antara mereka ialah Amru Bin Abdi Wid, Ikrimah Bin Abu Jahal dan Dhiraar Ibnul Khattab. Apakala mereka itu telah berada di seberang parit, tiba-tiba Amru Bin Wid telah bertempik meminta lawan untuk beradu kekuatan dengan pihak pahlawan-pahlawan Islam. Dia mencabar seraya berkata, "Siapa di antara kalian yang berani berlawan denagan aku, silakan! Cabaran itu lantas disambut oleh Saiyidma Ali R.A. yang kemudiannya terus meminta izin dari Rasulullah S.A.W. untuk melawan pahlawan musyrik itu. Kata Ali R.A., "Saya akan melawan dia, ya Nabi Allah, Izinkanlah saya. Tetapi Rasulullah S.A.W. telah menahannya dengan sabdanya, "Duduklah engkau hai Ali! Tidakkah engkau tahu dia Amru. Amru kemudian minta lawan lagi berulang-ulang hingga dua kali. Setiap ia mencabar, Saiyidina Ali R.A. telah berdiri menyahutnya tetapi Rasulullah senantiasa menyuruhnya duduk sambil mengingatkan bahawa lawannya itu bukan padannya kenana Amru itu memang terkenal gagah lagi perkasa. Namun begitu Saiyidina Ali R.A. tetap juga mengatakan, "Sekalipun dia itu Amru, hai Nabi Allah, saya tidak takut melawannya. Izinkanlah saya menemuinya. Akhinnya Rasulullah S.A.W. mengizinkannya untuk melawan musuh yang keadaan orangnya lebih tua, lebih besar lagi lebih berpengalaman dari dirinya itu. Sebelum Saiyidina Ali R.A. pergi mendapatkan musuhnya yang menanti itu, Rasulullah S.A.W. telah membekalnya dengan pedangnya lalu kemudian berdoa ke hadrat Allah S.W.T. untuk keselamatan Saiyidina Ali Bin Abu Talib R.A. Tidak lama kemudian tampillah Saiyidina Ali R.A. ke hadapan. Manakala Amru melihatnya dia tidak dapat mengenalinya kerana muka dan kepala Saiyidina Ali R.A. bertopeng besi lalu ditanyainya: Siapa engkau, hai pahlawan? Jawapnya, "Ali! Tanya Amru lagi, "Ali, anak Abdul Manaf? Jawab Ali R.A. "Ali, anak Abu Talib Mendengar nama itu Amru enggan hendak melawannya seraya katanya untuk memperkecilkan kehandalan Ali R.A. "Wahai anak saudaraku! Lebih baik orang lain sahaja engkau suruh melawan aku. Panggillah paman-pamanmu yang lebih kuat daripadamu. Aku benci menumpahkan darahmu, kerana aku memandang ayahmu seorang sahabat baikku. Saiyidina Ali R.A. lalu menjawab, "Tetapi aku, demi Allah, tak benci menumpahkan darahmu. Demi mendengarkan jawapan itu maka menjadi marahlah Amru dan mulalah ia hendak menyerangnya. Tetapi Saiyidina Ali R.A. lalu benkata, "Macamana aku hendak bertempur denganmu padahal engkau di atas kuda. Turunlah ke mari sama-sama aku di bawah.

Mendengar itu Amru telah menghambur dari kudanya, dihunusnya pedangnya itu dan untuk menunjukkan garangnya ditetak kudanya dicencangnya mukanya supaya tak boleh lari. Kemudian a mara ke hadapan mendapatkan Saiyidina Ali R.A. yang disambut pula olehnya dengan mengacukan perisainya yang dibuat daripada kulit. Amru telah menetaknya, perisainya tersiat sedang pedangnya pula melekat di situ dan mengenai kepala Saiyidina Ali R.A. Maka Saiyidina Ali R.A. pun membalas menetak bahu Amru. Ia lalu tersungkur rebah serta mati di situ juga. Saiyidina Ali R.A. lantas memekikkan takbir, "Allahu Akbar yang disambut pula dengan pekikan takbir yang bengemuruh di angkasa oleh kaum Muslimin yang menyasikannya, sebagai tanda kesyukunan di atas kemenangannya. Dan dengan kematian Amru itu kawan-kawannya yang lain bertempiaran lari mengundurkan diri. Rasulullah S.A.W. selalu memilih Saiyidina Ali R.A. untuk diberikan tugas dalam pekerjaanpekerjaan yang amat berat, yang memerlukan keberanian yang luarbiasa serta ketabahan yang besar. Pada suatu masa, Rasulullah S.A.W. telah mengutus pahlawan Islam Khalid Bin Walid ke negeri Yaman untuk melaksanakan tugas sebagai pemenintah dan mubaligh Islam di negeri itu. Setelah bekerja selama enam bulan ternyata Khalid tidak berjaya memperoleh hasil yang diharapkan walaupun setelah bekerja bertungkus lumus. Kemudian Rasulullah S.A.W. pun mengutus pula Saiyidina Ali R.A. untuk menggantikan tempat Khalid Bin Walid sebagai mubaligh dan pemenintah di sana. Demi apakala penduduk Yaman mendengar bahawa Saiyidina Ali R.A. yang telah mereka kenal Sebagai Harimau Padang Pasir itu ditugaskan sebagai pemerintah yang baru maka bersegeralah mereka berkumpul hingga akhirnya Saiyidina Ali R.A. dapat melakukan sembahyang subuh bersama-sama mereka itu. Setelah selesai sembahyang subuh, Saiyidina Ali R.A. pun membacakan surat dakwah di hadapan para hadirin. Maka seluruh penduduk dan kaum Hamdan sekeliannya memeluk Islam pada hari itu. Dalam laporan yang dikirimkan oleh beliau kepada Rasulullah S.A.W. Saiyidina Ali R.A. telah mengisahkan peristiwa yang telah terjadi itu. Setelah Rasul S.A.W. membaca laporan tersebut segeralah baginda sujud menyembah Allah sebagai tanda syukur atas kejadian itu senaya bersabda, "Sejahteralah penduduk Hamdan. Selaku pemerintah dan mubaligh di Yaman, Saiyidina Ali R.A. juga telah diperintahkan untuk menjadi hakim dalam bidang pengadilan. Oleh kenana beliau berasa dirinya kurang ahli dalam bidang pengadilan itu maka dengan terus-terang dan ikhlas beliau berkata kepada Rasul S.A.W., "Ya Rasul Allah, saya tidak mengerti dan tidak mempunyai keahlian yang cukup mengenai hal pengadilan ini. Mendengar perkataan Saiyidina Au R.A. itu segeralah Rasulullah S.A.W. menyapu dada beliau dengan tangan Rasulullah S.A.W. sendiri sambil bersabda, "Ya Allah, bukalah dada Ali untuk menerima ilmu dan lapangkanlah ucapannya dalam soal pengadilan". Adalah diriwayatkan bahawa berkat doa Nabi Muhammad S.A.W. itu Saiyidina Ali Bin Abu Talib R.A. kemudiannya menjadi seorang hakim yang bijak lagi adil hukumannya. Baik di zaman Saiyidina Abu Bakar Al-Siddiq R.A. mahupun di zaman Saiyidina Umar Al Khattab R.A. selalulah Saiyidina Ali R.A. diajak bermesyuarah dalam memutuskan sesuatu masalah yang dihadapi oleh Khalifah-Khalifah itu. Bahkan Saiyidina Umar Al Khattab R.A. biasanya enggan memutuskan sesuatu keputusan sebelum lebih dahulu Saiyidina Ali R.A. diajaknya berunding.

Demikianlah beberapa kisah riwayat tentang peranan yang pernah dilakukan oleh Saiyidina Ali Bin Abu Talib di zaman hidupnya Rasulullah S.A.W. Ketika Rasulullah S.A.W. wafat, Saiyidina Ali R.A. tidak mempunyai kesempatan untuk menyertai pertemuan para sahabat dan golongan Muhajirin dan Ansar di Balai Bani Saidah hingga terpilihnya Saiyidina Abu Bakar Al-Siddiq sebagai Khalifah. Sebabnya ialah ketika itu beliau sibuk menguruskan jenazah Rasulullah S.A.W. Pada hari yang penuh dukacita itu, beliau sama sekali tidak menghiraukan permesyuaratan yang berlangsung di Balai Bani Saidah itu kerana beliau sibuk dengan tugastugas pengkebumian jenazah Rasulullah S.A.W. serta mententeramkan sekelian keluarga Rasul S.A.W. Permesyuaratan di Balai Bani Saidah hampir-hampir sahaja menimbulkan keadaan yang kacau tetapi akhirnya dapat ditenteramkan dengan terpilihnya Saiyidina Abu Bakar R.A. sebagai Khalifah pertama sesudah Rasulullah S.A.W. Pada mulanya Saiyidina Ali R.A. enggan memberikan persetujuannya terhadap pemilihan Abu Bakar Al-Siddiq R.A. sebagai Khalifah, bukan kerana benci atau kurang senang terhadap Saiyidina Abu Bakar R.A. bahkan kerana rasa hati beliau yang sedang remuk redam disebabkan hilangnya Rasulullah S.A.W. Enam bulan kemudian setelah isteri beliau iaitu Siti Fatimah meninggal dunia, maka baharulah Saiyidina Ali Bin Abu Talib R.A. memberikan persetujuannya secara rasmi terhadap pengangkatan Saiyidina Abu Bakar R.A. sebagai Khalifah. Saiyidina Abu Bakar R.A. pun selaku pemerintah ummat yang agung, tidak pernah meninggalkan Saiyidina Ali R.A. di dalam permesyuaratan penting. Apakala Saiyidina Umar Al Khattab menjadi Khalifah yang kedua, Saiyidina Ali R.A. tetap memperoleh kemuliaan dan penghormatan dan Saiyidina Umar R.A. sepertimana yang dinikmatinya semasa pemenintah Abu Bakar R.A. Walaupun diketahui bahawa Umar Al Khattab terkenal sebagai sahabat yang sangat ahli dan bijak dalam bidang hukum, namun baginda sering minta bantuan kepada Saiyidina Ali R.A. di dalam menyelesaikan beberapa hal yang sulit-sulit bahkan pernah diriwayatkan orang bahawa Saiyidina Umar Al Khattab R.A. tidak suka merundingkan soal-soal yang sulit tanpa dihadiri oleh Saiyidina Ali Bin Abu Talib. Setelah wafat Saiyidina Umar Al Khattab jawatan Khalifah akhirnya jatuh pula ke tangan Saiyidina Uthman Bin Affa'n R.A. Namun begitu Saiyidina Ali R.A. tetap memberikan persetujuannya serta ketaatannya kepada Khalifah Uthman R.A. sekalipun dirinya juga bercitacita agar terpilih sebagai Khalifah. Sungguhpun demikian, kesayangan Khalifah Uthman yang berlebih-lebihan terhadap kaum kerabatnya sendiri menyebabkan pandangan Saiyidina Ali R.A. dalam beberapa hal berubah terhadap Khalifah. Bahkan sebahagian danipada penduduk melihat seolah-olah terdapat keretakan dalam hubungan antara dua tokoh besar itu. Keadaan inilah yang menyebabkan setengah-setengah pihak yang memusuhi Saiyidina Ali R.A. menuduh Saiyidina Ali R.A. terlibat dalam pembunuhan Saiyidina Uthman Bin Affan R.A. Padahal yang sebenarnya Saiyidina Ali R.A. sama sekali tidak bertanggungjawab dalam perkara yang terjadi ke atas Khalifah Uthman R.A. Bahkan beliaulah sahabat yang paling mengambil berat terhadap keselamatan Khalifah. Ketika rumah Khalifah Uthman R.A. dikepung oleh puak pemberontak, Saiyidina Ali R.A. segera mengirim puteranya Saiyidina Hasan R.A. supaya menjaga keselamatan Khalifah. Tetapi ketika Saiyidina Hasan Bin Ali R.A. datang ke rumahnya untuk menawarkan bantuan, Khalifah Uthman R.A. menolak bantuannya serta menyuruhnya pulang. Lebih dari itu, apakala Saiyidina Ali R.A. mendengar khabar tentang pembunuhan Khalifah Uthman R.A. beliau telah memukul anaknya Hasan R.A. serta mengancam Muhammad Bin

Talhah kerana dianggapnya kurang rapi menjalankan tugas menjaga keselamatan Saiyidina Uthman R.A. Saiyidina Ali R.A. akhinnya telah dipilih kemudiannya sebagai Khalifah selepas kewafatan Khalifah Uthman R.A. sedang ketika itu sebahagian besar para sahabat Rasulullah S.A.W. sudah berselerak di pelusok kota-kota di seluruh wilayah Islam. Yang masih tinggal di Madinah hanya sebahagian kecil sahaja. Setelah jawatan Khalifah jatuh kepadanya maka baharulah Saiyidina Ali R.A. cuba bemtindak untuk membawa garis politik seperti yang pernah dijalankan oleh Rasulullah S.A.W., Khalifah Abu Bakar R.A. dan Khalifah Umar Al Khattab R.A. Tetapi keadaan masyarakat dan ummat sudah jauh berubah disebabkan perkembangan ekonomi dan pembangunan yang diakibatkan oleh perluasan takluk Islam. Cita-cita Saiyidina Ali R.A. untuk membawa kembali dasar pemerintahan ummat sebagaimana zaman Rasulullah dan Saiyidina Abu Bakan R.A. dan Umar R.A. telah menghadapi rintangan dari pihak-pihak yang bersimpati dengan Saiyidina Uthman R.A. yang menuduhnya bentanggungjawab dalam penistiwa pembunuhan itu. Disebabkan adanya golongan yang keras rnenentang sikapnya itu seperti Muawiyah Bin Abu Sufyan dan pembantunya Amru Bin Al As maka tenjadilah satu penbalahan yang sengit antana dua golongan itu. Satu pertelingkahan yang panjang yang mengakibatkan pertumpahan darah di antana sesama ummat Islam. Muawiyah berkeras enggan mengakui Saiyidina Ali Bin Abu Talib sebagai Khalifah senta menuntut baginda mengenakan hukuman tenhadap orang-orang yang bertanggungjawab dalam pembunuhan Saiyidina Uthman R.A. Sedang Saiyidina Ali R.A. pula terlebih dahulu telah memecat Muawiyah sebagai gabenor Syam dan juga tokoh-tokoh yang pemnah dilantik oleh Khalifah Uthman R.A. atas dasan kekeluargaan. Akibatnya maka berlakulah peperangan yang berpanjangan antara pihak Khalifah Ali R.A. dengan pihak penyokong Muawiyah Bin Abu Sufyan yang terdiri dari penduduk negeri Syam. Kesudahan dari perbalahan yang panjang itu Saiyidina Ali Bin Abu Talib akhirnya telah mati terbunuh oleh pengikut golongan Khawarij.

