Kecemasan
Kecemasan
Kecemasan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kecemasan
akan muncul jika adanya ancaman yang jelas dan nyata yang berasal dari
lingkungan dan tidak menimbulkan konflik bagi individu. Sedangkan kecemasan
akan muncul jika bahaya berasal dari dalam diri sendiri dan menyebabkan konflik
bagi diri.
Dewi (2012) meneliti di unit Hemodialisa RSUD Wangaya Denpasar dari 8
pasien yang menjalani hemodialisa sebanyak 62,5% (5 pasien) mengatakan
dirinya mengalami kecemasan saat menjalani hemodialisa dengan mengalami
tanda-tanda merasa tegang, jantung berdebar-debar, serta khawatir terhadap efek
samping setelah hemodialisa (misalnya mual dan kepala terasa pusing).
Keluhan yang dirasakan penderita juga bermacam-macam, seperti rasa
khawatir, gelisah, sulit tidur, takut mati, sulit membuat keputusan, dan
sebagainya. Hal ini mengakibatkan dalam praktek sehari-hari, gangguan cemas
sering luput dari diagnosis oleh karena keluhan yang dirasakan bersifat umum
atau tidak khas (Romadhon, 2002).
Tanda dan gejala individu yang mengalami kecemasan menurut Jeffrey,
Spencter & Beverley (2005) dibagi dalam tiga gejala, yaitu;
a. Gejala fisik: gelisah, anggota tubuh bergetar, berkeringat, sulit bernafas,
jantung berdetak kencang, merasa lemas, panas dingin, mudah marah dan
tersinggung.
b. Gejala behavioral: perilaku menghindar, terguncang, melekat dan dependen.
c. Gejala kognitif: khawatir tentang sesuatu, perasaan terganggu akan ketakutan
sesuatu yang akan terjadi di masa depan, ketakutan akan ketidakmampuan
mengatasi masalah, bingung dan sulit berkonsentrasi.
a. Lingkungan
Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir individu
tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan karena adanya
pengalaman yang tidak menyenangkan pada individu dengan keluarga, sahabat,
ataupun dengan rekan kerja. Sehingga individu tersebut merasa tidak aman
terhadap lingkungannya.
b. Emosi yang ditekan
Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu menemukan jalan keluar
untuk perasaannya sendiri dalam hubungan personal ini, terutama jika dirinya
menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka waktu yang sangat lama.
c. Sebab-sebab fisik
Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat menyebabkan
timbulnya kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi seperti misalnya kehamilan,
semasa remaja dan sewaktu pulih dari suatu penyakit. Selama ditimpa kondisikondisi ini, perubahan-perubahan perasaan lazim muncul dan ini dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan.
menyertainya,
baik
lingkungan
keluarga,
sekolah,
maupun
penyebabnya.
Cahyaningsih (2009) menyebutkan faktor yang mempengaruhi adanya
kecemasan yaitu:
a)
Lingkungan keluarga
Keadaan rumah dengan kondisi yang penuh dengan pertengkaran atau penuh
dengan kesalahpahaman serta adanya ketidakpedulian orangtua terhadap
anggota keluarga yang lain dapat menyebabkan ketidaknyamanan serta
kecemasan saat berada di dalam rumah.
b) Lingkungan Sosial
2.
3.
Lingkungan awal yang tidak baik: lingkungan adalah faktor utama yang dapat
mempengaruhi kecemasan individu, jika faktor tersebut kurang baik maka
akan menghalangi pembentukan kepribadian sehingga muncul gejala-gejala
kecemasan.
Kecemasan pasien hemodialisa terjadi karena beberapa hal diantaranya
disebabkan karena harus menaati diet yang ketat, membatasi minum dan melihat
kegiatan pemasangan jarum ditubuhnya yang selalu pindah saat hemodialisa
Kecemasan Ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan
Kecemasan Sedang
Kecemasan Berat
Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada
sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain.
Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada
suatu area yang lain.
d.
kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun
dengan pengarahan.
