Caisin 1

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 31

BUDIDAYA CAISIM (Brassica juncea L.

) MENGGUNAKAN EKSTRAK TEH DAN PUPUK KASCING

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Jurusan/Program Studi Agronomi

Oleh: FUAT FAHRUDIN H 0105058

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Caisim (Brassica juncea L.) merupakan tanaman sayuran dengan iklim sub-tropis, namun mampu beradaptasi dengan baik pada iklim tropis. Caisim pada umumnya banyak ditanam dataran rendah, namun dapat pula didataran tinggi. Caisim tergolong tanaman yang toleran terhadap suhu tinggi (panas). Saat ini, kebutuhan akan caisim semakin lama semakin meningkat seiring dengan peningkatan populasi manusia dan manfaat mengkonsumsi bagi kesehatan. Rukmana (1994) menyatakan caisim mempunyai nilai ekonomi tinggi setelah kubis crop, kubis bunga dan brokoli. Sebagai sayuran, caisim atau dikenal dengan sawi hijau mengandung berbagai khasiat bagi kesehatan. Kandungan yang terdapat pada caisim adalah protein, lemak, karbohidrat, Ca, P, Fe, Vitamin A, Vitamin B, dan Vitamin C. Menurut Margiyanto (2008) manfaat caisim atau sawi bakso sangat baik untuk menghilangkan rasa gatal di tenggorokan pada penderita batuk, penyembuh sakit kepala, bahan pembersih darah, memperbaiki fungsi ginjal, serta memperbaiki dan memperlancar pencernaan. Daun B. juncea berkhasiat untuk peluruh air seni, akarnya berkhasiat sebagai obat batuk, obat nyeri pada tenggorokan dan peluruh air susu, bijinya berkhasiat sebagai obat sakit kepala (Anonim, 2008a). Permintaan masyarakat terhadap caisim semakin lama semakin meningkat. Dengan permintaan caisim yang semakin meningkat, maka untuk memenuhi kebutuhan konsumen, baik dalam segi kualitas maupun kuantitas, perlu dilakukan peningkatan produksi. Salah satu upaya peningkatan hasil yang dapat dilakukan adalah melalui pemupukan. Dewasa ini pemupukan yang ramah lingkungan dan aman bagi kesehatan melalui sistem organik sangat dianjurkan. Bahan pemupukan yang dapat digunakan salah satunya adalah berupa limbah teh dan kascing (kotoran bekas pemeliharaan cacing). Air sisa teh yang dibuang dapat menjadi limbah rumah tangga. Padahal berdasarkan pengalaman di lapangan air sisa teh dapat menyuburkan tanaman

ketika dibuang disamping tanaman (Nadya, 2008). Menurut pengalaman Isroi (2008) tanaman yang disiram dengan air teh pertumbuhannya lebih baik dibandingkan dengan yang tidak diberi air teh. Hal ini menunjukkan bahwa sebagai limbah rumah tangga, air teh dapat dimanfaatkan sebagai pupuk bagi tanaman. Menurut Pambudi (2000) kandungan hara atau mineral air teh cukup beragam, baik unsur makro maupun mikro, namun, secara ilmiah perlu dibuktikan kebenarannya. Selain air teh, pupuk yang baik untuk tanaman adalah pupuk kascing. Pupuk kascing merupakan pupuk organik dari perombakan bahan-bahan organik dengan bantuan mikroorganisme dan cacing. Kascing mengandung berbagai unsur hara dan kaya akan zat pengatur tumbuh yang mendukung pertumbuhan tanaman. Menurut Zahid (1994) kascing mengandung zat pengatur tumbuh seperti giberellin, sitokinin dan auxin, serta unsur hara N, P, K, Mg dan Ca dan Azotobacter sp yang merupakan bakteri penambat N nonsimbiotik yang akan membantu memperkaya unsur N yang dibutuhkan oleh tanaman. Kascing juga mengandung berbagai unsur hara mikro yang dibutuhkan tanaman seperti Fe, Mn, Cu, Zn, Bo dan Mo (Mashur, 2001). Penggunaan air/ekstrak teh dan pupuk kascing diharapkan dapat memberikan pengaruh yang positif karena keduanya merupakan penerapan pupuk organik yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Ekstrak teh dan pupuk kascing perlu dikaji lebih jauh dengan melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tanaman caisim.

B. Perumusan Masalah Caisim merupakan salah satu sayuran yang digemari masyarakat karena memiliki rasa yang enak, renyah dan segar. Kebutuhan akan sayuran ini semakin lama semakin meningkat. Kebutuhan yang meningkat tersebut harus diikuti dengan peningkatan kuantitas dan kualitas caisim. Pengggunaan bahanbahan alami diduga mampu meningkatkan produksi caisim dan aman bagi kesehatan. Bahan alami diantaranya adalah teh dan kascing.

Manfaat air teh sisa yang dapat menyuburkan tanaman belum dapat dibuktikan secara ilmiah. Belum banyak penelitian terkait air teh sisa dan pengaruhnya pada tanaman. Padahal jika itu benar, maka limbah teh tersebut dapat dimanfaatkan menjadi pupuk. Pengunaan kascing sebagai pupuk organik belum banyak diterapkan. Pupuk kascing mengandung hara baik makro maupun mikro lebih tinggi jika dibandingkan dengan pupuk kompos lainnya. Oleh karena itu, ekstrak/air teh dan kascing dapat dijadikan sebagai pupuk bagi tanaman, sehingga perlu diteliti lebih jauh tentang pengaruh keduanya terhadap pertumbuhan tanaman. Adapun permasalahan yang ingin diketahui dari penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengaruh ekstrak teh terhadap pertumbuhan dan hasil caisim? 2. Bagaimana pengaruh kascing terhadap pertumbuhan dan hasil caisim? 3. Bagaimana interaksi antara ekstrak teh dan pupuk kascing terhadap pertumbuhan dan hasil caisim?.

C. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui pengaruh ekstrak teh terhadap pertumbuhan dan hasil caisim 2. Mengetahui pengaruh kascing terhadap pertumbuhan dan hasil caisim 3. Mengetahui interaksi antara ekstrak teh dan pupuk kascing terhadap pertumbuhan dan hasil caisim II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Caisim Caisim (Brassica juncea L.) merupakan tanaman semusim, berbatang pendek hingga hampir tidak terlihat. Daun Caisim berbentuk bulat panjang serta berbulu halus dan tajam, urat daun utama lebar dan berwarna putih. Daun caisim ketika masak bersifat lunak, sedangkan yang mentah rasanya agak pedas. Pola pertumbuhan daun mirip tanaman kubis, daun yang muncul terlebih dahulu menutup daun yang tumbuh kemudian hingga membentuk krop bulat panjang yang berwarna putih. Susunan dan warna bunga seperti

kubis (Sunarjono, 2004). Adapun klasifikasi tanaman casim adalah sebagai berikut : Kingdom Sub-kingdom Super-divisio Divisio Kelas Sub-kelas Ordo Familia Genus Spesies : Plantae : Tracheobionta : Spermatophyta : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Dilleniidae : Capparales : Brassicaceae : Brassica : Brassica juncea (L.) Czern. (Anonim, 2008b).