Bibliografi dan Latar Belakang Saiyidina Uthman ibn Affan ra.

f. Bibliografi dan Latar Belakang Saiyidina Uthman ibn Affan ra. 3Share 0digg SAIYIDINA UTHMAN BIN AFFAN ra. Di zaman kebangkitan Islam dahulu terdapat beberapa sahabat yang terkenal kerana banyak mengorbankan harta-benda dan kekayaannya untuk membela Agama Allah. Salah seorang di

antara mereka yang paling terkemuka sekali ialah Saiyidina Uthman Bin Affan R.A. Selain daripada beliau ialah Saiyidina Abu Bakar Al Siddiq, Abdul Rahman Bin Auf dan lain-lain lagi. Apatah lagi memang Saiyidina Uthman R.A. baik sebelum memeluk Islam mahupun setelah Islam, merupakan satu-satunya tokoh saudagar dan peniaga yang paling berjaya sekali. Dialah sahabat Rasul yang banyak mengorbankan harta-bendanya bagi menegakkan perjuangan Islam. Saiyidina Uthman Bin Affan R.A. adalah Khalifah Islam yang ketiga sesudah Saiyidina Umar Al Khattab R.A. Beliau telah memerintah Kerajaan Islam hampir sebelas tahun lamanya dan tahun Masihi 644 hingga 655 Masihi. Beliau memperoleh gelaran "Zun Nurain yang ertinya yang memiliki dua cahaya. Sebabnya ialah kerana Rasulullah s.a.w. telah mengahwinkannya dengan dua orang puterinya iaitu yang pertama kali dengan Rugayyah dan sesudah wafatnya semasa Perang Badar, maka Rasulullah s.a.w. telah mengahwinkannya pula dengan Kalthum. Demikian besarnya kecintaan dan penghormatan Rasulullah s.a.w. terhadap Saiyidina Uthman R.A. Tatkala isterinya yang kedua itu pula meninggal, Rasulullah s.a.w. telah berkata kepadanya, "Jika ada anak perempuanku lagi hai Uthman, tentu engkau ku ambil sebagai menantu. Sahabat besar ini termasuk orang-orang pertama yang masuk Islam. Beliau datangnya dan suku atau puak Quraisy yang paling keras sekali tentangannya terhadap agama Islam dan Rasulullah s.a.w., iaitu puak Umaiyah. Menurut catatan sejarah, Saiyidina Uthman Bin Affan termasuk orang kelima diajak oleh Saiyidina Abu Bakar Al Siddiq untuk memeluk Islam. Setelah memeluk Islam, Uthman R.A. termasuk orang yang sangat dicintai oleh Rasulullah s.a.w. kerana kemuliaan dan kehalusan budipekertinya. Memang sesungguhnya Saiyidma Uthman Bin Affan R.A. terkenal sebagai seorang sahabat yang sangat tinggi budiperkertinya, sangat penyantun, lemah lembut lagi pemalu. Sebagai memperlihatkan kecintaan dan penghargaan Rasulullah s.a.w. kepadanya itulah maka beliau telah menjadi pilihan baginda untuk dikahwinkan dengan puteri-puterinya seorang demi seorang selepas meninggal seorang lepas satunya. Sebagai memuji keluhuran budi akhlaknya itulah Rasulullah s.a.w. pernah bersabda kepadanya, "Malaikat sangat malu kepadamu hai Uthman. Memang Rasulullah s.a.w. biasanya tidak keberatan menerima kedatangan para sahabatnya dalam berpakaian yang biasa sahaja, tetapi apakala diketahui bahawa Saiyidina Uthman R.A. akan datang mengunjunginya, maka baginda pun mengenakan pakaiannya yang sewajarnya sebagai menghormati sahabatnya yang disegani sendiri oleh para malaikat. Dalam suatu riwayat lain adalah dikisahkan bahawa Rasulullah s.a.w. pernah bersabda, "Saya bermohon kepada Tuhanku supaya tidak ada seorangpun yang pernah menjadi menantuku atau menjadi mertuaku dimasukkan ke dalam neraka. Hal yang demikian itu tercapai oleh Saiyidina Uthman R.A. kerana Rasulullah s.a.w. pernah bersabda, "Tiap-tiap Nabi mempunyai teman, dan Uthman adalah temanku di dalam syurga. Ketika suasana pergolakan di Mekah menjadi tegang dan meruncing disebabkan kaum musyrikin Quraisy melakukan tekanan yang hebat terhadap kaum Muslimin, Saiyidina Uthman termasuk orang-orang yang turut melakukan hijrah ke Abyssinia. Saiyidina Uthman R.A. berserta isterinya adalah termasuk rombongan yang menjalankan hijrah yang bersejarah itu. Beliau tidak pernah memikirkan kerugian perniagaannya yang ditinggalkannya itu kerana beliau sedar bahawa hijrah tersebut adalah termasuk dalam usaha untuk menegakkan agama Allah. Sekembalinya beliau dan Abyssinia, beliau pun tinggallah di kota Mekah buat sementara waktu. Kemudian beliau telah

melakukan hijrah pula ke Madinah untuk menyusul Rasulullah s.a.w. yang telahpun lebih dahulu berhijrah di kota tersebut. Setelah berada di Madinah, Saiyidina Uthman R.A. pun mulalah menjalankan usaha perniagaannya hingga beliau berjaya menjadi saudagar yang kaya. Namun demikian beliau tidak teragak-agak sedikitpun bagi mempergunakan seluruh kekayaan dan harta bendanya bagi menyahut seruan jihad bagi menegakkan kesucian Islam. Sebagai seorang sahabat besar, banyak sekali pengorbanan Saiyidina Uthman Bin Affan terhadap Islam. Di zaman permulaan perjuangan Islam di Madinah, pernah kaum Muslimin menghadapi kekurangan air, lalu Saiyidina Uthman Bin Affan telah membeli sebuah kolam yang bernama Bir Ruma dan seorang Yahudi. Pada saat itulah Rasulullah s.a.w. bersabda, "Barangsiapa yang antara kamu yang membeli sumur Ruma lalu dijadikannya wakaf bagi keperluan kaum Muslimin serta ia menimba air sumur tersebut maka orang yang berbuat demikian itu Allah akan menyediakan tempat minuman baginya dalam syurga. Begitu juga tatkala Masjid Madinah rnenjadi terasa sempit sebab semakin banyaknya orang yang bersyalat di dalamnya, maka dengan spontan Saiyidina Uthman membeli lima rumah yang sederet di samping masjid untuk dibongkar, kemudian dibangunkan tambahan masjid agar menjadi lebih luas dan besar lagL Selain daripada pengorbanan harta benda, Saiyidina Uthman Bin Affan R.A. juga adalah sahabat yang paling banyak membantu Rasulullah s.a.w. dalam berbagai masalah. Beliau adalah salah seorang penulis wahyu dan juga pernah menjadi utusan Rasul untuk menemui kaum Quraisy pada tahun keenam hijrah. Disebabkan besarnya pengorbanannya terhadap Islam maka tidaklah menghairankan kiranya beliau tergolong salah seorang yang paling diridhai oleh Rasulullah s.a.w. pada waktu wafat baginda. Selain memiliki sifat pemalu, Saiyidina Uthman R.A. ialah seorang sahabat akrab Rasulullah s.a.w. yang masyhur dengan sifat waraknya, kuat beribadat dan amat taqwa kepada Allah, dia mengerjakan segala perintah Allah dan sekali-kali tidak melanggar larangan Allah. Pada tiap-tiap tahun beliau menunaikan ibadah Haji dan dalam sepanjang tahun pula beliau berpuasa setiap hari kecuali pada hari-hari yang ditegah berpuasa. Beliau sangat mengambil berat terhadap kaum keluarganya dan sangat bertimbangrasa dan kasih mesra kepada mereka. Beliaulah juga seorang sahabat yang sangat pemurah dan sangat takut akan kemurkaan Allah, bila beliau mendengar bacaan Qur'an darihal azab api neraka maka air matanya bercucuran keluar oleh rasa takutnya. Khalifah Uthman Bin Affan R.A. telah dipilih sebagai Khalifah apabila wafatnya Saiyidina Umar Ibnul Khattab apakala beliau menyatakan kesanggupannya secara tegas kepada AbduIl Rahman Bin Auf yang bertindak sebagai formatir. Beliau ialah seorang sahabat yang tua tatkala dilantik menjadli Khalifah iaitu ketika berumur 70 tahun. Beliau seorang yang bersifat lemah lembut, tidak gemar menggunakan kekerasan dalam menjalankan pemerintahannya, hal ini berbeza sekali dengan Saiyidina Abu Bakar dan Saiyidina Umar R.A. yang menjadi Khalifah sebelum daripadanya, mereka kedua-duanya mempunyai sifat tegas dalam menghadapi sesuatu masalah dalam zaman pemerintahannya. Pada masa zaman pemerintahannya, keadaan pemerintahan Islam dan semasa ke semasa mula menjadi bertambah luas dan mula menempuh satu zaman peralihan dan kehidupan asal orang-orang Arab menuju suatu kehidupan baharu dan pada zamannyalah bermulanya zaman kemewahan hidup yang timbul daripada hasil penaklukan negeri-negeri yang baharu.

Dalam zaman pemerintahannyalah orang-orang Islam mula merasa hidup mewah dan menerima kemakmuran. Mereka yang menghadiri majlis-majlis jamuan Khalifah Uthman pada zaman itu melihat perbezaan besar jika dibandingkan dengan jamuan yang diadakan pada zaman Khalifah Umar. Sebagai seorang Khalifah beliau merasa bahawa rakyatnya berhak menikmati hidup yang makmur itu, tetapi beliau tidak membenarkan kepada orang-orang Islam bersenang-senang dengan nikmat kemakmuran itu hingga melanggar hukum Allah. Pada zaman beliau ramai daripada para sahabat Rasul keluar meninggalkan bandar Madinah hermastautin di wilayahwilayah yang baharu diperintah oleh pemerintah Islam. Pemergian mereka itu tidak dilarang oleh Saiyidina Uthman. Jikalau pada zaman pemerintahan Khalifah Umar para sahabat tidak dihenarkan keluar dan bermastautin di negeri-negeri yang baharu diperintah oleh orang-orang Islam, tetapi pada zaman Khalifah Uthman R.A. tegahan itu dihapuskan. Saiyidina Uthman tidak begitu mengambil berat terhadap gabenor-gabenor Islam yang memerintah di wilayah-wilayah Islam khususnya mengenai perjalanan mereka, untuk menjaga nama baik mereka dan untuk mengelakkan daripada perkara-perkara yang mungkin menimbulkan fitnah. Berlainan dengan Saiyidina Umar R.A. yang sangat mengambil berat tentang kedudukan wakil-wakilnya yang memerintah. Pada zaman peinerintahan Saiyidina Uthman Bin Affan inilah mulai timbulnya beberapa masalah yang belum pernah berlaku sebelumnya. Timbulnya peristiwa-peristiwa yang baharu itu bukanlah disebabkan oleh kecuaian Saiyidina Uthman ataupun kerana beliau sengaja meringanringankan hukum, bahkan hukuman-hukuman yang sewajarnya tetap dikenakan ke atas siapa juga yang bersalah yang melanggar larangan Agama Islam. Tetapi bagaimanapun percubaanpercubaannya itu tidak menghasilkan hasil yang baik berlainan dengan apa yang dijalankan oleh Saiyidina Umar Ibnul Khattab dalam masa pemerintahannya dan mi menyebabkan fitnah-fitnah makin banyak berlaku antara pihak pemerintah dengan orang ramai. Satu perkara yang mungkin menjadi punca kelemahan pemerintahan Saiyidina Uthman ialah sifatnya yang mudah dipengaruhi oleh cakap-cakap orang lain terutama oleh kaum keluarganya sendiri. Mereka itu pernah mencampuri urusan pemerintahan terutama salah seorang keluarganya yang hernama Marwan Bin Hakkam. Perbuatannya yang membiarkan keluarganya campur tangan dalam pemerintahan serta perlantikannya ke atas ramai anggota keluarganya dalam pemerintahan itulah yang selalunya menimbulkan rasa tak puashati di kalangan penduduk Madinah khasnya dan rakyat Islam umumnya. Selain daripada itu ada lagi beberapa perkara yang dilakukan oleh Saiyidina Uthman yang telah menimbulkan rasa tak puashati orang-orang Islam pada masa itu. Salah satu danpada perkaraperkara itu ialah keputusan membenarkan bapa saudaranya Al Hakam Bin Abi Al As dan beberapa orang keluarganya kembali semula ke Madinah, padahal Al Hakam telah dipenintah keluar dari Madinah kenana sikap penmusuhannya terhadap Rasulullah s.a.w. dan Saiyidina Uthman telah merayu kepada Rasulullah pada masa hayatnya lagi meminta baginda membenarkan bapa saudaranya itu kembali tetapi Rasulullah s.a.w. tidak membenarkan permintaannya itu hingga pada zaman Saiyidina Abu Bakar R.A. dan Saiyidina Umar R.A. dia tidak dibenarkan juga kembali. Apabila Saiyidma Uthman dilantik menjadi Khalifah bapa saudaranya itu dihenarkan kembali ke Madinah., bukan setakat itu sahaja namun apabila ia mati kuburnya dibina dengan indahnya dan anaknya yang bernama Al Hanith dilantik pula menjadi pegawai menjaga tempat-tempat perniagaan di Madinah. Sementara perlantikan Saiyidina

Uthman ke atas anaknya Al Hakam yang bernama Marwan menjadi sebagai menteni kepadanya itu dikecam hebat juga oleh orang-orang Islam. Beberapa orang sahabat yang terkemuka telah membantah perlantikan itu tetapi tidak dipedulikan oleh Saiyidina Uthman. Mengenai pengkembalian bapa saudaranya ke Madinah, Saiyidina Uthman memberitahu sahabatsahabatnya bahawa beliau telah memohon persetujuan Rasulullah s.a.w. dan itulah sebabnya beliau berani melakukan demikian. Selain daripada itu orang-orang Islam merasa tak puas hati juga tenhadap pemecatan yang dilakukan oleh Saiyidina Uthman ke atas pegawai-pegawai yang dilantik pada zaman Saiyidina Umar Ibnul Khattab dan digantikan dengan orang-orang baru dari kaum keluarganya. Perkaraperkara seperti yang tersebut itu berlakunya di Madinah pusat pemerintahan Islam pada masa itu. Sementara di lain-lain wilayah Islam tak sunyi juga daripada adanya golongan-golongan yang menaruh rasa curiga dan tak puas hati terhadap Saiyidina Uthman R.A. Pemenintahan Saiyidina Uthman itu mula menempuh satu percubaan yang besar iaitu dengan tumbuhnya punca fitnah di Madinah yang akhirnya menjalar ke seluruh wilayah-wilayah Islam yang lain. Tatkala itulah seorang musuh Islam bernama Abdullah Bin Saba, seorang Yahudi yang mengaku dirinya memeluk Islam telah membangkitkan kemarahan rakyat terhadap Khalifah Uthman R.A. dengan tujuan untuk memecah belahkan kaum Muslimin sesama sendini. Seonang sahabat yang tenkenal bennama Abu Zar juga telah menentang hebat pemerintahan Saiyidina Uthman R.A. dengan membuat cabaran ke atas Khalifah itu dan juga ke atas Muawiyah yang pada masa itu sebagai wakil Khalifah memerintah kota Damshik. Di negeri Syam Abu Zar telah termakan hasutan dan Abdullah Bin Saba lalu menentang Muawiyah kerana menurut pendapatnya pernah Mauwiyah mendakwa bahawa harta Baitulmal semuanya adalah kepunyaan Allah bukan kepunyaan onang-orang Islam seolah-olah dia bercadang tidak akan membahagikan harta baitulmal kepada orang ramai. Inilah hasutan yang dibuat oleh Abdullah Bin Saba kepada sahabat tenkenal iaitu Abu Zar yang memang berjiwa militan dan keras itu. Memandangkan bahaya dan pengaruh Abu Zar itulah maka akhinnya Saiyidina Uthman Bin Affan mengambil tindakan untuk mengasingkan Abu Zar Al Ghifari dari orang ramai lalu dibuangnya ke satu tempat bernama Raudah. Di tempat pembuangannya itu beliau terus-menerus juga membuat kecaman ke atas Saiyidina Uthman R.A. hingga akhin hayatnya beliau meninggal dunia pada tahun 31 Hijrah. Sementara itu kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara gigih oleh Abdullah Bin Saba untuk memecah-belahkan ummat Islam telah mendapat kejayaannya di Mesir, Kufah dan Basrah. Beliau telah benjaya mempengaruhi jiwa orang ramai dengan menyebarkan satu fahaman yang belum pernah dibawa oleh sesiapa sebelum itu bahawa kononnya Nabi Muhammad s.a.w. ada menetapkan seorang penggantinya iaitu Saiyidina Ali Bin Abu Talib R.A. Di Mesir Muhammad Bin Abu Bakar, iaitu anak Khalifah Abu Bakar Al-Siddiq telah menyokong gerakan Abdullah Bin Saba itu kerana didorong oleh pertalian kerabat antaranya dengan Saiyidina Ali R.A. iaitu sebagai anak tiri kepada Saiyidina Ali Bin Abu Talib yang beristerikan balu Saiyidina Abu Bakar R.A. iaitu Asma Binti Umais ibu Muhammad Bin Abu Bakar. Muhammad Bin Abu Bakar menentang keras pemerintahan Saiyidina Uthman kerana sepucuk surat yang dihantar oleh Marwan Bin Hakkam dari Madinah kepada Abdullah Bin Saba, gabenor Mesir menyuruhnya membunuh Muhammad Bin Abu Bakar dan juga membunuh sekelian orang yang menyokong Muhammad sama ada dan golongan Muhajirin ataupun dan Ansar.

Kesudahannya golongan-golongan yang menentang Khalifah Uthman Bin Affan yang datangnya dan wilayah Mesir, Kufah dan Basrah itu membuat satu pakatan menuju Madinah untuk mengemukakan tuntutan-tuntutan meneka kepada Khalifah. Apakala mereka dapati tuntuntantuntutan mereka itu tidak dapat ditunaikan sepenuhnya oleh Khalifah maka mereka pun melakukan kepungan terhadap istana Khalifah Uthman Bin Affan. Setelah beberapa hari melakukan kepungan, mereka akhirnya merempuh masuk lalu membunuh Khalifah Uthman Bin Affan yang tenkenal kenana sifat sabar dan santunnya itu. Ketua pemberontakan itu bernama Al Ghiffari telah memukul Saiyidina Uthman dan kemudiannya diiringi pula oleh tetakan dengan pedang dari seorang pemberontak lain, pukulan mana disanggah oleh isteni Saiyidina Uthman bernama Naelah dan kena pada jari tangannya lalu putus. Akhinnya Saiyidina Uthman mati terbunuh pada 35 Zulhijjah tahun 35 Hijrah dan akibat dan kewafatannya itu maka bermulalah babak-babak yang mendukacitakan dalam lembaran sejarah Islam.

