DM Tipe II TB PARU KASUS BARU
DM Tipe II TB PARU KASUS BARU
DM Tipe II TB PARU KASUS BARU
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Diabetes Mellitus (DM) yang umum dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit
yang ditandai dengan hiperglikemia ( peningkatan kadar gula darah ) yang terus menerus dan
bervariasi, terutama setelah makan.1
Jumlah penderita diabetes melitus menurut data WHO ( World Health Organization),
Indonesia menempati urutan ke-4 didunia. Diabetes Melitus merupakan salah satu contoh
penyakit degeneratif yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan hangat berbagai kalangan
dan bukan lagi menjadi konsumsi para dokter (Badawi,2009)2
Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi DM di
Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun2007,
diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat Dm pada kelompok usia 45-54 tahun
didaerah perkotaan menduduki renking ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM
menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%.3
Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu faktor resiko tersering pada pasien
tuberkulosis (TB) paru, saat ini , prevalensi terjadinya TB paru meningkat seiring dengan
peningkatan prevalensi pasien DM. Patofisiologi yang terjadi pada pasien DM turut
mempengaruhi patogenesis terjadinya TB paru dimana pada pasien DM terjadi efek pada
fungsi sel-sel imun. Frekuensi TB meningkat seiring dengan peningkatan prevalensi DM.
Frekuensi Dm pada pasien TB dilaporkan10-15% dan prevalensi penyakit infeksi ini 2-5 kali
lebih tinggi pada pasien diabetes dibandingkan dengan kontrol yang non-diabetes. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Alisjahbana et al di Indonesia pada tahun 2001-2005, DM
lebih banyak ditemukan pada pasien baru TB paru dibandingkan dengan non-TB. 2
1.2 Tujuan
Tingginya insidensi terjadinya TB paru dengan peningkatan prevalensi pasien
Tuberkulosis paru di Indonesia, khususnya di RSUD kota Langsa mendorong kami untuk
mengangkat Tuberkulosis Paru sebagai tema laporan kasus.
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama
: Husman Said
Umur
: 58 tahun
Jenis Kelamin
: laki-laki
Status Perkawinan
: Menikah
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
: Perlak
Suku
: Aceh
Tanggal Masuk
ANAMNESA
Keluhan utama
: Lemas
Telaah
Pasien datang ke RSUD Langsa dengan keluhan lemas sejak beberapa hari ini, dada
terasa panas, perut mulas, pasien juga mengeluhkan kedua tangan dan kakinya kebas-kebas di
ujung-ujung jari, pasien sering merasa lapar, dan pasien juga mengeluhkan sering terbangun
saat tidur malam untuk buang air kecil, serta pasien juga mengatakan ia jadi sering haus,
kemudian pasien juga mengeluhkan batuk yang tidak berdahak.
RPO
:-
RPT
Anemnesa Organ
Jantung : Tidak ada kelainan
Keadaan Umum
STATUS PRESENT
KEADAAN PENYAKIT
Sensorium
: Compos Mentis
Anemia : (-)
Edema : (-)
Tekanan Darah
: 100 / 60 mmHg
Ikterus : (-)
Eritema : (-)
Temperatur
: 36,5 c
Pernafasan
: 20 x/m
Nadi
: 80 x/m
KEADAAN GIZI
BB
: 67 kg
TB
: 165 cm
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala
Leher
Inspeksi
Inspeksi
Rambut
Struma
: Tidak ada
Wajah
Kelenjar limfe
Alis mata
Posisi trakea
: medial
Bulu mata
Sakit/nyeri tekan
: (-)
Mata
TVJ
: Normal
Hidung
Bibir
Lidah
Thorax
3
Thorax depan
Thorax belakang
Inspeksi
Inspeksi
Bentuk : fusiformis
Bentuk : fusiformis
Venektasi : (-)
Venektasi : (-)
Palpasi
Palpasi
Paru depan
Paru belakang