Di Indonesia dikenal tiga jenis sawi yaitu: sawi putih atau sawi jabung, sawi hijau dan sawi huma. Sawi putih (B. Juncea L. Var. Rugosa Roxb. & Prain) memiliki batang pendek, tegap dan daun lebar berwarna hijau tua, tangkai daun panjang dan bersayap melengkung ke bawah. Sawi hijau, memiliki ciri-ciri batang pendek, daun berwarna hijau keputih-putihan, serta rasanya agak pahit, sedangkan sawi huma memiliki ciri batang kecil-panjang dan langsing, daun panjang-sempit berwarna hijau keputih-putihan, serta tangkai daun panjang dan bersayap (Rukmana, 1994).

Di antara sayuran daun, caisim merupakan komoditas yang memiliki nilai komersial dan digemari masyarakat Indonesia. Konsumen menggunakan daun caisim baik sebagai bahan pokok maupun sebagai pelengkap masakan tradisional dan masakan cina. Selain sebagai bahan pangan, caisim dipercaya dapat menghilangkan rasa gatal di tenggorokan pada penderita batuk. Caisim pun berfungsi sebagai penyembuh sakit kepala dan mampu bekerja sebagai pembersih darah (Haryanto et al., 2001). Manfaat tanaman caisim/sawi adalah daunnya digunakan sebagai sayur dan bijinya dimanfaatkan sebagai minyak serta pelezat makanan. Tanaman caisim/sawi banyak disukai karena rasanya serta kandungan beberapa

vitaminnya. Pada daun sawi 100 gr terkandung 6460 IU Vitamin A, 102 mg Vit B, 0,09 mg Vit C, 220 mg kalsium dan kalium (Arief, 1990). B. Ekstrak Teh Salah satu produk komoditas dunia yang dihasilkan Indonesia adalah teh. Teh menjadi produk minuman yang mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan. Jenis teh yang dikenal ada 2 macam, yaitu Camelia sinensis var. sinensis dari Cina dan C. sinensis var. assamica dari India. Zat aktif yang terdapat dalam teh antara lain katekin, epigalokatekin galat, tanin, teobromin dan teofilin (Maroef, 2000). Senyawa utama teh adalah katekin, yaitu kerabat tanin terkondensasi yang disebut polifenol. Teh juga mengandung alkaloid kafein yang bersamasama polifenol akan membentuk rasa menyegarkan. Beberapa vitamin yang terkandung dalam teh adalah vitamin E, vitamin C, vitamin B, dan vitamin A. Ada juga beberapa mineral dalam teh, salah satunya adalah Flouride (Kustamiyati, 2000). Air sisa teh, baik yang berupa teh celup atau teh daun, dapat menjadi sumber pupuk yang baik bagi tanaman, meskipun tidak dapat diserap secara langsung. Dalam penggunaan bekas teh celup sebagai pupuk, maka bungkus teh harus dibuka dan disebar atau ditimbun ke dalam pot. Ampas teh tersebut akan menjadi penyedia hara melalui proses dekomposisi (Nadya, 2008).

Teh cukup banyak mengandung mineral, baik makro maupun mikro. Komponen aktif yang terkandung dalam teh, baik yang volatil maupun yang non-volatil antara lain adalah polyphenol (10-25%), methylxanthines, asam amino, peptida, tannic acid (9-20%), vitamin (C, E dan K), Kalium (1795 mg%), Flour (0,1-4,2 mg/L), Zinc (5,4 mg%), Mangan (300-600 g/ml), Magnesium (192 mg%), Betakaroten (13-20%), Selenium (1-1,8 ppm%), Copper (0,01 mg%) dan kafein (45-50 mg%). Kandungan senyawa-senyawa tersebut berbeda-beda antara masing-masing jenis teh (Pambudi, 2000). Menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI tahun 1981, dalam

100 gram daun teh terhadap kandungan bahan-bahan sebagai berikut : kalori 132, lemak 0,79; kalsium 717 mg; besi 11,8 mg; vitamin B 0,01 mg; air 7,6 gr; protein 19,59; karbohidrat 67,89; fosfor 265 mg; vitamin A 2095 SI, Vitamin C 300 mg (Team Penulis PS, 1993).

C. Pupuk Kascing Kascing adalah tanah bekas pemeliharaan cacing yang merupakan produk samping dari budidaya cacing tanah yang berupa pupuk organik, cocok untuk pertumbuhan tanaman karena dapat meningkatkan kesuburan tanah. Kascing mengandung berbagai bahan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman yaitu zat pengatur tumbuh seperti giberellin, sitokinin dan auksin, serta mengandung unsur hara N, P, K, Mg dan Ca dan Azotobacter sp yang merupakan bakteri penambat N non-simbiotik yang akan membantu memperkaya unsur N yang dibutuhkan oleh tanaman (Zahid, 1994). Dalam pembuatan kascing, cacing tanah memegang peranan penting yaitu sebagai dekomposer. Cacing tanah memiliki enzim seperti protease, lipase, amilase, selulose dan kitin yang memberikan perubahan kimia secara cepat terhadap meterial selulosa dan protein dari sampah organik. Aktivitas cacing tanah menunjukkan peningkatan dekomposisisi dan penghancuran sampah secara alami (60% - 80%). Hal ini sangat berpengaruh mempercepat waktu pengomposan hingga beberapa minggu (Sinha et al., 2002).

Beberapa keunggulan kascing adalah menyediakan hara N, P, K, Ca, Mg dalam jumlah yang seimbang dan tersedia, meningkatkan kandungan bahan organik, meningkatkan kemampuan tanah mengikat lengas, menyediakan hormon pertumbuhan tanaman, menekan risiko akibat infeksi patogen, sinergis dengan organisme lain yang menguntungkan tanaman serta sebagai penyangga pengaruh negatif tanah (Sutanto, 2002). Pemberian kascing pada tanah dapat memperbaiki sifat fisik tanahmemperbaiki struktur tanah, porositas, permeabilitas, meningkatkan

kemampuan untuk menahan air. Di samping itu kascing dapat memperbaiki kimia tanah seperti meningkatkan kemampuan untuk menyerap kation sebagai sumber hara makro dan mikro serta meningkatkan pH pada tanah asam (Kartini, 2005). Kascing mengandung KTK yang tinggi, 35 meq/100 g sampai 130 meq/100 g. KTK atau kapasitas tukar kation adalah kemampuan tanah untuk memberikan atau menerima kation, hara atau nutrisi tanaman. KTK kascing bervariasi sesuai dengan jenis bahan yang digunakan. KTK tanah lebih rendah daripada KTK kascing. Dengan demikian, kascing dapat menambah hara kedalam tanah dan meningkatkan kesuburan tanah (Mulat, 2003). Kascing (vermikompos) dari cacing tanah Lumbricus rubellus