Tafsir Surat Al-Buruuj (bagian ke-1) Tafsir Ayat 14/3/2012 | 21 Rabbi al-Thanni 1433 H | Hits: 1.438 Oleh: Tim Kajian Manhaj Tarbiyah

Ilustrasi (Tom Lowe/tenniswood.co.uk) Artinya: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Demi langit yang mempunyai gugusan bintang, Dan hari yang dijanjikan, Dan yang menyaksikan dan yang disaksikan. Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, Yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, Ketika mereka duduk di sekitarnya, Sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. 8. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji, 9. Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; dan Allah Maha menyaksikan segala sesuatu. 10. Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan perempuan Kemudian mereka tidak bertaubat, Maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar. 11. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; Itulah keberuntungan yang besar. 12. Sesungguhnya azab Tuhanmu benar-benar keras. 13. Sesungguhnya Dia-lah yang menciptakan (makhluk) dari permulaan dan menghidupkannya (kembali). 14. Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih, 15. Yang mempunyai Arsy, lagi Maha mulia, 16. Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya. 17. Sudahkah datang kepadamu berita kaum-kaum penentang, 18. (yaitu kaum) Firaun dan (kaum) Tsamud?

19. Sesungguhnya orang-orang kafir selalu mendustakan, 20. Padahal Allah mengepung mereka dari belakang mereka. 21. Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia, 22. Yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh. Pendahuluan dakwatuna.com - Surah yang pendek ini memaparkan beberapa hakikat aqidah dan kaidahkaidah tashawwur imani cara pandang yang berdasarkan iman, dan beberapa persoalan besar. Di sekitarnya memancar cahaya-cahaya yang kuat dan jauh jangkauannya, yakni di belakang makna-makna dan hakikat-hakikat yang diungkapkan secara langsung oleh nash-nashnya. Sehingga, hampir setiap ayatnya, dan kadang-kadang setiap katanya, membuka lubang angin (jendela) terhadap suatu alam yang sangat luas jangkauannya mengenai suatu hakikat. Topik masalah yang dibicarakan secara langsung oleh surah ini adalah peristiwa AshhabulUkhdud. Topiknya adalah segolongan orang beriman tempo dulu sebelum datangnya agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw., golongan Nashara yang bertauhid sebagaimana tercantum dalam surah al-Buruuj ayat 8, mendapat perlakuan sadis dari musuh-musuh mereka, yaitu para penguasa diktator yang keras kepala dan sangat jahat. Penguasa itu menghendaki agar mereka yang beriman meninggalkan aqidahnya dan murtad dari agamanya, tetapi mereka tidak mau dan tetap mempertahankan aqidahnya. Maka, sang penguasa lantas menggali parit di tanah dan menyalakan api di dalamnya, kemudian dibenamkannya ke dalamnya kelompok yang beriman itu sehingga mereka mati terbakar. Hal itu dilakukan di hadapan masyarakat yang telah dikumpulkan oleh sang diktator supaya mereka dapat menyaksikan penderitaan golongan beriman yang disiksa dengan cara yang sangat kejam ini. Juga supaya para penguasa tiran ini dapat bermain-main dengan menyaksikan pembakaran itu, yakni membakar anak-anak manusia yang beriman. Surah ini dimulai dengan sumpah dari ayat 1-4. Maka, dirangkaikanlah di sini antara langit yang memiliki gugusan bintang-bintang yang besar, dan hari yang dijanjikan beserta peristiwaperistiwanya yang besar. Juga pengumpulan manusia oleh penguasa diktator untuk menyaksikan penyiksaan kaum yang beriman dan peristiwa-peristiwa yang disaksikan. Dirangkaikan semua ini dengan peristiwa itu, serta siksaan dari langit kepada pelaku-pelaku kezhaliman tersebut. Kemudian dibentangkanlah pemandangan yang menakutkan sepintas. Dibiarkannya perasaan manusia merasakan kejamnya peristiwa itu tanpa penjelasan rinci dan keterangan panjang lebar. Dibiarkan perasaan mereka sambil mengisyaratkan betapa agungnya aqidah yang dipertahankan oleh segolongan manusia beriman meski dengan risiko yang amat berat. Sehingga, mereka mempertahankannya meski harus melawan api yang bergejolak. Mereka lebih mementingkannya daripada kehidupan duniawinya sendiri. Dengan demikian, mereka mencapai titik puncak kemuliaan di seluruh generasi manusia. Diisyaratkan juga busuknya tindakan kaum yang zhalim itu dengan segala kezhaliman, kejahatan, dan kehinaan yang tersembunyi di dalamnya. Di samping itu, ditunjukkan ketinggian,

kemerdekaan, dan kesucian jiwa orang-orang yang beriman. Hal demikian sebagaimana tercantum pada ayat 6-8 surah al-Buruuj. Setelah itu, datanglah komentar-komentar singkat secara berturut-turut yang mengandung perkara-perkara besar mengenai persoalan dakwah, aqidah, dan tashawwur imani yang mendasar. Komentar-komentar yang mengisyaratkan kepada kekuasaan Allah di langit dan di bumi, kesaksian-Nya, dan kehadiran-Nya pada setiap peristiwa yang terjadi di langit dan di bumi. Hal ini tercantum pada surah al-Buruuj ayat 9. Isyarat yang menunjuk kepada azab jahanam dan azab pembakaran yang telah menantikan kedatangan para penguasa zhalim, durhaka, dan bermoral rendah. Juga isyarat yang menunjuk kepada kenikmatan surga. Yakni, suatu keberuntungan besar yang telah menantikan kedatangan orang-orang mukmin yang lebih memilih aqidah daripada kehidupan duniawinya. Mereka menjunjung tinggi aqidah itu meskipun harus disiksa dengan dibakar di dalam api. Lihatlah mengenai hat ini pada surah al-Buruuj ayat 10-11. Kemudian ditunjukkanlah pada ayat 12-13 bahwa azab Allah itu benar-benar keras. Dia Yang mencipta kan makhluk dari permulaan dan menghidupkannya kembali. Ini adalah suatu hakikat yang berhubungan secara langsung dengan kehidupan yang hendak dilenyapkan dalam peristiwa itu. Di batik peristiwa itu, terpancarlah cahaya-cahaya yang jauh jangkauannya. Setelah itu disebutkan beberapa sifat Allah Taala pada ayat 14, dan tiap-tiap sifat bermaksudkan suatu urusan Pada ayat 15-16 disebutkan bahwa Allah Maha Pengampun terhadap orang-orang yang bertobat dari dosa-dosa betapapun besar dan buruknya dosa itu. Maha Pengasih kepada hamba hambaNya yang lebih mengutamakan keridhaan-Nya daripada segala sesuatu. Penyebutan kasih sayang ini di sini merupakan salep untuk mengobati luka-luka itu. Itulah beberapa isyarat global dari pancaran surah ini dan medannya yang lapang dan jauh. Demikianlah pengantar dari pemaparan pancaran-pancaran surah ini. Adapun pemaparannya secara rinci adalah sebagai berikut. Ini adalah sifat yang menggambarkan perlindungan, kekuasaan, dan kehendak yang mutlak. Semuanya mempunyai hubungan dengan peristiwa itu. Di samping itu, dipancarkan cahaya secara mutlak di balik itu dengan jangkauannya yang amat jauh. Kemudian pada ayat 17-18 diisyaratkan sepintas kilas terhadap masa-masa lampau, yaitu disiksanya para penguasa tiran, padahal mereka bersenjatakan lengkap. Keduanya merupakan dua macam peninggalan sejarah yang berbeda karakter dan dampaknya. Di belakang itu, di samping peristiwa Ashhabul Ukhdud, terdapat pancaran pelajaran yang banyak. Pada bagian akhir surah, ayat 19-20, ditetapkanlah keadaan orang-orang kafir dan peliputan Allah terhadap mereka sedangkan mereka tidak menyadarinya.

Ditetapkanlah hakikat Al-Quran, tentang keaslian dan keterpeliharaannya, seperti yang tercantum pada ayat 21-22. Ayat ini mengisyaratkan bahwa apa yang ditetapkan Allah itu adalah perkataan yang pasti dan rujukan terakhir dalam semua urusan. Bersambung (hdn)

Topik: Tafsir Surat Al-Buruuj Keyword: Al-Buruuj, bintang, langit, modul materi tarbiyah Islamiyah, surat, tafsir

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/03/19369/tafsir-surat-al-buruuj-bagian-ke1/#ixzz1pFCFbomH

Tafsir Surat Al-Buruuj (bagian ke-2): Langit dengan Gugusan Bintangnya, Hari yang Dijanjikan, dan Yang Menyaksikan dan Yang Disaksikan Tafsir Ayat 16/3/2012 | 23 Rabbi al-Thanni 1433 H | Hits: 145 Oleh: Tim Kajian Manhaj Tarbiyah

Ilustrasi (space.com)

Langit dengan Gugusan Bintangnya, Hari yang Dijanjikan, dan Yang Menyaksikan dan Yang Disaksikan

dakwatuna.com Demi langit yang mempunyai gugusan bintang hari yang dijanjikan, serta yang menyaksikan dan yang disaksikan. (QS. al-Buruuj: 1-3) Surah ini sebelum membicarakan peristiwa ukhdud dimulai dengan sumpah ini, yakni dengan langit yang mempunyai gugusan bintang, yang mungkin ia adalah gugusan bintang yang sangat besar. Ia seakan-akan semua gugusan bintang langit yang besar, yakni bangunannya yang kokoh, sebagaimana firman Allah,

Langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya. (QS. adz-Dzaariyaat: 47)

Apakah kamu yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit? Allah telah membangunnya. (QS. an-Naaziaat: 27) Mungkin yang dimaksud adalah manzilah-manzilah tempat beralihnya bintang-bintang itu di tengah-tengah peredarannya. Manzilah-manzilah yang merupakan medannya yang tidak akan melampauinya di dalam peredarannya di langit. Isyarat ini menunjukkan betapa besarnya bendabenda itu. Inilah bayangan yang hendak disampaikan dalam nuansa itu. Dan hari yang dijanjikan , yaitu hari keputusan mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi di dunia dan perhitungan yang jernih tentang dunia dengan segala isinya. Ini adalah hari yang dijanjikan Allah akan kedatangannya, dijanjikan hisab dan pembalasan padanya, dan dikesampingkan semua orang yang membantah dan menentang. Ini adalah hari besar yang akan dilihat oleh semua makhluk dan dinantikannya, untuk mengetahui bagaimana kembalinya dan pertanggungjawaban semua urusan. Demi yang menyaksikan dan yang disaksikan. Pada hari ketika ditampakkannya semua aurat perbuatan dan digelarnya semua makhluk. Sehingga, masing-masing tersaksikan dan semuanya menyaksikan. Diketahuilah setiap sesuatu dan terungkapkan. Tidak ada seorang pun yang dapat menutup sesuatu dari hati dan mata. Bertemulah langit yang mempunyai gugusan bintang dengan hari yang dijanjikan, dan yang menyaksikan dan yang disaksikan. Semuanya bertemu di bawah bayang-bayang perhatian dan perhelatan serta perkumpulan besar dalam suasana digelarnya peristiwa ukhdud setelah itu. Paparan ini juga mengesankan keluasan lapangan yang menyeluruh yang di situlah digelar peristiwa ini, ditimbang hakikatnya, dan dijernihkan perhitungannya. Lapangan (hari yang

dijanjikan/akhirat) ini lebih lugas daripada lapangan bumi, dan lebih jauh jangkauannya dari pada kehidupan dunia dan waktunya yang terbatas.

Menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha perkasa lagi Maha Terpuji. Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi. Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. (QS. a1-Buruuj: 4-9) Isyarat kepada peristiwa ini dimulai dengan mengumumkan pelaknatan terhadap ashhabulukhdud orang-orang yang membuat parit berapi, Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit Ini adalah perkataan yang menunjukkan kemurkaan Allah terhadap perbuatan itu dan pelakunya. Kalimat ini juga menunjukkan buruknya dosa yang membangkitkan kemarahan, kemurkaan, dan ancaman Tuhan Yang Maha Penyantun untuk membinasakan para pelakunya. Kemudian, datanglah penafsiran tentang ukhdud parit ini, yaitu, Yang berapi (yang dinyalakan dengan) kayu bakar. Sedangkan, ukhdud berarti galian di dalam tanah. Para pelakunya memang telah menggalinya dan menyalakan api di dalamnya, sehingga lubang atau parit itu penuh dengan api. Oleh karena itu, api inilah yang menjadi badal (pengganti) di dalam pernyataan tentang ukhdud itu, untuk menunjukkan bergejolak dan nyala api di dalamnya. Binasa dan terlaknatlah para pembuat parit. Mereka memang layak mendapatkan kemurkaan dan kebencian seperti ini. Karena, mereka telah melakukan tindakan dosa sedemikian rupa dan tak henti-hentinya melakukan kejahatan itu, Ketika mereka duduk di sekitarnya. Sedangkan, mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Ini adalah kalimat yang melukiskan sikap dan pemandangan mereka, yakni ketika mereka menyalakan api dan melemparkan orang-orang beriman baik laki-laki maupun wanita, sedangkan mereka duduk di dekat api yang menjadi tempat penyiksaan yang sangat keji. Mereka menyaksikan perkembangan penyiksaan itu, dan apa yang dilakukan api itu terhadap jasad-jasad tersebut dengan jilatan dan nyalanya. Dengan tindakan itu, seakan-akan mereka menetapkan di dalam perasaannya pemandangan yang sangat buruk dan busuk ini! Bersambung (hdn)

Topik: Tafsir Surat Al-Buruuj Keyword: Al-Buruuj, bintang, hari, janji, langit, modul materi tarbiyah Islamiyah, saksi, surat, tafsir

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/03/19394/tafsir-surat-al-buruuj-bagian-ke-2-langitdengan-gugusan-bintangnya-hari-yang-dijanjikan-dan-yang-menyaksikan-dan-yangdisaksikan/#ixzz1pF9JOky4

Taarufan dengan Makhluk Penggoda

Ilustrasi (inet) dakwatuna.com Tahukah kamu makhluk tertua di dunia? Makhluk yang minta kepada penciptanya, agar umurnya dipanjangkan sampai kiamat nanti? Makhluk sombong yang tidak mau bersujud kepada Adam? Makhluk yang merasa dirinya lebih mulia dan hebat dibandingkan manusia? Pasti kamu dengan mantap menjawab, Iblis! Ya benar, Iblis. Sudah kenal dengan iblis? Tak kenal makanya taarufan. Bagi yang belum kenal, berikut biodata singkat darinya: Tentang Iblis Nama: Iblis Gelar: Syaitan Tanggal Lahir: Sejak tidak mau Bersujud kepada Nabi Adam Alamat: Jl. Hati orang yang lalai, Gang Memperturutkan Nafsu Syahwat Email: [email protected] Website: keneraka-yuk.com Agama: Kekufuran Pekerjaan: Menipu Total Kekayaan: Semua yang haram Hobi: Menyesatkan manusia Impian: Semua manusia masuk neraka

Pendidikan: - TK Maksiat Ceria - SD Menggoda - SMP Menyesatkan - SMA Menipu - Kuliah di UKTAN (Universitas khusus Syetan) tapi gak selesai (gak ada waktu kuliah, lebih fokus pengembangan karir menggoda manusia) Organisasi: - KPK (Komisi Pemberantas Keimanan) - DPR (Dewan penyelenggara riba) - Dll Istri: Semua yang terbuka auratnya (Dahsyat banyaknya, iblis?) Anak: Yang durhaka kepada kedua orang tuanya (Waw banyak tuh) Musuh: Orang Beriman Teman: Orang yang rakus, Sombong Yang ditakuti: Dzikir dan Baca Al Quran Makanan Favorit: Makanan haram dan syubhat Minuman Favorit: Minuman haram dan syubhat Motto Hidup: Tiada hari tanpa Menggoda manusia, Istirahat saat kaki kiri menginjak neraka, Cayoo Gimana sudah semakin kenal dengan Iblis? Pastinya dong. Penting buanget buat kita mengenal makhluk ini. Karena setiap hari dalam perjalanan kehidupan kita akan selalu berhubungan dengannya. Makanya, rugi sekali kalau loe-loe pade gak kenal dengannya. Dialah yang menentukan keuntungan dan kerugian kita dalam berbisnis/berniaga kepada Allah. Semakin termakan kita dengan bujuk rayunya, semakin bangkrut bisnis kita. Semakin tertahan perjalanan kita menuju keuntungan (surga). Ketahuilah, Iblis adalah makhluk Allah yang paling banyak tertawa setiap harinya. Setiap melihat ada yang gak mengerjakan shalat dia tertawa. Setiap ada yang gak baca Quran dia ceria. Setiap ada yang berzina dia ngakak. Setiap ada yang menyembah selain Allah SWT dia terbahak-bahak. Alhasil, setiap kegiatan manusia yang melepaskan peluang beramal akan selalu ditertawakan oleh makhluk ini. Sahabat, semoga kehadiran Iblis di tengah-tengah kita dapat menjadi Alarm Dahsyat yang senantiasa mengingatkan kita tentang meruginya kehidupan, tatkala kita mengikuti kemauannya. Dengarkanlah bisikan hatimu, jangan pernah tergoda dengan bujuk rayunya. Jangan pernah menoleransi kemalasanmu dalam beramal. Tambah ilmu untuk memfilter ajakannya. Bertemanlah dengan orang-orang yang dapat mengingatkanmu akan dahsyatnya godaan Iblis. Mari siapkan bekal sebanyak-banyaknya menuju dermaga Surga yang kita cita-citakan. Tiada hari tanpa beramal, istirahat kita saat kaki kanan menginjak surgasuper cayooo.

Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah Adn. Itulah keberuntungan yang besar. (QS. Ash Shaff: 10-12)

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/03/19152/taarufan-dengan-makhlukpenggoda/#ixzz1pFDLs4Rk Tidak Selalu Pintar, Tidak Selalu Benar Cerpen 16/3/2012 | 23 Rabbi al-Thanni 1433 H | Hits: 13 Oleh: Abi Sabila

Ilustrasi (shintarizal.blog.com) dakwatuna.com - Belajar kelompok atau belajar bersama, hampir semua kita pernah melakukannya. Baik saat masih duduk di bangku SD, SMP, SLTA maupun ketika sudah berstatus mahasiswa. Begitu pun yang kini sering dilakukan putriku, Sabila. Bersama beberapa teman sekelasnya, ia belajar kelompok secara bergiliran. Menjelang ujian akhir nasional yang tinggal beberapa bulan, banyak tugas dan latihan yang harus mereka kerjakan. Ini yang mengawali obrolanku dengan Fulan, beberapa hari lalu, usai makan siang. Obrolan singkat yang menggugah kesadaran dan memberiku pelajaran. Belajar bersama memang banyak manfaat positifnya walau terkadang jadi ajang keributan. Komentar Fulan.

Keributan? tanyaku, heran. Ya, keributan. Seperti yang terjadi di rumah kemarin malam. Seperti biasa, anakku yang nomor dua belajar bersama tiga orang temannya. Malam itu giliran di rumahku. Tiga puluh menit pertama mereka masih serius mengerjakan PR matematika. Tapi keributan mulai muncul ketika salah satu dari mereka mendapati cara pengerjaan temannya yang berbeda, walaupun hasil akhirnya sama. Tak terima dikatakan caranya salah, teman yang diprotes balas memprotes, ngotot bahwa cara yang ia pakai sudah benar. Mereka berdua saling ngotot. Masing-masing kekeuh bahwa cara yang ia pakai adalah satu-satunya cara yang benar. Terus siapa yang mendamaikan? Kamu? tanyaku penasaran. Bukan! Aku hanya mengamati mereka dari teras. Terus terang aku juga penasaran, ingin tahu bagaimana mereka mengatasi masalah ini. Jawab Fulan, cengengesan. Melihat kedua temannya terus saja ribut, saling menyalahkan, anakku berinisiatif memanggil Faiz, putra sulungku. Selama ini ia memang bisa diandalkan untuk mengatasi hal-hal semacam ini. Diamdiam aku ikut menyimak bagaimana Faiz menjelaskan pada mereka bahwa soal matematika yang mereka ributkan sebenarnya bisa dikerjakan dengan beberapa cara, dan cara yang mereka pakai dua-duanya benar. Tinggal pilih mana yang lebih mudah. Mereka bisa mengerti? Alhamdulillah! Lima belas menit setelah itu tak terdengar mereka ribut-ribut lagi. Bahkan sesekali dua anak yang tadi berseteru tertawa cekikikan, saling menggoda, jahil. Dan usai mengerjakan PR mereka sempat main game bersama, seakan tak pernah ada keributan sebelumnya. Ah, dasar anak-anak! Hal yang kecil mereka besar-besarkan! Tak tahu kalau duaduanya benar, hanya karena tak sama, lantas diributkan! Fulan terkekeh, mengenang kerusuhan kecil di rumahnya malam itu. Bukan hanya anak-anak, tapi kita juga! sergahku. Kita? Fulan menatapku. Hei, kita baru saja kenal beberapa tahun yang lalu, bagaimana mungkin kita pernah belajar bersama, meributkan soal matematika, hal-hal sepele seperti temanteman anakku? begitu kira-kira arti tatapan matanya. Ya, kita! jawabku santai. Kita yang sudah berpuluh tahun meninggalkan masa anak-anak, tapi kelakuannya seringkali masih kanak-kanak. Merasa paling pintar, paling benar. Mmiya juga ya! Tapi bukan kita berdua yang kamu maksud, kan? Kadang-kadang! Fulan tertawa, manggut-manggut. Yang kamu bilang ada benarnya juga. Sering kita lihat orang berdebat, baik yang mengatasnamakan pribadi atau mewakili kelompok. Awalnya memang terlihat sopan, santun,

saling memberikan masukan dan pandangan yang sifatnya membangun. Tapi ketika titik perbedaan mulai terlihat, kalimat berikutnya mulai menghujat. Saling tuding, saling serang. Mengeluarkan pernyataan seolah-olah yang berseberangan pandangan dengannya adalah salah dan rendah, dan pemahamannyalah yang paling benar. Bahkan saling adu otot, adu jotos. Astaghfirullah! Ini bukan hanya terjadi di media massa, tapi juga di sekitar kita. Dan pelakunya bukan lagi anak-anak, tapi mereka yang sudah berkeluarga, sudah beranak pinak. Padahal yang sama itu belum tentu benar, dan yang berbeda belum tentu salah atau lebih rendah. Panjang lebar Fulan berkomentar. Aku bergeming ketika Fulan jahil melambai-lambaikan tangan di depan mukaku. Aku tidak sedang melamun, justru aku sedang merenungkan kata-katanya. Ada benarnya juga, bahwa usia bukan jaminan seseorang bisa bersikap dan bertindak secara dewasa. Juga yang tinggi sekolahnya belum jaminan selalu bijak dalam bersikap maupun bertindak. Seringkali justru nafsunya yang berbicara, merasa paling pintar, otomatis pendapatnyalah yang paling benar. Padahal tidak tertutup kemungkinan orang lain yang berbeda dengannya juga benar, atau bahkan sesungguhnya ia tidak lebih pintar dari mereka. Kita masuk yuk, sebentar lagi waktu istirahat habis. Kamu nda mau kan si boss nyuruh OB mengantarkan laporanmu ke sini? ajak si Fulan. Mungkin ia kesal karena dua menit terakhir aku hanya diam, sibuk menyimpulkan apa yang baru saja kami bicarakan. Ternyata benar, usia bukan jaminan seseorang menjadi dewasa, baik dalam berbicara, bersikap maupun bertindak. Dan jika anak-anak begitu mudah melupakan pertengkaran sebelumnya, orang tua justru sering sebaliknya. Perbedaan pendapat, pandangan dan pemahaman adalah sebuah keniscayaan dan seharusnya kita menghargainya karena kita tidak selalu pintar, dan juga tidak selalu benar. Dalam beberapa hal kita pintar, tapi tidak di segala hal. Dalam beberapa hal kita benar, tapi tidak di setiap hal.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/03/18827/tidak-selalu-pintar-tidak-selalubenar/#ixzz1pFQ7T8hq

Sebagian Karakteristik Wanita dalam Al Quran (1) By Administrator 15 March 2012 No comments Akhwat Muslimah, Muslimah Tagged: Abdul Halim Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita

inShare Pendahuluan Kita tidak perlu panjang-lebar membahas karakteristik wanita sebelum Islam, kedudukannya yang dipandang lebih rendah, serta desakan dan himpitan yang dialaminya, baik di tengah bangsa Arab ataupun di tengah bangsa-bangsa dunia lainnya. Sebab, sudah banyak sekali tulisan yang mengupas masalah itu, seperti buku Qishatul Hadharah (Sejarah Peradaban Manusia) karangan Durant. Dalam buku saya ini juga akan kita temukan beberapa gambaran sepintas mengenai kedudukan wanita di kalangan masyarakat Arab sebelum kedatangan Islam. Yang penting bagi kita dalam buku ini adalah tentang apa yang telah ditetapkan Islam sebagai karakteristik wanita, mulai dari kedudukannya yang terhormat, tanggung jawab besar yang dipikulnya baik di dalam maupun di luar rumah, sampai pada peluang-peluang yang diberikan agama kepada wanita agar mampu berpartisipasi secara sungguh-sungguh dan bermanfaat di dalam masyarakat. Namun demikian, seiring dengan pergantian zaman dan perputaran waktu, kedudukan wanita mengalami sedikit pergeseran, hingga sampai ke tingkat yang paling rendah seperti yang terjadi pada permulaan abad keempat belas Hijriah. Kemudian dengan bermulanya era penjajahan modern, terjadi pula benturan keras antara peradaban Barat dan masyarakat Islam yang menimbulkan berbagai dampak sampingan, antara lain ditandai dengan munculnya dua aliran yang kontradiktif. Pertama, aliran yang terpengaruh dan silau ketika melihat peradaban Barat sehingga menerima saja bulat-bulat manis pahit dan baik buruknya peradaban tersebut. Kedua, aliran yang menutup mata secara total untuk kemudian hanya mau mengikuti warisan yang ditinggal para leluhur mereka tanpa melihat manfaat dan ketidakmanfaatannya. Setelah pengaruh benturan tersebut berakhir, setiap arus kembali mengevaluasi dan meninjau kembali beberapa sikapnya terhadap karakteristik wanita, meskipun dalam kadar yang berbeda. Akibatnya, dalam masyarakat Islam tampil beberapa model yang sebagiannya memiliki kadar keistiqamahan tertentu terhadap syariat Allah, dan sebagiannya lagi, sedikit atau banyak, telah menyimpang dari syariat Allah. Bersamaan dengan berlanjutnya upaya para ulama yang ikhlas, kita berharap supaya sikap istiqamah semakin bertambah sehingga karakteristik wanita sampai pada posisi yang telah ditetapkan oleh Islam dan masyarakat Islam kembali hidup makmur serta sejahtera menuju kebangkitan yang didambakan.

Pada dasarnya, baik itu di dalam Al Quran ataupun Sunnah, masalah khithab (ajakan atau seruan) dialamatkan kepada laki-laki dan wanita secara sama, mulai dari penetapan martabat manusia sampai pada tanggung jawabnya dalam bidang pidana. Dengan catatan, adanya beberapa perbedaan yang sifatnya terbatas, namun telah ditetapkan dengan terang dan jelas oleh Allah. Pokok dari semuanya adalah persamaan, adapun perbedaan terletak pada pengecualian dari yang pokok. Setiap upaya yang mengarah pada penghapusan yang pokok merupakan kekeliruan besar yang berlawanan dengan syariat. Mengenai ketetapan persamaan antara lakilaki dan wanita, Imam Ibnu Rusyd berkata sebagai berikut: Yang asal adalah bahwa hukum keduanya (laki-laki dan wanita) itu sama, kecuali ada ketetapan tentang perbedaan yang sesuai dengan syariat.[1]Kadang-kadang dalam satu ajakan atau seruan laki-laki dan wanita disebutkan bersamaan. Hal itu merupakan karunia Allah sebagai penegasan tentang persamaan laki-laki dengan wanita. Laki-laki dan Wanita dari Asal yang Sama Allah subhanahu wa taala berfirman: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya, dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (An Nisa: 1) Tanggung Jawab Kemanusiaan Seorang Wanita Allah Subhanahu wa taala berfirman: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. Ya Tuhan kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolong pun. Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar seruan yang menyeru kepada iman, (yaitu): Berimanlah kamu kepada Tuhanmu, maka kami pun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orangorang yang berbakti. Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau, dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji. Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): Sesungguhnya aku tidak mensia-siakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah keturunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Kuhapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya sebagai pahala dari sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik. (Ali Imran: 190-195)

Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikit pun. (An Nisa: 124) Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (An Nahl: 97) Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalas melainkan sebanding dengan kejahatan itu, dan barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa hisab. (Al Mumin: 40) Pembebasan Wanita dari Kezaliman Jahiliah Kezaliman-kezaliman ala jahiliah yang kerap menimpa wanita, diantaranya, adalah orang tua merasa susah dan senantiasa murung jika yang dilahirkan adalah bayi perempuan, pemeliharaan wanita sebagai makhluk yang hina, atau penguburan hidup-hidup bayi wanita karena merasa malu dan takut miskin. Dalam hal ini, Allah Subhanahu Wa Taala berfirman: Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu. (An Nahl: 5859) Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. (Al Isra: 31) Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya karena dosa apakah dia dibunuh. (At Takwir: 8-9) Pembebasan Wanita dari Pengharaman Hal yang Baik Allah subhanahu wa taala berfirman: Dan mereka mengatakan: Apa yang dalam perut binatang ternak ini adalah khusus untuk laki-laki kami dan diharamkan atas wanita kami, dan jika yang dalam perut itu dilahirkan mati, maka laki-laki dan wanita sama-sama boleh memakannya. Kelak Allah akan membalas mereka terhadap ketetapan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. (Al Anaam: 139)

Wanita Dijadikan Harta Waris dan Benda, Serta Penyempitan Kebebasan dalam Perkawinan Allah subhanahu wa taala berfirman: Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (An Nisa: 19) Buruknya Hubungan Kekeluargaan Akibat Perkawinan Allah subhanahu wa taala berfirman: Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk (jalan yang ditempuh). Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudarasaudaramu yang lelaki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibuibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anakanak istrimu yang dalam pemeliharaan kamu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan) maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An Nisa: 22-23) Dalam Sunnah Nabi shalallahu alaihi wa sallam disebutkan: Tidak boleh dihimpunkan (dalam perkawinan) antara seorang perempuan dengan saudara perempuan bapaknya, juga tidak boleh antara seorang perempuan dengan saudara perempuan ibunya. (HR Bukhari dan Muslim)[2] Penegasan Tentang Karakteristik Wanita Allah subhanahu wa taala menyebutkan wanita disamping keberadaan laki-laki, sebagaimana firmAn Nya ini: Demi malam apabila menutupi (cahaya siang) dan siang apabila terang benderang, dan penciptaan laki-laki dan perempuan, sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. (Al Lail: 1-4) Maka Kami berkata: HaiAdam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang, dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya. Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya,

dengan berkata. Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa? Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu tampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia. Kemudian Tuhannya memilihnya maka Dia menerima tobatnya dan memberinya petunjuk. Allah berfirman: Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. (Thaha: 117-123) Merupakan karunia Allah bahwa banyak ayat Al Quran yang membebaskan Hawwa dan tuduhan telah mendorong pelanggaran atas diri Adam sebagaimana dugaan kebanyakan orang. Allah subhanahu wa taala berfirman: Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bagian daripada apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (An Nisa: 32) Hai orang-orangyang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolokolokkan), dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik daripada wanita (yang mengolokolokkan) dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman, dan barangsiapa yang tidak bertobat. maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (Al Hujurat: 11) Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula, bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakaiAllah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (Al Ahzab: 36) Merekalah orang-orang yang kafir yang menghalangi kamu dari masuk Masjidil Haram dan menghalangi hewan kurban sampai ke tempat (penyembelihan)-nya. Dan kalau tidaklah karena laki-laki yang mukmin dan perempuan-perempuan yang mukmin yang tiada kamu ketahui, bahwa kamu akan membunuh mereka yang menyebabkan kamu ditimpa kesusahan tanpa pengetahuan (tentulah Allah tidak akan menahan tanganmu dari membinasakan mereka). Supaya Allah memasukkan siapa yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya. Sekiranya mereka tidak bercampur baur, tentulah Kami akan mengazab orang-orang kafir di antara mereka dengan azab yang pedih. (Al Fath: 25) Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu, bahkan ia adalah baik bagimu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar. Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang

mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: Ini adalah suatu berita bohong yang nyata. (An Nur: 11-12) Ya Tuhanku, ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan. (Nuh: 28) Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (yang Haq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan, dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu. (Muhammad: 19) Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya; laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang puasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (Al Ahzab: 35) Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik niscaya akan dilipatgandakan (pembayarannya) kepada mereka, dan bagi mereka pahala yang banyak. (Al Hadid: 18) Allah menjanjikan kepada orang-orang yang mukmin lelaki dan perempuan (akan mendapat) surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamaya dan (mendapat) tempat-tempatyang bagus di surga Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar: itu adalah keberuntungan yang besar. (at-Taubah: 72) Supaya Dia memasukkan orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dan supaya Dia menutupi kesalahan-kesalahan mereka. Dan yang demikian itu adalah keberuntungan yang besar di sisi Allah. (Al Fath: 5) (Yaitu) pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, (dikatakan kepada mereka): Pada hari ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai yang kamu kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang banyak. (Al Hadid: 12) Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang maruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik. Allah mengancam orangorang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka; dan Allah melaknati mereka; dan bagi mereka azab yang kekal. (at-Taubah: 67-68)

Dan supaya Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah. Mereka akan mendapat giliran (kebinasaan) yang amat buruk dan Allah memurkai dan mengutuk mereka serta menyediakan bagi mereka neraka Jahanam. Dan (neraka Jahanam) itulah sajahatjahat tempat kembali. (Al Fath: 6) Sehingga Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrikin laki-laki dan perempuan, dan sehingga Allah menerima tobat orang-orang yang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al Ahzab: 73) Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada orang-orang yang beriman. Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebagian dari cahayamu. Dikatakan (kepada mereka): Kembalilah kamu ke belakang dan carilah sendiri cahaya (untukmu). Lalu diadakan di antara mereka dinding yang mempunyai pintu. Di sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya dari situ ada siksa. (Al Hadid: 13) Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang dia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar, yang di lehernya ada tali dari sabut. (Al Lahab: 1-5) Kemandirian dan Kemerdekaan Wanita untuk Memilih Antara Iman dan Kufur Allah subhanahu wa taala berfirman: Allah membuat istri Nuh dan istri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka). Dan Allah membuat istri Firaun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim. Dan Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami; dan dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan Kitab-KitabNya; dan adalah dia termasuk orang-orang yang taat. (At Tahrim: 10-12)

[1] Bidayah Al Mujtahid, jilid 1, hlm. 172. [2] Bukhari, Kitab: Nikah, Bab: Pengharaman menghimpunkan antara seorang perempuan dengan saudara perempuan bapaknya atau saudara perempuan ibunya dalam perkawinan, jilid 4, hlm. 135.

