Struktur Flat Slab
Struktur Flat Slab
Struktur Flat Slab
Flat slab merupakan salah satu metode konstruksi yang hanya mengguakan kolom
dan slab sebagai media pemikul beban dari bangunan. Flat slab yang digunakan pada
pemodelan tugas akhir ini adalah flat slab dua arah karena mendistribusikan beban yang
diterimanya ke dalam dua arah. Slab dua arah merupakan suatu bentuk konstruksi yang unik
untuk memperkuat beton. Selain itu, slab dua arah juga merupakan sistem struktur yang
efisien, ekonomis, dan sudah meluas pemakaiannya.
Untuk bangunan tinggi yang menggunakan sistem flat slab yang terdiri atas pelat
beton padat jenis wafel sehingga tidak memerlukan pembalokan lantai. Hal ini mengurangi
jarak lantai ke lantai berikutnya sehingga menghemat ruang. Pada mulannya sistem bangunan
flat slab banyak digunakan pada bangunan rendah yang beresiko rendahterhadap angin dan
gempa. Namun dengan kemajuan teknologi sekarang ini dengan menggunakan beton dan
baja dengan mutu yang tinggi, sistem bangunan flat slab sudah banyak diterapkan pada
bangunan tinggi. Pada perencanaan bangunan tinggi yang tidak menggunakan balok,
geseran merupakan pertimbangan kritis terutama pada bagian pertemuan antara pelat dan
kolom. Apabila bagian pertemuan pada struktur tersebut tidak kuat, maka kolom-kolom
penyangga pada pelat akan memberikan tekanan pons yang hendak menembus pelat ke atas
yang dapat mengakibatkan timbulnya tegangan geser cukup besar pada area sekitar kolom
yang dapat menimbulkan keruntuhan pons. Keruntuhan pons ditandai dengan timbulnya
retak-retak pada pelat atau bahkan tertembus oleh kolom. Antisipasi yang dapat dilakukan
untuk mengurangi keruntuhan pons ini adalah dengan memberikan perkuatan geser yang
cukup pada daerah pertemuan antara pelat dan kolom yaitu dengan pemasangan drop panel.
Flat slab termasuk pelat beton dua arah dengan kapital, drop panel, atau juga
keduanya. Flat slab sangat sesuai untuk beban berat dan bentang panjang, flat slab akan
memerlukan beton dan tulangan yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan struktur
bangunan yang menggunakan balok. Pada struktur flat slab, transfer beban kolom
diselesaikan oleh ketebalan pelat di dekat kolom menggunakan drop panel atau
mengembangkan bagian atas kolom mmembentuk coloum capital. Drop panel biasanya
sampai seperenam dari panjang tiap arah bentang dari tiap kolom, memberikan kekuatan
lebih pada daerah kolom sehingga meminimalkan jumlah beton di bangian tengah. Contoh
gambar struktur flat slab dapat dilihat pada gambar 2.9 di bawah ini :
Drop panel
29 04 2011
Sistem balok satu arah dengan slab satu arah melintang dapat digunakan untuk bentang yang
relatif panjang (khususnya apabila balok tersebut post-tensioned) dan memikul bentang besar.
Sistem demikian biasanya tinggi. Jarak balok biasanya ditentukan berclasarkan kebutuhan
untuk menumpu slab melintang.
banyak sebagai akibat tipisnya plat yang digunakan. Faktor desain yang menentukan pada
plat datar umumnya geser pons pada plat di pertemuannya dengan kolom. Dengan demikian,
untuk mengatasinya di daerah ini diperlukan tulangan khusus. Selain itu, kolom yang terletak
di tepi plat biasanya diletakkan agak ke dalam untuk menjamin bahwa luas kritis pons tetap
besar. Kestabilan lateral untuk keseluruhan susunan plat dan kolom juga perlu diperhatikan.
Karena plat dan kolom dicor secara monolit, titik hubungnya relatif kaku sehingga memberi
kontribusi pada tahanan lateral struktur, dan hal ini sudah cukup untuk gedung bertingkat
rendah. Akan tetapi, karena tipisnya elemen plat, tahanan ini sangat terbatas. Untuk struktur
bertingkat tinggi, kestabilan terhadap beban lateral baru terpenuhi dengan menggunakan
dinding geser atau elemen inti yang dicor di tempat pada gedung, yang biasanya terdapat di
sekitar elevator (lift) atau di sekitar tangga. Pada sistem ini, keuntungan lain yang dapat
diperoleh adalah mudahnya membuat perancah. Perilaku planar pada permukaan bawah juga
memudahkan desain dan penempatan komponen gedung lainnya. Sistem ini sering digunakan
pada gedung apartemen dan asrama yang umumnya membutuhkan ruang fungsi yang tidak
besar, tetapi banyak.
c) Konstruksi Slab Datar
Slab datar adalah sistem beton bertulang dua arah yang hampir sama dengan plat datar, hanya
berbeda dalam hal luas kontak antar plat dan kolom yang diperbesar dengan menggunakan
drop panels dan atau kepala kolom (column capitals) [lihat Gambar 7.6(e)]. Drop panels atau
kepala kolom itu berfungsi mengurangi kemungkinan terjadinya keruntuhan geser pons.
Sistem demikian khususnya cocok untuk kondisi pembebanan relatif berat (misalnya untuk
gudang), dan cocok untuk bentang yang lebih besar daripada bentang plat datar. Drop panels
dan kepala kolom juga memberikan kontribusi dalam memperbesar tahanan sistem slab-dankolom terhadap beban lateral.
e) Konstruksi Slab dan Balok Dua Arah
Sistem slab dan balok dua arah terdiri atas plat dengan balok beton bertulang yang dicor di
tempat secara monolit, dan balok tersebut terdapat di sekeliling plat [lihat Gambar 7.6(f)].
Sistem ini baik untuk kondisi beban besar dan bentang menengah. Beban terpusat yang besar
juga dapat dipikul apabila bekerja langsung di atas balok. Pada sistem ini selalu digunakan
kolom scbagai penumpu vertikal. Karena balok dan kolom dicor secara monolit, sistem ini
secara alami akan membentuk rangka pada dua arah. Hal ini sangat meningkatkan kapasitas
pikul beban lateral sehingga sistem demikian banyak digunakan pada gedung bertingkat
banyak.
f) Slab Wafel
Slab wafel (waffle slab) adalah sistem beton bertulang dua arah bertinggi konstan yang
mempunyai rusuk dalam dua arah [lihat Gambar 7.6(g)]. Rusuk ini dibentuk oleh cetakan
khusus yang terbuat dari baja atau fibreglass. Rongga yang dibentuk oleh rusuk sangat
mengurangi berat sendiri struktur. Untuk situasi bentang besar, slab wafel lebih
menguntungkan dibandingkan dengan plat datar. Slab wafel juga dapat diberi pasca tarik
untuk digunakan pada bentang besar, Di sekitar kolom, slab biasanva dibiarkan tetap tebal.
Daerah yang kaku ini berfungsi sama dengan drop panels atau kepala kolom pada slab datar.
Dengan demikian, kemungkinan terjadinya keruntuhan geser pons akan berkurang, dan
kapasitas tahanan momen sistem ini akan meningkat termasuk pula kapasitas pikul bebannya.
g) Bentuk Lengkung
Setiap bentuk lengkung tunggal maupun ganda (silinder, kubah, dan sebagainya) selalu dapat
dibuat dari beton bertulang. Pada umumnya di dalam cangkang beton terdapat jaring tulangan
baja. Biasanya pada lokasi yang mengalami gaya internal besar, tulangan itu semakin banyak.
Pemberian pasca tarik pada umumnya dilakukan untuk elemen-elemen khusus (misalnya
cincin tarik pada kubah).
h) Elemen Beton Pracetak
Elemen beton pracetak dibuat tidak di lokasi bangunan, dan harus diangkut ke lokasi apabila
akan digunakan. Elemen ini umumnya berupa elemen yang membentang satu arah, yang pada
umumnya diberi pratarik. Banyak bentuk penampang melintang yang dapat dibuat untuk
berbagai kondisi bentang dan beban. Elemen ini umumnya digunakan untuk beban terpusat
(pada lantai maupun atap) yang terdistribusi merata dan tidak untuk beban terpusat atau
beban terdistribusi yang sangat besar. Elemen struktur pracetak ini hampir selalu ditumpu
sederhana. Hubungan yang mampu menahan gaya momen harus dibuat dengan konstruksi
khusus, tetapi hal ini umumnya sulit dilakukan. Dengan demikian, penggunaan elemen ini
sebagai kantilever besar juga sulit. Penggunaan elemen pracetak akan sangat terasa untuk
bagian yang berulang.