mengandung C 20,20%. N 1,58%, C/N 13, P 70,30 mg/100g, K 21,80 mg/ 100g, Ca 34,99 mg/100g, Mg 21,43 mg/100g, S 153,70 mg/kg, Fe 13,50 mg/kg, Mn 661,50 mg/ kg, AI 5,00 mg/kg, Na 15,40 mg/kg, Cu 1,7 mg/ kg, Zn 33,55 mg/kg, Bo 34,37 mg/kg, dan pH 6,6-7,5. Vermikompos yang berkualitas baik ditandai dengan warna hitam kecoklatan hingga hitam, tidak berbau, bertekstur remah dan matang (C/N < 20) (Mashur, 2001). Pengaplikasian pupuk kascing (dari kotoran sapi, ayam, kuda dan domba) dengan dosis 10 ton/ha pada tanaman sawi, menunjukkan bahwa semua jenis pupuk kascing dapat meningkatkan kandungan N dan menurunkan C/N tanah latosol, meningkatkan serapan N, kandungan klorofil, dan biomassa tanaman. Diantara keempat jenis pupuk kascing, pupuk kascing asal kotoran sapi yang memberikan pengaruh terbaik, baik terhadap tanah maupun terhadap tanaman (Wahyudin, 2001). Secara visual perlakuan kascing pada sawi menunjukkan penampilan paling baik (segar, lembut, warna bagus, cerah dan mengkilat), sedangkan penggunaan pupuk an-organik penampilan segar dan kaku. Kelebihan dari perlakuan kascing adalah mampu memperpanjang umur panen sawi selama kurang lebih 1 minggu (Kariada dan Sukadana, 2000). Kascing berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan vegetatif kentang yang meliputi: tinggi tanaman, berat basah dan berat kering tanaman.

Pertumbuhan vegetatif tertinggi diperoleh pada perlakuan pemberian pupuk kascing yaitu tinggi tanaman rata-rata 33,33 cm, berat basah tanaman ratarata 99,73 g dan berat kering tanaman rata-rata 8,95 g dan terendah pada perlakuan tanpa pemeberian pupuk kascing, yaitu tinggi tanaman rata-rata 24,70 cm, berat basah tanaman rata-rata 87,49 g dan berat kering rata-rata 8,38 g (Krisnawati, 2003). Hasil penelitian pada tomat menunjukkan bahwa penambahan vermikompos (kascing) pada 15 ton/ha berpengaruh nyata meningkatkan total organik tanah, total N, P, K, Ca, Zn dan Mn, dibandingkan tanpa vermikompos. Penambahan vermikompos dalam tanah mampu menurunkan pH tanah. Dengan penambahan vermikompos, komponen fisika tanah seperti struktur dan porositas tanah menjadi lebih baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan vermikompos berdampak positif terhadap komponen kimia dan fisika tanah (Azarmi et al., 2008). Hasil penelitian Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian (IP2TP) Denpasar menunjukkan sawi yang ditanam menggunakan media bekas kascing sebanyak 5 ton/hektar meningkatkan panen sawi sebanyak 28,088 ton/ha. Pada pemberian pupuk 150 kg Urea, 250 kg ZA, 50 kg SP-36, dan 50 kg KCl hanya menghasilkan 12,826 ton/ha. Selain itu, penampilan sawi lebih segar, lembut, warna lebih hijau, cerah dan mengkilap. Panen dapat dilakukan secara bertahap. Di sisi lain, penanaman kedua dan ketiga tidak perlu menambahkan kascing lagi (Trubus, 2007). III. METODE PENELITIAN

A.

Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Februari sampai Maret 2009 di Screen House dan Laboratorium Ekologi dan Manajemen Produksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan ketinggian tempat 96 mdpl dengan letak astronomi 7o 33 39,5 LS dan 110o 51 31,4 BT.

10

B.

Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh, tanah, pasir, arang sekam, benih caisim, pupuk kascing, air, label dan polibag. Alat yang digunakan yaitu gelas air mineral, botol 1,5 L, pengaduk, saringan, alat tulis, penggaris, timbangan, ember, alat hitung, gelas ukur, klorofilmeter, baki dan oven.

C.

Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang disusun secara faktorial dengan 2 faktor yaitu : a. Konsentrasi ekstrak teh, dengan 4 taraf yaitu 0 g/L (K0), 10 g/L (K1), 20 g/L (K2), dan 30 g/L (K3). b. Dosis pupuk kascing, dengan 4 taraf yaitu 0 ton/ha (P0), 4 ton/ha (P1), 8 ton/ha (P2) dan 12 ton/ha (P3). Setara dengan 0 g/tanaman, 10 g/tanaman, 20 g/tanaman dan 30 g/tanaman. Didapatkan variasi kombinasi 16 percobaan dan dilakukan ulangan sebanyak 3 kali. Dalam setiap ulangan ada 2 unit sampel, sehingga total 96 unit tanaman.

2. Pelaksanaan Penelitian a. Persemaian benih Persemaian benih dilakukan dengan menggunakan media arang sekam. Jarak tanam benih 1 cm x 3 cm. Benih yang ditanam kemudian ditutup dengan arang sekam tipis. b. Membuat media tanam Media yang digunakan adalah tanah dan pasir dengan perbandingan 1 : 1. Media tanam tersebut dicampur hingga merata, kemudian dimasukkan dalam polibag dengan ukuran diameter

11

15 cm. Selanjutnya pupuk kascing diberikan tiap polibag sesuai dengan perlakuan. c. Penanaman bibit Bibit yang telah berumur 2 minggu (berdaun 4 helai) dipindahkan ke media tanam dalam polibag dengan ukuran 21 cm x 10 cm. Bibit yang dipilih adalah bibit yang sehat, baik dan seragam. Jarak tanam antar caisim adalah 15 cm x 15 cm. d. Membuat ekstrak teh Teh direndam dalam air dengan konsentrasi sesuai perlakuan dan dibiarkan selama semalam. Kemudian larutan disaring untuk memisahkan antara ampas dan ekstrak teh. Ekstrak teh siap untuk diaplikasikan pada tanaman. e. Pemeliharaan tanaman Penyiraman dilakukan setiap hari sekali yaitu pada pagi hari. Penyulaman dilakukan untuk mengganti bibit yang mati 3 -7 hari setelah tanam. Penyulaman tidak dilakukan karena hidup semua. Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut gulma secara hatihati agar tidak merusak tanaman. Gulma yang ada termasuk dalam gulma berdaun lebar. Pengendalian hama dan penyakit Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara mekanik dan secara hayati menggunakan ekstrak daun mimba. Pemanenan Pemanenan dilakukan setelah caisim berumur 32 HST. Kriteria panen caisim ketika daun paling bawah menunjukkan warna kuning dan belum berbunga. g. Aplikasi ekstrak teh Ekstrak teh yang telah siap disiramkan ke tanaman dengan menggunakan gelas air mineral. Aplikasi larutan teh dilakukan seminggu sekali pada waktu pagi hari. Setiap tanaman mendapatkan 100 ml ekstrak teh tiap aplikasi.

