Tugas DO
Tugas DO
Tugas DO
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Farmasi didefinisikan sebagai profesi yang menyangkut seni dan ilmu penyediaan
bahan obat, dari sumber alam atau sintetik yang sesuai, untuk disalurkan dan digunakan
pada pengobatan dan pencegahan penyakit. Farmasi mencakup pengetahuan mengenai
identifikasi, pemilahan (selection), aksi farmakologis, pengawetan, penggabungan,
analisis, dan pembakuan bahan obat (drugs) dan sediaan obat (medicine). Pengetahuan
kefarmasian mencakup pula penyaluran dan penggunaan obat yang sesuai dan aman, baik
melalui resep (prsecription) dokter berizin, dokter gigi, dan dokter hewan, maupun
melalui cara lain yang sah, misalnya dengan cara menyalurkan atau menjual langsung
kepada pemakai.
Dalam bidang farmasi khususnya kimia farmasi sering dilakukan analisis sediaan
farmasi, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif adalah bidang kimia
analitik yang membahas tentang identifikasi zat-zat, mengenai unsur atau senyawa apa
yang terdapat dalam suatu sampel. Analisa kuantitatif adalah suatu analisa yang
digunakan untuk mengetahui kadar suatu zat.
Dalam kimia farmasi dilakukan analisis berbagai senyawa yang bersumber dari
obat, tumbuhan, dan hewan. Salah satu senyawa yang sering di analisis yaitu analisis
antihistamin (antialergi).
Dalam makalah ini akan dibahas tentang analisis antihistamin dan cara
menganalisisnya. Dalam analisis antihistamin ini dapat diambil sampel dari senyawa
obat, tumbuhan maupun hewan.
I.2
I.2.1
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah seperti dibawah ini:
1
I.2.2 Tujuan
Adapun tujuan dalam makalah ini adalah seperti bawah ini:
1
BAB II
ISI
II.1
Definisi Antihistamin
Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek
histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor histamin (penghambatan
saingan). Pada awalnya hanya dikenal satu tipe antihistaminikum, tetapi setelah
ditemukannya jenis reseptor khusus pada tahun 1972, yang disebut reseptor-H2, maka
secara farmakologi reseptor histamin dapat dibagi dalam dua tipe ,yaitu reseptor-H1 da
reseptor-H2. Berdasarkan penemuan ini, antihistamin juga dapat dibagi dalam dua
kelompok,
yakni
antagonisreseptor-H1
(singkatnya
disebut
H1-blockers
atau
Penggolongan antihistamin
ANTAGONIS RESEPTOR HISTAMIN H1 (Antihistaminika Klasik)
Golongan ini dibagi lagi berdasarkan rumus bangun kimianya, yaitu:
a) Senyawa Etanolamin; antara lain Difenhidramin, Dimenhidrinat Karbinoksamin
maleat.
b) Senyawa Etilendiamin; antara lain Antazolin, Pirilamin, dan Tripelenamin.
c) Senyawa Alkilamin; antara lain Fenirarnin, Klorfeniramin, Bromfeniramin, dan
Deksklorfeniramin.
d) Senyawa Siklizin; antara lain Siklizin, Klorsiklizin, dan Homoklorsiklizin.
e) Senyawa Fenotiazin; antara lain Prometazin, Metdilazin, dan Oksomemazin.
f) Senyawa lain-lain; yaitu Dimetinden, Mebhidrolin, dan Astemizol.
1. Diphenhydramine
Chemical name: 2-Benzhydryloxy-NN-dimethylethylamine
Molecular formula: C17H21NO =255.4
2. Chlorpeniramine
Chemical name: N-(4-Chlorobenzyl)-NN-dimethyl-N-(2
pyridyl) ethylenediamine hydrochloride
Molecular formula: C16H20ClN3,HCl =326.3
3. Chlorcyclizine
Chemical name: 1-(4-Chlorobenzhydryl)-4-methylpiperazine hydrochloride
Molecular formula: C18H21ClN2,HCl =337.3
4. Promethazine
Chemical name: Dimethyl (1-methyl-2-phenothiazin-10-ylethyl)amine
Molecular formula: C17H20N2S =284.4
5. Terfenadine
Chemical
name:
1-(4-tert-Butylphenyl)-4-[4-(
piperidino] butan-1-ol
Molecular formula: C32H41NO2 =471.7
hydroxybenzhydryl)
Mekanisme kerja :
Menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam
otot polos. Selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau
keadaan lain yang disertai pengelepasan histamin endogen berlebihan.