Jantung
Ictus cordis : Teraba pada ICS V line midclavicular sinistra 1 jari kelateral
Perkusi
Paru
Suara paru
: Sonor
Relatif
: ICS V dextra
Absolut
: ICS VI dextra
Jantung
Batas jantung atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Batas jantung kiri : ICS V medial linea midclavicularis sinistra
Batas jantung kanan : linea parasternalis dextra
Auskultasi paru
Suara pernafasan : vesikuler (+) melemah
Suara tambahan : Ronkhi kering (+)
Auskultasi jantung
Suara katup
M1 M2
A2 A1
P2 P1
A2 > P2
ABDOMEN
GENETALIA
Inspeksi
Inspeksi
4
Bengkak : (-)
Luka
: (-)
Venektasi : (-)
Nanah : (-)
Palpasi
Hepar : Tidak teraba
Lien
: Tidak teraba
Perkusi
Nyeri ketok : (-)
Auskultasi
Peristaltik Usus : (+)
EKSTREMITAS
Extremitas atas
Extremitas bawah
Edema : (-)
Edema : (-)
Merah : (-)
Pucat
: (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Hasil
Normal
28-02-2014
28-02-2014
Pemeriksaan
Hematologi
KGD Sewaktu
KGD Sewaktu
516 mg%
486 mg%
110-170 mg%
110-170 mg%
28-03-2014
Hb
12,6 g/dl
14-18g/dl
Ht
34,2%
40-48 %
Leukosit
11.900/mm3
5000-10.000/mm3
Trombosit
349.000/mm3
200.000500.000/mm3
Warna
Kuning jernih
PH
6.5
Pemeriksaan Urin
Protein
(-)
Blurubin
(-)
Reduksi
( +++)
Urobilinogen
(-)
Leukosit
0-1 /LBP
Eritrosit
10-20 /LBP
Epitel sel
2-4 /LBP
Ca Oxalat
(0-1)/LBP
Silinder
(-)/LBP
DIAGNOSIS BANDING
-
Latihan jasmani
Pengaturan diet
Penyuluhan
Farmakologis :
-
IVFD RL 20 gtt/i
Injeksi Cefotaxime 1 gr/12 jam
Novorapid 10-10-8
Lansoprazole 30 mg 2x1
Paracetamol 500mg 3x1
Anjuran :
-
Darah rutin
Urin rutin
RFT
Profil lipid
Foto thorax antero posterior/lateral
Sputum BTA
P
6
1-02-2014
- lemas (+)
TD:110/70
- riwayat DM (+) mmHg
2 tahun lalu
HR : 78 x/m
RR : 20 x/m
T : 36,5 c
DM type
2 + TB
paru+
Neuropat
i
IVFD RL 20 gtt/i
Injeksi Cefotaxime 1
gr/12 jam
Novorapid 10-10-8
Lansoprazole 30 mg
2x1
Paracetamol 500mg 3x1
03-03-2014
- lemas (+)
- BAK(+) sering
-kedua
kaki
berdenyut
TD:110/60
mmHg
HR : 72 x/m
RR : 22 x/m
T : 36,5 c
DM type
2 + TB
paru+
Neuropat
i
04-03-2014
Sering BAK
Tidak bisa tidur
TD:110/70
mmHg
HR : 72 x/m
RR : 22 x/m
T : 36,5 c
DM type
2 + TB
paru+
Neuropat
i
05-03-2014
Pusing (+)
Kebas ujung jari
Tangan dan kaki
TD:110/60
mmHg
HR :80 x/m
RR : 18 x/m
T : 36,5 c
DM type
2 + TB
paru+
Neuropat
i
06-03-2014
Lemas (+)
TD:120/70
Kebas-kebas ujung mmHg
jari tangan dan HR :80 x/m
kaki
RR : 18 x/m
T : 36,2 c
DM type
2 + TB
paru+
Neuropat
i
07-03-2014
BAK
sering,
malam hari 4 kali
mengaggu tidur
Lemas (+)
TD:110/70
mmHg
HR :80 x/m
RR : 20 x/m
T : 36,1 c
DM type
2 + TB
paru+
Neuropat
i
08-03-2014
DM type
2 + TB
paru+
Neuropat
i
09-03-2014
TD:110/60
mmHg
HR :80 x/m
RR : 18 x/m
T : 37 c
DM type
2 + TB
paru+
Neuropat
i
10-03-2014
DM type
2 + TB
paru+
Neuropat
i
11-03-2014
DM type
2 + TB
paru+
Neuropat
i
Novorapid 14-14-12
INH 300 mg 1x1
Rifamfisin 450 mg 1x1
Pirazinamid 50 mg 3x1
Etambutol 250 mg1xII
Gabapentin 300mg 1x1
12-03-2014
DM type
2 + TB
paru+
Neuropat
i
Novorapid 14-14-12
INH 300 mg 1x1
Rifamfisin 450 mg 1x1
Pirazinamid 50 mg 3x1
Etambutol 250 mg1xII
Gabapentin 300mg 1x1
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Diabetes Melitus
3.1.1 Definisi Diabetes Melilltus
WHO menyatakan Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronis yang
disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai
karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol dan
menurut American Diabetes Association (ADA) Diabetes mellitus merupakan penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya.