12

3. Variabel Penelitian a. Tinggi tanaman Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang sampai titik tumbuh. Pengukuran dilakukan seminggu sekali. b. Jumlah daun Jumlah daun dihitung dengan menghitung jumlah daun tanaman. Daun yang dihitung yaitu daun yang sudah terbentuk sempurna. Penghitungan dilakukan seminggu sekali. c. Luas daun Luas daun dihitung dengan menggunakan gabungan antara metode punch dan gravimetri. Metode punch dilakukan dengan membuat lubang pada daun dengan menggunakan batang silindris yang telah diketahui luasnya, sedangkan metode gravimetri dengan

membandingkan berat kering daun total dengan daun sub-sampel yang telah diketahui luasnya. Rumus yang digunakan adalah : LD = (BDT/BDS) x n x d keterangan : BDT = Berat kering daun total BDS = Berat kering daun sub-sampel n = Jumlah daun d = Luas daun sub-sampel (Sitompul dan Guritno, 1995) Luas daun dihitung setelah panen pada semua tanaman . d. Kandungan klorofil Kandungan klorofil diukur dengan menggunakan klorofilmeter. Pengukuran dilakukan pada daun ketiga dari pucuk sebanyak 3 kali kemudian diambil rata-ratanya. Pengukuran dilakukan pada waktu akhir pengamatan (32 HST). e. Berat segar akar Berat akar diperoleh setelah panen ditimbang dengan

menggunakan timbangan. Akar dicuci bersih sebelum ditimbang. f. Biomassa akar

13

Biomassa akar diperoleh dengan memasukkan akar ke dalam oven dengan suhu 80o C sampai berat konstan. g. Volume akar Volume akar diukur dengan memasukkan akar dalam gelas ukur yang telah diketahui volume awalnya. Penambahan volume air dalam gelas ukur adalah volume akar tersebut. h. Berat segar tajuk Dihitung dengan menimbang tajuk tanaman yang masih segar. Diukur dengan menggunakan timbangan i. Biomassa tajuk Biomassa tajuk diperoleh dengan memasukkan tajuk tanaman kedalam oven dengan suhu 80o C sampai berat konstan. j. Rasio akar-tajuk Rasio akar tajuk diperoleh dengan membagi berat kering akar dengan berat kering tajuk. 4. Analisis Data Analisis data dilakukan dengan uji F pada tingkat kepercayaan 95 % dan apabila berbeda nyata akan dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) 5 %. Data dilanjutkan dengan analisis regresi untuk mengetahui hubungan antara perlakuan dengan variabel penelitian. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN 1. Tinggi Tanaman Tinggi merupakan salah satu parameter pertumbuhan tanaman. Tanaman setiap waktu terus tumbuh yang menunjukkan telah terjadi pembelahan dan pembesaran sel. Pertumbuhan tanaman sangat

dipengaruhi oleh faktor lingkungan, fisiologi dan genetik tanaman. Pada caisim, tinggi tanaman adalah pencerminan panjang batang yang beruas

14

dan berbuku sehingga juga mencerminkan kuantitas daun.


Rerata Tinggi Caisim
7 6 5 tinggi (cm) 4 3 2 1 0 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST Waktu Pengam atan K0P0 K0P1 K0P2 K0P3 K1P0 K1P1 K1P2 K1P3 K2P0 K2P1 K2P2 K2P3 K3P0 K3P1 K3P2 K3P3

Gambar 1. Grafik rerata tinggi tanaman caisim pada 1 4 MST Analisis ragam menunjukkan bahwa ekstrak teh dan pupuk kascing tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman. Tinggi tanaman rata-rata meningkat hanya karena peningkatan umur. Pada akhir penelitian (4 MST) tinggi tanaman caisim antara 4,6 cm hingga 6,1 cm.

2. Jumlah Daun Daun merupakan organ tanaman tempat mensintesis makanan untuk kebutuhan tanaman maupun sebagai cadangan makanan. Daun memiliki klorofil yang berperan dalam melakukan fotosintesis. Semakin banyak jumlah daun, maka tempat untuk melakukan proses fotosisntesis lebih banyak dan dan hasilnya lebih banyak juga. Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pupuk kascing memberikan pengaruh nyata meningkatkan jumlah daun caisim, sedangkan ekstrak teh tidak berpengaruh nyata. Berdasarkan uji DMRT taraf 5%, jumlah daun terendah adalah pada perlakuan pupuk kascing 0 ton/ha yaitu rata-rata sebesar 6,0 helai daun, sedangkan rerata jumlah daun tertinggi pada perlakuan 8 ton/ha yaitu 7,5 helai daun. Namun, pupuk kascing 4 ton/ha, 8 ton/ha dan 12 ton/ha menunjukkan jumlah daun yang

15

tidak berbeda nyata. Tabel 1. Pengaruh pupuk kascing terhadap rerata jumlah daun caisim Pupuk Kascing (ton/ha) 0 4 8 12 Rerata jumlah daun (helai) 6,0 a 7,0 b 7,5 b 6,9 b

Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT taraf 5 %.

3. Kandungan Klorofil Klorofil banyak terdapat di daun dan bagian tanaman lainnya dengan karakteristik berwarna hijau dan berperan dalam proses fotosintesis tanaman. Klorofil berada dalam kloroplas, tempat berlangsungnya fotosintesis. Pigmen-pigmen yang terdapat didalam membran tilakoid akan menyerap cahaya yang berasal dari matahari atau sumber lain, kemudian mengubah energi cahaya menjadi energi kimia dalam bentuk adenosin trifosfat (ATP) (Lakitan, 2004). Semakin banyak kandungan klorofil maka kemungkinan terjadinya proses fotosintesis akan berjalan lebih cepat sehingga fotosintat yang dihasilkan pun lebih tinggi. Fotosintat digunakan untuk memenuhi kebutuhan tanaman, pertumbuhan serta sebagai cadangan makanan.

16

Gambar 2. Rerata kandungan klorofil daun caisim pada umur 32 HST Analisis ragam menunjukkan ekstrak teh dan pupuk kascing tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan klorofil daun. Rerata tertinggi kandungan klorofil terjadi pada perlakuan ekstrak teh 10 g/L dan pupuk kascing 8 ton/ha yaitu sebesar 33,73, sedangkan yang terendah pada perlakuan ekstrak teh 0 g/L dan pupuk kascing 4 ton/ha yaitu sebesar 28,83.

4. Luas Daun Daun merupakan organ penting tanaman yang berperan dalam proses fotosintesis karena terdapat klorofil. Luas daun dan jumlah klorofil yang tinggi akan menyebabkan proses fotosintesis berjalan dengan baik. Semakin besar luas daun tanaman maka penerimaan cahaya matahari akan juga lebih besar. Cahaya merupakan sumber energi yang digunakan untuk melakukan pembentukan fotosintat. Dengan luas daun yang tinggi, maka cahaya akan dapat lebih mudah diterima oleh daun dengan baik.