Farmakokinetik :
Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Efeknya timbul
15-30 menit dan minimal 1-2 jam. Lama kerja AH1 setelah pemberian dosis tunggal
kira-kira 4-6jam. Untuk gol. klorsiklizir 8-12 jam, Difenhidramin yang diberikan secara
oral akan mencapai kadar maksimal dalam darah setelah kira-kira 2jam berikutnya.
Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru. Tempat utama biotransformasi AH1 adalah
hati, tetapi dapat juga pada paru-paru dan ginjal. AH1 diekskresi melalui urin setelah
24jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.
Farmakodinamik :
yang memblock reseptor H1,dengan efek terhadap penciutan bronchi, usus, dan
rahim, terhadap ujung saraf (vasodilatasi, naiknya permeabilitas).
Interaksi :
Diphenhydramine menghalangi CYTOCHROME P450 ISOENZYME CYP2D6
yang bertanggung jawab untuk metabolisme beberapa beta blockers termasuk
metoprolol dan antidepressant venlafaxine.
Efek toksik :
Keracunan akut AH1 terjadi karena obat golongan ini sering terdapat sebagai obat
persediaan rumah tangga. Pada anak, keracunan terjadi karena kecelakaan, sedangkan
pada orang dewasa akibat usaha bunuh diri. Dosis 20-30 tablet AH1 sudah bersifat letal
bagi anak.
Efek sentral AH1 merupakan efek yang berbahaya. Pada anak kecil efek yang
dominan ialah perangsangan dengan manifestasi halusinasi, eksitasi, ataksia,
inkoordinasi, atetosis dan kejang. Kejang ini kadang-kadang disertai tremor dan
pergerakan atetoid yang bersifat tonik-klonik yang sukar dikontrol. Gejala lain mirip
gejala keracunan atropin misalnya midriasis, kemerahan dimuka dan sering timbul
demam. Akhirnya terjadi koma dalam dengan kolaps kardiorespiratoar yang disusul
kematian dalam 2-18 jam. Pada orang dewasa, manifestasi keracunan biasanya berupa
depresi pada pemulaan, kemudian eksitasi dan akhirnya depresi SSP lebih lanjut.
ANTAGONIS RESEPTOR HISTAMIN H2 (Penghambat Asma)
Reseptor histamin H2 berperan dalam efek histamin terhadap sekresi cairan lambung,
perangsangan jantung serta relaksasi uterus tikus dan bronkus domba. Beberapa jaringan
seperti otot polos, pembuluh darah mempuntai kedua reseptor yaitu H1 dan H2.
Sejak tahun 1978 di Amerika Serikat telah diteliti peran potensial H2 cemitidine
untuk penyakit kulit. Pada tahun 1983, ranitidine ditemukan pula sebagai antihistamin H2.
Baik simetidine dan ratidine diberikan dalam bentuk oral untuk mengobati penyakit kulit.
Struktur
Antihistamin H2 secara struktur hampir mirip dengan histamin. Simetidin
mengandung komponen imidazole, dan ranitidin mengandung komponen aminomethylfuran
moiety.
Farmakodinamik
Simetidine dan ranitidine menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel.
Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung, sehingga pada
pemberian simetidin atau ranitidin sekresi cairan lambung dihambat.
Farmakokinetik
Bioavaibilitas oral simetidin sekitar 70%, sama dengan setelah pemberian IV atau IM.
Absorpsi simetidin diperlambat oleh makanan. Absorpsi terjadi pada menit ke 60-90. Masa
paruh eliminasi sekitar 2jam. Bioavaibilitas ranitidin yang diberikan secara oral sekitar 50%
dan meningkat pada pasien penyakit hati. Pada pasien penyakit hati masa paruh ranitidin
juga memanjang meskipun tidak sebesar pada gagal ginjal. Kadar puncak plasma dicapai
dalam 1-3 jam setelah pengguanaan 150 mg ranitidin secara oral, dan yang terikat protein
plasma hanya 15%.Sekitar 70% dari ranitidin yang diberikan IV dan 30% dari yang
diberikan secara oral diekskresi dalam urin.
