Fraktur Cervical
Fraktur Cervical
Fraktur Cervical
FRAKTUR SERVIKAL
OLEH :
G1A105015
2010
1
KATA PENGANTAR
Referat dengan judul ‘’Fraktur Servikal’’ dibuat sebagai salah satu syarat pada
Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Radiologi RSUD Raden Mattaher
Ucapan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya saya
berikan kepada dr. Ali Imran, Sp.Rad dan dr. Erni.Z, Sp.Rad atas bimbingan yang
telah diberikan kepada penulis.
Saya menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih
terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
sangat diharapkan untuk kesempurnaan dimasa yang akan datang. Saya berharap
semoga referat ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman
2. 1 Anatomi ………………………………………….………………… 2
3
2.9 Jenis fraktur servikal ……………………………………….……. 15
4
BAB I
PENDAHULUAN
Cedera akut tulang belakang spinal cord merupakan penyebab yang paling
sering dari kecacatan dan kelemahan setetah trauma, karena alasan ini, evaluasi dan
pengobatan pada cedera tulang belakang, spinal cord dan nerve roots memerlukan
pendekatan yang terintegrasi. Diagnosa dini, prevervasi fungsi spinal cord dan
pemeliharaan aligment dan stabilitas merupakan kunci keberhasilan manajemen.
Penanganan, rehabilitas spinal cord dan kemajuan perkembangan multidisipliner tim
trauma dan perkembangan metode modern dari fusi cervical dan stabilitas merupakan
hal penting harus dikenal masyarakat.
Fraktur servikal paling sering disebabkan oleh benturan kuat, atau trauma
pukulan di kepala. Atlet yang terlibat dalam olahraga impact, atau berpartisipasi
dalam olahraga memiliki resiko jatuh akibat benturan di leher (ski, menyelam, sepak
bola, bersepeda) terkait dengan fraktur servikal. Setiap cedera kepala atau leher harus
dievaluasi adanya fraktur servikalis. Sebuah fraktur servikal merupakan suatu
keadaan darurat medis yang membutuhkan perawatan segera. Spine trauma mungkin
terkait cedera saraf tulang belakang dan dapat mengakibatkan kelumpuhan, sehingga
sangat penting untuk menjaga leher .
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Anatomi
6
Tulang belakang merupakan suatu satu kesatuan yang kuat diikat oleh
ligamen di depan dan dibelakang serta dilengkapi diskus intervertebralis yang
mempunyai daya absorbsi tinggi terhadap tekanan atau trauma yang memberikan sifat
fleksibel dan elastis. Semua trauma tulang belakang harus dianggap suatu trauma
hebat sehingga sejak awal pertolongan pertama dan transpotasi ke rumah sakit harus
diperlakukan dengan hati-hati. Trauma tulang dapt mengenai jaringan lunak berupa
ligament, discus dan faset, tulang belakang dan medulla spinalis. Penyebab trauma
tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas (44%), kecelakaan olah raga(22%), ,
terjatuh dari ketinggian(24%), kecelakaan kerja.
2.2 Definisi
Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur,sebagaimana yang
dikemukakan para ahli melalui berbagai literature.
2.3 Etiologi
Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun
mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan.
7
penarikan. Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat
yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan
biasanya menyebabkan fraktur lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan
biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai
kerusakan jaringan lunak yang luas.
b. Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda
lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan
pada tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara
yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.
c. Fraktur petologik karena kelemahan pada tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut
lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.
8
2.5 Patofisiologi
Menurut Black dan Matassarin (1993) serta Patrick dan Woods (1989). Ketika
patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan
jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang
dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medulla
antara tepi tulang dibawah periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur.
Terjadinya respon inflamsi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai
dengan vasodilatasi dari plasma dan leukoit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh
mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini
menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematon yang terbentuk bisa
menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian
merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam
pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain. Hematon menyebabkan
dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian
menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma
hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang
terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan
syndroma comportement.
9
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di
jaringan sekitarnya.
d. Spame otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadu disekitar fraktur.
e. Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.
f. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang frkatur, nyeri atau spasme otot.
paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
g. Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi
normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
h. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang
digerakkan.
i. Defirmitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
j. Shock hipovolemik
Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.
k. Gambaran X-ray menentukan fraktur
Gambara ini akan menentukan lokasi dan tipe fraktur
10
2.7 Klasifikasi Fraktur
11
c. Long (1996) membagi fraktur berdasarkan garis patah tulang, yaitu:
1. Green Stick yaitu pada sebelah sisi dari tulang, sering terjadi pada anak-
anak dengan tulang lembek
2. Transverse yaitu patah melintang
3. Longitudinal yaitu patah memanjang
4. Oblique yaitu garis patah miring
5. Spiral yaitu patah melingkar
12
Gambar 1. Subluksasi anterior
4. Wedge fracture
Vertebra terjepit sehingga berbentuk baji. Ligament longitudinal
anterior dan kumpulan ligament posterior utuh sehingga lesi ini
bersifat stabil.