Mempersiapkan Rumah Tangga Islami (1) By Administrator 9 March 2012 No comments Keluarga, Muslimah Tagged: Cahyadi Takariawan, Pernak-pernik Rumah Tangga Islami

inShare Rumah tangga Islami dibentuk melalui peristiwa pernikahan laki-laki muslim dengan wanita muslimah. Oleh karena itu, untuk memepersiapkan terbentuknya rumah tangga islami tersebut, tidak bisa tidak harus dimulai dengan berbagai macam persiapan menjelang pernikahan. Persiapan amat penting dalam segala kegiatan, apapun kegiatan itu, termasuk di dalamnya berkeluarga. Agar bisa mencapai kriteria rumah tangga islami, beberapa persiapan berikut perlu dilakukan oleh calon suami maupun calon istri. 1. Persiapan Ruhiyah, Ilmiah, dan Jasadiyah Persiapan secara mental (Ruhiyah), dimaksudkan sebagai usaha untuk memantapkan langkahmenuju kehidupan rumah tangga, agar tidak gamang menghadapi berbagai macam kondisi yang akan dilalui setelah menikah, Mereka yang akan memasuki gerbang pernikahan, harus siap dengan banyaknya beban, siap menghadapi cobaan kehidupan dansiap menyelesaikan masalah.Pada beberapa orang, pernikahan hanya dipersepsikan dari sisi-kesenangankesenanganyang akan diperoleh, tanpa mempertimbangkan berbagai masalah yang pasti akan muncul dalam kehidupan rumah tangga. Apabola memasuki kehidupan keluarga dengan cara pandang tersebut, maka dikhawatirkan tidak terjadi kesiapan menatal yang memadai untuk menghadapi berbagai gelombang masalah kehidupan. Persiapan Ilmiyah, dimaksudkan untuk mengetahui berbagai seluk-beluk hukum, etika dan berbagai aturan berumah tangga. Dalam masyarakat kita, ternyata banyak terjadi pasangan suami istri yang memasuki kehidupan berumah tangga tanpa berbekal pengetahuan memadai tentang hukum-hukum kerumah tangga-an. Sebagai contoh, masih banyak yang belum mengetahui

tatacara mandi janabat, tidak mengetahui etika berhubungan suami istri dan tata cara membersihkan najis dan sebagainya. Yang lebih prinsip dari itu, persiapan ilmiyah dimaksudkan sebagai langkah penting untuk mendapatkan tashawur (gambaran ), yang jelas dan benar menegani pernik-pernik rumah tangga islami. Dengan pemahaman yang baik, segala sisi yang akan menjaga danmenguatkan karakter keislaman rumah tangga lebih bisa didapatkan. Persiapan Jasadiyah, dimaksudkan agar memiliki kesehatan yang memadai sehingga mampu melaksanakan fungsi diri sebagai suami atau istri secara optimal. Penjagaankesehatan memang amat penting bagi kaum muslimin, karena harga kesehatan amatlahmahal dan tidak akan dapat dinilai dengan materi. Kesehatan reproduksi merupakan salahsatu sisi yang senantiasa harus mendapatkan porsi perhatian bagi suami maupun istri,selain tentu saja kesehatan dalam arti umum dan luas. Olahraga, konsumsi halal dan thayib, istirahat teratur, pola makan teratur dan penjagaankebersihan badan merupakan upaya menuju kebaikan dan kebugaran fisik. Banyaknya penyakit fisik -apabila ada dalam kehidupan rumah tangga- otomatis akan menggangguketenangan dan kebahagiaan hidup. 2. Memilih Istri atau Suami Sesuai Kriteria Agama Islam mengajarkan kepada kaum laki-laki, agar dalam memilih istri mempertimbangkan empat fakltor: kekayaan, kecantikan, keturunan, dan agama. Hanya saja faktor agama wajib menjadi landasan pemilihan, sebelum mempertimbangkan tiga faktor lainnya. Ketika agama telah menjadi ukuran, maka kecantikan , kekayaan, dan keturunan adalah factor tambah yang akan turut andil dalam memunculkan dan mengekalkan kecintaan suami-istri dalam rumah tangga. Islam amat memperhatikan sisi-sisi fitrah kemanusiaan umatnya. Ungkapan Nabi Shalallahu alaihi wa sallam mengenai alas an dinikahiya wanita, Wanita dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannnya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka beruntunglah yang memilih wanita karena agamanya. (HR. Bukhari dan Muslim) Ungkapan beliau Lijamaliha, limaliha, atau lihasabiha merupakan buktui perhatian tersebut.Kecantikan, kekayaan, dan keturunan merupakan daya pikat yang menjadikan kaum laki-laki tertarik pada wanita. Bukan termasuk haram apabila laki-laki muslim memilih wanita muslimah yang cantik. Seandainya memilih wanita cantik itu dilarang tentu telah ada dalil pelarangannya, dan tak akan ada tiga alasan lain dinikahinya wanita di luar alasan agama. Hanya saja, kecantikan fisik itu tidak ada standarnya. Adalah amat abstrak dan relatif penggambaran tentang kata cantik. Di setiap Negara atau etnis, penggambaran tentang cantik akan senantiasa berbeda. Bahkan, setiap laki-laki memiliki persepsi yang berbeda tentang kecantikan. Oleh karena itulah, tidak tepat menjadikan kecantikan sebagai satu-satunya tolak ukur memilih istri.

Sebagaimana memilih istri, maka bagi wanita pertimbangan memilih atau menerima pinangan calon suami landasan utamanya juga harus factor agama.Laki-laki yang bertaqwa lebih layak untuk menjadi pendamping wanita bertaqwa. Adapun ketampanan, kekayaan, dan keturunan akan menjadi faktor tambah yang akan dapat memperkuat kecintaan. Wanita memililki kebebasan untuk memilih calon suami, dan tidak diperbolehkannya adanya paksaan dalam masalah pernikahan. Abu hurairah menceritakan bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam telah bersabda, Tidak boleh dinikahkan seorang janda hingga dia diajak musyawarah, dan tidak boleh dinikahkan seorang gadis hingga ia diminta izinnya.Para sahabat bertanya, Wahai Rasulullah, bagaimana izinnya?Jawab beliau, Yaitu jika ia diam saja. (HR. Bukhari dan Muslim) Aisyah berkata, Wahai Rasulullah, sesungguhnya wanita itu pemalu.Beliau menjawab, Kerelaannya ialah kalau ia diam saja. (HR. Bukhari) Ibnu Abbas juga pernah menceritakan bahwa seorang wanita perawan datang kepada Nabi shalallahu alaihi wa sallam, lalu memberitahukan bahwa ayahnya telah mengawinkannya padahal ia tidak suka, maka Nabi shalallahu alaihi wa sallam memberikan hk kepadanya untuk memilih. (HR. Abu Daud) Ibnu Abbas bercerita bahwa seorang laki-laki datang kepada Nabi shalallahu alaihi wa sallam, lalu berkata, Kami memelihara seorang anak perempuan yatim, lalu ia dilamar oleh seorang laki-laki miski dan seorang laki-laki kaya. Ternyata anak itu suka pada yang miskinm padahal kami suka yang kaya. Maka Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda, Tidak terlihat diantara dua orang yang saling mencintai seperti perkawinan. (HR. Ibnu Majah) Hadits ini menunjukkan dua hal. Pertama kecenderungan hati dua orang laki-laki tersebut kepada seorang wanita sehingga mereka datang untuk meminangnya. Kedua, gadis tersebut lebih memiliki kecenderungan mencintai laki-laki yang miskin, sebagai hak dia untuk menentukan pilihan atas dua lamaran yang datang. Kecenderungan hati dan perasaan cinta yang ada pada mereka bukanlah yang tertolak syariat, karena mereka melaksanakan tata cara yang islami dalam menempuhnya. Wanita juga diperbolehkan untuk menawarkan dirinya kepada laki-laki sholih untuk dinikahi, sebagaimanaseorang wanita yang datang pada Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam dan berkata, Wahai Rasululllah, apakah engkau berhasrat kepadaku? Dalam riwayat yang lain, wanita itu berkata, Wahai Rasulullah, aku datang untuk memberikan diriku kepadamu. (HR. Bukhari) Mengenai wanita yang menawarkan diri tersebut, Al-Hafizh Ibnu Hajar berkta, Wanita yang menginginkan kawin dengan laki-laki yang lebih tinggi kedudukan dari dirinya tidak tercela sama sekali.Lebih-lebih jika terdapattujuan yang benar dan niat yang baik, mungkin karena kelebihan agama laki-laki yang dipinangnya atau karena ia cinta kepadanya yang kalau didiamkan dikhawatirkan akan terjatuh ke dalam hal-hal yang terlarang.

Adalah hal yang wajar bahwa seorang wanita muslimah memilih calon suami yang tampan, kaya, dan dari keturunan yang baik, sebab memang tidak ada larangannya dalam Islam. Hanya saja akan menjadi salah, apabila kekayaan atau ketampanan menjadi tolak ukur utama untuk menentukanm calon suami. Sebagaimana kecantikan, maka ketampanan tidak ada tolak ukurnya, dan bersifat amat relatif.Kekayaan juga amat relatif. Akhlak calon suami lebih layak untuk menjadi pertimbangan utama. Jika ketaqwaan telah dijadikan standar pertama, maka hal-hal lain di luar itu adalah tambahan yang diharapkan bisa menambah kebaikan keluarga yang nantinya akan terbentuk. 3. Memahami Hakikat Pernikahan dalam Islam Abu Bakar Jabir Al Jazairy dalam kitab Minhajul Muslimin menyebutkan bahwa pernikahan adalah aqad yang menghalalkan kedua belah pihak laki-laki dan perempuan untuk bersenangsenang satu dengan lainnya. Dengan demikian, pernikahan bisa dipahami sebagai: aqad untuk beribadah kepada Allah, aqad untuk menegakkan syariat Allah, aqad untuk membangun rumah tangga sakinah mawaddah warahmah. Pernikahan juga aqad untuk meninggalkan kemaksiatan, aqad untuk saling mencintai karena Allah, aqad untuk saling menghormati dan menghargai, aqad untuk saling menerima apa adanya, aqad untuk saling menguatkan keimanan, akad untuk saling membantu dan meringankan beban, aqad untuk saling menasehati, aqad untuk setia kepada pasangannya dalam suka dan duka, dalam kefakiran dan kekayaan, dalam sakit dan sehat. Pernikahan berarti aqad meniti hari-hari dalam kebersamaan, aqad untuk saling melindungi, aqad untuk saling memberikan rasa aman, aqad untuk saling mempercayai, aqad untuk saling menutup aib, aqad untuk saling mencurahkan perasaan, aqad untuk saling berlomba menunaikan kewajiban, aqad untuk saling memaafkan kesalahan, aqad untuk tidak menyimpan dendam dan kemarahan, aqad untuk tidak mengungkit-ungkit kelemahan, kekurangan, dan kesalahan. Pernikahan adalah aqad untuk tidak melakukan pelanggaran, aqad untuk tidak saling menyakiti hati dan perasaan, aqad untuk tidak saling menyakiti badan, aqad untuk lembut dalam perkataan, aqad untuk santum dalam pergaulan, aqad untuk indah dalam penampilan, aqad untuk mesra dalam mengungkapkan keinginan, untuk saling mengembangkan potensi diri, aqad untuk saling keterbukaan yang melegakan, aqad untuk saling menumpahkan kasih sayang, aqad untuk saling merindukan, aqad untuk tidak adanya pemaksaan kehendak, aqad untuk tidak saling membiarkan, aqad untuk tidak saling meninggalkan. Pernikahan juga bermakna aqad untuk menebarkan kebajikan, aqad untuk mencetak generasi berkualitas, aqad untuk siap menjadi bapak dan ibu bagi anak-anak, aqad untuk membangun peradaban, aqad untuk segala yang bernama kebaikan. 4. Persiapan Material Tidak bisa dipungkiri bahwa persiapan meniti rumah tangga islami adalah berbentuk materi, dalam upaya menggapai kebaikan keluarga salah satu factor bantu yang tidak bisa ditinggalkan

adalah materi. Contoh yang paling mudah adalah jika kita hendak menunaikan shalat, maka harus menutup aurat. Cara menutup aurat tentu dengan berpakaian, sedangkan cara mendapatkan pakaian tentu saja dengan membeli. Dengan demikian untuk bisa menunaikan shalat memerlukan harta. Shalat kita juga tidak khusyu apabila dalam keadaan perut yang amat lapar karena beberapa hari tidak makan. Untuk mengenyangkan perut perlu makanan, dan untuk mendapatkan makanan perlu usaha, yang ujung-ujungnya juga memerlukan sejumlah harta untuk mendapatkannya. Islam telah meletakkan berbagai kewajiban material kepada laki-laki. Untuk itulah kaum lakilaki harus emiliki kesiapan menanggung beban materi dalam kehidupan rumah tangga nantinya. Persiapan materi tidaklah harus dipersepsi menumpuknya sejumlah kekayaan dalam bilangan yang amat banyak. Bukan berarti harus sudah memilikiberbagai macam kelengkapan hidup, seperti rumah sendiri, sepeda motor atau mobil, dan lain sebagainya. Lebih penting dariitu semuanya adalah kesiapan kaum laki-laki untuk menanggung segala beban ekonomi keluarga. Tolak ukur yang amat materialistis telah membuat sejumlah laki-laki muslim takut menikah lantaran merasa belum memiliki harta yang memadai. Mereka berpikir terlampau jauh, sehingga terbayanglah berbagai beban ekonomi yang nantinya ditanggung tatkala telah berumah tangga. Mereka menunda-nunda pernikahan dengan alas an belum mampu secara ekonomi. Pada sisi yang lain juga ditemukan sejumlah laki-laki muslim yang asal dapat menikah, tanpa sedikit pun mempertimbangkan factor ekonomi. Dampak yang muncul adalah tidak adanya kesiapan untuk menhadapi beban ekonomi setelah berumah tangga. Akhirnya mereka tetap menggantungkan hidupnya kepada orang lain (orang tua), tanpa ada kesanggupan untuk menyelesaikan sendiri beban-beban ekonomi rumah tangga. Jalan tengah yang bijak adalah kaum laki-laki menanyakan kepada diri sendiri, Sudah sanggupkah untuk bekerja dan terus berusaha mendapatkan rezeki Allah yang halal dan thayib? Selama mereka memiliki kesanggupan bekerja dan berusaha,maka tajk perlu khawatir akan rezeki Allah. Namun jika mereka termasuk pemalas, tak memiliki etos kerja, suka menggantungkan diri pada orang lain, berarti memang belum memilki kesanggupan dan kesiapan dari segi materi. Demikian juga wanita muslimah harus menanyakan kepada diri sendiri, Sudah sanggupkah untuk mengelolaharta yang diberikan oleh suami, sebesar atau sekecil apa pun harta itu? Jika memang telah ada kesanggupan, maka dianggap telah cukup persiapan secara material. Namun apabila mereka tidak sanggup menerima pemberian yang sedikit atau bahkan jauhdari cukupdari suami, maunya hanya menerima uang dalam jumlah yang banyak bahkan berlebih, berarti memang belum memiliki kesiapan mengelola dari segi materi.