Mekanisme aksi
Walaupun simetidin dan ranitidin berfungsi sama yaitu menghambat reseptor H2,
namun ranitidin lebih poten. Simetidin juga menghambat histamin N-methyl transferase,
suatu enzim yang berperan dalam degrasi histamin. Tidak seperti ranitidin, simetidin
menunjukkan aktivitas antiandrogen, suatu efek yang diketahui tidak berhubungan dengan
kemampuan menghambat raseptor H2. Simetidin tampak meningkatkan sistem imun dengan
menghambat aktivitas sel T supresor. Hal ini disebabkan oleh blokade resptor H2 yang dapat
dilihat dari supresor limfosit T. Imunitas humoral dan sel dapat dipengaruhi.
Penggunaan klinis
Indikasi :
Simetidin dan ranitidin diindikasikan untuk tukak peptik. Antihistamin H2 sama efektif
dengan pengobatan itensif dengan antasid untuk penyembuhan awal tukak lambung dan
duodenum. Antihistamin H2 juga bermanfaat untuk hipersekresi asam lambung pada
sindrom Zollinger-Ellison.
Penggunaan antihistamin H2 dalam bidang dermatologi seringkali digunakan ranitidin
atau simetidin untuk pengobatan gejala dari mastocytosis sistematik, sperti urtikaria dan
pruritus. Pada beberapa pasien pengobatan digunakan dosis tinggi.
Efek samping
Insiden efek samping kedua obat ini rendah dan umumnya berhubungan dengan
pemhambatan terhadap reseptor H2, beberapa efek samping lain tidak berhubungan dengan
penghambatan reseptor. Efek samping ini antara lain : Nyeri kepala, Pusing, Malaise,
Mialgia, Mual, Diare, Konstipasi, Ruam kulit, Pruritus, Kehilangan libido, Impoten
Farmakodinamik
Farmakokinetik
Biovailabilitas oral simetidin sekitar 70%. Ikatan protein plasmanya hanya 20%.
Absorpsi simetidin diberikan bersama atau segera setelah makan dengan maksud untuk
memperpanjang efek pada periode pasca makan. Absorpsi simetidin terutama terjadi
pada menit ke 60-90. Simetidin masuk kedalam SSP dan kadarnya dalam cairan spinal
10-20% dari kadar serum. Sekitar 50-80% dari dosis IV dan 40% dari dosis oral
simetidin diekskresi dalam bentuk asal dalam urin. Masa paruh eliminasi sekitar 2jam.
Biovailabilitas ranitidin yang diberikan secara oral sekitar 50% dan meningkat pada
pasien penyakit hati.Masa paruhnya kira-kira 1,7-3 jam pada orang dewasa dan
memanjang pada orang tua dan pada pasien gagal ginjal. Pada pasien penyakit hati masa
paruh ranitidin juga memanjang meskipun tidak sebesar pada gagal ginjal. Kadar
puncak plasma dicapai dalam 1-3 jam setelah penggunaan 150 mg ranitidin secara oral
dan yang terikat protein plasma hanya 15%. Ranitidin dan metabolitnya diekskresi
terutama melalui ginjal sisanya melalui tinja. Sekitar 70% dari ranitidin yang diberikan
IV dan 30% dari yang diberikan secara oral diekskresi dalam urin dalam bentuk asal.
Efek Samping
Insidens efek samping kedua obat ini rendah dan umumnya berhubungan dengan
penghambatan terhadap reseptor H2. Beberapa efek samping lain tidak berhubungan
dengan penghambatan reseptor. Efek samping ini antara lain : nyeri kepala, pusing,
malaise, mialgia, mula, diare, konstipasi, ruam kulit, pruritus, kehilangan libido dan
impoten.
Interaksi Obat
Antasid dan metoklopramid mengurangi biovailabilitas oral simetidin sebanyak 20-
30%. Ketakonazol harus diberikan 2jam sebelum pemberian simetidin karena absorpsi
ketakonazol berkurang sekitar 50% bila diberikan bersama simetidin. Selain itu
ketakonazol membutuhkan pH lebih tinggi yang terjadi pada pasien yang juga mendapat
AH2
Simetidin terikat sitokrom P-450 sehingga menurunkan aktivitas enzim mikrosom
hati, jadi obat lain akan terakumulasi bila diberikan bersama simetidin. Obat yang
metabolismenya dipengaruhi simetidin adalah arfarin, karbamazepin, diazepam,
propranolol, metaprolol dan imipramin.
