Hanifa Jurnal Endometriosis, Adenomiositis
Hanifa Jurnal Endometriosis, Adenomiositis
Hanifa Jurnal Endometriosis, Adenomiositis
JURNAL READING
disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik madya
SMF Ilmu Penyakit Obsteri dan Ginekologi RSD dr. Soebandi Jember
Oleh:
Hanifa Rosyida Risqi Cahyani
112011101072
Pembimbing:
dr. Gogot, Sp.OG
dan
kanker
ginekologi,
seperti
kanker
ovarium,
kanker
endometriosis,
LM,
adenomiosis
dapat
berhubungan
dengan
diberi konseling tentang risiko masa depan terkena kanker. Penelitian lebih lanjut
diperlukan untuk menyelidiki hubungan antara STUMPs, LMS, dan LM dengan
karakteristik serta karsinoma pada pasien adenomiosis.
Kata kunci : Endometriosis adenonomiosis leiomioma ginekologi
Pendahuluan
Kanker ginekologi menyebabkan tingginya morbiditas dan angka kematian
diseluruh dunia. Dari jumlah 790.740 kasus kanker yang baru, dan 275.370
meninggal akibat kanker yang diteliti pada wanita yang terdapat di Amerika
Serikat pada tahun 2012 (Siegel et al., 2013). Diantara penyakit ginekologi yang
berbahaya kanker ovarium adalah penyebab utama kematian diikuti kanker
endometrium dan kanker serviks.
Banyak faktor yang berhubungan dengan meningkatnya resiko, terutama
dalam kanker ovarium dan endometrium seperti faktor hormonal, inflamasi,
familial predisposisi, perubahan genetik, faktor pertumbuhan, diet, perubahan
sistem imun, faktor lingkungan dan stres oksidatif. Beberapa faktor demografis
seperti menstruasi dini, paritas rendah, terlambat menopause dan infertilitas juga
telah terlibat dalam patogenesis dalam kanker ini.
Endometriosis, adenomiosis, dan mioma uteri adalah neoplasma jinak
yang umumnya memengaruhi wanita usia reproduksi. Semua penyakit rahim ini
adalah tumor jinak yang diketahui dipengaruhi oleh hormon estrogen. Inflamasi,
lingkungan, diet dan faktor genetik dapat berperan dalam perkembangan tumor
jinak ini. Beberapa neoplasma jinak diatas juga tidak memiliki hubungan antara
satu dengan lainnya dan dapat saja neoplasma jinak ini ditemukan pada pasien
yang sama.
Endometriosis, adenomiosis, dan mioma uterus termasuk patofisiologi
umum dengan beberapa penyakit ginekologi yang berbahaya seperti kanker
ovarium dan endometrium, dan terdapat bukti bahwa perkembangan neoplasma
jinak ini dapat mengalami perubahan yang ganas. Ulasan ini akan membahas
Studi Literatur
Ulasan artikel yang menggunakan literature bahasa Inggris ini meneliti
hubungan antara endometriosis, lieomioma (LM) dan adenomiosis dengan kanker
ginekologi seperti kanker ovarium, kanker endometrium dan leiomisarcoma
(LSM). Kami mencari database MEDLINE (Pubmed) antara Juli 1966 dan Mei
2013 dengan menggunakan kata kunci endometriosis, LM, adenomiosis,
kanker ovarium, LMS, dan kanker endometrium. Laporan yang dikumpulkan
secara sistematis dan semua referensi juga diulas.
Endometriosis
Endometriosis dan resiko kanker ginekologi
Data dari kelompok penilitian yang besar dan studi case control
menunjukkan bahwa pasien endometriosis memiliki resiko meningkatkan kanker
ovarium (Ness et al., 2000; 2002; Olson et al., 2002; Borgfeldt and Andolf, 2004;
Modugno et al., 2004; Brinton et al., 2005a; Kobayashi et al., 2007; Rossing et al.,
2008). Karsinoma ini telah disebut sebagai endometriosis yang berkaitan dengan
kanker ovarium (EAOC). Subtipe histologis dari EAOC adalah clear cell
carcinomas (CCC) (40-55%), karsinoma endometrioid (EAC) (20-40%), dan
kurang dari 10% adalah subtipe serosa dan musinosa (Worley et al., 2013).