Al Hijab By Administrator 27 February 2012 No comments Akhwat Muslimah, Artikel Lepas, Muslimah, Tadzkirah Tagged: Abdullah 'Azzam

inShare Alhamdulillah, Shalawat dan Salam atas Rasulullah Shallallaahu `Alaihi Wasallam, amma badu. Risalah ringkas ini ditujukan kepada Ukhti Muslimah, berkenaan dengan masalah Hijab dan masalah membiarkan wajah tanpa hijab. Tidak tersembunyi bagi siapapun bahwa di banyak negara yang berpenduduk mayoritas Muslim, masih banyak kalangan wanita yang ber-tabarruj (berhias di luar kemestian), dan tiadanya komitmen mereka terhadap hijab. Tidak diragukan lagi bahwa ini merupakan satu kemunkaran yang besar, yang merupakan sumber datangnya malapetaka dan bencana. Dalam risalah ringkas ini, terdapat penjelasan mengenai wajibnya hijab, keutamaan dan syaratsyaratnya. Di dalamnya pula terhadap peringatan bagi orang-orang yang bertabarruj dan hukumannya, kita memohon kesejahteraan kepada Allah, mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi saudari-saudari kita kaum Muslimah, sesungguhnya Dia Maha berkuasa dan Maha menentukan. *** Hijab adalah ibadah, bukan adat, wahai ukhti muslimah. Sesungguhnya para penyeru kepada kesesatan dan berbuat kerusakan senantiasa berusaha secara terus terusan untuk mengoyak kewajiban hijab dan menyangka bahwa hijab ialah penyebab keterbelakangan wanita, hijab pula membatasi dan memperkosa kebebasan wanita. Lalu para penyeru itu memotivasi kaum Muslimah untuk menanggalkan hijab mereka, untuk kemudian bertabarruj dan memamerkan

wajah, mereka berusaha untuk meniadakan syariat hijab, mereka menyebut usaha ini sebagai pembebasan dan kemajuan bagi wanita. Mereka pada hakikatnya tidak menghendaki kebaikan terhadap diri wanita Muslimah sebagaimana yang mereka nyatakan. Dengan klaim seperti itu, sebenarnya mereka tidak menghendaki selain kehancuran harga diri dan kehidupan wanita. Maka berwaspadalah wahai saudari Muslimah. Jadilah kalian sebagai orang-orang yang mulia dengan din (agama) kalian, dengan tetap teguh mengenakan hijab-hijab kalian. Kuatkanlah keyakinan kalian bahwa Hijab adalah merupakan syariat Islam. Dan diatas itu semua, bahwa mengenakan hijab adalah merupakan Ibadah kepada Allah, dalam mentaati Allah dan Rasul-Nya Shallallaahu Alaihi WaSallam. Hijab bukanlah merupakan adat kebiasaan, ketika suka dikenakan, ketika tidak suka ditanggalkan. Hijab adalah harga diri dan kemuliaan. Ukhti Muslimah, sesungguhnya Allah Taala, ketika memerintah kalian mengenakan hijab, tidak lain sesungguhnya Allah berkehendak untuk menjaga kesucian kalian. Menjaga tubuh kalian dan seluruh anggota badan kalian, agar tidak ada orang yang menyakiti kalian dengan perbuatan yang tak senonoh dan ucapan-ucapan murahan. Dengan hijab pula Allah hendak meninggikan kalian. Maka hijab adalah kehormatan dan kemuliaan bagi kalian, bukan merupakan pengungkungan terhadap kalian. Ini merupakan sesuatu yang indah dan kesempurnaan bagi kalian. Dan ianya merupakan bukti yang nyata akan iman kalian, sekaligus menjadi ukuran sejauh mana adab dan akhlak kalian. Dan ini pula merupakan pembeda antara kalian dengan orang-orang yang telah hilang harga diri dan kehormatannya. Maka janganlah sekali-kali kalian menyepelekan masalah ini apalagi mengingkari kewajiban berhijab. Karena sesungguhnya -demi Allah- tidaklah seorang wanita menganggap sepele masalah hijab atau mengingkarinya, kecuali pastilah ia terancam oleh kemurkaan Allah dan siksa-Nya. Dan tidaklah seorang muslimah menjaga hijabnya kecuali bertambahlah keridhaan dan kedekatan Allah kepadanya, bertambah pulalah kehormatannya. Syarat-syarat Hijab Syari Sesungguhnya hijab syari bagi wanita Muslimah: wajib tebal dan tidak nipis, tidak boleh hijab itu bercorak warna-warni yang mencolok mata. Hijab tidak boleh pula sempit (ketat). Tidak boleh pula berhijab disertai parfum dan menawan, karena Nabi Shalallahu alaihi wa sallam mengharamkan wanita yang mengenakan parfum dan keluar menuju satu tempat yang didalamnya terdapat ajnabi (lelaki yang bukan mahram). Baginda Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda: Siapa dari kalangan wanita yang mengenakan wewangian lantas ia melalui suatu kaum sehingga kaum itu mencium wanginya, maka si wanita itu adalah (dianggap) penzina. Hijab Muslimah tidak boleh pula menyerupai pakaian lelaki. Diwajibkan pula hijab ini menutupi seluruh anggota badan, termasuk wajah, dimana sesetengah wanita menganggapnya sebagai perkara sepele, sehingga membiarkan wajahnya terbuka, dengan alasan bahwa wajah bukanlah aurat. Sungguh ini satu hal yang aneh, bagaimana mungkin wajah tidak dianggap sebagai aurat,

padahal wajahlah sumber fitnah terbesar dalam diri wanita, pada wajahlah terdapat kecantikan dan terhimpun keindahannya, kalaulah lelaki tidak terfitnah oleh kecantikan wajah wanita, lalu dengan apa dia terfitnah?[1] Sungguh terdapat banyak nash (dalil) dalam Al Quran dan As Sunnah yang menunjukkan kewajiban wanita untuk menutupi seluruh anggota badannya, karena wanita itu, seluruh tubuhnya adalah aurat, tidak dibenarkan lelaki yang bukan mahram melihat sesuatu apapun dari dirinya. Diantara dalilnya ialah: Hendaklah mereka (wanita) menghulurkan khimar (kain labuh) ke atas leher-leher mereka (QS An Nur:31). Berkenaan dengan ayat ini Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda: Ketika ayat ini turun, wanita-wanita Anshar menjadikan kain-kain tirai (gordin) mereka dan memotongmotongnya menjadi khimar (penutup tubuh) yaitu menutupi wajah-wajah mereka Dalam hadits lain, yang telah disepakati kesahihannya, berkenaan dengan kisah Aisyah Radhiyallaahu `Anha, dalam satu peristiwa yang terkenal dengan sebutan Haditsul Ifki (Berita dusta), ketika beliau tertidur di tempatnya, kemudian datanglah Shafwan Ibnul Muaththal kepadanya dan beliau Ummul Muminin berkata: Lalu aku berkhimar (dalam lain riwayat disebutkan : aku menutupi wajahku dengan jilbabku). Ini semua menunjukkan wajibnya menutup wajah Oleh sebab itu, menjadi kewajiban bagi seluruh wanita Muslimah, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah, terhadap dirinya. Dan hendaklah ia tetap iltizam (mengkomitmenkan diri) dengan hijabnya dengan keiltizaman yang optimal. Jangan menyepelekan satu hal pun dari masalah ini, misalnya membiarkan telapak tangan dan tangannya terbuka, atau mengenakan kain yang dari celah-celahnya terlihat sebagian besar wajahnya, atau pula menutupi seluruh wajahnya tetapi dengan kain tipis, sehingga nampaklah apa yang dibalik penutup wajahnya itu, kemudian ia menyangka bahwa dirinya telah berhijab dengan sempurna. Lalu dia menyangka bahwa bagian dari anggota badannya tidak berpengaruh apa-apa dan tidak menimbulkan fitnah, atau dia menganggap bahwa hal itu bukanlah merupakan tabarruj yang tercela. Maka merupakan kewajiban baginya untuk berusaha keras menjauhi perkara-perkara yang mempengaruhi komitmennya terhadap hijab, atau perkara-perkara lain yang merusakkan sifat malunya. Demi menghindari keburukan orang-orang fasiq sebagaimana kebiasaan mereka terhadap wanita yang secara fisik tidak menampakkan kemuliaan akhlak mereka. Agar dirinya tidak terperangkap ke dalam kemurkaan Allah dan siksa-Nya, sebagai terdapat keterangan mengenai hal tersebut, yang datang dari Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam. Baginda bersabda: Dua golongan dari ahli neraka yang aku tidak peduli kepada keduanya disebutkan diantaranya : Dan wanita yang berpakaian tapi telanjang, yang melenceng meninggalkan kebenaran, kepalanya seperti punuk unta, dia telah tersesat, dan tidak akan memasuki jannah dan tidak akan mencium bau jannah (surga), padahal wanginya jannah ini tercium dari perjalanan sejauh sekian dan sekian (HR.Muslim).

Para ahli ilmu berkata: Maksud dari kalimat: Berpakaian tapi telanjang ialah bahwa mereka mengenakan pakaian akan tetapi pakaian itu sempit(ketat) atau tidak menutupi seluruh bagian tubuhnya. Syaikh Shalih Utsaimin ditanya tentang sifat hijab syar`i, maka ia menjawab: Pendapat yang paling rajih (benar) ialah bahwa hendaklah wanita menghijabi seluruh bagian yang dapat menimbulkan fitnah terhadap kaum lelaki, diantara sumber paling besar fitnah dalam diri wanita adalah wajah, maka wajib baginya untuk menutup wajahnya dari seluruh ajnabi (lelaki asing, bukan mahram), adapun terhadap orang-orang yang masih ada hubungan mahram maka tidak mengapa ia menampakkan wajahnya. Adapun orang-orang yang mengatakan bahwa hijab syar`i adalah dengan menutupi rambutnya dan membiarkan wajahnya terbuka, maka ini merupakan pendapat yang sangat aneh! Manakah penyebab fitnah yang paling besar, rambut ataukah wajah? Dan manakah bagi orang yang menghendaki wanita, apakah mereka menanyakan wajah wanita ataukah rambutnya? Dua pertanyaan diatas tidak mungkin dijawab kecuali dengan, Sesungguhnya sumber fitnah paling besar adalah terdapat pada wajah. Dan hal ini tidak diragukan lagi. Lelaki akan tertarik kepada wanita jika wajahnya cantik walaupun rambutnya dibawah kecantikan wajahnya. Dan, sebaliknya lelaki tidak akan tertarik kepada wanita yang berwajah buruk sekalipun rambutnya indah menawan. Maka pada hakikatnya hijab syar`i adalah yang menghijabi wanita sehingga tidak menimbulkan fitnah atau dengannya ia terfitnah, dan tidak diragukan lagi bahwa wajahlah sumber utama fitnah itu. Tabarruj dan Sufur Menyeru Kepada Dosa dan Kerusakan Sesungguhnya seorang wanita itu, jika ia ber-tabarruj dan membiarkan wajahnya terbuka di hadapan kaum lelaki, pada hakikatnya ia telah jatuh harga dirinya, amat sedikit rasa malunya, di mata manusia harga dirinya sebenarnya telah jatuh. Ini menunjukkan kebodohannya dan kelemahan imannya, juga kurang kepribadiannya. Semua ini adalah awal kejatuhan harga dirinya. Bahkan akan tiba saatnya hal tersebut menjadikan harga dirinya lebih rendah daripada keharusannya sebagai insan, dimana -jika dia normal- manusia ini telah dimuliakan oleh Allah, Allah telah melindunginya dan membentenginya, namun akhirnya akan terjatuh dan hina dengan sebab-sebab diatas. Apalagi, sebenarnya tabarruj dan sufur (membiarkan wajah bebas terbuka), sebenarnya tidak menuju kepada kebebasan dan kemajuan, sebagaimana yang disangka oleh sebagian orang-orang yang mengklaim sebagai beragama Islam, dan orang-orang yang telah sesat diri mereka. Perbuatan tabarruj dan sufur ini sama sekali bertentangan dengan akhlaq dan adab islam. Tidak akan ada wanita yang sanggup melakukannya kecuali wanita-wanita yang masih jahil tentang hal ini, yang telah hilang rasa malu dan akhlaqnya. Karena sesungguhnya amat tidak terbayangkan jika ada seorang wanita yang terhormat dan memiliki harga diri membiarkan dirinya dan sumbersumber fitnah yang ada pada dirinya diumbar kepada kehinaan dan kerendahan, kepada kaum lelaki di pasar-pasar dan di tempat-tempat lainnya, tanpa memiliki rasa malu dalam dirinya.

Barangkali sebagian wanita meyakini bahwasanya jika ia keluar rumah dalam keadaan tabarruj (berhias) dan wajahnya bebas terbuka tanpa hijab juga tempat-tempat yang mendatangkan fitnah dari dari dirinya terhadap orang-orang lain, hal itu akan menyebabkan dirinya dikagumi dan dihormati manusia. Sesungguhnya ini adalah prasangka yang salah sama sekali, karena sesungguhnya manusia tidak mungkin selamanya menghormati orang-orang yang berbuat seperti itu, bahkan sebenarnya mereka mencelanya dan memandang diri wanita itu dengan pandangan hina dan rendah. Dan wanita itu, dalam pandangan manusia dianggap sebagai wanita yang tidak punya harga diri dan akhlaq, lalu bagaimana mungkin seorang wanita yang berakal menghendaki hal ini terjadi pada dirinya? Apa yang memanggilnya kepada kehinaan dan menjatuhkan dirinya dalam keadaan seperti itu? Kemana akal dan rasa malunya hilang? Maka, wahai orang-orang yang memuliakan setan dengan perbuatan tabarruj dan sufur (membiarkan wajah terbuka tanpa hijab): Takutlah kalian kepada Allah dan bertaubatlah kalian kepada Allah daripada perbuatan yang buruk tersebut, kenalilah apa bagianmu kelak, ingatlah tempat kembalimu kelak, ingatlah kedudukan kalian kelak di alam kubur, yang gelap dan mengerikan. Dan ingatlah keberadaan kalian di hadapan Allah kelak. Dan ingatlah dahsyatnya hari kiamat. Ingatlah hari perhitungan dan ditimbangnya amal. Ingatlah akan neraka jahannam dan apa-apa yang Allah sediakan di dalamnya, yaitu adab yang pedih bagi mereka yang berpaling dan menyalahi perintah-perintah Allah subhaanahu wa taala. Ingatlah akan semua itu, sebelum kalian berbuat tabarruj dan sufur. Dan demi Allah, sesungguhnya kalian adalah makhluk yang amat lemah dalam memikul siksa Allah kelak, atau menghadapi dahsyatnya hari kiamat yang akan kalian hadapi kelak, maka kasihanilah dirimu, jangan biarkan terjerumus dalam keadaan seperti itu, bersegeralah untuk bertaubat nasuha (sebenar-benar taubat) sebelum pintu taubat tertutup, sebelum tanah menimbun jasadmu, maka sesalilah hal itu dengan sebenarbenar penyesalan. Kepada para Lelaki Sesungguhnya tidaklah wanita rusak, dan sampai kepada tingkat kerusakan seperti ini, yaitu tabarruj dan sufur, dan memandang remeh urusan din (agama) dan hijabnya kecuali karena sebagian lelaki memandang remeh terhadap urusan wanita mereka, dan bermasa bodoh terhadap din mereka, dan hilangnya sifat mereka sebagai lelaki, hilang sifat cemburu dari diri mereka, bahkan tidak merasa hina dengan adanya perbuatan tabarruj dan sufur yang dilakukan oleh wanita-wanita mereka. Aduhai, betapa hinanya, kalian lihat sebagian lelaki telah hilang sifat mereka sebagai lelaki, sehingga mereka pada akhirnya menjadi lelaki yang tambun (pemalas) bukan lelaki yang satria.[2] Kemudian celakalah mereka yang tidak mengerti kehormatan diri-diri mereka, dan tidak menjaga orang-orang yang berada dalam tanggung jawab mereka, yang tidak melaksanakan dengan baik apa yang Allah telah perintahkan dalam menjaga kaum wanita, sedangkan Rasulullah shalallaahu alaihi wa sallam telah memberikan peringatan tentang hal ini.

Beliau bersabda, Tidaklah seorang penanggung jawab yang Allah berinya tanggung jawab untuk mengurusi tanggungannya, kemudian orang yang menjadi tanggungannya itu meninggal, dalam keadaan si penanggung tidak mempedulikan keberadaan orang yang meninggal tadi, kecuali Allah akan haramkan baginya jannah (surga) Wahai kaum lelaki, sesungguhnya harga diri kalian itu adalah seperti nyawa kalian, sesungguhnya telah banyak orang yang rusak di antara kalian, mereka menyepelekan masalah tanggung jawab, melalaikan amanah. Kalian telah berada dalam keadaan bahaya, dan tidaklah kalian rusak kecuali oleh diri kalian sendiri sedangkan kalian tidak menyadari. Tidakkah kalian berfikir dan bertaubat kepada Rabb (Tuhan) kalian dan menjaga wanita-wanita kalian? Al Faqir wal Haqiir Ilallaah Abdullah Azzam

[1] Mengenai kewajiban menutup wajah bagi wanita, ulama berbeda pendapat antara yang mewajibkannya dan mensunnahkannya. Yang lebih mendekati kebenaran dalam hal ini adalah bahwa wajah bukan aurat dan menutup wajah bagi Muslimah adalah sunnah, bukan wajib. Editor Hasanalbanna.com [2] Maksudnya para lelaki tidak mau lagi menasehati wanita yang tabaruj dan sufur

Al-Quran
Bermakna hiperbol dan tidak menujukkan ta'nits (feminim). Yakni orang yang berusahamengadu domba, mengerahkan segenap upayanya untuk menyakiti orang yang dipuji.Tidak ada jalan untuk mendaptkan keridhaan orang semacam ini. Maka tidak ada caralain menghadapi orang tersebut selain menhadap kepada Allah agar berkenanmemelihara kita dari kejahatannya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segalasesuatu.---oo0oo--Sumber: At-Tafsir Al-Wadhih, Dr. Muhammad Al-Hijazi

Al-Quran SURAT AL-NAAS Surat An-Nas ini Makkiyah menurut pendapat paling benar, terdiri dari 6 ayat. Inimerupakan ayat perlindungan yang kedua

Terjemahan Qur'an Ayat Katakanlah: "Aku berlindung kepadaTuhan (yang memelihara dan menguasai)manusia.