Gambar 3. Rerata luas daun caisim pada umur 32 HST Analisis ragam menunjukkan ekstrak teh dan pupuk kascing tidak berpengaruh nyata terhadap luas daun caisim. Rerata tertinggi luas daun pada perlakuan ekstrak teh 30 g/L dan pupuk kascing 4 ton/ha sebesar 714,3 cm2, sedangkan rerata luas daun terendah pada perlakuan ekstrak teh

17

0 g/L dan 8 ton/ha yaitu sebesar 331,9 cm2.

5. Berat segar tajuk Berat segar tajuk caisim terdiri atas batang dan daun. Semakin banyak jumlah daun maka berat segar tajuk tanaman juga akan meningkat. Berdasarkan analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pupuk kascing memberikan pengaruh sangat nyata meningkatkan berat segar tajuk, sedangkan perlakuan ekstrak teh tidak berpengaruh nyata. Tabel 2. Pengaruh pupuk kascing terhadap rerata berat segar tajuk caisim Pupuk Kascing (ton/ha) 0 4 8 12 Rerata berat segar tajuk (g) 11,1 a 18,0 b 21,1 b 19,6 b

Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT taraf 5 %.

Berdasarkan Uji DMRT 5% rerata berat segar tajuk tertinggi pada pemberian pupuk kascing dengan dosis 8 ton/ha, sedangkan terendah pada perlakuan 0 ton/ha. Pupuk kascing 12 ton/ha menghasilkan rata-rata berat segar sebesar 19,6 g, sedangkan pupuk kascing 8 ton/ha sebesar 21,1 g. Perlakuan pupuk kascing 12 ton/ha hasilnya lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan 8 ton/ha.

18

Berat Segar Tajuk Caisim


Berat Segar Tajuk (g) 25 20 15 10 5 0 0 4 8 12 Dosis Kascing (ton/ha)

Y = 11,102 + 0,918 X + 0,021 X2 (R2 = 1,00)

Gambar 4. Regresi dosis pupuk kascing terhadap berat segar tajuk caisim Berdasarkan analisis regresi dosis pupuk kascing terhadap berat segar tajuk caisim diperoleh persamaan Y = 11,102 + 0,918 X + 0,021 X2 (R2 = 1,00). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan dosis pupuk kascing meningkatkan berat segar tajuk sampai pada titik optimum yaitu pada dosis 8 ton/ha (20 g/tanaman), dan jika dosis pupuk kascing ditingkatkan menunjukkan berat segar tajuk menurun.

6. Biomassa tajuk Biomassa pada umumnya digunakan sebagai petunjuk yang memberikan ciri pertumbuhan. Biomassa merupakan akumulasi hasil fotosintat yang berupa protein, karbohidrat dan lipida (lemak). Semakin besar biomassa suatu tanaman, maka kandungan hara dalam tanah yang terserap oleh tanaman juga besar. Biomassa tajuk merupakan akumulasi fotosintat yang berada dibatang dan daun.

19

Gambar 5. Rerata biomassa tajuk tanaman caisim pada umur 32 HST Analisis ragam menunjukkan bahwa ekstrak teh dan pupuk kascing tidak berpengaruh nyata terhadap biomassa tajuk. Rerata tertinggi biomassa tajuk terdapat pada perlakuan ekstrak teh 30 g/L dan pupuk kascing 4 ton/ha sebesar 1,5 g, sedangkan biomassa tajuk terendah pada perlakuan ekstrak teh 0 g/L dan pupuk kascing 8 ton/ha. Meskipun demikian terlihat bahwa pemberian pupuk kascing meningkatkan biomassa dibandingkan dengan tanpa pupuk kascing.

7. Berat Segar Akar Akar merupakan organ vegetatif utama yang memasok air, mineral dan bahan-bahan yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Sistem perakaran tanaman lebih dikendalikan oleh sifat genetik dari tanaman yang bersangkutan, kondisi tanah atau media tanam. Faktor yang mempengaruhi pola sebaran akar antara lain: penghalang mekanis, suhu tanah, aerasi, ketersedian hara dan air. Analisis ragam menunjukkan bahwa ekstrak teh tidak berpengaruh nyata, sedangkan perlakuan dosis pupuk kascing berpengaruh nyata menurunkan berat segar akar. Rerata tertinggi berat segar akar pada pemberian kascing dengan dosis 0 ton/ha sebesar 2,9 g, sedangkan terendah pada perlakuan pupuk kascing 12 ton/ha sebesar 0,9 g. Hal ini

20

diduga karena pH ekstrak teh yang cenderung asam serta peran hormon auksin yang terkandung dalam pupuk kascing yang bersifat menghambat pertumbuhan akar serta kandungan hara yang cukup tersedia dalam media. Tabel 3. Pengaruh pupuk kascing terhadap rerata berat segar akar caisim Pupuk Kascing (ton/ha) 0 4 8 12 Rerata berat segar akar 2,9 c 1,6 ab 2,0 abc 0,9 a

Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT taraf 5. %

8. Biomassa Akar Dalam melihat pertumbuhan tanaman paling sedikit 90 persen bahan kering tanaman adalah hasil fotosintesis. Biomassa juga memberikan suatu dasar yang mudah bagi tanaman terutama mengukur kemampuan tanaman sebagai penghasil fotosintesis. Nisbah biomassa bagian-bagian yang berlainan terhadap biomassa total yang sering kali digunakan sebagai ikhtisar data pembagian yang baik (Lakitan, 2004). Kandungan unsur hara dalam tumbuhan dapat dihitung berdasarkan beratnya per satuan biomassa bahan kering tanaman.

21

Gambar 6. Rerata biomassa akar tanaman caisim pada umur 32 HST Analisis ragam menunjukkan bahwa ekstrak teh dan pupuk kascing tidak berpengaruh nyata terhadap biomassa akar. Rerata tertinggi biomassa akar pada perlakuan ekstrak teh 0 g/L dan pupuk kascing 8 ton/ha yaitu sebesar 1,065 g, sedangkan terendah pada perlakuan ekstrak teh 30 g/L dan dosis pupuk kascing 0 ton/ha yaitu sebesar 0,115 g. Hal ini berkaitan dengan berat segar akar tanaman yang menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis pupuk kascing yang diberikan maka beratnya mengalami penurunan. Pengaruh ini berkaitan dengan proses penghambatan pertumbuhan akar oleh auksin dan pengaruh pH.

9. Volume Akar Volume akar dipengaruhi oleh tingkat distribusi akar dan ketersediaan hara dan air. Akar yang tersebar dan didukung oleh air dan hara yang cukup akan meningkatkan volume akar. Volume akar dapat menjadi parameter untuk mengukur jangkauan akar dalam memperoleh hara dan air.

22

Gambar 7. Rerata volume akar tanaman caisim pada umur 32 HST Analisis ragam menunjukkan bahwa ekstrak teh dan pupuk kascing tidak berpengaruh nyata terhadap volume akar. Rerata tertinggi volume akar pada perlakuan ekstrak teh 0 g/L dan pupuk kascing 8 ton/ha yaitu sebesar 4,16 cm3, sedangkan volume akar rata-rata terendah pada perlakuan ekstrak teh 10 g/L dan pupuk kascing 4 ton/ha, ekstrak teh 0 g/L dan pupuk kascing 0 ton/ha dan ekstrak teh 30 g/L dan pupuk kascing 12 ton/ha sebesar 1 cm3.