3.1.2 Prevalensi Diabetes Melistus
WHO memperkirakan prevalensi global diabetes melistus tipe 2 akan meningkat dari
171 orang pada 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia
mendududki rangking ke-4 dunia dalam hal jumlah penderita setelah Cina, India, dan
Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mellistus tipe 2 mencapai 8,4
juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes Indonesia akan bejumlah
21,3 juta. Tetapi hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia menyadari bahwa mereka
menderita diabetes dan hanya 30% dari penderita melakukan pemeriksaan secara teratur.
Peningkatan insiden diabetes di Indonesia tentu diikuti dengan meningkatnya peningkatan
komplikasi kronis diabetes mellitus.mellitus maka kemungkinan anak-anaknya menderita
diabetes mellitus lebih besar. Virus hepatitis B yang menyerang hati dan merusak pankreas
sehingga sel beta yang memproduksi insulin menjadi rusak. Selain itu peradangan pada sel
beta dapat menyebabkan sel tidak dapat memproduksi insulin.
9
3.1.3
dengan
Gejala penyakit diabetes dari satu penderita ke penderita lain bervariasi bahkan
mungkin tidak menunjukan apa pu sampai saat tertentu.
1. Pada permulaan gejala yang di tunjukkan meliputi serba banyak ( Poli)
1. Banyak Makan.
2. Banyak minum.
3. Banyak kencing.
b. Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timubul gejal :
a. Banyak minum
b. Banyak kencing
c. Nafsu makan mulai berkurang/berat badan turun dengan cepat
d. Mudah lelah
e. Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual, bahkan pendrita akan jatuh ke
koma yang disebut koma diabetik
3.1.7 Diagnosis Diabetes Melilltus
Diagnosis diabetes dipastikan bila terdapat keluhan khas diabetes ( poliuria,
polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya )
disertai dengan satu nilai pemeriksaan glukosa darah tidak normal ( glukosa darah sewaktu
200 mg/dl atau glukosa darah puasa 126 mg/dl ). Selain itu terdapat keluhan has yang tidak
lengkap atau terdapat keluhan tidak khas ( lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi
ereksi, pruritus vulvae) disertai dengan dua nilai pemeriksaan glukosa darah tidak normal
( glukosa darah sewaktu 200 mg/dl atau glukosa darah puasa 126 mg/dl yang diperiksa
pada hari yang berbeda. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.
3.1.8 Penatalaksanaan Diabetes Melilltus
Penatalaksanaa nya berupa :
1. Penyuluhan
2. Diet
3. Latihan Jasmani
Prinsip olah raga pada pasien diabetes sama saja dengan prinsip olah raga secara umum,
Yaitu memenuhi hal berikut ini (F.I.T.T) :
a. Frekuensi : Jumblah olah raga perminggu sebaiknya dilakukan secara teratur.
b. Intensita : Ringan dan sedang yaitu 60% - 70 % MHR.
c. Time
: 30- 60 menit.