14
Gambar 4. Wedge fracture
5. Clay shovelers fracture
Fleksi tulang leher dimana terdapat kontraksi ligament posterior tulang
leher mengakibatkan terjadinya fraktur oblik pada prosesus spinosus ;
biasanya pada CVI-CVII atau Th1.
15
b. Trauma Fleksi-rotasi
Terjadi dislokasi interfacetal pada satu sisi. Lesi stabil walaupun
terjadi kerusakan pada ligament posterior termasuk kapsul sendi apofiseal
yang bersangkutan.
Tampak dislokasi anterior korpus vertebra. Vertebra yang
bersangkutan dan vertebra proksimalnya dalam posisi oblik, sedangkan
vertebra distalnya tetap dalam posisi lateral.
c. Trauma Hiperekstensi
1. Fraktur dislokasi hiperekstensi
Dapat terjadi fraktur pedikel, prosesus artikularis, lamina dan
prosessus spinosus. Fraktur avulse korpus vertebra bagian postero-
inferior. Lesi tidak stabil karena terdapat kerusakan pada elemen
posterior tulang leher dan ligament yang bersangkutan.
2. Hangmans fracture
Terjadi fraktur arkus bilateral dan dislokasi anterior C2 terhadap C3.
16
Gambar 7. Hangmans Fracture
d. Ekstensi-rotasi
Terjadinya fraktur pada prosesus artikularis satu sisi
e. Kompresi vertical
Terjadinya fraktur ini akibat diteruskannya tenaga trauma melalui kepala,
kondilus oksipitalis, ke tulang leher.
1. Bursting fracture dari atlas (jeffersons fracture)
17
Gambar 8. Bursting fracture vertebra servical tengah & bawah
18
Pembagian bagian kolumna vertebralis adalah sebagai berikut :
1. Fraktur Atlas C 1
Fraktur ini terjadi pada kecelakaan jatuh dari ketinggian dan posisi
kepala menopang badan dan daerah cervical mendapat tekanan hebat.
Condylus occipitalis pada basis crani dapat menghancurkan cincin tulang
atlas. Jika tidak ada cedera angulasi dan rotasi maka pergeseran tidak
berat dan medulla spinalis tidak ikut cedera. Pemeriksaan radiologi yang
dilakukan adalah posisi anteroposterior dengan mulut pasien dalam
keadaan terbuka
Terapi untuk fraktur tipe stabil seperti fraktur atlas ini adalah
immobilisasi cervical dengan collar plaster selama 3 bulan.
19
Fraktur dislokasi termasuk fraktur basis prosesus odontoid. Umumnya
ligamentum tranversalis masih utuh dan prosesus odontoid pindah dengan
atlas dan dapat menekan medulla spinalis. Terapi untuk fraktur tidak bergeser
yaitu imobilisasi vertebra cervical. Terapi untuk fraktur geser atlantoaxial
adalah reduksi dengan traksi continues.
Fraktur ini terjadi saat pergerakan kepala kearah depan yang tiba-tiba
sehingga terjadi deselerasi kepala karena tubrukan atau dorongan pada kepala
bagian belakang, terjadi vertebra yang miring ke depan diatas vertebra yang
ada dibawahnya, ligament posterior dapat rusak dan fraktur ini disebut
subluksasi, medulla spinalis mengalami kontusio dalam waktu singkat.
Tindakan yang diberikan untuk fraktur tipe ini adalah ekstensi cervical
dilanjutkan dengan imobilisasi leher terekstensi dengan collar selama 2 bulan.
20
Tindakan yang dilakukan adalah reduksi fleksi dislokasi ataupun
fraktur dislokasi dari fraktur cervical termasuk sulit namun traksi skull
continu dapat dipakai sementara.
Mekanisme cedera pada cedera jaringan lunak yang terjadi bila leher
tiba-tiba tersentak ke dalam hiperekstensi. Biasanya cedera ini terjadi setelah
tertabrak dari belakang; badan terlempar ke depan dan kepala tersentak ke
belakang. Terdapat ketidaksesuaian mengenai patologi yang tepat tetapi
kemungkinan ligamen longitudinal anterior meregang atau robek dan diskus
mungkin juga rusak.