10. Rasio Akar Tajuk Rasio akar tajuk merupakan perbandingan antara biomassa akar dibagi biomassa tajuk. Rasio akar tajuk dilakukan untuk mengetahui tingkat perkembangan tanaman baik akar maupun daun pada perlakuan yang diberikan. Menurut Fitter dan Hay (1998) bahwa rasio akar tajuk merupakan sifat yang sangat plastis (mudah berubah). Rasio akar tajuk meningkat karena beberapa faktor seperti rendahnya suplai air, rendahnya suplai nitrogen, rendahnya oksigen tanah dan rendahnya temperatur tanah. Rasio akar tajuk merupakan petunjuk yang baik tentang pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan tanaman.

23

Tabel 4. Nilai rata-rata rasio akar tajuk pada perlakuan ekstrak teh dan pupuk kascing Perlakuan Pupuk kascing 0 ton/ha 4 ton/ha 8 ton/ha 12 ton/ha 0 g/L 0,60 b 0,42 a 1,31b 0,34 a Ekstrak teh 10 g/L 20 g/L 0,33 ab 0,17 a 0,11 a 0,14 a 0,20 a 0,21 a 0,40 a 0,33 a 30 g/L 0,12 a 0,28 a 0,21 a 0,13 a

Keterangan: Nilai yang diikuti huruf sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT taraf 5%

Analisis ragam menunjukkan bahwa ekstrak teh dan pemberian dosis pupuk kascing berpengaruh menurunkan nilai rasio akar tajuk caisim. Kedua perlakuan memiliki interaksi dalam menurunkan nilai rasio akar tajuk. Pada pupuk kascing 0 ton/ha terlihat bahwa penambahan ekstrak teh menurunkan rasio akar tajuk. Pada pupuk kascing 4 ton/ha dan 8 ton/ha memiliki rasio akar tajuk tinggi tanpa ekstrak teh, sedangkan penambahan ekstrak teh 10 g/L rasio akar tajuk turun dan selanjutnya naik dengan bertambahnya konsentrasi ekstrak teh yang diberikan. Pada pupuk kascing 12 ton/ha cenderung menurunkan nilai akar tajuk. Nilai yang ditunjukkkan dari rasio akar tajuk menunjukkan bahwa semakin besar nilainya maka biomassa tajuk tanaman kecil dan memiliki biomassa akar yang besar.

B. PEMBAHASAN Caisim (Brassica juncea L.) merupakan jenis sayuran yang dapat hidup baik didataran tinggi maupun didataran rendah. Pertumbuhan optimal caisim akan tercapai jika kondisi lingkungan seperti cahaya, kelembaban, suhu dan jenis tanah mendukung. Dalam budidaya caisim, meningkatkan berat tajuk adalah hal yang utama sebab yang dikonsumsi adalah bagian tajuk. Dalam penelitian ini akan menjelaskan hubungan antara variabel penelitian dengan berbagai kondisi yang mempengaruhi pertumbuhan caisim. Tinggi tanaman caisim berkaitan erat dengan jumlah daun. Hal ini karena daun merupakan organ yang terletak pada buku batang caisim. Semakin tinggi tanaman maka jumlah daun yang terbentuk juga semakin

24

banyak. Berdasarkan hasil penelitian ini, perlakuan ekstrak teh dan pupuk kascing tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Namun, pupuk kascing berpengaruh meningkatkan jumlah daun. Hal ini menunjukkan bahwa dengan tinggi tanaman yang hampir sama terdapat jumlah daun yang berbeda karena terdapat perbedaan internode pada batang caisim. Internode yang pendek memungkinkan jumlah daun yang lebih banyak. Jumlah daun tertinggi terdapat pada perlakuan pupuk kascing 8 ton/ha. Hanadi (1979) cit. Mahrita (2003) menyatakan semakin tinggi dosis pupuk yang diberikan maka kebutuhan N oleh tanaman semakin terpenuhi. Nitrogen sangat penting bagi pertumbuhan tanaman yaitu untuk pembentukan dan pembelahan sel baik dalam daun, batang, dan akar. Pemberian kascing mampu menambah unsur hara dalam tanah, sehingga pertumbuhan tanaman meningkat karena fotosintesis meningkat dengan tersedianya unsur hara. Jumlah dan ukuran daun dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan. Kascing mampu meningkatkan ketersediaan hara Ca, Mg dan K tanah disekitarnya serta adanya zat pengatur tumbuh seperti auksin, memacu pembentukan daun. Menurut Zahid (1994) penambahan hara dan zat pengatur tumbuh dari kascing berperan penting dalam pembentukan daun. Pada dosis pupuk kascing yang lebih tinggi menyebabkan jumlah daun menurun. Hal ini diduga karena caisim telah mengalami kejenuhan hara sehingga akar tidak mampu menyerap hara secara optimal. Tinggi tanaman dan jumlah daun berpengaruh pada berat segar tajuk tanaman. Semakin besar tinggi tanaman dan semakin banyak jumlah daun, maka berat segar tajuk akan meningkat. Berdasarkan penelitian berat segar tajuk meningkat dengan penggunaan pupuk kascing. Pada dosis kascing 8 ton/ha, didapatkan berat segar tajuk tertinggi yaitu 21,1 g. Pada perlakuan kascing 12 ton/ha, berat segat tajuk menurun yaitu 19,6 g (tabel 2). Pada perlakuan pupuk kandang sapi, Syukur (2005) menyatakan pemberian pupuk kandang sapi 20 ton/ha berpengaruh nyata meningkatkan berat segar tajuk, namun apabila takaran pupuk kandang sapi ditingkatkan akan menyebabkan penurunan berat segar tajuk.

25

Selain tinggi dan jumlah daun, meningkatnya berat segar tajuk juga karena luas daun dan klorofil. Kedua komponen tersebut berperan dalam meningkatkan proses fotosintesis tanaman. Semakin luas daun caisim dan semakin banyak jumlah klorofil maka fotosisntesis akan berjalan lancar dengan adanya cahaya matahari yang mendukung. Walaupun luas daun dan kandungan klorofil tidak menunjukkan berbeda nyata, berat segar tajuk ini dipengaruhi oleh keadaan hara yang tersedia dalam media. Pada pertanaman yang baik dan tidak terserang hama atau penyakit, produksi sawi berkisar 20 - 50 ton/ha tergantung varietas dan jumlah populasi tanaman (Rukmana, 1994). Pada penelitian ini dapat dihasilkan caisim sekitar 8,44 ton/ha (lampiran 17). Hasil tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan produksi sawi di lapangan. Hal tersebut dikarenakan pH ekstrak teh yang rendah (pH=4,79) dimungkinkan dapat menurunkan pH tanah yang menyebabkan penyerapan hara menjadi terganggu. Keasaman tamah (pH) yang ideal adalah 6 7, namun dapat toleran pada kisaran pH 5,9 8,2 (Rukmana, 1994). Selain itu, dengan ukuran polibag 21 cm x 10 cm media tanam belum cukup untuk menyediakan unsur hara bagi tanaman secara maksimal. Penggunaan pupuk organik seperti kascing sangat penting bagi tanah maupun tanaman. Kascing mengandung zat pengatur tumbuh dan juga asam humid. Penelitian pada cabai menunjukkan bahwa asam humid kascing dari limbah makanan menghasilkan bunga dan buah dengan jumlah yang signifikan (Arancon et al., 2006). Menurut Widijanto et al., (2007) bahwa pupuk organik dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) sehingga pupuk tidak mudah mengalami pelindian. Penambahan pupuk organik menyebabkan N total meningkat hingga 0,1906 % N. Pemakaian pupuk organik seperti kascing ini penting karena menghasilkan kandungan bahan organik dan nitrogen yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pemakaian pupuk kimia. Penggunaan azolla sebagai pupuk organik meningkatkan N total tanah dibandingkan dengan pupuk urea yaitu 0,43% N 0,59% N. Nitrogen dalam azzola lebih sukar hilang daripada N dalam urea (Pramono,