d. Tipe
4. Farmakoterapi
1. Kom
plika
si
3.2
Tuberkulosis Paru
3.2.1 Definisi TB Paru
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.3
13
perkotaan
dan
empat
kalilebih
tinggi
pada
pendidikan
rendah
dibandingkanpendidikan tinggi. Di Sulawesi utara, penderita TB paru pada tahun 2009 yaitu
423 dan meningkat pada tahun 2010 yaitu 466 penderita.Case Detection RateTB paru di
Indonesia per juni 2012 terdapat sekitar 60,81% kasus TB paru di Sulawesi Utara dan angka
ini menunjukkan kasus paling tertinggi di seluruh provinsi di Indonesia menurut Kemenkes
RI 2012. 4
Prevalensi TB meningkat seiring dengan peningkatan prevalensi DM. Frekuensi DM
pada pasien TB dilaporkan sekitar 10-15% dan prevalensi penyakit infeksi ini 2-5 kali lebih
tinggi pada pasien diabetes dibandingkan dengan kontrol yang non-diabetes.4,6 Dalam studi
terbaru di Taiwan disebutkan bahwa diabetes merupakan komorbid dasar tersering pada
pasien TB yang telah dikonfirmasi dengan kultur, terjadi pada sekitar 21,5% pasien.7
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Alisjahbana et al8 di Indonesia pada tahun 20012005, DM lebih banyak ditemukan pada pasien baru TB paru dibandingkan dengan non TB.3
3.2.3 Patofisiologi TB Paru
Penularan TB umumnya terjadi melalui droplet, yang dikeluarkan dengan cara batuk,
bersin, atau percikan ludah orang terinfeksi TB paru. Droplet ini dapat bertahan di udara
dalam waktu beberapa jam. Diameter droplet yang sangat kecil (<5-10 m) menyebabkan
droplet tersebut dapat mencapai jalan napas terminal jika terhirup dan membentuk sarang
pneumonia, yang dikenal sebagai sarang primer atau afek primer. Kemungkinan penyebab
meningkatnya insiden tuberculosis paru pada pengidap diabetes dapat berupa defek pada
fungsi sel-sel imun dan mekanisme pertahanan pejamu.3
Mekanisme yang mendasari terjadinya hal tersebut masih belum dapat dipahami
hingga saat ini, meskipun telah terdapat sejumlah hipotesis mengenai peran sitokin sebagai
suatu molekul yang penting dalam mekanisme pertahanan manusia terhadap TB. Selain itu,
ditemukan juga aktivitas bakterisidal leukosit yang berkurang pada pasien DM, terutama pada
mereka yang memiliki kontrol gula darah yang buruk.2 Meningkatnya risiko TB pada pasien
DM diperkirakan disebabkan oleh defek pada makrofag alveolar atau limfosit T. Wang et
al.11 mengemukakan adanya peningkatan jumlah makrofag alveolar matur (makrofag
14
alveolar hipodens) pada pasien TB paru aktif. Namun, tidak ditemukan perbedaan jumlah
limfosit T yang signifikan antara pasien TB dengan DM dan pasien TB saja.3
Proporsi makrofag alveolar matur yang lebih rendah pada pasien TB yang disertai
DM, seperti yang ditemukan dalam penelitian ini, dianggap bertanggungjawab terhadap lebih
hebatnya perluasan TB dan jumlah bakteri dalam sputum pasien TB dengan DM. Pada
percobaan eksperimental yang dilakukan Stalenhoef et al.11 pada plasma darah manusia
didapatkan bahwa tidak ada perbedaan produksi sitokin antara pasien TB dengan atau tanpa
DM. 3
Jika pasien dengan DM tipe 2 dibandingkan dengan kontrol yang sehat, produksi IFNg spesifik M. tuberculosis sama saja, tetapi produksi IFN-g yang non-spesifik berkurang
secara signifikan pada kelompok DM. Diduga bahwa berkurangnya IFN-g yang non-spesifik
tersebut menunjukkan adanya defek pada respon imun alamiah yang berperan pada
meningkatnya risiko pasien DM untuk mengalami TB aktif. Meskipun demikian, mekanisme
yang mendasari terjadinya hal tersebut masih perlu ditelusuri lebih lanjut.3
15
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
a) Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan
1) Kasus Baru
Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus Kambuh (Relaps)
Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO)
Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
4) Kasus Gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
6) Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok
ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA
positif setelah selesai pengobatan ulangan.
3.2.6 Gejala Klinis TB Paru
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang
timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama
pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.3
17
Gejala sistemik/umum:
1. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)
2. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul
3. Penurunan nafsu makan dan berat badan
4. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
Gejala khusus:
1. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening
yang membesar, akan menimbulkan suara mengi, suara nafas melemah yang
disertai sesak.
2. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.
3. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu
saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini
akan keluar cairan nanah.
4. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau
diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak
dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3
bulan 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA
positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
3.2.7 Diagnosis Tuberkulosis Paru
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu
dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:4
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak
18
nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam
hari tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas
dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis,
asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih
tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap
sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung pada pasien remaja dan dewasa, serta skoring pada pasien anak.4
gejala pada saraf tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki, dan nyeri otot. Keadaan ini terkait
dengan terjadinya defisiensi piridoxin (Vit B6) sehingga dapat dikurangi dengan pemberian
piridoksin dengan dosis 10 mg/ hari atau dengan vitamin B kompleks. Kelainan akibat
defisiensi piridoksin dapat berupa sindrom pellagra. 3
Efek samping berat yang dapat terjadi berupa hepatitis imbas obat yang t timbul pada
kurang lebih 0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik, OAT yang bersifat
hepatotoksik (isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid) dihentikan dan pengobatan TB
dilanjutkan sesuai pedoman pengobatan TB pada keadaan khusus.3,13 Obat lini pertama
selanjutnya adalah rifampisin dengan dosis hariannya 8-12 mg/kg BB/hari dan dosis
maksimal 600 mg. Efek samping ringan yang didapat berupa sindrom flu (misalnya demam,
menggigil, nyeri tulang), sindrom perut (sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah, diare),
dan sindrom kulit (gatal-gatal). 3
Efek samping berat rifampisin dapat berupa hepatitis imbas obat, sesak nafas, dan
bila terjadi salah satu gejala sepeti purpura, anemia hemolitik, syok, gagal ginjal, maka
pengobatan dengan rifampisin harus segera dihentikan dan tidak diberikan lagi walaupun
gejala telah menghilang. Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada urin, keringat, air
mata, air liur. Hal itu terjadi karena metabolit obat dan hal ini tidak berbahaya. boleh
diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak saraf pendengaran janin.3,13 Obat-obat ini
dapat diberikan dalam bentuk terpisah ataupun dalam bentuk kombinasi dosis tetap (Fixed
Dose Combination/FDC), kecuali streptomisin. 3
Jenis kombinasi dan lama pengobatan TB paru tergantung dari kasus TB paru yang
diderita pasien dan disesuaikan dengan kategori pengobatan TB.3 Berbagai bukti yang ada
saat ini menunjukkan bahwa efikasi rifampisin tergantung pada paparan terhadap obat dan
konsentrasi maksimum obat yang dapat dicapai. Menurut Nijland,13 kadar plasma rifampisin
pada pasien TB dengan DM hanya 50% dari kadar rifampisin pasien TB tanpa DM. Keadaan
yang perlu diperhatikan ialah pemberian rifampisin pada pasien DM yang menggunakan obat
oral antidiabetes, khususnya sulfonilurea karena dapat mengurangi efektivitas obat tersebut
dengan cara meningkatkan metabolisme sulfonilurea. Sehingga pada pasien DM, pemberian
sulfonilurea harus dengan dosis yang ditingkatkan. 3
Sementara itu, pirazinamid sebagai antituberkulosis dapat diberikan dengan dosis
harian: 20-30 mg/kg BB/hari. Efek samping utama obat ini ialah hepatitis imbas obat. Dapat
pula terjadi nyeri akibat serangan arthritis gout yang disebabkan oleh penimbunan asam urat.
Bila hal ini terjadi maka perlu dimonitor karena bila kadar asam urat terlalu tinggi mungkin
obat perlu diganti. Dapat juga terjadi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang
lain.3,13 Etambutol diberikan pada pasien TB dengan dosis harian 15-20 mg/kg BB/hari.
20
21
BAB IV
PEMBAHASAAN
Pembahasan teori dan kasus
Teori
Manifestasi klinis DM :
Akut
- Banyak makan (poliphagia)
- Banyak minum (polidipsi)
- Banyak kencing (poliuri)
Kronik
- Nafsu makan mulai berkurang,
berat badan turun dengan
cepat ( turun 5-10 kg dalam
-
tertusu-tusuk jaum
Mata kabur
Kasus
Manifestasi klinis DM:
tusuk jarum
Sering buang air kecil
darah .
Demam sering naik turun selama
sebulan ini.
Pada malam hari pasien sering
tengah malam .
Badan terasa malas ,kurang nafsu
23
menunjukan gejala dari penyakit TB paru yang dapat didiagnosa secara pasti dengan
pemeriksaan BTA.
BAB V
KESIMPULAN
Telah dilaporkan pasien DM tipe II dengan TB Paru kasus baru setelah dilakukan
pemberian terapi berupa insulin dan penggunaan OAT lini 1 didapatkan adanya perubahan
berupa penurunan kadar gula darah yang signifikan dan keluhan TB Paru mulai berkurang,
akan tetapi untuk menilai hasil pengobatan TB Paru harus dilakukan rotgen thorak ulang
yaitu pada minggu kelima terapi pengobatannya.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Purnamasari Dyah ,2009
DIAGNOSIS
DAN
KLASIFIKASI
DIABETES
PUSAT
DEPARTEMEN
FKUI.HALAMAN 1880-1883
Soegondo Sidartawan,2009
ILMU
FARMAKOTERAPI
PENYAKIT
DALAM
PADA PENGENDALIAN
4. PEDOMAN
.EDISI
25