Ranitidin jarang berinteraksi dengan obat lain dibandingkan dengan simetidin akan
tetapi makin banyak obat dilaporkan berinteaksi dengan ranitidin yaitu nifedifin
warfarin, teofilin, dan metaprolol. Ranitidin dapat menghambat absorbsi diazepam dan
dapat mengurangi kadar plasmanya sejumlah 25%. Obat-obat ini diberikan dengan
selang waktu minimal 1 jam sam a dengan penggunaan ranitidin bersama abtasid atau
antikolinergik.
Simetidin dan ranitidin cenderung menurunkan aliran darah hati sehingga akan
memperlambat bersihan obat lain. Simetidin dapata menghambat alkohol dehidrigenase
dalam mukosa lambung dan menyebabkan peningkatan kadar alkohol serum. Simetidin
juga mengganggu disposisi dan meningkatkan kadar lidokoin serta meningkatkan
antagonis kalsium dalam serum. Simetidin dapat menyebabkan berbagai gangguan SSP
terutama pada pasien usia lanjut atau dengan penyakit hati atau ginjal. Gejala ganggua
slurredspeech, somnolen, letargi, gelisah, bingung, disorentasi, agitasi, halusinasi, dan
kejang. Gejala seperti demensia dapat timbul pada penggunaan simetidin bersama obat
psikotropik atau sebagai efek samping simetidin. Ranitidin menyebabkan gangguan SSP
ringan karena sukarnya melewati sawar darah otak.
Efek
samping
simetidin
yang
jarang
terjadi
adalah
trombositopenia,
granulositopenia, toksisitas terhadap ginajal atau hati. Pemberian simetidin dan ranitidin
IV sesekali menyebabkan bradikardi dan efek kardiotoksik lain.
Indikasi
Simetidin dan ranitidin diindikasikan untuk tukak peptik. Penghambatan 50% sekresi
asam lambung dicapai bila kadar simetidin plasma 800ng/ml atau kadar renitidin plasma
100 ng/ml. Tetapi yang lebih penting adalah efek penghambatannya selama 24jam.
Simetidin ranitidin atau antagonis reseptor H2 mempercepat penyembuhan tungkak
duodenum. Pada sebagian besar pasien pemberian obat-obatan tersebut sebelum tidur
dapat mencegah kekambuhan tukak duodeni bila obat diberikan sebagai terapi
pemeliharaan.
AH2 sama efektif dengan pengobatan intensif dengan antasid untuk penyembuhan
awal tukak lambung dan duodenum. Untuk refluks esofagitis seperti halnya dengan
antasid antagonis reseptor H2 menghilangkan gejalanya tetapi tidak menyembuhkan
lesi.
Terhadap tukak peptikem yang diinduksi oleh obat AINS, AH2 dapat mempercepat
penyembuhan tetapi tidak dapat mencegah terbentuknya tukak. Pada pasien yang
sedang mendapat AINS antagonis reseptor H2 dapat mencegah kekambuhan tukak
duodenum tetapi tidak bermanfaat untuk tukak lambung.
Simetidin dan ranitidin talah digunakan dalam penelitian untuk stress ulcer dan
perdarahan, dan ternyata obat-obat tersebut lebih bermanfaat untuk profilaksis daripada
untuk pengobatan. AH2 juga bermanfaat untuk hipersekresi asam lambung pada
sindrom Zollinger-Ellison . Dalam hal in i mungkin lebih baik digunakan ranitidin untuk
mengurangi kemungkinan timbulnya efek samping obat akibat besarnya dosis simetidin
yang diperlukan. Ranitidin juga lebih baik dari simetidin untuk pasien yang mendapat
banyak obat, pasien yang refrakter terhadap simetidin, pasien yang tidak tahan efek
samping simetidin dan pada pasien usia lanjut.
2. Famotidin
Farmakodinamik
Famotidin merupakan AH2 sehingga dapat menghambat sekresi asam lambung
pada keadaan basal, malam dan akiabt distimulasi oleh pentagastrin. Famotidin tiga kali
lebih poten daripada ranitidin dan 20 kali lebih poten daripada simetidin.