Resiko dari kanker ovarium timbul dari endometriosis yang ditunjukkan
pada Tabel 1 (Brinton et al., 1997; 2004; 2005b; Ness et al., 2000; Borgfeldt and
Andolf, 2004; Modugno et al., 2004; Melin et al., 2006; Kobayashi et al., 2007;
Nagle et al., 2008; Wu et al., 2009; Aris, 2010). Resiko relatif sekitar 2,7 pada
wanita yang infertil (Wei et al., 2011). Resiko dari EAOC dapat meningkat
bersama dengan umur, inflamasi, predisposisi genetik, lamanya penyakit dan
adanya diameter dari endometrioma 9 cm atau lebih (Vlahos et al., 2010; Wei et
al., 2011). Penggunaan kontrasepsi oral, tubektomi, histeroktomi, dan kehamilan
dapat memberikan beberapa perlindungan terhadap EAOC(Nezhat et al., 2008).
Teori yang lain adalah kondisi endometrium yang buruk. Hal tersebut
telah menginduksi mutasi pada endometrium eutopik sehingga mudah terkena
endometriosis dan dapat menyebabkan keganasan (Gounaris et al., 2011). Ketika
jalur aktivasi PIK3CA- m TOR dan Ras-RRaf-MAPK, dan terjadinya mutasi
Perubahan genetik
Ketidakstabilan genomik adalah ciri yang dikenal dari sel kanker (Prez de
Castro and Malumbres, 2012). Selain itu, juga dikenal sebagian besar neoplasma
berasal dari sel monoklonal (Teixeira and Heim, 2011). Telah dinyatakan bahwa
sel-sel endometriotik juga merupakan sel monoclonal sehingga dengan demikian
dapat membawa potensi neoplastik (Munksgaard and Blaakaer, 2012). 60-100%
dari jaringan endometriotik ditemukan menjadi monoclonal (Munksgaard and
Blaakaer, 2012).
Loss of heterozygosity (LOH) menunjukkan daerah dari inaktivasi gen
supresor tumor yang merupakan pusat untuk berkembang menjadi tumor ganas.
Jiang et al. (1998) melaporkan bahwa meskipun LOH di endometriosis soliter
jarang terjadi, terdapat 20-30% kejadian dari LOH di endometriosis yang erat
dengan EAOC (Jiang et al., 1998). Selain itu, kejadian LOH sekitar 94% muncul
EAOC dengan sendirinya (Jiang et al., 1998). Hasil ini menunjukkan spektrum
transisi genetik yang mungkin berbahaya antara endometriosis dan kanker. LOH
telah ditemukan kebanyakan pada kromosom yang berbeda pada berbagai pasien
dengan EAOC. Kejadian terbesar, telah ditemukaan pada kromosom 10q dan
kejadian terendah ditemukan pada kromosom 17. Santo et al. (2000) menemukan
56,5% kejadian dari LOH pada kromosom 10q 23,3 dalam EAOC (Sato et al.,
2000).
Gen penekanan tumor lainnya yang sering dikaitkan dengan mutasi ke
dalam sel kanker adalah gen PTEN. Mutasi PTEN umum diamati dalam kista
endometrium dan cenderung terjadi sangat awal pada patogenitas dari EAOC. Hal
ini mendukung gagasan bahwa kista endometrium adalah prekursor pada kanker.
Nonaktifasi PTEN telah ditemukan hingga 40% dari kasus CCC (Tan et al., 2013)
dan juga mempunyai hubungan dengan kanker serous tetapi untuk kebanyakan
pada tingkat yang lebih rendah (Gadducci et al., 2012).
Onkogen K-Ras adalah ekspresi yang berlebih pada kebanyakan
pembentukan sel kanker. Ekspresi dari hasil onkogen ini merupakan perubahan
yang berbahaya dari endometriosis menjadi kanker ovarium (Wei et al., 2011).
Mutasi gen ini tidak ditemukan dalam endometriosis normal. Bagaimanapun,
mutasi ini telah diamati pada endometriosis yang berikutnya ditemukan pada
kanker ovarium (Otsuka et al., 2004). Saat PTEN dan K-Ras terlibat dalam
EAOC, peneliti juga menemukan korelasi kuat antara kombinasi dua gen tersebut
dan EAOC.