Pasien mengeluh nyeri dan kekakuan pada leher, yang refrakter dan
bertahan selama setahun atau lebih lama. Keadaan ini sering disertai dengan
gejala lain yang lebih tidak jelas, misalnya nyeri kepala, pusing, depresi,
penglihatan kabur dan rasa baal atau paraestesia pada lengan. Biasanya
tidak terdapat tanda-tanda fisik, dan pemeriksaan dengan sinar-X hanya
memperlihatkan perubahan kecil pada postur. Tidak ada bentuk terapi yang
telah terbukti bermanfaat, pasien diberikan analgetik dan fisioterapi.
21
2.10 Metode untuk foto daerah cervical
1. Pada foto anteroposterior garis lateral harus utuh, dan prosesus spinosus dan
bayangan trakea harus berada pada garis tengah. Diperlukan foto dengan
mulut terbuka untuk memperlihatkan C1 dan C2 (untuk fraktur massa lateral
dan odontoid).
2. Foto lateral harus mencakup ketujuh vertebra cervical dan T1, jika tidak
cedera yang rendah akar terlewatkan. Hitunglah vertebra kalau perlu,
periksa ulang dengan sinar-X sementara menerapkan traksi ke bawah pada
lengan. Kurva lordotik harus diikuti dan menelusuri empat garis sejajar yang
dibentuk oleh bagian depan korpus vertebra, bagian belakang badan
vertebra. massa lateral dan dasar-dasar prosesus spinosus setiap
ketidakteraturan menunjukkan suatu fraktur atau pergeseran. Ruang
interspinosa yang terlalu lebar menunjukkan luksasi anterior. Trakea dapat
tergeser oleh hematoma jaringan lunak.
3. Jarak tiang odontoid dan bagian belakang arkus anterior pada atlas tidak boleh
melebihi 4,5 mm ( anak-anak ) dan 3mm pada dewasa
4. Untuk menghindari terlewatnya adanya dislokasi tanpa fraktur diperlukan film
lateral pada posisi ekstensi dan fleksi.
5. Pergeseran korpus vertebra ke arah depan terhadap korpus vertebra dibawahnya
dapat berarti klinis yaitu dislokasi permukaan unilateral jika pergeseran yang
kurang dari setengah lebar korpus vertebra. Untuk hal ini diperlukan foto oblik
untuk memperlihatkan sisi yang terkena. Pergeseran yang lebih dari setengah
lebar korpus vertebra tersbut menunjukkan dislokasi bilateral.
6. Lesi yang tidak jelas perlu dilanjutkn pemeriksaan CT scan.
22
2.11 Pemulihan Spinal Stability
Medical management yaitu setelah fase akut spinal injury tertangani maka
immobilisasi untuk membatasi gerakan pada cervical yang tidak stabil diperlukan
untuk memungkinkan penyembuhan tulang dan ligament berlangsung, juga untuk
melindungi spinal cord. Imobilisasi dapat dilakukan dengan cervical orthosis, collar,
porter type orthosis, cervico thoracic dan halo orthosis.
Cervical collar terdiri dari soft collar dan phila delphia collar. Soft collar
mempunyai keuntungan yang kecil pada pasien spinal cord injury dan hanya
membatasi pergerakan minimal pada rotasi ekstensi dan fleksi. Philadelphia collar
memberikan proteksi yang lebih baik daripada soft collar terutama pada gerakan
fleksi dan ekstensi, tapi tidak efektif pada axial rotasi. Indikasi: non/minimal displace
C1 – C2 fracture, minimal body/processus spinasus fracture, post anterior cervical
disctomy dengan fusi. Poster type orthoses lebih rigid dan memiliki 3 point fiksasi,
pada mandibula occiput dan bahu atau thorax bagian atas. Halo vest membatasi fleksi
dan ekstensi, axial rotasi dan lateral bending. Alat ini direkomendasikan untuk
discplace atlas fracture, adontoid fracture, semua axis fracture dan kombinasi C1 –
C2 fracture dan post operasi imobilisasi setelah surgical fusion.
Penanganan Operasi
Goal dari penanganan operasi adalah: Reduksi mal aligment, decompresi elemen
neural dan restorasi spinal stability Operasi anterior dan posterior.
23
BAB III
KESIMPULAN
24
DAFTAR PUSTAKA
25