Indikasi
Efektivitas obat ini untuk tukak duodenum dan tukak lambung setelah 8 minggu
pengobatan sebanding dengan ranitidin dan simetidin. Pada penelitian selama 6 bula
famotidin juga mengurangi kekambuhan tukak duodenum yang secara klinis bermakna.
Famotidin kira-kira sama efektif dengan AH2 lainnya pada pasien sindrom ZollingerEllison meskipun untuk keadaan ini omeprazol merupakan obat terpilih. Efektivitas
famotidin untuk profilaksis tukak lambung, refluks esofagitis dan pencegahan tukak
stres pada saat ini sedang diteliti.
Efek Samping
Efek samping biasanya ringan dan jarng terjadi misalnya sakit kepala, pusing,
konstipasi, dan diare. Seperti halnya dengan ranitidin, famotidin nampaknya lebih baik
daripada simetidin karena belum pernah dilaporkan terjadinya efek antiandrogenik.
Famotidin harus digunakan hati-hati pada ibu menyusui karena obat ini belum diketahui
apakah obat ini diekskresi kedalam air susu ibu.
Interaksi Obat
Sampai saat ini interaksi yang bermakna dengan obat lain belum belum dilaporkan
meskipun baru diteliti terhadap sejumlah kecil obat. Famotidin tidak mengganggu
oksidasi diazepam feofilin, warfarin atau fenitoin di hati. Ketokonazol membutuhkan
pH asam untuk bekerja sehingga kurang efektif bial diberikan bersama AH2.
Farmakokinetik
Famotidin mencapai kadar puncak diplasma kira-kira dalam 2jam setelah
penggunaan secara oral. masa paruh eliminasi 3-8jam dan biovaibilitas 40-50%,
Metabolit utama adalah famotidin-S-oksida. Setelah dosis oral tunggal sekitar 25% dari
dosis ditemukan dalam bentuk asal di urin. Pada pasien gagal ginjal berat masa paruh
eliminasi dapat melebihi 20 jam.
Intravena
Pada pasien hipersekresi asam lambung tertentu atau pada pasien yang tidak dapat
diberikan sediaan oral, faotidin diberikan intravena 20 mg tiap 12 jam. Dosis obat untuk
pasien harus ditritasi berdasarkan jumlah asam lambung yang disekresi.
3. Nizatidin
Farmakodinamik
Potensi nitazidin dalam menghambat sekresi asam lambung kurang lebih sama
dengan ranitidin.
Indikasi
Efektvitas untuk pengobatan gangguan asam lambung sebanding dengan ranitidin
dan simetidin. Dengan pemberian satu atau dua kali sehari biasanya dapat
menyembuhkan tukak duodeni dalam 8 minggu dan dengan pemberian satu kali sehari
nizatidin mencegah kekambuhan. Pada refluks esofagitis, sindrom Zollinger-Ellison dan
gangguan asam lambung lainnyan nizatidin siperkirakan sama efektif dengan ranitidin
meskipun masih diperlukan pembuktian lanjut.
Efek Samping
Nizatidin umumnya jarang menimbulkan efek smaping. Efek samping ringan
saluran cerna dapat terjadi. Peningkatan kadar asam urat dan transaminase serum
ditemukan pada beberapa pasien dan nampaknya tidak menimbulkan gejala klinik yang
bermakna. Pada tikus nizatidin dosis besar berefek antiandrogrnik, tetapi efek tersebut
belum terlihat pada uji klinik. Nizatidin dapat menghambat alkohol dehidrogenase pada
mukosa lambung dan menyebabkan kadar alkohol yang lebih tinggi dalam serum.
Dalam dosis ekuivalen simetidin, nizatidin tidak menghambat enzim mikrosom hati
yang metabolisme obat. Pada sukarelawan sehat tidak dilaporkan terjadinya interaksi
obat bila nitazidin diberikan bersama feofilin, lidokain, warfarin, klordiazepoksid,
diazepam atau lorezepam. Ketakonazol yang membetuhkan pH asam menjadi kurang
efektiftif bila pH lambung lebih tinggi pada pasien yang mendapat AH2.