26

2004). Dalam pertumbuhan tanaman, parameter yang digunakan untuk mengetahuinya adalah dengan biomassa tanaman. Biomassa merupakan akumulasi dari berbagai cadangan makanan seperti protein, karbohidrat dan lemak. Semakin besar biomassa suatu tanaman, maka proses metabolisme dalam tanaman berjalan dengan baik, begitu juga sebaliknya jika biomassa yang kecil menunjukkan adanya suatu hambatan dalam proses metabolisme tanaman. Biomassa tanaman tidak dapat diukur dengan melihat berat segar tanaman, sebab berat segar menunjukkan besarnya kandungan air yang terkandung dalam jaringan tanaman. Berdasarkan hasil penelitian, berat segar akar dan berat segar tajuk menunjukkan berbeda nyata dalam meningkatkan berat akar dan tajuk. Pada biomassa akar dan tajuk menunjukkan tidak berbeda nyata. Hal ini karena caisim merupakan tanaman sukulen sehingga kandungan air pada jaringan tanaman yang cukup tinggi. Berat segar akar berdasarkan perlakuan pupuk kascing menunjukkan bertambahnya dosis yang diberikan maka berat segar akar semakin kecil. Hal ini karena unsur hara dalam pupuk kascing dengan dosis tinggi cukup tersedia sehingga akar tidak perlu jauh mencari hara. Berat segar akar yang rendah dengan dosis pupuk kascing yang semakin tinggi dapat disebabkan pula oleh pH ekstrak teh (4,79). Kombinasi antara ekstrak teh dan pH tanah menyebabkan penyerapan hara terhambat. Menurut Salisbury dan Ross (1995) menyatakan pada tanah masam, konsentrasi aluminium cukup tinggi (pH dibawah 4,7) sehingga dapat menghambat pertumbuhan beberapa spesies. Hal ini dikarenakan efeknya merusak ketersediaaan fosfat dan juga penghambatan penyerapan besi dan efek beracun secara langsung terhadap metabolisme tumbuhan. Keasaman tanah diluar rentang 5,0 8,0 secara potensial mempunyai pengaruh langsung dalam menghambat pertumbuhan akar (Gardner et al.,1991). Semakin rendahnya berat akar selain alasan diatas juga karena tingginya kandungan nitrogen. Gardner et al., (1991) menyatakan pasokan nitrogen yang lebih besar cenderung meningkatkan auksin yang mungkin

27

menghambat pertumbuhan akar. Menurut Salisbury dan Ross (1995) penghambatan pertumbuhan akar diduga disebabkan oleh etilen, sebab semua jenis auksin memacu berbagai jenis sel tumbuhan untuk menghasilkan etilen, terutama bila sejumlah besar auksin ditambahkan. Pada sebagian besar spesies, etilen memperlambat pemanjangan akar dan batang. Hasil uji DMRT taraf 5% menunjukkan bahwa nilai berat segar akar rata-rata tertinggi pada perlakuan pupuk kascing 0 ton/ha sebesar 2,9 g, sedangkan terendah pada perlakuan 12 ton/ha yaitu sebesar 0,9 g (tabel 3). Fitter dan Hay (1998) menyatakan bahwa ketepatan distribusi dan pertumbuhan sistem perakaran merupakan respon terhadap perbedaan konsentrasi hara tanah, sehingga densitas akar yang paling tinggi akan terjadi ditanah subur. Semakin subur suatu tanah maka kerapatan atau densitas akar semakin besar. Biomassa akar sangat tergantung dari volume dan jumlah akar. Semakin besar jumlah akar menyebabkan volume akar juga meningkat sehingga biomassa akar juga meningkat. Pernyataan diatas berlawanan dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan semakin besar pupuk yang diberikan ternyata berat segar akar lebih kecil dari pada tanpa perlakuan. Volume akar berhubungan erat dengan densitas akar (jumlah akar). Menurut Jamin (2002) akar yang kurus dan panjang mempunyai luas permukaan yang lebih besar bila dibandingkan dengan akar yang tebal dan pendek, karena dapat menjelajah sejumlah volume yang sama. Penyerapan air dapat terjadi dengan perpanjangan akar ke tempat baru yang masih banyak air. Dari hasil penelitian menunjukkan volume akar tertinggi pada ekstrak teh 0 g/L dan pupuk kascing 8 ton/ha. Dari biomassa tajuk dan akar akan dapat diketahui nilai rasio akar tajuk. Nilai yang ditunjukkkan dari rasio akar tajuk menunjukkan bahwa semakin besar nilainya maka biomassa tajuk tanaman kecil dan memiliki biomassa akar yang besar. Rasio akar tajuk tertinggi pada perlakuan ekstrak teh 0 g/L dan pupuk kascing 8 ton/ha sebesar 1,31 sedangkan terendah pada perlakuan ekstrak teh 10 g/L dan pupuk kascing 4 ton/ha sebesar 0,11. Pada tanaman caisim yang diambil adalah tajuknya. Oleh sebab itu, nilai rasio akar tajuk

28

yang besar menunjukkan bahwa tajuk yang dihasilkan kecil. Namun, pertumbuhan tajuk dan akar dapat berjalan secara seimbang, sehingga nilai rasio akar tajuk tidak dapat menentukan pertumbuhan yang optimum. Nilai rasio akar tajuk menunjukkan pertumbuhan yang dominan ke tajuk atau ke perakaran. Gardner et al., (1991) menyatakan bahwa peningkatan tingkatan nitrogen menyukai pertumbuhan pucuk dibandingkan dengan pertumbuhan akar, yaitu meningkatkan shoot-root rasio. V. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Adapun kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Interaksi antara ekstrak teh dan dosis pupuk kascing terjadi pada nilai rasio akar tajuk b. Penambahan ekstrak teh menunjukkan penurunan nilai rasio akar tajuk pada 0 ton/ha dan 12 ton/ha, dan peningkatan nilai rasio akar tajuk pada 4 ton/ha dan 8 ton/ha. c. Pemberian ekstrak teh tidak memberikan pengaruh yang nyata pada berbagai variabel penelitian. d. Dosis pupuk kascing 8 ton/ha memberikan rerata jumlah daun dan berat segar tajuk paling tinggi. e. Kombinasi ekstrak teh 10 g/L dan pupuk kascing 12 ton/ha menghasilkan berat segar tajuk tertinggi yaitu 25,45 g/tanaman (setara dengan 10,18 ton/ha). 2. Saran Penggunaan dosis kascing 8 ton/ha dapat diterapkan dalam budidaya caisim karena menghasilkan tajuk yang lebih baik

dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008a. Brassica juncea (L.) Chern. http://free.vlsm.org/v12/artikel.