Kecemasan yang dialami akan memberikan berbagai respon yang dapat
dimanifestasikan pada respon fisiologis, respon kognitif dan respon perilaku yang
tergambar pada tabel di bawah ini:
Tabel 1.1 Tingkat respon kecemasan (Stuart, 2009)
Tingkat Kecemasan
Fisiologis
Tekanan Darah (TD)
Nadi
Pernafasan
Ketegangan Otot
Ringan
Sedang
Berat
Panik
TD Tidak ada
perubahan
Nadi tidak berubah
TD meningkat
TD Meningkat
Nadi cepat
Nadi cepat
Pernafasan tidak
ada perubahan
Rileks
Pernafasan
meningkat
Wajah tampak
tegang
Meningkat/menurun
Pernafasan
meningkat
Rahang menegang,
menggertakkan gigi
Kehilangan nafsu
makan
Sering terjaga
TD meningkat
kemudian menurun
Nadi cepat kemudian
lambat
Pernafasan cepat dan
dangkal
Wajah menyeringai,
mulut ternganga
Mual dan muntah
Pola tidur
Pola eliminasi
Teratur
Kulit
Pola makan
Sulit mengawali
tidur
Frekuensi BAB dan
BAK meningkat
Mulai berkeringat,
Insomnia
Retensi urin,
konstipasi
Keringat berlebihan.
Cepat berespon
terhadap stimulasi
Orientasi
Motivasi belajar
tinggi
Baik
Perilaku
Motorik
Rileks
Proses belajar
Komunikasi
Produktivitas
Interaksi sosial
2.1.5
Koheren
Kreatif
Memerlukan orang
lain
Perlu arahan
Ingatan menurun
pelupa
Disorientasi waktu,
orang dan tempat
Agitasi
Aktivitas motorik
kasar dan meningkat
Inkoheren
Tidak produktif
Menarik diri
Bicara cepat
Bicara cepat
Interaksi kurang
Manajemen Kecemasan
Intervensi yang dapat diberikan pada pasien yang mengalami kecemasan
dapat berupa terapi individu seperti terapi kognitif, terapi perilaku, thought
stopping, relaksasi. Terapi kelompok berupa terapi suportif dan logoterapi dan
terapi keluarga berupa psikoedukasi keluarga (Stuart, 2009). Relaksasi merupakan
salah satu bentuk mind body therapy dalam Coplementary and Alternatif Therapy
(Moyand & Hawks, 2009). Terapi komplementer adalah pengobatan tradisional
yang sudah diakui dan dapat dipakai sebagai pendamping terapi medis yang
pelaksanaannya dapat dilakukan bersamaan dengan terapi medis (Tzu, 2010).
Menurut Townsand (2009), terapi spesialis untuk mengatasi cemas adalah:
a. Terapi kognitif: merupakan terapi yang didasarkan pada keyakinan pasien
dalam kesalahan berfikir, penilaian negatif terhadap diri sendiri dan orang
lain. Terapi membantu pasien mengidentifikasi pikiran negatif yang
menyebabkan kecemasan. Menciptakan suatu realita dan membangun hal-hal
yang positif.
mesin dialisa seumur hidupnya hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan dalam
kehidupan pasien. Perubahan tersebut antara lain: perubahan fisik yang
mengakibatkan penyakit jantung, gangguan tidur, perubahan nafsu makan dan
berat badan, konstipasi dan keinginan seksual yang menurun (Kimel, 2001).
Tindakan dialisis merupakan terapi pengganti utama pada pasien penyakit ginjal
kronis yang dilakukan sepanjang usia mereka. Tindakan dialisis dapat dilakukan
untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius, seperti: hiperkalemia,
perikarditis, dan kejang.
Pasien penyakit ginjal kronis menjalani hemodialisa membutuhkan waktu
12-15 jam untuk dialisis setiap minggunya, atau paling sedikit mejalani 3-4 jam
setiap kali melakukan terapi hemodialisa. Penyesuaian diri terhadap kondisi sakit
mengakibatkan terjadinya perubahan dalam kehidupan pasien baik kondisi fisik
maupun kondisi psikososialnya (Brunner & Suddart, 2008).
penyakit ginjal kronis dan sangat sering terkait dengan angka kematian yang
tinggi, angka kesakitan dan hospitalisasi yang tinggi (Kojima, 2012). Tindakan
bunuh diri saat menjalani hemodialisa berkepanjangan 15 kali lebih tinggi dari
populasi umum dan lebih tinggi dari pasien dengan kondisi kanker (McQuillan &
Jassal, 2010).
Kecemasan yang dialami oleh pasien yang menjalani hemodialisa secara
rutin akan menyebabkan penurunan kualitas hidup (Lysaght & Mason, 2000).