Farmakokinetik
Biovailabilitas oral nizatidin lebih dari 90% dan tidak dipengaruhi oleh makanan
atau antikolinergik. Bersihan menurun pada pasien uremik dan usia lanjut. Kadar
puncak dalam serum setelah pemberian oral dicapai dalam 1jam, masa paruh plasma
sekitar 2 1/2 jam dan lama kerja sampai dengan 10 jam. Nizatidin diekskresi terutama
melalui ginjal 90% dari dosisi yang digunakann ditemukan di urin dalam 16 jam.
ANTAGONIS RESEPTOR HISTAMIN H3
Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat kemampuan kognitif.
Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati penyakit Alzheimer's, dan schizophrenia.
Contoh obatnya adalah ciproxifan, dan clobenpropit.
ANTAGONIS RESEPTOR HISTAMIN H4
Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai antiinflamasi dan
analgesik. Contohnya adalah tioperamida. Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat
antihistamin. Contohnya adalah obat antidepresan trisiklik dan antipsikotik. Prometazina
adalah obat yang awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai
antihistamin. Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil, mampu
mencegah penglepasan histamin dengan cara menstabilkan sel mast, sehingga mencegah
degranulasinya.
BAB III
PEMBAHASAN
III.1 Definisi Prometazin Hydroclorine
Prometazin merupakan antihistamin generasi pertama yang termasuk dalam
kelompok fenotiazin. Prometazin juga memiliki efek antiemetik dan antikolinergik.
Selain itu prometazin juga memiliki efek sedatif yang cukup kuat.
Prometazin HCl merupakan senyawa kimia yang berbentuk serbuk kristal
kekuningan yang praktis tidak berbau. Kontak yang cukup lama prometazin dengan udara
dapat mengakibatkan terjadinya reaksi oksidasi yang menyebabkan perubahan warna
prometazin menjadi biru. Prometazin-HCl sangat mudah larut dalam air dan agak sukar
larut dalam alkohol. Prometazin yang beredar dipasaran adalah prometazin dalam bentuk
campuran rasemat.
Prometazine Hydroclorine
Phenergan tablet adalah obat mujarab mengandung prometazin bahan aktif, yang
merupakan jenis obat yang disebut antihistamin penenang. Ia bekerja dengan mencegah
tindakan histamin.
Histamin adalah substansi yang diproduksi oleh tubuh sebagai bagian dari
mekanisme pertahanannya. Hal ini menyebabkan gejala-gejala reaksi alergi. Ini dapat
termasuk radang saluran napas atau kulit, hidung tersumbat, penyempitan saluran napas,
ruam, dan gatal-gatal pada kulit, mata atau hidung. Prometazin blok histamin dari
mengikat ke reseptor di berbagai bagian tubuh dan ini berhenti itu menyebabkan gejalagejala reaksi alergi.
Histamin dapat dilepaskan dari dan bertindak di daerah (lokal) kecil dari tubuh
seperti hidung. Atau, histamin dapat menyebabkan lebih serius, kadang-kadang
mengancam nyawa seperti reaksi anafilaksis. Prometazin digunakan untuk mengobati
alergi lokal seperti demam dan ruam jelatang, serta lebih serius reaksi alergi seperti
anafilaksis. Beberapa efek samping umum antara lain :
a. Dyskinesia tardive
b. Kebingungan pada orang tua
c. Mengantuk, pusing, kelelahan, lebih jarang vertigo
d. Mulut kering.
e. Pernapasan depresi pada pasien di bawah usia 2 dan pada mereka dengan fungsi paru
terancam
f.
Sembelit
g. Dada terasa sesak / ada tekanan. (Biasanya dalam kasus-kasus ketika pasien sudah
minum obat untuk tekanan darah tinggi)
h. Euphoria (sangat jarang, kecuali dengan dosis IV tinggi dan / atau pemberian
bersamaan dengan opioid / SSP depresan)
i.
Akatisia [14]
j.
Parestesia
k.
Iritabilitas
Cara identifikasi prometazin menurut FI IV:
Menunjukan adanya reaksi klorida seperti tertera pada uji identifikasi umum
Cara lain untuk identifikasi dapat dilakukan dengan:
KLT
KCKT
III.2
Secara garis besar metode yang digunakan dalam analisis kuantitatif dibagi
menjadi dua macam yaitu kimia analisis kuantitatif instrumental, yaitu metode analisis
bahan-bahan kimia menggunakan alat-alat instrumen, dan analisa kimia konvensional.