Mutasi dan hilangnya fungsi pada gen p53 diperkirakan menjadi penyabab
tersering pada kanker ovarium (Gadducci et al., 2012). Gen p53 dapat diaktifkan
untuk menginduksi beberapa respon sel seperti diferensiasi, penuaan, perbaikan
DNA dan menghambat angiogenesis (Bernard et al., 2013). Sementara mutasi ini
tidak terlalu umum pada CCC tertentu, hal tersebut biasanya ditemukan batas
tertentu di sebagian bentuk lain dari kanker (Gadducci et al., 2012). Meskipun
mutasi p53 tidak diamati di endometriosis, mutasi ini terlihat pada 40-50% dari
Sel-sel endometrium yang berada di dekat untuk sel-sel kanker ovarium (Mandai
et al., 2009). temuan ini menunjuk sebuah korelasi pasti antara mutasi p53 dan
EAOC dan studi warrant lebih lanjut.
Hepatocyte nuclear factor (HNF) 1- adalah faktor transkripsi yang
diregulasi di sel karsinoma yang terjelas (Kao dkk., 2012). Ekspresi spesifik
HNF1- ditemukan pada endometriosis dan sel karsinoma yang jelas, hal ini
menunjukkan adanya diferensiasi awal ke garis keturunan sel yang jelas dari
endometriosis (Kobayashi et al., 2011). Jalur HNF1- menghambat apoptosis dan
merangsang
sintesis
glikogen
dan
memainkan
peran
penting
dalam
2009). Sebuah panel diagnostik dari WT1, reseptor estrogen (ER) dan HNF1-
berguna dalam membedakan sel karsinoma dari kelas tinggi karsinoma ovarium
serosa (Stewart et al., 2008). Tingkatan WT1 pada sel stroma endometrium yang
signifikan mengatur penurunan di endometriosis (Attar et al., 2009). Telah
dilaporkan bahwa regulasi penurunan WT1 di sel stroma endometrium dapat
berkontribusi pada peningkatan ekspresi P450 aromatase dan pembentukan
estrogen di endometriosis (Attar et al., 2009). Mikrosatelit adalah urutan DNA
berulang yang ditemukan pada genom manusia. Hal ini pertama kali dijelaskan
pada tumor kolorektal padapasien dengan nonpolyposis herediter kanker
kolorektal (Kobayashi et al., 2009). Hal ini terkait dengan cacatnya Sistem DNA
mismatch repair untuk memperbaiki kesalahan yang terjadi selama replikasi DNA
dan telah terlibat dalam akumulasi dipercepat mutasi nukleotida tunggal dan
perubahan dalam panjang urutan mikrosatelit (Srivastava dan Grizzle, 2010).
Menanggapi kerusakan DNA sangat penting dalam pemeliharaan stabilitas
genomik dan integritas seluler dan inaktivasi fungsional dari gen ini telah terkait
dengan predisposisi kanker (Ali- Fehmi et al., 2006).
Hipermetilasi dari hMLH1 yang merupakan komponen dari jalur
perbaikan DNA mismatch ditemukan berada di 8,6% dari lesi endometriosis
(Mandai et al., 2009). Tingginya tingkat microsatellite instability (MSI) atau MSI
leading pada disfungsi PTEN telah dievaluasi untuk EOC dengan frekuensi mulai
dari 6-37% (Ali-Fehmi dkk., 2006; Pal et al., 2008). MSI terjadi pada 7,9-19,2%
dari epitel karsinoma ovarium (Murphy dan Wentzensen, 2011). Ali- Fehmi dkk.
melaporkan bahwa MSI hadir di 82,6% kasus endometriosis, di 75% kasus
endometriosis atipikal dan di 53% kasus karsinoma ovarium pada kromosom
10q23.3 (Ali-Fehmi et al., 2006). Frekuensi PTEN mutasi meningkat pada
tingginya frekuensi MSI (Fuseya et al., 2012). Semua hasil ini menunjukkan
bahwa MSI mungkin terlibat dalam transformasi maligna dari endometrioma
ovarium.
MUC1 adalah anggota dari molekul musin dan dinyatakan sebagai jenis
heterodimer 1transmembrane (Finn et al., 2011). Hal ini diekspresikan pada
mayoritas adenokarsinoma ovarium, uterus, payudara, pankreas, paru-paru, usus
Bagaimana
mengaktifkan pertumbuhan yang terkait jalur sinyal mitogen aktif protein kinase
ERK (Son et al., 2013). Dalam modulasi kanker, reactive oxygen species
(ROS) mengendalikan produksi proliferasi sel tumor, apoptosis dan mutasi pada
DNA mitokondria yang menyebabkan defisiensi respiratory complex I sehingga
meningkatkan produksi ROS dan meningkatkan potensi metastasis sel tumor
(Cheng et al., 2013). Heme dan besi bertindak sebagai molekul proinflamasi.