1Raja manusia.

2Sembahan manusia.

3dari kejahatan (bisikan) setan yang biasabersembunyi,

4yang membisikkan (kejahatan) ke dalamdada manusia.

5yang membisikkan (kejahatan) ke dalam

dada manusia.

5dari (golongan) jin dan manusia.

Al-Quran Makna Mufradat:Arti Mufradat Yang membisikkkan kata-kata jahat di dada manusia. 1.

Bentuk hiperbola dari kata Al-Khunus yang berarti kembali atauterlambat. Karena kalau ia diusir ia mundur dan kembali.

2.

Makhluk tersembunyi, tidak ada yang mengetahuinya selainPenciptanya. 3.

Syarah: Katakan kepada mereka, "Aku berlindung kepada Allah agar menjagaku dari kejahatanmakhluk yang berbisik kepadaku. Aku berlindung kepada Tuhan menusia yangmendidik dan mengambil sumpah kepada mereka di kala mereka kecil atau lemah.Allah telah menguasai urusan mereka dan Dialah Pemilik Manusia. Dia ilah mereka danmereka budak-Nya. Dia yang layak disembah, ditunduki, dan dituju. Sebab DialahAllah Ta'ala yang menciptakan manusia, menumbuhkembangkan mereka, sertamenguasai urusan mereka. Karena Dialah tempat berlindung dan meminta pertolongan.Bernaung kepada-Nya dari kejahatan bisikan di dalam hati yang biasa menghiasikejahatan dan menampakkan keburukan dengan bentuk kabaikan. Itulah bisikan yangkebanyakan mengajak kepada larangan, baik dari bangsa jin, makhluk yangtersembunyi, yang mereka itu anak-anak dan tentara Iblis atau dari bangsa manusiaseperti halnya temanteman buruk. Mudah-mudahan kita dipelihara Allah dari kejahatansyetan jin dan syetan manusia. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi MahaMengabulkan. Dia juga Maha Kuasa atas segala sesuatu. Allah sendiri telahmengajarkan kita bagaimana berlindung diri dari kejahatan lahir maupun batin. Wallahu A'lam. ---oo0oo--Sumber: At-Tafsir Al-Wadhih, Dr. Muhammad Al-Hijazi

Leave a Comment

Mewaspadai Penyakit Miopi dalam Pergerakan Dakwah


Posted by pak cah on December 21, 2011

Oleh : Cahyadi Takariawan

gambar : Google Menurut Wikipedia, miopi (dari bahasa Yunani : myopia, penglihatan-dekat) atau rabun jauh adalah sebuah kerusakan refraktif mata dimana citra yang dihasilkan berada di depan retina ketika akomodasi dalam keadaan santai. Penyakit ini menyebabkan seseorang hanya mampu melihat obyek dalam jarak dekat, dan tidak dapat melihat dalam jarak jauh. Penyebab miopi dapat bersifat keturunan (herediter), ketegangan visual atau faktor lingkungan. Faktor herediter pada miopi pengaruhnya lebih kecil dari faktor ketegangan visual. Terjadinya miopi lebih dipengaruhi oleh bagaimana seseorang menggunakan penglihatannya, seperti seseorang yang lebih banyak menghabiskan waktu di depan komputer atau televisi, atau seseorang yang menghabiskan banyak waktunya dengan melihat obyek dekat tanpa istirahat.

Faktor lingkungan juga dapat memengaruhi misalnya pada rabun malam yang disebabkan oleh kesulitan mata untuk memfokuskan cahaya dan membesarnya pupil, keduanya karena kurangnya cahaya, menyebabkan cahaya yang masuk ke dalam mata tidak difokuskan dengan baik. Dapat juga terjadi keadaan pseudo-miopi atau miopi palsu disebabkan ketegangan mata karena melakukan kerja jarak dekat dalam waktu yang lama. Penglihatan mata akan pulih setelah mata diistirahatkan. Miopi bisa disembuhkan dengan beberapa model terapi. Pemakaian lensa kontak kacamata dengan lensa sferis negatif merupakan pilihan utama untuk mengembalikan penglihatan. Beberapa tindakan bedah juga dapat dilakukan seperti photorefractive keratectomy (PRK) atau laser assisted in-situ keratomileusis (LASIK). Dapat juga dilakukan orthokeratologi atau terapi penglihatan (vision therapy). Miopi Dakwah Salah satu penyakit yang berbahaya dalam pergerakan dakwah adalah Miopi Dakwah. Penyakit ini dapat menyebabkan gerakan dakwah kehilangan arah, karena hanya disibukkan oleh hal-hal yang bersifat praktis dan kekinian. Aktivis dakwah sangat sibuk, menyita seluruh waktu dan perhatian, namun seluruhnya hanya terkait dengan menjawab persoalan dan target sesaat, karena tidak mampu melihat jarak jauh. Angka-angka, hitungan bilangan, posisi dan kedudukan, memang penting dan diperlukan dalam perjalanan dakwah. Seperti misalnya menetapkan target peningkatan jumlah kader, bertambahnya satu juta kader pada tahun 2012. Atau menetapkan target politik, menjadi tiga besar pemenang Pemilu nasional. Atau menetapkan target dalam Pilkada, memenangkan Pilkada provinsi. Semua target itu penting, dan harus diusahakan dengan sekuat kemampuan untuk mencapainya. Ada pula yang hanya bercorak lima tahunan, sesuai ritme dan ritual demokrasi. Mereka hanya berbicara apa target 2014, menghitung hari menuju rivalitas politik di tahun 2014, menghitung resources yang diperlukan untuk memenangkan pertempuran politik di 2014. Tentu saja ini sebuah keharusan untuk menang, namun tidak boleh terjebak hanya berhitung pada waktu yang sangat pendek, 2014 saja. Seakan itu adalah segalanya, tanpa melihat ada hal yang di balik angka dan target kemenangan politik tersebut. Jangan sampai gerakan dakwah hanya berhenti pada pencapaian target-target bilangan dan posisi sesaat tersebut. Karena ada hal yang sangat penting, untuk apa satu juta kader baru tersebut ? Akan diarahkan kemana potensi mereka ? Bagaimana pula dengan penataan kader-kader lama? Bagaimana mengoptimalkan potensi kader yang sangat beragam jenis dan kondisinya? Menjadi pemenang Pemilu dan Pilkada tentu sangat penting, namun ada hal yang sangat penting, bagaimana mengelola kemenangan Pemilu? Bagaimana mengelola kemenangan Pilkada? Apa korelasi kemenangan Pemilu dengan penguatan dakwah? Apa korelasi kemenangan Pilkada dengan pengokohan kader dan struktur dakwah? Dan masih banyak pertanyaan lainnya yang harus dijawab, setelah target-target angka dan kedudukan tersebut tercapai.

gambar : Google Gejala Miopi Dakwah Ketika saya menulis tentang bahaya miopi dakwah ini, bukan berarti bahwa kita sudah terkena atau terjangkiti. Ini adalah sebuah peringatan dini dan sebuah upaya menjaga orisinalitas dakwah yang sangat kita cintai, agar tidak terjatuh ke dalam penyakit miopi yang bisa menghancurkan dakwah. Jadi, ini lebih merupakan sebuah tindakan pencegahan sebelum terjadinya hal yang tidk diinginkan. Para pemimpin gerakan dakwah dan para aktivis harus mewaspadai berjangkitnya penyakit miopi dalam menjalankan agenda dakwah. Di antara gejala Miopi Dakwah adalah: 1. Kehilangan Visi Visi (vision) merupakan ungkapan yang menyatakan cita-cita atau impian (want to be) yang ingin dicapai di masa depan. Visi memberikan pernyataan tentang tujuan akhir dari perjalanan kehidupan pribadi atau organisasi. Visi adalah pernyataan luhur tentang cita-cita yang hendak dicapai. Bisa dalam bentuk visi pribadi, visi keluarga, visi organisasi, bahkan visi negara. Visi

menjadi penunjuk arah yang pasti, ke mana langkah mesti diarahkan. Visi menjadi pemandu perjalanan dalam kehidupan pribadi, keluarga, organisasi dan negara. Maka, gerakan dakwah harus memiliki visi yang jelas dalam sepanjang perjalanannya. Semakin jelas dan kuat visi yang dimiliki gerakan dakwah, akan semakin jelas dan kuat pula pilihan jalan yang harus dilalui. Semakin jelas pula gerakan dakwah memandang dan mendefinisikan penyimpangan yang terjadi. Semakin lemah visi, semakin kabur pula pandangan tentang tujuan, sehingga memudahkan terjatuh ke dalam penyimpangan. Organisasi yang tidak memiliki visi, atau kehilangan visi, akan membuat perjalanannya mengalir begitu saja, terbang bersama angin yang berhembus. Menuju apapun, dimanapun, entah namanya apapun. Lalu kapan dakwah akan sampai tujuan, sementara tidak pernah mendefinisikan tujuan akhir ? Gerakan dakwah melakukan pemborosan potensi, karena kegiatan yang dilakukan tidak mengarah kepada suatu visi yang jelas. Dalam pergerakan dakwah, pada awalnya visi telah ditetapkan dengan sangat kuat. Namun saat berada dalam perjalanan, bertemulah dengan berbagai macam jenis godaan. Tidak seluruh godaan itu pahit, bahkan sebagian dari godaan itu bercorak sangat menarik. Jika gerakan dakwah tergoda untuk mengejar target-target sesaat semata, akan menyebabkan pelemahan visi, bahkan dalam jangka waktu lama, bisa terjatuh ke dalam kehilangan visi. Begitu terjadi pelemahan visi, maka semua pandangan dan perhatian hanya akan terfokus menatap jarak dekat. Gerakan dakwah jatuh dalam penyakit rabun jauh yang sangat membahayakan. Seluruh aktivitas yang dilakukan, terlepas dari bingkai visi yang telah dicanangkan dari awal. Miopi bisa menghinggapi gerakan dakwah, sehingga tidak mampu menatap visi yang sesungguhnya sudah ditetapkan dengan jelas. 2. Tidak Memiliki Rencana Strategis (Renstra) Rencana Strategis (Renstra) dibuat oleh organisasi dan lembaga untuk menyongsong visi masa depan seperti yang dicita-citakan. Ada profil ideal yang jelas, kondisi seperti apa yang ingin diwujudkan duapuluh tahun ke depan, atau limapuluh tahun ke depan, atau bahkan seratus tahun ke depan. Dari profil ideal tersebut, pergerakan dakwah kemudian menterjemahkan ke dalam sejumlah rencana strategis jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek. Ada sangat banyak metodologi untuk membuat dan menetapkan renstra. Ilmu manajemen organisasi sudah sangat berkembang, sehingga banyak pilihan teori dan metodologi pembuatan renstra. Tentu saja semua pilihan itu bersifat ijtihad yang perlu diuji kesahihannya di lapangan, dan tidak ada satupun yang terbebas dari kekurangan. Namun, menggunakan sebuah metodologi tertentu akan memudahkan gerakan dakwah membuat, menetapkan, mengimplementasikan serta mengevaluasi renstra. Mungkin bagi sebagian kalangan aktivis, membuat renstra itu pekerjaan berat yang tidak menyenangkan. Karena harus mengumpulkan berbagai data, harus melukis gambaran ideal masa depan, pada kurun waktu duapuluh tahun ke atas. Beberapa kalangan aktivis bahkan menganggap renstra sebagai momok yang harus dihindari, karena membuat kepala pusing saat

membuat. Gejala ini menandakan miopi sudah menghinggapi mereka, karena terlalu lama menatap obyek dekat yang memikat. Saya sangat miris melihat gerakan dakwah yang berjalan tanpa renstra. Karena jika berjalan tanpa renstra, pasti hanya melaksanakan agenda-agenda rutin yang menjebak, dan melaksanakan rencana sesaat sebagai reaksi atas situasi dan kondisi sekitar. Untuk sekedar menang pada tahun 2014 memang tidak memerlukan renstra, karena program yang bercorak praktis saja bisa membuahkan kemenangan. Namun kemenangan dakwah bukan hanya tahunan, yang diinginkan adalah tertanamnya nilai kebaikan secara kokoh pada berbagai sisi kehidupan. 3. Tidak Memiliki Program Jangka Panjang Visi dakwah direalisasikan dengan pembuatan rencana strategis, sedangkan renstra diwujudkan secara lebih membumi dalam bentuk Program Jangka Panjang (PJP). Jika sudah kehilangan visi, menyebabkan gerakan dakwah gagal menyusun renstra, dan akhirnya tidak memiliki PJP. Ini adalah konsekuensi logis yang sambung menyambung, karena PJP diturunkan dari renstra dan renstra diturunkan dari visi. Merekrut kader dalam jangka waktu tertentu dan jumlah tertentu adalah program jangka pendek. Memenangkan Pemilu 2014 adalah program jangka pendek. Memenangkan pilkada adalah program jangka pendek. Karena terbatas oleh waktu yang sangat pendek, dan sering memaksa mengeluarkan resources yang luar biasa besarnya. Di antara program jangka panjang adalah pendidikan dan pembinaan kader sesuai potensi yang dimilikinya, serta menyiapkan lahan aktivitas bagi para kader sesuai dengan kepentingan dakwah dalam jangka panjang. Mengelola negara memerlukan banyak potensi, keahlian, dan harus menyiapkan sejumlah persyaratan formal sesuai ketentuan. Untuk sukses mengelola negara dan pemerintahan, tidak cukup dicapai dengan memenangkan pemilu dan pilkada. Kadang program jangka panjang ini kurang menarik dan dianggap kurang menantang. Lebih menarik dan lebih menantang sesuatu yang jelas di depan mata, seperti pertempuran politik dalam pemilu dan pilkada. Adapun penyiapan berbagai potensi untuk menyongsong kemenangan jangka panjang, dianggap sebagai sesuatu yang ngawang-awang atau utopis. Minimalnya dianggap sebagai bisa ditunda dan berkategori tidak mendesak, dengan alasan kita berjamaah masih lama. 4. Gerakan Dakwah Menyempit pada Satu Sektor Salah satu gejala miopi adalah menyempitnya perhatian gerakan dakwah kepada satu sektor saja dengan mengabaikan sektor lainnya. Sebagai contoh gerakan dakwah disempitkan hanya pada sektor tarbiyah atau pembinaan saja, seakan-akan dakwah hanya mengurus pembinaan sumber daya manusia. Seakan-akan dakwah hanya urusan mengaji dan membina diri menjadi pribadi salih. Padahal dakwah itu adalah upaya menebarkan nilai-nilai kebajikan dalam seluruh sisi dan dimensi kehidupan, bukan hanya pribadi, tapi juga keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Bukan hanya individu, namun juga sistem.

Contoh lainnya, gerakan dakwah diseret mengikuti ritme politik praktis, sehingga menyempitkan pandangan hanya pada urusan politik saja. Seakan-akan harus menang mutlak sekarang, harus menguasai kemenangan pilkada di berbagai propinsi, kabupaten dan kota sekarang, harus unggul dalam pemilihan umum legislatif sekarang, dan seterusnya. Seakan-akan kalau tidak menang dalam rivalitas politik sekarang, dakwah akan hancur selama-lamanya. Inilah gejala miopi dakwah yang membahayakan, karena hanya mengurus politik saja dengan mengabaikan sisi-sisi strategis lainnya. Jika gerakan dakwah menyempit hanya fokus pada satu sisi saja, berarti telah melawan fitrah dakwah yang bersifat utuh menyeluruh. Doktrin pemahaman dakwah yang dibangun selama ini bisa runtuh, karena dakwah tidak menyentuh seluruh sisi kehidupan, namun hanya satu sisi saja dengan meninggalkan lainnya. 5. Mengabaikan Aset Masa Depan Gerakan Jika gerakan dakwah hanya fokus kepada satu sisi saja, berdampak mengabaikan banyak aset masa depan. Kader-kader dakwah yang tersebar di berbagai wilayah dan pelosok-pelosok daerah, memiliki potensi yang sangat beragam. Mereka adalah aset masa depan pergerakan yang tidak ternilai harganya. Kesetiaan, pengorbanan, perjuangan yang telah mereka lakukan setiap hari setiap saat, sungguh tidak dapat dinilai dengan materi. Sebagai contoh, jika dakwah hanya fokus pada sisi tarbiyah, maka sekian banyak potensi akan termubadzirkan karena tidak memiliki saluran berkegiatan. Hanya para ustadz dan para kader yang berlatar belakang pendidikan serta pembinaan akan terserap dalam program-program tarbiyah, sementara kader yang memiliki potensi ekonomi, politik, budaya dan lain sebagainya akan terabaikan. Demikian pula jika dakwah menyempit hanya fokus mengurus politik, akan menyebabkan sekian banyak kader yang tidak memiliki minat dan peluang politik menjadi terbengkelai. Mereka terdiri dari kader yang berpotensi dan berdedikasi tinggi, namun tidak bisa terlibat dalam kancah politik praktis dengan berbagai alasan. Akhirnya mereka menjadi pengangguran di jalan dakwah, karena potensinya tidak tersalurkan. Padahal merekalah yang sangat diperlukan dalam menyusun kemenangan dakwah.

gambar : Google Langkah Terapi Sebagaimana miopi pada umumnya, miopi dakwah juga bisa disembuhkan dengan serangkaian terapi. Yang paling sederhana adalah pemakaian lensa sferis negatif untuk mengembalikan penglihatan jarak jauh. Tindakan bedah mata juga dapat dilakukan seperti model photorefractive keratectomy (PRK) atau laser assisted in-situ keratomileusis (LASIK). Dapat juga dilakukan orthokeratologi atau terapi penglihatan (vision therapy). Dalam konteks miopi dakwah diperlukan langkah terapi yang menyeluruh. Bukan sekedar menggunakan lensa sferis negatif atau bedah mata dan terapi penglihatan. Miopi dakwah tidak sekedar urusan mata fisik, namun mata hati, bashirah dan ruhaniyah. Dengan demikian terapinya pun memerlukan sentuhan yang menyeluruh, baik secara ruhiyah, fikriyah maupun idariyah (manajemen). Kita mulai dari pembersihan jiwa yang kontinyu. Aktivis dakwah tidak boleh terbelenggu oleh motivasi duniawi, karena itu yang mengotori hati. Bersihkan jiwa dengan kemurnian penghambaan kepada Allah. Kemudian mencerahkan pemikiran, menajamkan konsep pergerakan. Kita bergerak berdasarkan visi yang jelas, dipandu oleh rencana strategis yang jelas, dan mengemban program jangka panjang yang jelas. Ditindaklanjuti dengan perbaikan manajerial, agar mampu mengoptimalkan semua potensi kader dengan penataan yang serasi dan seimbang. Semoga Allah membimbing langkah dakwah kita, dan menjauhkan kita dari miopi dakwah. Amin.