29

Diakses tanggal 29 Desember 2008. . 2008b. Klasifikasi Sawi. http://www.plantamor.com/spcdtail.php?. Diakses tanggal 29 Desember 2008. Arancon, N.Q., Clive, A. Edward, L. Stephen dan R. Bryne. 2006. Effects of Humic Acids from Vermicompost on Planth Growth. Soil Ecology Laboratory. Ohio State University. USA. Arief, A. 1990. Hortikultura. Penebar Swadaya. Jakarta. Azarmi, R., M.T. Giglou and R.D. Taleshmikail. 2008. Influence of Vermicompost on Soil Chemical and Physical Properties in Tomato (Lycopersicum esculentum) Field. African Journal of Biotechnology Vol. 7 (14). Fath. 1995. Anatomi Tumbuhan Edisi 3. Penerjemah Ahmad Sudirto, Trenggono Koesoemaningrat, M. Natasaputra, Hilda Akmal. UGM Press. Yogyakarta. Fitter, A.H. dan R.K.M. Hay. 1998. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Penerjemah Sri Andani dan E.D. Purbayanti. UGM Press. Yogyakarta. Gardner, F. P., R. B. Pearce, R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerjemah Herawati Susilo. UI Press. Jakarta. Haryanto, E., T. Suhartini, dan E. Rahayu. 2001. Sawi dan Selada. Penebar Swadaya. Jakarta. Isroi. 2008. Pupuk Organik. http://isroi.file.wordpress. Diakses tanggal 18 September 2008 Jamin, H.B. 2002. Agroekologi, Suatu Pendekatan Fisiologi. Rajagrafindo Persada. Jakarta. Kariada, I.K dan I.M Sukadana. 2000. Sayuran Organik. http://www.pustaka_deptan.go.id/agritek/bali0208.pdf. Diakses tanggal 19 Desember 2008 Kartini, N.L. 2005. Pupuk Kascing Kurangi Pencemaran Lingkungan. http://kascing.com/news/2005/5/pupuk-kascing-kurangi-pencemaranlingkungan. Diakses tanggal 16 Desember 2008. Krisnawati. 2003. Pengaruh Pemberian Pupuk Kascing Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kentang. KAPPA (2003) Vol. 4, No.1, 9-12. Kustamiyati, B. 2000. Prospek Teh Indonesia Sebagai Minuman Fungsional. Prosiding Seminar Sehari Teh Untuk Kesehatan. Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung. Bandung 17 Oktober 2000. Lakitan, B. 2004. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Rajagrafindo Persada. Jakarta. Mahrita. 2003. Pengaruh Pemupukan N Dan Waktu Pemangkasan Pucuk

30

Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Kacang Nagara. Agriscientiae Vol 10 (2) agustus 2003. Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru. Margiyanto, E. 2008. Budidaya Tanaman Sawi. http://zuldesains.wordpress.com. Diakses tanggal 18 September 2008 Maroef, M. 2000. Memacu Peningkatan Produksi Dan Konsumsi Teh di Era Globalisasi Dengan Pemanfaatan Teh Untuk Kesehatan. Prosiding Seminar Sehari Teh Untuk Kesehatan. Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung. Bandung 17 Oktober 2000. Mashur. 2001. Vermikompos (Kompos Cacing Tanah). http://kascing.com/article/mashur/vermikompos-kompos-cacing-tanah. Diakses tanggal 18 November 2008. Mulat, T. 2003. Membuat dan Memanfaatkan Kascing, Pupuk Organik Berkualitas. Agromedia Pustaka. Jakarta. Nadya. 2008. Air Teh Basi dan Air Bekas Cucian Beras. http://www. Bluefame.com. Diakses 18 November 2008. Pambudi, J. 2000. Potensi Teh Sebagai Sumber Zat Gizi dan Perannya Dalam Kesehatan. Prosiding Seminar Sehari Teh Untuk Kesehatan. Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung. Bandung 17 Oktober 2000. Pramono, J. 2004. Kajian Penggunaan Bahan Organik pada Padi Sawah. Agrosains Vol. 6 (1). Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Rukmana, R. 1994. Bertanam Petsai dan Sawi. Kanisius. Yogyakarta. Salam, A. 2008. Sawi Bebas Hama Berkat EM4. http://pertaniankoranpakoles.blogspot.com. Diakses tanggal 18 September 2008.

Salisbury, F.B dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Penerjemah Diah R. Lukman dan Sumaryono. ITB Press. Bandung. Sinha, R.K., S. Herat, S. Agarwal, R. Asadi and E. Carretero. 2002. Vermiculture and Waste Management: Study of Action of Earthworms Elsinia foetida, Eudrilus euginae and Perionyx excavatus on Biodegradation of Some Community Wastes in India and Australia. The Environmentalist Vol. 22 (3). Sitompul, S.M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Sunarjono, H. 2004. Bertanam 30 Jenis Sayur. Penebar Swadaya. Jakarta. Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta. Syukur, A. 2005. Pengaruh Pemberian Bahan Organik Terhadap Sifat-Sifat Tanah dan Pertumbuhan Caisim di Tanah Pasir Pantai. Jurnal Ilmu Tanah Dan

31

Lingkungan vol. 5(1) P:30-38 Team Penulis PS. 1993. Pengelolaan dan Pengolahan Teh. Penebar Swadaya. Jakarta. Trubus. 2007. Kascing Pengganti Pupuk. http://kascing.com. Diakses tanggal 29 Desember 2008. Zahid, A. 1994. Manfaat Ekonomis Dan Ekologi Daur Ulang Limbah Kotoran Ternak Sapi Menjadi Kascing. Studi Kasus Di PT. Pola Nusa Duta, Ciamis. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, pp. 6 14. Wahyudin, A. 2001. Management Of Latosol Soil Through The Use Of VermiManure Originated From Live Stock Feces With An Indicator Of Mustard Green (Brassica juncea (l.) Czernj. & Coss). Master Theses from JBPTITBPP.http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=j bptitbpp-gdl-aguswahyud-28186&q. diakses tanggal 16 Desember 2008. Widijanto, H., J. Syamsiah, R. Widyawati. 2007. Ketersediaan N Tanah Dan Kualitas Hasil Padi Dengan Kombinasi Pupuk Organik Dan Anorganik Pada Sawah Di Mojogedang. Agrosains Vol. 9 (1). Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai