Model Asuhan Keperawatan Professional

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

Model Asuhan Keperawatan Professional (MAKP)

Model Asuhan Keperawatan Profesional adalah sebagai suatu sistem (struktur, proses
dan nilai- nilai) yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan
keperawatan termasuk lingkungan untuk menopang pemberian asuhan tersebut (Hoffart &
Woods, 1996 dalam Hamid, 2001).
6 unsur utama dalam penentuan pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan
(Marquis & Huston, 1998:143).
1. Sesuai dengan Visi dan Misi Institusi
Dasar utama penentuan model pemberian asuhan keperawatan harus didasarkan pada
visi dan misi rumah sakit.
2. Dapat diterapkannya Proses Keperawatan dalam Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan merupakan unsure penting terhadap kesinambungan asuhan
keperawatan kepada pasien. Keberhasilan dalam asuhan keperawatan sangat
ditentukan oleh pendekatan proses keperawatan.
3. Efisien dan Efektif Penggunaan Biaya
Setiap suatu perubahan, harus selalu mempertimbangkan biaya dan efektivitas dalam
kelancaran pelaksanaannya. Bagaimana pun baiknya suatu model, tanpa ditunjang
oleh biaya memadai, maka tidak akan didapat hasil yang sempurna.
4. Terpenuhinya Kepuasan Klien, Keluarga, dan Masyarakat
Tujuan akhir asuhan keperawatan adalah kepuasan pelanggan atau pasien terhadap
asuhan yang diberikan oleh perawat. Oleh karena itu, model yang baik adalah model
asuhan keperawatan yang dapat menunjang kepuasan klien.
5. Kepuasan Kinerja Perawat
Kelancaran pelaksanaan suatu model sangat ditentukan oleh motivasi dan kinerja
perawat. Model yang dipilih harus dapat meningkatkan kepuasan perawat, bukan
justru menanbah beban kerja dan frustasi dalam pelaksanaannya.
6. Terlaksananya Komunikasi yang Adekuat antara Perawat dan Tim Kesehatan Lainnya

Komunikasi secara professional sesuai dengan lingkup tanggung jawab merupakan


dasar pertimbangan penentuan model. Model Asuhan Keperawatan diharapkan akan
dapat meningkatkan hubungan interpersonal yang baik antara perawat dan tenaga
kesehatatan lainnya.

Jenis model asuhan keperawatan menurut Grant & Massey (1997) dan Marquis & Huston
(1998)
Model
Fungsional

Deskripsi
Berdasarkan orientasi tugas dari filosofi
keperawatan

Penanggung jawab
Perawat yang bertugas
pada tindakan tertentu

Perawat melaksanakan tugas (tindakan)


tertentu berdasarkan jadwal kegiatan
yang ada

Metode fungsional dilaksanakan oleh


perawat dalam pengelolaan asuhan
keperawatan sebagai pilihan utama pada
saat perang dunia kedua. Pada saat itu,
karena masih terbatasnya jumlah dan
kemampuan perawat maka setiap
perawat hanya melakukan 1-2 jenis
intervensi (misalnya, merawat luka)
keperawatan kepada semua pasien di

Kasus

bangsal.
Berdasarkan pendekatan holistic dari
filosofi keperawatan

Perawat bertanggung jawab terhadap


asuhan dan observasi pada pasien
tertentu

Rasio: 1:1 pasien-perawat.

Manager keperawatan

Setiap pasien dilimpahkan kepada semua


perawat yang melayani seluruh
kebutuhannya pada saat mereka dinas.
Pasien akan dirawat oleh perawat yang
berbeda untuk setiap shift, dan tidak ada
jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh
orang yang sama pada hari berikutnya.
Metode penugasan kasus biasa
diterapkan satu pasien satu perawat,
umumnya dilaksanakan untuk perawatan

Tim

khusus seperti: isolasi, intensive care.


Berdasarkan pada kelompok filosofi

Ketua Tim

keperawatan

Enam-tujuh orang perawat professional


dan perawat associate bekerja sebagai
suatu tim, disupervisi oleh ketua tim.
Metode ini menggunakan tim yang
terdiri atas anggota yang berbeda-beda dalam
memberikan asuhan keperawatan
terhadap sekelompok pasien. Perawat
ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/ group
yang terdiri atas tenaga professional,
teknikal, dan pembantu dalam satu group

Primer

kecil yang saling membantu.


Berdasarkan pada tindakan yang
komprehensif dari filosofi keperawatan.

Perawat bertanggung jawab terhadap


semua aspek asuhan keperawatan, dari
hasil pengkajian kondisi pasien untuk
mengoordinasi asuhan keperawatan.

Rasio 1:4/ 1:5 (perawat: pasien) dan

Perawat Primer

penugasan metode kasus.


Metode penugasan di mana satu orang
perawat bertanggung jawab penuh
selama 24 jam terhadap asuhan
keperawatan pasien, mulai dari pasien
masuk sampai keluar rumah sakit.
Mendorong praktek kemandirian
perawat, ada kejelasan antara si
pembuat rencana asuhan dan pelaksana.
Metode primer ini ditandai dengan
adanya keterkaitan kuat dan terus
menerus antara pasien dan perawat yang
ditugaskan untuk merencanakan,
melakukan dan koordinasi Asuhan
Keperawatan selama pasien dirawat.
Pada penerapan MAKP harus mampu memberikan asuhan keperawatan profesional dan
untuk itu diperlukan penataan 3 komponen utama:
1. Ketenagaan
Saat ini jumlah dan jenis tenaga keperawatan kurang mampu untuk memberi asuhan
keperawatan yang profesional. Hal ini terlihat dari komposisi tenaga yang ada mayoritas
lulusan SPK. Disamping itu jumlah tenaga keperawatan ruang rawat tidak ditentukan
berdasarkan derajat ketergantungan klien. Pada suatu pelayanan profesional jumlah tenaga
yang diperlukan tergantung pada jumlah klien dan derajat ketergantungan klien. Menurut
Douglas (1984) klasifikasi derajat ketergantungan klien dibagi 3 kategori yaitu: perawat
minimal memerlukan waktu 1-2 jam/ 24 jam, perawatan intermediet memrlukan waktu 3 4
jam/ 24 jam, perawatan maksimal atau total memerlukan waktu 5 6 jam/ 24 jam. Dalam
penelitian Douglas (1975) dalam Supriyanto (2003) tentang jumlah tenagaperawat di rumah
sakit, di dapatkan jumlah yang dibutuhkan pada pagi, sore dan malam tergantung pada tingkat
ketergantungan pasien. (Hidayah, 2014)
a. Sentralisasi Obat
Kontroling terhadap penggunaan dan konsumsi obat, sebagai salah satu peran perawat
perlu dilakukan dalam suatu pola/ alur yang sistematis sehingga penggunaan obat benar

benar dapat dikontrol oleh perawat sehingga resiko kerugian baik secara materiil maupun
secara non material dapat dieliminir.

Tehnik pengelolaan obat kontrol penuh ( sentralisasi)


Tehnik pengelolaan obat kontrol penuh ( sentralisasi) adalah pengelolaan obat dimana

seluruh obat yang akan diberi-kan pada pasien diserahkan sepenuhnya pada perawat.
Pengeluaran dan pembagian obat sepenuhnya dilakukan oleh perawat.
Keluarga wajib mengetahui dan ikut serta mengontrol penggunaan obat. Obat yang telah
diresepkan dan telah diambil
oleh keluarga diserahkan kepada perawat dengan menerima lembar serah terima obat.
Perawat menuliskan nama pasien, register, jenis obat, jumlah dan sediaan dalam kartu kontrol
dan diketahui oleh keluarga / klien dalam buku masuk obat. Keluarga atau klien selanjutnya
mendapat-kan penjelasan kapan/ bilamana obat terse-but akan habis. Obat yang telah
diserahkan selanjutnya disimpan oleh perawat dalam kotak obat.

Pengelolaan obat tidak penuh ( desentrali-sasi)

Obat yang telah diambil oleh keluar-ga diserahkan pada perawat, Obat yang diserahkan
dicatat dalam buku masuk obat, perawat menyerahkan kartu pemberian obat kepada
keluarga / pasien, lalu melakukan penyuluhan tentang rute pem-berian obat, waktu
pemberian, tujuan, efek samping, perawat menyerahkan kembali obat pada keluarga / pasien
dan menan-datangani lembar penyuluhan.
Dalam pemberian obat perawat tetap melakukan kontroling terhadap pemberian obat. dicek
apakah ada efek samping, pen-gecekan setiap pagi hari untuk menentukan obat benar benar
diminum sesuai dosis. Obat yang tidak sesuai/ berkurang dengan perhitungan diklarifikasi
dengan keluarga. Dalam penambahan obat dicatat dalam bu-ku masuk obat. Penyuluhan obat
khusus diberikan oleh perawat primer. (Hidayah, 2014)
b. Timbang Terima
Suatu cara dalam menyampaikan dan menerima sesuatu ( laporan ) yang berkai-tan
dengan keadaan klien.Tujuannya :
1. Menyampaikan kondisi atau keadaan secara umum klien.
2. Menyampaikan hal penting yang per-lu ditindaklanjuti oleh dinas beri-kutnya.
3. Tersusun rencana kerja untuk dinas berikutnya.
Adapun langkah langkahnya yakni :

1. Kedua shif dalam keadaan siap


2. Shif yang akan menyerahkan perlu mempersiapkan hal apa yang akan disampaikan.
3. Perawat primer menaympaikan kepa-da penanggung jawab shif yang se-lanjutnya
meliputi ; kondisi, tindak lanjut, rencana kerja.
4. Dilakukan dengan jelas dan tidak terburu - buru.
5. Secara langsung melihat keadaan klien.
Hal yang bersifat khusus dan memer-lukan perincian yang lengkap dicatat secara
khusus untuk kemudian diserahkan kepada perawat jaga berikutnya.
Hal yang perlu diberitahukan dalam timbang terima: identitas dan diagnosa medis, masalah
keperawatan, tindakan yang sudah dan belum dilakukan, intervensi (Hidayah, 2014)
c. Ronde Keperawatan
Suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah keperawatan klien yang
dilaksanakan oleh perawat, disamping pasien dilibatkan untuk memba-has dan melaksanakan
asuhan keperawatan akan tetapi pada kasus tertentu harus dil-akukan oleh perawat primer
atau konselor, kepala ruangan, perawat assosciate yang perlu juga melibatkan seluruh anggota
tim. Tujuannya :
1. Menumbuhkan cara berpikir secara kritis.
2. Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berasal dari masalah klien.
3. Meningkatkan validitas data klien.
4. Menilai kemampuan justifikasi.
5. Meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja.
6. Meningkatkan kemampuan untuk memodifikasi rencana perawatan.
Pelaksanaan
1. Penetapan kasus minimal 1 hari sebelum waktu pelaksanaan ronde.
2. Pemberian inform consent kepada klien/ keluarga.

3. Penjelasan tentang klien oleh perawat primer dalam hal ini pen-jelasan difokuskan pada
masalah keperawatan dan rencana tindakan yang akan atau telah dilaksanakan dan memilih
prioritas yang perlu didiskusikan.
4. Diskusikan antar anggota tim tentang kasus tersebut.
5. Pemberian justifikasi oleh perawat primer atau perawat konselor/ kepala ruangan tentang
masalah klien serta tindakan yang akan dilakukan.
6. Tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang telah dan yang akan ditetapkan.
7. Pasca ronde perawat mendiskusikan hasil temuan dan tindakan pada klien tersebut serta
menetapkan tindakan yang perlu dilakukan. (Hidayah, 2014)
d. Supervisi
Secara umum yang dimaksud dengan supervisi adalah melakukan pengamatan secara
langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk
kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberikan pe-tunjuk atau bantuan yang bersifat
langsung guna mengatasinya (Azwar, 1996). Wijono (1999) menyatakan bahwa supervisi
adalah salah satu bagian proses atau kegiatan dari fungsi pengawasan dan pengendalian
(controlling).
Berdasarkan beberapa pengertian ter-sebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan supervisi
adalah kegiatan-kegiatan yang terencana seorang manajer melalui aktifitas bimbingan,
pengarahan, observasi, motiva-si dan evaluasi pada stafnya dalam melaksanakan kegiatan
atau tugas seharihari (Sudarsono, 2000).
Adapun manfaat dan tujuan supervisi (Nurrachmah , 2008) :
Supervisi dapat meningkatkan efek-tifitas kerja. Peningkatan efektifitas kerja ini erat
hubungannya dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan, serta makin
terbinanya hubungan dan sua-sana kerja yang lebih harmonis antara ata-san dan bawahan.
Supervisi dapat lebih meningkatkan efesiensi kerja. Peningkatan efesiensi kerja ini erat
kaitannya dengan makin berku-rangnya kesalahan yang dilakukan bawa-han, sehingga
pemakaian sumber daya (tenaga, harta dan sarana) yang sia-sia akan dapat dicegah.
Apabila kedua peningkatan ini dapat diwujudkan, sama artinya dengan telah tercapainya
tujuan suatu organisasi. Tujuan pokok dari supervisi ialah menja-min pelaksanaan berbagai
kegiatan yang telah direncanakan secara benar dan tepat, dalam arti lebih efektif dan efesien,

se-hingga tujuan yang telah ditetapkan organ-isasi dapat dicapai dengan memuaskan (Suarli
& Bachtiar, 2008).

2. Metode pemberian asuhan keperawatan


Terdapat 4 metode pemberian asuhan keperawatan yaitu metode fungisonal, metode
kasus, metode tim dan metode keperawatan primer (Gillies, 1989). Dari keempat metode ini,
metode yang paling memungkinkan pemberian pelayanan profesional adalah metode tim dan
primer. Dalam hal ini adanya sentralisasi obat, timbang terima, ronde keperawatan dan
supervisi (Nursalam,2002)
3. Dokumentasi Asuhan keperawatan
Dokumentasi keperawatan merupakan unsur penting dalam sistem pelayanan
kesehatan. Karena adanya dokumentasi yang baik informasi mengenai keadaan kesehatan
pasien dapat diketahui secara berkesinambungan. Disamping itu doku mentasi merupakan
dokumen legal tentang pemberian asuhan keperawatan. Secara lebih spesifik dokumentasi
berfungsi sebagi sarana komunikasi antar profesi kesehatan, sumber data untuk pemberian
asuhan keperawatan, sumber data untuk penelitian, sebagai bukti pertanggungjawaban dan
pertanggunggugatan asuhan keperawatan, dan sarana untuk pemantauan asuhan keperawatan.
Dokumentasi dibuat berdasarkan pemecahan masalah pasien. Dokumentasi berdasarkan
pemecahan masalah terdiri dari format pengkajian, rencana keperawatan, catatan tindakan
keperawatan dan catatan perkembangan pasien.
Pada model PKP juga terdapat format dokumentasi seperti disebutkan diatas, namun
pada model ini dikembangkan standar rencana keperawatan berdasarkan literatur. Penetapan
standar rencana keperawatan ini diharapkan dapat membuat efisiensi waktu bagi perawat.
Catatan tindakan keperawatan juga dibuat lebih spesifik untuk memungkinkan
pendokumentasian semua tindakan keperawatan. Catatan perkembangan pasien juga
dilakukan setiap hari yang bertujuan menilai tingkat perkembangan pasien. Rencana
keperawatan dan catatan perkembangan pasien dilakukan oleh PP dan catatan tindakan
dilakukan oleh PP dan PA atau sesuai perannya masing- masing.(Al-Assaf, 2009)

Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP)


Definisi
Definisi MPKP menurut Hoffart dan Woods (1996) dalam Wahyuni, 2007 mendefinisikan
Model Praktik Keperawatan Profesional sebagai sebuah sistem yang meliputi struktur, proses,
dan nilai professional yang memungkinkan perawat professional mengatur pemberian asuhan
keperawatan dan mengatur lingkungan untuk menunjang dalam pemberian asuhan
keperawatan. Sebagai suatu model berarti sebuah ruang rawat dapat menjadi contoh dalam
praktik keperawatan professional di Rumah Sakit.
Tujuan MPKP
Dalam Wahyuni (2007) menjelaskan bahwa tujuan dari MPKP adalah :
a
b

Meningkatkan mutu askep melalui penataan sistem pemberian asuhan keperawatan.


Memberikan kesempatan kepada perawat untuk belajar melaksanakan praktik

keperawatan profesional.
Menyediakan kesempatan kepada perawat untuk mengembangkan penelitian
keperawatan.

Namun menurut Sitorus, 2006


-

Mengetahui bentuk pengorganisasian penerapan MPKP


Mengetahui jumlah dan kualifikasi SDM dalam penerapan MPKP
Mengetahui cara pendokumentasian dalam penerapan MPKP
Mengetahui cara operan dalam penerapan MPKP
Mengetahui kelengkapan sarana dan prasarana di ruang MPKP

Dasar Pertimbangan Pemilihan MPKP


Terdapat enam unsur utama dalam penentuan pemilihan metode pemberian asuhan
keperawatan, yaitu sesuai dengan visi-misi Rumah Sakit, dapat diterapkannya proses
keperawatan, efisien dan efektif dalam penggunaan biaya, terpenuhinya kepuasan klien,
keluarga dan masyarakat, kepuasan kerja perawat dan terlaksananya komunikasi yang
adekuat. (Wahyuni, 2007)

Komponen MPKP (Wahyuni, 2007)

Nilai Profesional Pengembangan Model Praktik Keperawatan Profesional didasarkan


pada nilai professional . Nilai professional merupakan inti dari Model Praktik
Keperawatan Profesional, yang meliputi : nilai intelektual, komitmen moral, otonomi,

kendali dan tanggung gugat.


Pendekatan Manajemen Pendekatan manajemen digunakan untuk mengelola sumber
daya yang ada meliputi : ketenagaan, alat, fasilitas serta menetapkan Standar Asuhan
Keperawatan (SAK). Pada Model Praktik Keperawatan Profesional ini kemampuan
manajemen keperawatan yang dikembangkan terutama dalam hal mengelola perubahan

dan pengambilan keputusan.


Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Sistem pemberian asuhan keperawatan
(care delivery system) merupakan metode penugasan bagi tenaga perawat yang digunakan
dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada klien. Sistem atau metode tersebut
merefleksikan falsafah organisasi, struktur, pola ketenagaan dan populasi klien. Saat ini
dikenal lima jenis metode pemberian asuhan keperawatan, yang terdiri dari : metode

kasus, fungsional, tim, primer dan manajemen kasus.


Hubungan Professional Pengembangan Model Praktik Keperawatan Profesional
(MPKP) memungkinkan terjadinya hubungan professional di antar perawat dan praktisi
kesehatan lainnya. Hubungan ini dapat terjadi melalui sistem pendokumentasian

keperawatan, operan tugas jaga, konferensi awal dan akhir, dan pembahasan kasus.
Kompensasi dan penghargaan Pada suatu layanan professional, seseorang
mempunyai hak atas kompensasi dan penghargaan. Kompensasi merupakan salah faktor
yang dapat meningkatkan motivasi, pada Model Praktik 33 Keperawatan Profesional
karena masing-masing perawat mempunyai peran dan tugas yang jelas sehingga dapat
dibuat klasifikasi yang obyektif sebagai dasar pemberian kompensasi dan penghargaan.

Aspek Pengembangan MPKP


Menurut Werdati (2005) dalam Wahyuni (2007) dalam penerapan sistem pemberian asuhan
keperawatan terdapat 3 strategi manajemen yang penting dalam mengelola sumber daya
keperawatan yaitu :
-

Sistem klasifikasi pasien


Sistem ini dikembangkan untuk mewujudkan asuhan keperawatan yang bermutu dan
efisisien, karena pelayanan diberikan sesuai dengan tingkat kebutuhan pasien, merupakan
metode untuk memperkirakan dan mengkaji jumlah kebutuhan pasien terhadap
pelayanan keperawatan, sehingga dapat diketahui jam efektif perawat untuk melakukan
pelayanan keperawatan. Depkes (2001) menetapkan indikator jumlah jam kontak

perawat dengan pasien rata-rata selama 4,5 jam


Stafing
Staffing merupakan salah satu fungsi khusus manajemen keperawatan yang terdiri dari
kegiatan-kegiatan : mengidentifikasi jenis dan jumlah dan kategori tenaga yang
dibutuhkan pasien, mengalokasikan anggaran tenaga, merekrut, seleksi dan penempatan

perawat, orientasi dan mengkombinasikan tenaga pada konfigurasi yang baik.


Penjadulan
Penetapan jumlah tenaga dan penjadualan adalah merupakan proses pengorganisasian
sumber daya yang berharga untuk menentukan berapa banyak dan kriteria tenaga seperti
apa yang dibutuhkan untuk setiap shift .
Sedangkan menurut Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) menyebutkan bahwa agar

pelayanan keperawatan dapat mencapai tujuan yang ditetapkan seorang Kepala Ruang harus
menyusun jadwal dinas yang dapat mencerminkan jumlah dan kategori tenaga yang
berkemampuan baik pada setiap shift dan ada penunjukan perawat sebagai penanggung
jawab shift dengan disertai pembagian tugas yang jelas
Penerapan sistem pemberian asuhan keperawatan Merupakan metode penugasan yang
dipilih dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan sesuai dengan kondisi yang ada di
Rumah Sakit. Sistem pemberian asuhan keperawatan harus merefleksikan falsafah
organisasi, struktur, pola ketenagaan dan karakteristik populasi pasien yang dilayani.

Untuk memperoleh gambaran penerapan sistem ini dapat dilihat dari tanggung jawab,
pelaksanaan uraian tugas dan pelaksanaan wewenang perawat pelaksana.
1

Tanggung jawab perawat pelaksana :


a Kebenaran asuhan keperawatan meliputi pengkajian, diagnosis dan rencana
b

asuhan keperawatan.
Kebenaran dan ketepatan pelayanan asuhan meliputi tindakan dan evaluasi

keperawatan.
c Kelengkapan bahan dan peralatan kesehatan
d Kebersihan dan kerapihan pasien serta alat kesehatan
e Kebenaran isi rekam asuhan keperawatan
f Kebenaran informasi/bimbingan/penyuluhan kesehatan
g Ketepatan penggunaan sumber daya secara efisien dan efektif.
Uraian tugas perawat pelaksana :
a Melaksanakan timbang terima tugas setiap awal dan akhir tugas dari dan
b
c
d

kepada petugas penggantinya.


Melakukan observasi tentang kondisi pasien.
Mengikuti pre dan post konferens yang dilakukan.
Melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien yang menjadi tanggung

jawabnya dan didokumentasikan dalam rekam asuhan keperawatan.


Melakukan monitoring respon pasien terhadap tindakan yang telah

f
g

dilakukan.
Melakukan konsultasi tentang masalah pasien.
Membimbing dan melakukan penyuluhan kesehatan kepada pasien dan

h
i
j

keluarga.
Menerima keluhan pasien dan berusaha untuk menyelesaikannya.
Melakukan evaluasi askep setiap akhir tugas.
Memperkenalkan diri dan rekan yang berada pada satu timnya untuk

melakukan askep lanjutan pada pasien .


Melaksanakan tugas pendelegasian pada saat jaga siang/malam atau hari

libur.
l Mengikuti diskusi kasus / konferens dengan tim kesehatan.
m Mengikuti pertemuan berkala (rutin) ruangan atau tingkat rumah sakit.
Wewenang
a Memeriksa kelengkapan peralatan ruang perawatan
b Meminta bahan dan perangkat kerja sesuai denagn kebutuhan pelaksanaan
c

tugas
Melakukan pengkajian, menetapkan diagnosa dan perencanaan keperawatan

d
e
f

bagi pasien baru pada bertugas


Melakukan asuhan keperawatan kepada pasien
Melaporkan asuhan keperawatan pasien kepada penanggung jawab.
Dokumentasi keperawatan Dokumentasi keperawatan merupakan unsur
penting dalam sistem pelayanan kesehatan, karena dengan adanya

dokumentasi yang baik, informasi mengenai keadaan pasien dapat diketahui


secara berkesinambungan. Dokumenasi juga merupakan aspek legal tentang
pemberian asuhan keperawatan, secara lebih spesifik dokumentasi
keperawatan dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi antar profesi
kesehatan, sumber data untuk 37 pengelolaan pasien dan penelitian dan
sebagai barang bukti pertanggungjawaban dan pertangunggugatan asuhan
keperawatan serta sebagai sarana pemantauan asuhan keperawatan.
Dokumentasi keperawatan dibuat berdasarkan pemecahan masalah pasien,
yang terdiri dari format pengkajian, rencana keperawatan, catatan tindakan
dan catatan perkembangan pasien.
Metode Penugasan Dalam Mpkp
1

Metode kasus
Perawat memberikan asuhan keperawatan kepada klien secara total dalam 1
periode dinas. Jumlah klien yang di rawat oleh 1 perawat tergantung pada

kemampuan perawat tersebut dan kebutuhan klien (Sitorus, 2006)


Metode fungsional
Pemberian asuhan keperawatan berfokus pada penyelesaian prosedur dan
tindakan.

Perawat

diberikan

perencanaan

intervensi

untuk

mengimplementasikan kepada klien di 1 ruangan (kepala ruang memiliki tugas


mengorganisir tindakan yang akan dilakukan oleh perawat shift, kemudian
melaporkan keadaan klien, kepala ruang bertanggung jawab dalam pembuatan
3

laporan) (Sitorus, 2006).


Metode tim
Perawat profesional bertugas sebagai pemimpin pada tim yang akan
melakukan tindakan asuhan keperawatan pada klien dengan upaya koorperatif
dan kolaboratif. Hal ini berarti, setiap anggota kelompok mempunyai

kontribusi untuk merencanakan dan melaksanakan asuhan keperawatan.


Metode perawatan primer
Metode Keperawatan Primer adalah metode pemberian asuhan keperawatan
komprehensif yang merupakan penggabungan model praktik keperawataan
profesional. Setiap perawat profesional bertanggung jawab terhadap asuhan
keparawatan pasien yang menjadi tanggungjawabnya. Perawat primer
bertanggung jawab memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh
dengan menulis asuhan keperawatan, mulai pengkajian sampai perencanaan
keperawatan selama 24 jam sejak pasien mulai dirawat sampai pulang (Huber,
2000).

Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional (SP2KP)


Sejarah Tebentuknya SP2KP (Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional)
Sejak tahun 1996, dicetuskanlah konsep Model Praktik Keperawatan Profesional
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr.
Cipto Mangunkusumo (MPKP FIKUI-RSUPNCM) oleh Dr. Ratna Sitorus.
Ditahap uji coba, terbukti bahwa konsep MPKP FIKUI-RSUPNCM terbukti dapat
meningkatkan mutu asuhan keperawatan dinilai dari kepuasan klien/keluarga, kepatuhan
perawat terhadap standar meningkat, infeksi nosokomial menurun, dan waktu perawatan
pasien menjadi lebih singkat. Konsep MPKP FIKUI-RSUPNCM mulai disosialisasikan
secara nasional dengan nama Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) pada tahun
1998. Berdasarkan kajian sekarang ini, ditemukan banyak kendala - kendala dalam penerapan
MPKP di Indonesia. Kendala tersebut antara lain: beban kerja perawat yang tinggi, belum
memadainya tenaga perawat profesional yang berkompeten, lemahnya supervisi klinis,
tumpang tindihnya ketrampilan perawat, terbatasnya fasilitas dan dana untuk pengembangan.
Selain itu, perawat juga masih melakukan pekerjaan rumah tangga dan administrasi pasien.
Menanggapi