Molekul-molekul ini mengaktifkan nuklear faktor kappa b (NFkB), activator
protein-1 (AP-1), spesifisitas protein-1 (SP-1) (Zhang dan Frei, 2003). Heme juga
mengaktifkan respon neutrofil; kemotaksis neutrofil, sitoskeleton reorganisasi,
ledakan oksidatif, produksi IL-8 dan aktivasi transkripsi (Graa-Souza et al.,
2002). Semua itu dapat menginduksi mutasi genetik melalui produksi ROS hal
tersebut dapat terlibat dalam perkembangan kanker (Munksgaard dan Blaakaer,
2012).
Peradangan
Peradangan
kronis
dengan
perubahan
genetik
dapat
mendorong
(Zhang dan Daaka, 2011). Selain itu, COX-2 ditemukan meningkat pada kanker
ovarium epitel, berhubungan dengan tahap penyakit (Lee et al., 2013).
Toll like reseptor (TLR) dan komponen sinyal intraseluler penting dalam
jalur seluler yang berkaitan dengan proses inflamasi, kanker perkembangan dan
chemoresistance (Yu et al., 2012). Mereka memiliki peran penting dalam
endometriosis dan kanker ovarium (Kajihara et al, 2011; Kim et al, 2012). ROS
menginduksi signal inflamasi melalui TLRs (Kajihara et al., 2011). Hal tersebut
sebagai sensor permukaan sel yang dapat melakukan jalur yang mengarah ke
proliferasi, dan juga sebagai mediator yang mengatur sel-sel kekebalan infiltrasi
untuk lebih lanjut dukungan untuk perkembangan kanker (Kim et al., 2012).
Kebanyakan tumor ovarium diinfiltrasi oleh sejumlah besar makrofag.
Tumor tersebut berkaitan dengan makrofag (TAMS) merupakan komponen kunci
dari stroma tumor dan penting untuk angiogenesis serta remodeling matriks. TAM
mempromosikan tumorigenesis melalui Wnt/ sinyal -Catenin (Newman dan
Hughes, 2012). Hal itu menghambat imunitas adaptif dengan pelepasan kemokin
seperti CCL-8 yang melepaskan mediator imunosupresif termasuk IL-10 dan
TGF- (Wei et al., 2011). TAM signaling juga mempromosikan angiogenesis oleh
produksi faktor pertumbuhan epidermal, TGF-, dan kemokin, serta merangsang
proliferasi NF-KB, faktor penghambat migrasi (MIF), dan IL-1 (Wei et al., 2011).
TAM juga berhubungan dengan proses remodeling ekstraseluler jaringan melalui
ekspresi dan pelepasan metallopeptidases matriks (MMP) 2 dan 9 dan urokinase
plasminogen activator (UPA) (Yeh et al., 2013).
Protein NF-KB merupakan faktor transkripsi yang mengatur gen yang
telah dikaitkan dengan peradangan (IL-1, IL-6, IL-8, inducible nitric oxide
synthase [iNOS], COX- 2), imunitas (interferon- [IFN-], TNF-, diatur pada
saat aktivasi, T-sel yang normal diekspresikan dan disekresi [RANTES], adhesi
antar molekul-1 [ICAM- 1]), apoptosis (cellular inhibitor of apoptosis proteins [cIAP], A1 / Bfl1, cellular FLICE-like inhibitory protein [c-FLIP], p53, Bax),
proliferasi sel (cyclin D1, c-myc, faktor pertumbuhan epidermal [EGF]), invasi
jaringan (MMP- 1), urokinase-type plasminogen activator [uPA]), dan
angiogenesis (faktor pertumbuhan endotel vaskular [VEGF]) (Gonzlez-Ramos et
al., 2010). Proses sel ini terlibat dalam perkembangan endometriosis dan kanker
ovarium (Gonzlez-Ramos et al., 2010). NF-KB aktif pada sel tumor dan juga
dapat memediasi metastasis melalui ekspresi berbagai molekul adhesi termasuk
ICAM-1, vascular cell adhesion molecule-1
2012).
ER
yang
Leiomioma
Leiomioma dan risiko kanker ginekologi
Uterus LM adalah neoplasma yang umum ditemukan. Hal ini terjadi di
hampir 40% dari wanita usia reproduksi. Leiomiosarkoma (LMS) adalah sarkoma
paling umum dimana hanya 0,1-0,3% LM yang dilaporkanmenjadi LMS.
Patogenesis
Hingga saat ini patogenesis LMS kurang dipahami. Belum diketahui apakah
tumor ini timbul de novo atau dari LMS yang sudah ada sebelumnya. Telah
dilaporkan bahwa perkembangan LM menjadi LMS jarang, sehingga beberapa
peneliti percaya bahwa munculnya LMS yang sporadis timbul secara de novo
(McDonald et al., 2011). Hipotesis ini didukung oleh temuan bahwa ekspresi
mRNA profil antara LMS dan LM menunjukkan perbedaan (Kowalewska et al.,
2013). Sebaliknya, beberapa kasus histologis terbukti LMS timbul dari LM
sebelumnya telah dilaporkan (Kim et al, 2010;. Yanai et al, 2010;.. McDonald et
al, 2011). Telah dianggap bahwa kompartemen jinak merupakn lesi prekursor
untuk LMS dan keduanya menunjukkan kedua imunohistokimia dan sitogenetikal
(Yanai et al, 2010.; McDonald et al., 2011). Penyusunan ulang di kromosom
10q22 pada LM selular juga terlihat di LMS (Mittal dan Joutovsky, 2007).
Hilangnya lengan pendek kromosom 1 pada LM seluler dapat berkontribusi
menjadi transformasi ganas menjadi LMS (Hodge dan Morton, 2007). Hampir
semua penyimpangan genetik yang ditemukan pada LM juga terlihat pada LMS
dalam penelitian lain (Mittal et al., 2009). Selain daerah LMS memiliki
penyimpangan genetik tambahan (Mittal et al., 2009). Beberapa gen yang turun
diatur pada LMS seperti GAS1, DUSP1, BTG3, dan mungkin NBL1 akan
diregulasi pada LM (Quade et al., 2004). LM juga menunjukkandaerahamplifikasi
seperti kebanyakanbanyakan onkogen dan transkripsi gen faktor termasuk
MED12, C-Juni, Cks-1, Fyn, K-Ras dan ELK-3 (Mittal et al, 2009;. Makinen et
al,. 2011). Mutasi MED12 pada LM dapat menyebabkan onkogenesis melalui
jalur Wnt/ -catenin (Makinen et al., 2011). Juga disebutkan bahwa LMS bisa
muncul dari LM yang sudah ada sebelumnya yang memiliki simplastis atau
morfologi seluler (Mittal et al., 2009). Tumor otot polos pada Undetermined
Malignant Potential (Stump) merupakan tumor uterin lainnya yang kurang
dipahami. Mereka mencakup sekelompok besar neoplasma mewakili seluruh
spektrum perubahan tumor jinak ke ganas (Perot et al., 2012). Perbedaan
histologis antara tumor ganas dan tumor jinak otot polos tetap menjadi tantangan.
Hal tersebut telah dilaporkan bahwa keduanya dapat bermetastasis atau
ekspresi yang berlebih dari akrogranin dalam sel otot halus uterus yang imortal
memperbesar pada perubahan yang berbahaya (Matsumura et al., 2006).
Ia juga telah melaporkan bahwa LM dapat dihubungkan dengan resiko
peningkatan dari kanker endometrium. Wanita yang didiagnosa dengan LM
setelah umur 30 tahun dan dalam waktu yang lama menderita penyakit tersebut
dapat menyebabkan meningkatnya resiko ini (Rowlands et al., 2011). Risiko juga
lebih tinggi pada wanita pre dan perimenopause (Rowlands et al., 2011). Telah
disarankan bahwa wanita premenopause dengan LM harus dipantau lebih katat
(Rowlands et al., 2011). Namun, penelitian lain menunjukkan bahwa obesitas dan
pascamenopause dengan riwayat LM dikaitkan dengan kanker endometrium
(Fortuny et al., 2009). Mayoritas temuan ini mendukung etiologi hormonal dari
kedua gangguan. Penelitian lebih lanjut yang diperlukan untuk menyelidiki
hubungan antara LM dan kanker endometrium.