Metode dalam analisa kuantitatif dibedakan menjadi 2 bagian: metode gravimeter, yaitu
penetapan kadar suatu unsur atau senyawa berdasarkan berat, tetapnya dengan cara
penimbangan. Cara dilakukan dengan unsur atau senyawa yang diselidiki dan bahan yang
menyusunnya. Bagian terbesar yang dilakukan metode gravimetri adalah perubahan unsur
berat tetapnya. Berat senyawa selanjutnya dapat dianalisa berdasarkan jenis senyawa
(khoppar, 1990).. Metode volumetri, adalah analisa kuantitatif yang dilakukan dengan
cara menambahkan sejumlah larutan baru yang lebih diketahui kadarnya. Dengan
mengetahui jumlah larutan baru yang ditambahkan dan reaksinya berjalan secara
kuantitatif sehingga senyawa yang dianalisis dapat dihitung jumlahnya (Sumardjo, 1997).
Volumetri merupakan suatu cara analisis kuantitatif dan reaksi kimia. Pada
analisis ini zat yang akan ditentukan kadarnya direaksikan dengan zat lainnya telah
diketahui konsentrasinya sampai tercapai suatu titik ekuivalensi hingga kepekatan zat
yang kita cari dapat dihitung. Larutan yang kita ketahui konsentraasinya dengan teliti
disebut larutan standar. Larutan ini biasanya diteteskan dari buret ke dalam erlenmeyer
yang mengandung reaksinya selesai. Proses ini dinamakan titrasi. Titik dimana terjadi
perubahan karena indikator disebut titik titrasi. Titik ini seharusnya jatuh pada titik yang
bersamaan, tetapi hal ini sulit karena kesulitan dalam mencari indikator yang pH
intervalnya mendekati pH ekuivalen. Perbedaan antara titik ekuivalen dengan titik titrasi
disebut kesalahan titrasi (Day dan Underwood, 2002). Indikator adalah asam organik
lemah atau basa organik lemah yang dalam larutan akan terionisasi sebagian dimana
warna yang terionisasi berbeda dengan warna yang tak terionisasi (Sumardjo, 1994).
Analisis volumetri merupakan suatu analisa untuk menentukan suatu volume
larutan yang konsentrasinya sudah diketahui. Biasanya untuk mengukur volume larutan
standar tersebut harus ditambahkan dengan melalui alat yang disebut buret. Proses
penambahan larutan standar ke dalam larutan yang ditentukan sampai terjadi reaksi yang
sempurna disebut titrasi (Lehninger, 1995).
Reaksi dalam volumetri dibedakan menjadi 3: (1) Reaksi netralisasi adalah suatu
proses terbentuknya garam dari reaksi asam dan basa. Contoh reaksi: HCl +
NaOH NaCl + H2O. (2) Reaksi pengendapan atau pembentukan senyawa kompleks.
Reaksi meliputi pembentukan ion-ion kompleks atau pembentukan molekul netral yang
terdisosiasi dalam larutan (Khoppar, 1990). Contoh reaksi: AgNO 3 + NaCl AgCl +
NaNO3, KCN + AgNO3 K{Ag(CN)2} + KNO3, K{Ag(CN)2} + AgNO3 Ag{(CN)2} +
KNO3. (3) Reaksi oksidasi-reduksi (redoks). Oksidasi dan reduksi selalu berlangsung
secara serentak, dimana jumlah elektron yang dilepaskan pada oksidasi harus sama
dengan elektron yang didapatkan pada reduksi, Contoh reaksi: 2FeCl 3 + SnCl2 2FeCl2 +
SnCl4. (Surakiti, 1989).
Analisa volumetri dapat dibedakan menjadi:
1
titrasi
dengan
iodium
secara
langsung.
Reaksinya:
I2 +
2
3
4
5
6
7
8
pendukung lainnya.