permasalahan

tersebut,

Pemerintah

Repubilk

Indonesia,

melalui

Kementerian Kesehatan memperkenalkan pengembangan konsep dari MPKP, yaitu Sistem


Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional (SP2KP).

Definisi SP2KP (Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional)


Menurut Depkes RI (2009), merupakan kegiatan pengelolaan asuhan keperawatan
disetiap unit, ruang rawat di rumah sakit. SP2KP mempunyai lingkup yang meliputi aplikasi
nilai-nilai profesional dalam praktik keperawatan, manajemen dan pemberian asuhan
keperawatan, serta pengembangan profesional diri (Suhartati, 2009).
SP2KP adalah sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional yang merupakan
pengembangan dari MPKP (Model Praktek Keperawatan Profesional) dimana dalam SP2KP
ini terjadi kerjasama profesional antara perawat primer (PP) dan perawat asosiate (PA) serta
tenaga kesehatan lain. Metode modifikasi Perawat Primer-Tim yaitu seorang PP bertanggung
jawab dan bertanggung gugat terhadap asuhan keperawatan yang diberikan pada sekelompok
pasien mulai dari pasien masuk sampai dengan bantuan beberapa orang PA. PP dan PA
selama kurun waktu tertentu bekerjasama sebagai suatu tim yang relative tetap baik dari segi

kelompok pasien yang dikelola, maupun orang-orang yang berada dalam satu tim tersebut .
Tim dapat berperan efektif jika didalam tim itu sendiri terjalin kerjasama yang profesional
antara PP dan PA. Selain itu tentu saja tim tersebut juga harus mampu membangun kerjasama
profesional dengan tim kesehatan lainnya.
Menurut (Sitorus 2011) SP2KP adalah kegiatan pengelolaan asuhan keperawatan
disetiap unit ruang rawat di rumah sakit. SP2KP ini merupakan sistem pemberian asuhan
keperawatan di ruang rawat yang dapat memungkinkan perawat dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan yang professional bagi pasien. SP2KP ini memiliki system pengorganisasian
yang baik dimana semua komponen yang terlibat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
diatur secara professional (Rantung dkk, 2013).
Hasil penelitian direktorat keperawatan dan PPNI tentang kegiatan perawat di
puskesmas, ternyata lebih dari 75% dari seluruh kegiatan pelayanan adalah kegiatan
pelayanan keperawatan (Depkes, 2005), enam puluh persen (60 %) tenaga kesehatan adalah
perawat yang bekerja pada berbagai sarana/tatanan pelayanan kesehatan dengan pelayanan 24
jam sehari, tujuh hari sepekan, merupakan kontak pertama dengan system klien. Dengan
peningkatan mutu pelayanan keperawatan melalui metode SP2KP dapat meningkatkan
Keselamatan dan kenyamanan pasien, sehingga dapat mencegah terjadinya insiden yang tidak
diharapkan.
SP2KP atau Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional adalah kegiatan
pengelolaan asuhan keperawatan disetiap unit ruang rawat di rumah sakit.SP2KP ini
merupakan suatu sistem pemberian asuhan keperawatan di ruang rawat yang dapat
memungkinkan perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang profesional bagi
pasien. SP2KP ini memiliki sistem pengorganisasian yang baik dimana semua komponen
yang terlibat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan diatur secara profesional (Sitorus,
2011). Hasil riset tentang efektifitas pelaksanaan Model Praktik Keperawatan Profesional
atau MPKP dengan kualitas pelayanan keperawatan di dua rumah sakit pemerintah di Jakarta
menunjukkan bahwa pada kelompok intervensi kepuasaan pasien dengan pelayanan
keperawatan sebelum penerapan MPKP yaitu dengan kategori puas (15%), kategori cukup
puas (44,1%) dan kategori kurang puas (40,9%). Setelah penerapan MPKP hasil didapatkan
yaitu kategori puas (73,9%), kategori cukup puas (25,3%) dan kategori kurang puas (1,7%).
Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa kepuasan pasien pada saat penerapan MPKP