Adenomiosis
Adenomiosis dan risiko kanker ginekologi
Adenomiosis adalah kelainan patologis yang bersifat jinak yang
didefinisikan dengan munculnya kelenjar endometrium dan stroma dalam
miometrium. Telah dilaporkan bahwa adenomiosis dikaitkan dengan kanker
endometrium (Boes et al, 2011.; Musa et al., 2012). Insiden tersebut pada pasien
dengan histerektomi berubah dari 10% menjadi 70% (Musa et al., 2012).
Patogenesis
Mekanisme perkembangan kanker endometrium pada pasien dengan
adenomiosis masih belum jelas. Laporan sebelumnya telah menyatakan bahwa
adenomiosis dapat mengalami transformasi ganas dan mungkin sebagai lesi
prekursor terjadinya adenokarsinoma (Mittal dan Barwick, 1993; Kucera et al.,
2011). Namun, tidak ada studi yang menunjukkan transformasi alami adenomiosis
menjadi adenokarsinoma. Ada asosiasi yang sering antara adenomiosis dan
neoplasma jinak yang berhubungan dengan kadar estrogen lainnya seperti polip
endometrium,
anovulasi,
hiperplasia,
LM
menunjukkan
bahwa
kondisi
Kesimpulan
Kesimpulannya, ulasan ini menunjukkan endometriosis, LM, dan
adenomiosis meningkatkan risiko yang signifikan pada pengembangan kanker
ginekologi seperti kanker ovarium dan kanker endometrium. Risiko EAOC
meningkat dengan bertambahnya usia, hiperestrogenism, peradangan, adanya
predisposisi genetik, mengalami endometriosis lebih awal dan lamanya
endometriosis, kehadiran endometrioma yang besar dan infertilitas. STUMP
dianggap grade tumor paling rendah dan meskipun belum begitu jelas, beberapa
studi menunjukkan bahwa STUMP dan LMS dapat muncul dari prekursor mutan
sel LM. Terdapat pula hubungan yang erat antara LM, adenomiosis dan kanker
endometrium. Telah dinyatakan juga bahwa adenomiosis mungkin terkait dengan
kurangnya invasi miometrium, tidak adanya ruang invasi lymphovascular, tumor
grade terendah dan tidak adanya kelenjar getah bening. Endometriosis, LM,
Brinton LA, Gridley G, Persson I, Baron J, Bergqvist A (1997). Cancer risk after
a hospital discharge diagnosis of endometriosis. Am J Obstet Gynecol,
176, 572-9.
Brinton LA, Lamb EJ, Moghissi KS, et al (2004). Ovarian cancer risk associated
with varying causes of infertility. Fertil Steril, 82, 405-14.
Brinton LA, Sakoda LC, Sherman ME, et al (2005a). Relationship of benign
gynecologic diseases to subsequent risk of ovarian and uterine tumors.
Cancer Epidemiol Biomarkers Prev, 14, 2929-35.
Brinton LA,Westhoff CL, Scoccia B, et al (2005b). Causes of infertility as
predictors of subsequent cancer risk. Epidemiol, 16, 500-7.
Budiu RA, Mantia-Smaldone G, Elishaev E, et al (2011). Soluble MUC1 and
serum MUC1-specific antibodies are potential prognostic biomarkers for
platinum-resistant ovarian cancer. Cancer Immunol Immunother, 60, 97584.
Bukulmez O, Hardy DB, Carr BR, Word RA, Mendelson CR (2008).
Inflammatory status influences aromatase and steroid receptor expression
in endometriosis. Endocrinol, 149, 1190-204.
Bulun SE, Lin Z, Imir G, et al (2005). Regulation of aromatase expression in
estrogen-responsive breast and uterine disease: from bench to treatment.
Pharmacol Rev Sep, 57, 359-83.
Carli C, Metz CN, Al-Abed Y, Naccache PH, Akoum A (2009). Up-regulation of
cyclooxygenase-2 expression and prostaglandin E2 production in human
endometriotic cells by macrophage migration inhibitory factor:
involvement of novel kinase signaling pathways. Endocrinol, 150, 312837.
Cheng CW, Kuo CY, Fan CC, et al (2013). Overexpression of Lon contributes to
survival and aggressive phenotype of cancer cells through mitochondrial
complex I-mediated generation of reactive oxygen species. Cell Death Dis,
4, 681
Conaway RC, Conaway JW (2011). Function and regulation of the Mediator
complex. Curr Opin Genet Dev, 21, 225-30.