Mandelin
Pereaksi : NH Vanadat % dalam air + H2SO4 pekat
Frohde
Pereaksi : Larutan 1% NH4 molibdat dalam H2SO4 pekat
Beberapa warna yang dihasilkan :
1 Phenergan : Merah violet
2 Neo-antergan : Merah ungu
3 Neo-benodin : Kuning kenari
4 Multergan : Ungu
5 Histaphen : kuning dengan bintik coklat
6 Fenotiazin : Coklat hijau violet
7 Benadryl : Merah jingga
Marquis
Pereaksi : larutan encer formalin (formalin 0,1% 1%) + H2SO4 pekat
Beberapa warna yang dihasilkan :
1 Benadryl : ungu
2 Avil : Kekuningan
3 Multergen : Ungu
4 Antistin : lama lama akan berwarna ungu
FeCl3
AgNO3
Reaksi Kristal
Beberapa pereaksi yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :
1 AuCl3
2
3
4
5
PtCl3
Asam Pikrat
Asam Pikrolon
Garam Reinekat
Proses kerja : zat dilarutkan dalam HCL 0,2 N kemudian ditambahkan pereaksi
kedalam
campuran (zat dalam HCl) untuk penentuan amin aromatis primer (berwarna jingga).
Contoh : avil jingga
Analisa Kualitatif
Uji Analisa Kualitatif Phenargan HCl atau prometazin HC yaitu: Pemerian :
o tablet couting (biru hijau), tidak berbau, dan rasanya sangat pahit
o kelarutan mudah larut dalam air, spiritus,dan kloroform
Reaksi :
zat + FeCl3 rosa jingga
zat + HNO3p merah marganta panaskan di W.B akan berwarna kuning
zat + H2SO4p rosa merah + air rosa
zat + KMNO4 + NaOH hijau coklat kotor
zat + pereaksi frohde merah violet zat + pereaksi nillon rosa (kekuningan)
zat + DAB-HCl jingga
zat + H2SO4p + Cr 2O7 hijau
zat + pereaksi marquis merah marganta
zat berfluroresensi kuning
Analisa Kuantitatif
Penetapan kadar prometazine dalam sediaan tablet dilakukan dengan metode
spektrofotometri ultraviolet secara multikomponen, Pometazin Hydroclorine di ukur
menggunakan blanko dapar fosfat pH 6,4 pada panjang gelombang 230 nm dan 266 nm,
sehingga didapatkan panjang gelombang serapan maksimum. Diukur validitasnya
berdasarkan parameter akurasi (metode penambahan baku) dan presisi.
Spektrum peresapan ultra violet larutan 0,0005 % b/v setebal 2cm pada daerah 220
nm sampai 350 nm menunjukkan maksimum pada 251 nm dan maksimum yang kurang
jelas pada lebih kurang 301 nm,resapan pada 251 nm lebih kurang 0,91.
Pada spectrum peresapan inframerah,menunjukkan maksimum hanya pada panjang
gelombang yang sama dan mempunyai intensitas relative yang sama seperti promethazine
hydroclorida PK.
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin
terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor histamin (penghambatan saingan).
Prometazin adalah antihistamin generasi pertama dari golongan fenotiazin. Obat ini
mengandung anti-mabuk, anti emetik, dan efek antikolinergik, serta efek sedatif yang kuat
dan di beberapa negara yang diberikan untuk insomnia ketika benzodiazepin
dikontraindikasikan. Phenergan tablet adalah obat mujarab mengandung prometazin bahan
aktif, yang merupakan jenis obat yang disebut antihistamin penenang. Ia bekerja dengan
mencegah tindakan histamin. Prometazin digunakan untuk mengobati alergi lokal seperti
demam dan ruam jelatang, serta lebih serius reaksi alergi seperti anafilaksis.
Rumus promethazine hydrochlorine C17 H 20 N 2 S .HCl
DAFTAR PUSTAKA
Joyce jammes, Colin Baker, dkk. 2006. Prinsip - Prinsip Sains Untuk Keperawatan
( principles of science for nurses ): Jakarta
Keenan, Charles W, kleinfelter, dkk., 1994. Kimia Untuk Universitas. Erlangga: Jakarta.
Sumardjo, damin. 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan kuliah mahasiswa kedokteran
dan
program
strata
Fakultas
Bioeksata.
Semarang.
http://wiro-
Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Roman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar:
Yogyakarta.
Katzung & Trevors. Pharmacology Examination & Board Review 9th Edition
Katzung, Bertram. 2007. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 8. Salemba Medika:Jakarta.
10 Ganiswarna. S. A. 2005. Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Hal.332
11 Goodman & Gilman. The Pharmacological Basisi of Therapeutics 12th Edition
12 Richard A. Harvey. Lippincotts Illustrated Reviews Pharmacology 5th Edition