Dan berapa banyak Nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. (Ali Imran: 146) Pengikut yang bertaqwa adalah mereka yang tidak menjadi lemah karena bencana, ujian, ketidakberuntungan yang menimpa mereka di jalan Allah, tidak lesu dan tidak pula menyerah kepada musuh Allah dan Allah menyukai orang-orang yang bersabar. Ada fenomena kelesuan atau futur dalam dimensi aqidah dan umumnya terjadi karena pergeseran orientasi hidup, lebih berorientasi pada materi duniawi an sich. Dan ada juga dalam dimensi ibadah dengan lemahnya disiplin -indhibath- terhadap amaliyah ubudiyah yaumiyah (harian). Adapun dalam dimensi fikriyah terlihat dengan lemahnya semangat meningkatkan ilmu. Di sisi lain pergeseran adab islami menyelimuti akhlaq mereka, belum lagi rasa jenuh dalam mengikuti aktivitas tarbawiyah atau pembinaan keislaman dan hubungan yang terlalu longgar antar lawan jenis. Dalam hidup akan banyak ditemui bermacam jalan. Kadang datar, kadang menurun, kadang pula meninggi. Begitu pula dalam perjalanan dakwah. Ada saatnya para muharrik (orang yang bergerak) menemui jalan yang lurus dan mudah. Namun tidak jarang menjumpai onak dan duri.

Hal demikian juga terjadi pada muharrik. Suatu saat ia memiliki kondisi iman yang tinggi. Di saat lain, iapun dapat mengalami degradasi iman. Tabiat manusia memang menggariskan demikian. Dalam kondisi iman yang turun ini, para muharrik kadang terkena satu penyakit yang membahayakan kelangsungan gerang langkah dakwah. Yaitu penyakit futur atau kelesuan. Futur berarti putusnya kegiatan setelah kontinyu bergerak atau diam setelah bergerak, atau malas, lamban dan santai setelah sungguh-sungguh. Terjadinya futur bagi muharrik, sebenarnya merupakan hal yang wajar. Asal saja tidak mengakibatkan terlepasnya muharrik dari roda dakwah. Hanya malaikat yang mampu kontinyu mengabdi kepada Allah dengan kualitas terbaik. Firman Allah, dan kepunyaan-Nyalah segala apa yang di langit dan di bumi dan malaikatmalaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tidak pula merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada hentinya. (AlAnbiya: 19-20) Karena itu Rasulallah sering berdoa: Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik umurku akhirnya. Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik amalku keridhaan-Mu. Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik hariku saat bertemu dengan-Mu. PENYEBAB FUTUR (KELESUAN) Walaupun futur merupakan hal yang mungkin terjadi bagi muharrik, ada beberapa penyebab yang dapat menyegerakan timbulnya: Pertama, berlebihan dalam din (Bersikap keras dan berlebihan dalam beragama) Berlebihan pada suatu jenis amal akan berdampak kepada terabaikannya kewajiban-kewajiban lainnya. Dan sikap yang dituntut pada kita dalam beramal adalah washathiyyah atau sedang dan tengah-tengah agar tidak terperangkap dalam ifrath dan tafrith (mengabaikan kewajiban yang lain). Dalam hadits yang lain Rasul bersabda: Sesungguhnya Din itu mudah, dan tidaklah seseorang mempersulitnya kecuali akan dikalahkan atau menjadi berat mengamalkannya. (H.R. Muslim) Karena itu, amal yang paling di sukai Allah swt. adalah yang sedikit dan kontinyu. Kedua, berlebih-lebihan dalam hal yang mubah. (Berlebihan dan melampaui batas dalam mengkonsumsi hal-hal yang diperbolehkan) Mubah adalah sesuatu yang dibolehkan. Namun para sahabat sangat menjaganya. Mereka lebih memilih untuk menjauhkan diri dari hal yang mubah karena takut terjatuh pada yang haram.

Berlebihan dalam makanan menyebabkan seseorang menjadi gemuk. Kegemukan akan memberatkan badan. Sehingga orang menjadi malas. Malas membuat seseorang menjadi santai. Dan santai mengakibatkan kemunduran. Karena itu secara keseluruhan hal ini bisa menghalangi dalam amal dakwah. Ketiga, memisahkan diri dari kebersamaan atau jamaah (Mengedepankan hidup menyendiri dan berlepas dari organisasi atau berjamaah) Jauhnya seseorang dari berjamaah membuatnya mudah didekati syaitan. Rasul bersabda: Setan itu akan menerkam manusia yang menyendiri, seperti serigala menerkam domba yang terpisah dari kawanannya. (H.R. Ahmad) Jika setan telah memasuki hatinya, maka tak sungkan hatinya akan melahirkan zhan (prasangka) yang tidak pada tempatnya kepada organisasi atau jamaah. Jika berlanjut, hal ini menyebabkan hilangnya sikap tsiqah (kepercayaan) kepada organisasi atau jamaah. Dengan berjamaah, seseorang akan selalu mendapatkan adanya kegiatan yang selalu baru. Ini terjadi karena jamaah merupakan kumpulan pribadi, yang masing-masing memiliki gagasan dan ide baru. Sedang tanpa jamaah seseorang dapat terperosok kepada kebosanan yang terjadi akibat kerutinan. Karena itu imam Ali berkata: Sekeruh-keruh hidup berjamaah, lebih baik dari bergemingnya hidup sendiri. Keempat, sedikit mengingat akhirat (Lemah dalam mengingat kematian dan kehidupan akhirat) Banyak mengingat kehidupan akhirat membuat seseorang giat beramal. Selalu diingat akan adanya hisab atas setiap amalnya. Kebalikannya, sedikit mengingat kehidupan akhirat menyulitkan seseorang untuk giat beramal. Ini disebabkan tidak adanya pemacu amal berupa keinginan untuk mendapatkan ganjaran di sisi Allah pada hari yaumul hisab nanti. Karena itu Rasulullah bersabda: Jika sekiranya engkau mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya engkau akan banyak menangis dan sedikit tertawa. Kelima, melalaikan amalan siang dan malam (Tidak memiliki komitmen yang baik dalam mengamalkan aktivitas ubudiyah harian) Pelaksanaan ibadah secara tekun, membuat seseorang selalu ada dalam perlindungan Allah. Selalu terjaga komunikasi sambung rasa antara ia dengan Allah swt. Ini membuatnya mempersiapkan kondisi ruhiyah atau spiritual yang baik sebagai dasar untuk bergerak dakwah. Namun sebaliknya, kelalaian untuk melaksanakan amalan, berupa rangkaian ibadah baik yang wajib maupun sunnah, dapat membuat seseorang terjerumus untuk sedikit demi sedikit merenggangkan hubungannya dengan Allah. jika ini terjadi, maka sulit baginya menjaga kondisi ruhiyah dalam keadaan taat kepada Allah. kadang hal ini juga berkaitan dengan kemampuan untuk berbicara kepada hati. Dakwah yang benar, selalu memulainya dengan memanggil hati manusia, sementara sedikitnya pelaksanaan ibadah membuatnya sedikit memiliki cahaya.

Allah berfirman: Barang siapa tidak diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, tiadalah ia mempunyai cahaya sedikitpun. (An-Nur: 40) Keenam, masuknya barang haram ke dalam perut (Mengkonsumsi sesuatu yang syubhat, apalagi haram) Ketujuh, tidak mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan. (Tidak mempersiapkan diri untuk menghadapi berbagai rintangan dan tantangan dakwah) Setiap perjuangan selalu menghadapi tantangan. Haq dan bathil selalu berusaha untuk memperbesar pengaruhnya masing-masing. Akan selalu ada orang-orang Pendukung Islam. Di lain pihak akan selalu tumbuh orang-orang pendukung hawa nafsu. Dan dalam waktu yang Allah kehendaki akan bertemu dalam suatu fitnah. Dalam bahasa Arab, kata fitnah berasal dari kata yang digunakan untuk menggambarkan proses penyaringan emas dari batu-batu lainnya. Karena itu fitnah merupakan sunnatullah yang akan mengenai para pelaku dakwah. Dengan fitnah Allah juga menyaring siapa hamba yang masuk golongan shadiqin dan siapa yang kadzib (dusta). Dan jika fitnah itu datang, sementara ia tidak siap menerimanya, besar kemungkinan akan terjadi pengubahan orientasi dalam perjuangannya. Dan itu membuat futur. Allah Berfirman: Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka hati-hatilah kamu terhadap mereka. (Al-Ahqaf: 14) Kedelapan, bersahabat dengan orang-orang yang lemah (Berteman dengan orang-orang yang buruk dan bersemangat rendah) Kondisi lingkungan (biah) dapat menentukan kualitas seseorang. Teman yang baik akan melahirkan lingkungan yang baik. Akan tumbuh suasana taawun atau tolong-menolong dan saling menasihatkan. Sementara teman yang buruk dapat melunturkan hamasah (kemauan) yang semula telah menjadi tekad. Karena itu Rasulullah bersabda: Seseorang atas diri sahabatnya, hendaklah melihat salah seorang di antara kalian siapa ia berteman. (H.R. Abu Daud) Kesembilan, spontanitas dalam beramal (Tidak ada perencanaan yang baik dalam beramal, baik dalam skala individu atau fardi maupun komunitas atau jamai) Amal yang tidak terencana, yang tidak memiliki tujuan sasaran dan sarana yang jelas, tidak dapat melahirkan hasil yang diharapkan. Hanya akan timbul kepenatan dalam berdakwah, sementara hasil yang ditunggu tak kunjung datang. Karena itu setiap amal harus memiliki minhajiatul amal (sistematika kerja). Hal ini akan membuat ringan dan mudahnya suatu amal. Kesepuluh, jatuh dalam kemaksiatan (Meremehkan dosa dan maksiat) Perbuatan maksiat membuat hati tertutup dengan kefasikan. Jika kondisi ini terjadi, sulit diharapkan seorang juru dakwah mampu beramal untuk jamaahnya. Bahkan untuk menjaga diri sendiri pun sulit. CARA MENGOBATI FUTUR (KELESUAN)

Untuk mengobati penyakit futur ini, beberapa ulama memberikan beberapa resep. Pertama, jauhi kemaksiatan Kemaksiatan akan mendatangkan kemungkaran Allah. Dan pada akhirnya membawa kepada kesesatan. Allah berfirman: Dan janganlah kamu melampaui batas yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. Dan barang siapa ditimpa musibah oleh kemurkaan-Ku, maka binasalah ia. (Thaha: 81) Jauh dari kemaksiatan akan mendatangkan hidup yang akan lebih berkah. Dengan keberkahan ini orang dapat terhindar dari penyakit futur. Allah berfirman: Jikalau penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah kami melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan dari bumi. (Al-Araf: 96) Kedua, tekun mengamalkan amalan siang dan malam Amalan siang dan malam dapat melindungi dan menjaga pelaku dakwah untuk selalu berhubungan dengan Allah swt. Hal ini dapat menjauhkannya dari perbuatan yang tidak mendapat restu dari Allah. Allah berfirman: Dan hamba-hamba yang baik dari Rabb Yang Maha Penyayang itu, ialah orang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang (mengandung) keselamatan. Dan orang-orang yang melalui malam harinya dengan bersujud dan berdiri untuk Rabb mereka. (Al-Furqan: 63-64) Ketiga, mengintai waktu-waktu yang baik Dalam banyak hadits Rasulullah saw. banyak menginformasikan adanya waktu-waktu tertentu dimana Allah swt. lebih memperhatikan doa hamba-Nya. Sepertiga malam terakhir, hari Jumat, antara dua khutbah, bada Ashar hari Jumat, bulan Ramadhan, bulan Zulqaedah, Zulhijjah, Muharram, rajab dll. Waktu-waktu itu memiliki keistimewaan yang dapat mengangkat derajat seseorang di hadapan Allah. Keempat, menjauhi hal-hal yang berlebihan. Berlebihan dalam kebaikan bukan merupakan tindakan bijaksana. Apalagi berlebihan dalam keburukan. Allah memerintah manusia sesuai dengan kemampuannya. Firman Allah: Maka bertaqwalah kamu kepada Allah sesuai dengan kesanggupanmu! (AtTaghabun: 6) Islam adalah Din tawazun (keseimbangan). Disuruhnya pemeluknya memperhatikan akhirat, namun jangan melupakan kehidupan dunia. Seluruh anggota tubuh dan jiwa mempunyai haknya masing-masing yang harus ditunaikan. Dalam ayat lain Allah berfirman: Demikianlah kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat pertengahan (adil) dan pilihan. (Al-Baqarah: 143)

Kelima, melazimi Jamaah Berjamaah itu rahmat, Firqah (perpecahan) itu azab. demikian sabda Rasulullah. Dalam hadits yang lain beliau bersabda: Barangsiapa yang menghendaki tengahnya surga, hendaklah ia melazimi jamaah. Dengan jamaah seorang muharrik akan selalu berada dalam majelis dzikir dan pikir. Hal ini membuatnya selalu terikat dengan komitmennya semula. Juga jamaah dapat memberikan program dan kegiatan yang variatif. Sehingga terhindarlah ia dari kebosanan dan rutinitas. Keenam, mengenal kendala yang akan menghadang Pengetahuan pelaku dakwah dan pejuang akan tabiat jalan yang hendak dilalui serta ramburambu yang ada, akan membuatnya siap, minimal tidak gentar, untuk menjalani rintangan yang akan datang. Allah berfirman: Dan beberapa banyak Nabi yang berperang bersama mereka sebagian besar karena bencana yang menimpa di jalan Allah, dan tidak pula lesu dan tidak pula menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. (Ali Imran: 146) Ketujuh, teliti dan sistemik dalam kerja. Dengan perencanaan yang baik, Pembagian tugas yang jelas, serta kesadaran akan tanggung jawab yang diemban, dapat membuat harakah menjadi harakatul muntijah (harakah yang berhasil). Perencanaan akan menyadarkan pejuang, bahwa jalan yang ditempuh amat panjang. Tujuan yang akan dicapai amat besar. Karena itu juga dibutuhkan waktu, amal dan percobaan yang besar. Jika ini semua telah dimengerti, insya Allah akan tercapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan. Kedelapan, memilih teman yang shalih Rasulullah bersabda: Seseorang tergantung pada sahabatnya, maka hendaklah ia melihat dengan siapa ia berteman. (H.R. Abu Daud) Kesembilan, menghibur diri dengan hal yang mubah Bercengkerama dengan keluarga, mengambil secukupnya kegiatan rekreatif serta memberikan hak badan secara cukup mampu membuat diri menjadi segar kembali untuk melanjutkan amal yang sedang dikerjakan. Kesepuluh, mengingat mati, surga dan neraka Rasulullah bersabda: Jika sekiranya engkau mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya engkau akan banyak menangis dan sedikit tertawa. Ketahuilah, bahwa futur menyebabkan jalan dakwah yang harus di tempuh menjadi lebih panjang, sebab tidak mendapatkan maiyatullah (kebersamaan dan pembelaan Allah) dan daya intilaq (lompatan) kita menjadi lebih berat, baik karena borosnya biaya dan rontoknya para

pejuang dan penyeru dakwah. Mudah-mudahan Allah selalu menjaga kita, Amin. Wallahu alam bis shawab Author : Ust. Mahfudz Siddiq. M.Si (dari : Dakwatuna.com)

Anda mungkin juga menyukai