Condon JC, Hardy DB, Kovaric K, Mendelson CR (2006). Up-regulation of the
progesterone receptor (PR)-C isoform in laboring myometrium by
activation of nuclear factor-kappaB may contribute to the onset of labor
through inhibition of PR function. Mol Endocrinol, 20, 764-75.
DAngelo E, Spagnoli LG, Prat J (2009). Comparative clinicopathologic and
immunohistochemical analysis of uterine sarcomas diagnosed using the
World Health Organization classification system. Hum Pathol, 40, 157185.
Dhingra S, Rodriguez ME, Shen Q, et al (2010 ). Constitutive activation with
overexpression of the mTORC2- phospholipase D1 pathway in uterine
leiomyosarcoma and STUMP: morphoproteomic analysis with therapeutic
implications. Int J Clin Exp Pathol, 4, 134-46.
Du YB, Gao MZ, Shi Y, Sun ZG, Wang J (2013). Endocrine and inflammatory
factors and endometriosis-associated infertility in assisted reproduction
techniques. Arch Gynecol Obstet, 287, 123-30.
Finn OJ, Gantt KR, Lepisto AJ, et al (2011). Importance of MUC1 and
spontaneous mouse tumor models for understanding the immunobiology
of human adenocarcinomas. Immunol Res, 50, 261-8.
Fortuny J, Sima C, Bayuga S, et al (2009). Risk of endometrial cancer in relation
to medical conditions and medication use. Cancer Epidemiol Biomarkers
Prev, 18, 1448-56.
Fuseya C, Horiuchi A, Hayashi A, et al (2012). Involvement of pelvic
inflammation-related mismatch repair abnormalities and microsatellite
instability in the malignant transformation of ovarian endometriosis. Hum
Pathol, 43, 1964-72.
Gadducci A, Guerrieri ME, Genazzani AR (2012). New insights on the
pathogenesis of ovarian carcinoma: molecular basis and clinical
implications. Gynecol Endocrinol, 28, 582-6.
Gonzlez-Ramos R, Van Langendonckt A, Defrre S, et al (2010). Involvement of
the nuclear factor-B pathway in the pathogenesis of endometriosis. Fertil
Steril, 94, 1985-94.
Gounaris I, Charnock-Jones DS, Brenton JD (2011). Ovarian clear cell carcinoma-bad endometriosis or bad endometrium? J Pathol, 225, 157-60.
Graa-Souza AV, Arruda MA, de Freitas MS, Barja-Fidalgo C, Oliveira PL
(2002). Neutrophil activation by heme: implications for inflammatory
processes. Blood, 99, 4160-5.
Gupta S, Joshi K, Wig JD, Arora SK (2009). High frequency of loss of allelic
integrity at Wilms tumor suppressor gene-1 locus in advanced breast
tumors associated with aggressiveness of the tumor. Indian J Cancer, 46,
303-10.
Harris HA, Bruner-Tran KL, Zhang X, Osteen KG, Lyttle CR (2005). A selective
estrogen receptor-beta agonist causes lesion regression in an
experimentally induced model of endometriosis. Hum Reprod, 20, 936-41.
Herrmann Lavoie C, Fraser D, Therriault MJ, Akoum A (2007). Interleukin-1
stimulates macrophage migration inhibitory factor secretion in ectopic
endometrial cells of women with endometriosis. Am J Reprod Immunol,
58, 505-13.
Hodge JC, Morton CC (2007). Genetic heterogeneity among uterine leiomyomata:
insights into malignant progression. Hum Mol Genet, 16, 7-13.
Ip PP, Cheung AN (2011). Pathology of uterine leiomyosarcomas and smooth
muscle tumours of uncertain malignant potential. Best Pract Res Clin
Obstet Gynaecol, 25, 691-704.
Ip PP, Cheung AN, Clement PB (2009). Uterine smooth muscle tumors of
uncertain malignant potential (STUMP): a clinicopathologic analysis of 16
cases. Am J Surg Pathol, 33, 992-1005.
Ismiil N, Rasty G, Ghorab Z, et al (2007a). Adenomyosis involved by endometrial
adenocarcinoma is a significant risk factor for deep myometrial invasion.
Ann Diagn Pathol, 11, 252-7.
Ismiil ND, Rasty G, Ghorab Z, et al (2007b). Adenomyosis is associated with
myometrial invasion by FIGO 1 endometrial adenocarcinoma. Int J
Gynecol Pathol, 26, 278-83.