Kualitas hidup merupakan satu hal yang sangat penting yang harus dipantau dari
pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisa. Kualitas hidup yang
baik dapat dicapai dengan menjaga kesehatan tubuh, pikiran dan jiwa, sehingga
seseorang dapat melakukan segala aktivitas tanpa ada gangguan. Kecemasan
merupakan salah satu dampak psikologi yang dihadapi oleh pasien penyakit ginjal
kronis yang menjalani hemodialisa. Sehingga kondisi cemas pasien harus
dikontrol agar dapat mempertahankan kualitas hidup yang baik pada pasien
penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisa (Ventegodt, Merrick &
Anderson, 2003). Daria (2009) melakukan penelitian untuk mengetahui faktor apa
saja yang mempengaruhi kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronis yang
menjalani hemodialisa dan menemukan bahwa kecemasan, depresi dan persepsi
terhadap kesehatan yang memiliki hubungan yang signifikan dengan kualitas
hidup pasien. Kulitas hidup pasien dengan penyakit ginjal kronis yang menjalani
hemodialisa adalah sesuatu yang penting untuk kita jaga karena agar mencapai
kondisi kesehatan individu yang optimal (Prince & Wilson, 2006).
2.1.7
pasien
mengalami
gangguan
dalam
menjalankan
proses
interpesonal sehingga akan mempengaruhi kondisi fisik individu. Oleh karena itu
perawat memiliki peranan penting dalam mengatasi kondisi kecemasan yang
dialami oleh individu melalui intervensi keperawatan secara berkesinambungan.
2.2
ketegangan
otot
merupakan
komponen
dari
terapi
Muscle
Relaxationmenurunkan
konsumsi
oksigen
tubuh,
otot
utama.
Relaxationdiajarkan
Dengan
untuk
demikian,
mengendalikan
dalam
Progressive
otot-otot
rangka
Muscle
sehingga
ini memerlukan energi yang cepat, sehingga hati lebih banyak melepaskan
glukosa untuk menjadi bahan bakar otot
Untuk memulai awali denga tarik nafas dalam sebanyak 3 kali, tarik nafas
melalui hidung dan menghembuskan napas perlahan-lahan melalui mulut
dan setiap kali menghembuskan nafas rasakan ketegangan seluruh tubuh
hilang.
b.
Kepalkan tangan, tahan selama 7-10 detik dan kemudian lepaskan selama
15-20 detik. Gunakan interval waktu yang sama untuk semua kelompok otot
lain.
c.
d.
Kencangkan trisep, otot pada sisi bawah lengan atas dengan memperpanjang
lengan Anda keluar lurus dan mengunci siku Anda. Tahan dan kemudian
relaks .
e.
Tegangkan otot-otot di dahi Anda dengan menaikkan alis Anda sejauh yang
Anda bisa. Tahan dan kemudian relaks. Bayangkan otot dahi Anda menjadi
halus dan lemas.
f.
Tegang otot-otot di sekitar mata Anda dengan menutup kelopak mata Anda
tertutup rapat. Tahan dan kemudian relaks. Bayangkan sensasi relaksasi
yang mendalam menyebar di sekitar mata.
g.
Kencangkan rahang dengan membuka mulut Anda begitu lebar bahwa Anda
meregangkan otot-otot sekitar engsel rahang Anda. Tahan dan kemudian
relaks. Biarkan bibir Anda dan bagian rahang Anda untuk longgar dan
rileks.
h.
i.
j.
k.
l.
Kencangkan otot perut Anda dengan mengecilkan perut Anda masuk Tahan
dan kemudian lepaskan. Bayangkan gelombang relaksasi menyebar melalui
perut Anda.
m.
n.
o.
Remas otot-otot di paha Anda semua jalan ke lutut. Anda mungkin harus
mengencangkan pinggul Anda bersama dengan paha. Tahan dan kemudian
relaks. Rasakan otot-otot paha Anda santai sepenuhnya.
p.
Kencangkan otot betis Anda dengan menarik jari-jari kaki ke arah Anda
(melenturkan dengan hati-hati untuk menghindari kram). Tahan dan
kemudian relaks .
q.
r.
1.
2.
3.
4.
5.
pada
leher
dan
kepala
bagian
belakang.
Rasakan
b. Lemaskan dan luruskan kepada dan leher anda hingga semua ketegangan
pada kepala dan leher anda hilang. Lakukan dalam 10-20 detik.
c. Ulangi gerakan dan rasakan otot tersebut menjadi sangat lemas
d. Tekuk leher dan kepala anda ke depan hingga menyentuh dada, rasakan
ketegangan pada leher dan kepala bagian depan selama 5-7 detik.
e. Lemaskan dan luruskan kepala dan leher anda hingga semua ketegangan
pada kepala dan leher anda hilang, rasakan dalam 10-20 detik.
f. Ulangi gerakan dan rasakan otot semakin lemas
6.
8.
9.
sedang, berat dan sangat berat (panik) dengan manifestasi klinis kognitif,
fisiologis dan perilaku yang berbeda (Stuart, 2009).
Teori yang dikembangkan Hildegard E Peplau adalah keperawatan
psikodinamik (Psychodynamyc Nursing). Teori ini dipengaruhi oleh model
hubungan interpesonal yang bersifat terapeutik. Menurut Peplau, perawatan
psikodinamik adalah kemampuan untuk memahami perilaku seseorang untuk
membantu mengidentifikasikan kesulitan-kesulitan yang dirasakan dan untuk
mengaplikasikan prinsip-prinsip kemanusiaan yang berhubungan dengan masalahmasalah yang muncul dari semua hal atau kejadian yang telah dialami.
Teori ini menjelaskan tentang bagaimana kemampuan individu dalam
memahami diri sendiri dan orang lain yang menggunakan dasar hubungan antar
manusia yang mencakup 4 komponen sentral yaitu pasien, perawat, masalah
kecemasan yang terjadi akibat sakit (sumber kesulitan), dan proses interpersonal.
Kecemasan yang disebabkan oleh kesulitan mengintegrasikan pengalaman
interpersonal yang lalu dengan yang sekarang dan terjadi apabila komunikasi
dengan orang lain mengancam keamanan psikologi dan biologi individu (Tomey,
A., M & Alligod, M., A, 2006).
Dalam model Peplau kecemasan merupakan konsep yang berperan penting
karena berkaitan langsung dengan kondisi sakit. Dalam keadaan sakit biasanya
tingkat kecemasan meningkat. Oleh karena itu perawat pada saat ini harus
mengkaji tingkat ansietas pasien. Berkurangnya kecemasan menunjukkan bahwa
kondisi pasien semakin membaik (Tomey, A., M & Alligod, M., A, 2006).
Fase Orientasi
Pada fase ini perawat dan pasien masih sebagai orang yang asing.
Fase Identifikasi
Fase ini fokusnya memilih bantuan profesional yang tepat, pada fase ini
Fase Eksploitasi
Fase ini fokusnya adalah menggunakan bantuan profesional untuk alternatif
dari pasien. Pasien mulai merasa sebagai bagian integral dari lingkungan
pelayanan. Pada fase ini pasien mulai menerima informasi-informasi yang
diberikan
padanya
tentang
penyembuhannya,
mungkin
berdiskusi
atau
mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada perawat, mendengarkan penjelasanpenjelasan dari perawat dan sebagainya.
d.
Fase Resolusi
Terjadi setelah fase-fase sebelumnya telah berjalan dengan sukses. Fokus
pada fase ini mengakhiri hubungan profesional pasien dan perawat dalam fase ini
perlu untuk mengakhiri hubungan teraupetik meraka. Dimana pasien berusaha
untuk melepaskan rasa ketergantungan kepada tim medis dan menggunakan
kemampuan yang dimilikinya agar mampu menjalankan secara sendiri
2.4 Kerangka Teori
Kecemasan yang dialami oleh pasien terbagi dalam beberapa tingkatan
yaitu: kecemasan ringan, sedang, berat dan sangat berat (panik) dengan
manifestasi klinis kognitif, fisiologis dan perilaku yang berbeda. Intervensi yang
diberikan pada pasien yang mengalami kecemasan dapat berupa terapi individu
seperti terapi kognitif, terapi perilaku, thought stopping, relaksasi. Terapi
kelompok berupa terapi suportif dan logoterapi dan terapi keluarga berupa
psikoedukasi keluarga (Stuart, 2009).
Relaksasi merupakan salah satu bentuk mind body therapy dalam
Coplementary and Alternatif Therapy (Moyand & Hawks, 2009). Salah satu jenis
relaksasi adalah Progressive Muscle Relaxation yang diperkenalkan oleh Edmund
Jacobson pada tahun 1938. Progressive Muscle Relaxationmerupakan kombinasi
pusat
Relaksasi
(Progressive Muscle Relaxation)
adalah kombinasi gerakan menegangkan
dan merilekskan sekelompok otot yang
memberikan sensasi rileks dan
mempengaruhi kinerja saraf simpatis dan
parasimpatis dan memicu pengeluaran
hormon endorphin.
Tujuan Terapetik:
Menurunkan ketegangan otot
Merilekskan otot
Meningkatkan aliran darah ke otak
Meningkatkan produksi hormon
Endorphin dan enkefalin
Meningkatkan imunitas tubuh
Meningkatkan kesadaran fisiologis
Mengatasi gangguan fisik
Menyeimbangkan hemodinamik
tubuh
Kecemasan
Kecemasan ringan
Kecemasan Sedang
Kecemasan Berat