menunjukkan hasil yang baik sedangkan sebelum penerapan MPKP kepuasan pasien sangat
buruk (Sitorus, 2012).
Indikator mutu pelayanan keperawatan (Depkes, 2009), yaitu : keselamatan pasien,
terpenuhinya rasa nyaman, meningkatkan pengetahuan, kepuasan pasien, kemampuan
merawat diri sendiri, dan penurunan kecemasan, sistem pemberian pelayanan keperawatan
profesional meliputi :
1. Aplikasi nilai nilai profesional dalam praktik keperawatan.
2. Manajemen dan pemberian asujan keperawatan : kepemimpinan dan manajemen
keperawatan, metoda pemberian asuhan keperawatan, ketenagaan keperawatan,
dan keterampilan spesifik manajemen asuhan keperawatan.
3. Pengembangan profesional diri.

Komponen pelayanan keperawatan profesional


Menurut Depkes RI (2009),
1) Perawat
2) Profil pasien
3) Sistem pemberian asuhan keperawatan
4) Kepemimpinan
5) Nilai-nilai profesional
6) Fasilitas
7) Sarana prasarana (logistik)
8) Dokumentasi asyhan keperawatan

Peran Manajerial dan kepemimpinan


Ketua dalam tim betugas untuk membuat rencana asuhan keperawatan,
mengkoordinir kegiatan semua staf (PA) yang berada dalam tim, mendelegasikan
sebagian tindakan-tindakan keperawatan yang telah direncanakan pada renpra dan
bersama-sama dengan PA mengevaluasi asuhan keperawatan yang diberikan. Seorang
PP harus memiliki kemampuan yang baik dalam membuat renpra untuk klien yang
menjadi tanggung jawabnya. Adanya renpra merupakan tanggung jawab profesional
seorang PP sebagai landasan dalam memberikan asuhan keperawatan yang sesuai
dengan standar. Renpra tersebut harus dibuat sesegera mungkin pada saat klien masuk
dan dievaluasi setiap hari. PP dituntut untuk memiliki kemampuan mendelegasikan
sebagian tindakan keperawatan yang telah direncanakan.

Pada PA, pembagian tanggung jawab terhadap klien yang menjadi tanggung
jawab tim, didasarkan pada tingkat ketergantungan pasien dan kemampuan PA dalam
menerima pendelegasian. Metode tim PP-PA dituntut untuk memiliki keterampilan
kepemimpinan. PP bertugas mengarahkan dan mengkoordinasikan PA dalam
memberikan asuhan keperawatan pada kelompok klien. PP berkewajiban untuk
membimbing PA agar mampu memberikan asuhan keperawatan seuai dengan standar
yang ada. Bimbingan tersebut dapat dilaksanakan secara langsung, misalnya
mendampingi PA saat melaksanakan tindakan tertentu pada klien atau secara tidak
langsung pada saat melakukan konferens. PP juga harus senantiasa memotivasi PA
agar terus meningkatkan keterampilannya,misalnya memberikan referensi atau bahan
bacaan yang diperlukan. Selain terkait dengan bimbingan keterampilan pada PA,
sebagai bagian dari peran kepemimpinan seorang PP, PP seharusnya juga memiliki
kemampuan untuk mengatasi konflik yang mungkin terjadi antar PA. PP harus
menjadi penengah yang bijaksana sehingga konflik bisa teratasi dan tidak
mengganggu produktifitas PA dalam membantu memberikan asuhan keperawatan.

REFERENSI
Hidayah, N. (2014). MANAJEMEN MODEL ASUHAN KEPERAWATAN PROFESIONAL (MAKP)
TIM DALAM PENINGKATAN KEPUASAN PASIEN DI RUMAH SAKIT. Jurnal
Kesehatan, VII(2), 410-426.
Huber, D. (2000). Leadership and Nursing Care Management. W.B. Sounder Company : Philadelphia.
http://repository.unhas.ac.id:4001/digilib/files/disk1/361/--dewiastuti-18021-1-15-dewi-).pdf
Rantung, Steffy R., Fredna J. Robot, dkk. (2013). Perbedaan Pendokumentasian
Asuhan KeperawatanRuangan Sp2kp dan Non-Sp2kp di Irina A dan Irina F RsupProf. Dr. R.
D. Kandou Manado.Ejournal Keperawatan (e-Kp). 1 (1-7).
Sitorus, Ratna. (2006). Model praktik keperawatan profesional di rumah sakit: penataan struktur dan
proses sistem pemberian asuhan keperawatan di ruang rawat. Jakarta: EGC.

Wahyuni, S. (2007). eprints.undip. Retrieved Februari 27, 2016, from


http://eprints.undip.ac.id/18327/1/SRI_WAHYUNI.pdf

Anda mungkin juga menyukai