i) Papan Beton Pracetak
Papan beton pracetak berbentang pendek mempunyai bentang sedikit lebih besar daripada
papan kayu. Biasanya di atas papan beton pracetak ini ada permukaan beton yang dicor di
tempat (wearing surface).
Permukaan ini memang biasanya digunakan di atas balok beton bertulang pracetak atau joist
web terbuka. Papan beton bentang besar dapat mempunyai bentang antara 16 dan 34 ft (5 dan
I I m), bergantung pada lebar dan tinggi eksak elemen. Papan beton bentang besar ini
umumnya diberi prategang dan juga diberi rongga untuk mengurangi berat dirinya. Beton
yang dicor di tempat di atas papan pracetak mempunyai fungsi sebagai penghubung geser
antara elemen-elemen yang dihubungkannya sehingga struktur ini dapat berperilaku sebagai
plat satu arah [lihat Gambar 7.6(h)]. Papan beton umumnya cocok digunakan untuk memikul
beban atap atau beban lantai yang tidak besar. Papan beton pracetak selalu ditumpu sederhana
dan sering kali digunakan bersama dinding pemikul beban sebagai sistern penumpu
vertikalnya (dinding ini harus terbuat dari bata atau beton, bukan kayu). Papan tersebut juga
dapat digunakan bersama balok beton bertulang maupun balok baja.
j) Bentuk T Rangkap dan Kanal
Elemen prategang, pracetak, satu arah, yang ber-rusuk dapat digunakan untuk bentang
panjang [Gambar 7.6(i)]. Jenis elemen ini biasa digunakan untuk beban mati dan hidup pada
atap. Di atas elemen ini biasanya digunakan beton yang dicor di tempat sebagai lantai guna,
juga sebagai penghubung dengan elemen T lain di dekatnya.
k) Bentuk T Tunggal
Elemen prategang, pracetak, dan besar yang umumnya mempunyai bentang relatif panjang.
Elemen ini sangat jarang digunakan untuk situasi bentang kecil karena sulitnya melaksanakan
perakitannya. Elemen ini selalu ditumpu sederhana. Elemen ini dapat digunakan untuk beban
yang relatif besar. Sebagai contoh, elemen ini dapat digunakan untuk garasi dan gedung lain
yang mempunyai bentang besar dan beban yang lebih besar dari beban biasa (Gambar 7.6(j)]
l) Sistem Gedung Khusus
Kita dapat menyatukan sejumlah sistem yang secara lengkap membentuk suatu gedung
[Gambar 7.6(l)]. Sistem-sistem yang dirancang secara khusus untuk konstruksi rumah ini
umum dilakukan. Pendekatan yang digunakan biasanya dapat dimasukkan ke dalam dua
kelompok: (1) sistem-sistem yang mempunyai elemen planar atau linear (yang tidak
diproduksi di lokasi), seperti dinding atau sistem lain yang membentang secara horisontal
yang kemudian digabungkan di lokasi (biasanya dengan sistem pascatarik) sehingga
membentuk suatu volume; dan (2) sistem-sistem yang sudah membentuk volume di luar
lokasi yang kemudian diangkut ke lokasi.
Cara Analisis :
Sebagai alternatif, metode pendekatan berikut ini dapat digunakan untuk menentukan momen
lentur dan gaya geser dalam perencanaan balok menerus dan pelat satu arah, yaitu pelat beton
bertulang dimana tulangannya hanya direncanakan untuk memikul gaya-gaya dalam satu
arah, selama:
Tulangan susut dan suhu harus paling sedikit memiliki rasio luas tulangan terhadap luas
bruto penampang beton sebagai berikut, tetapi tidak kurang dari 0,0014.
Tulangan susut dan suhu harus dipasang dengan jarak tidak lebih dari lima kali tebal
pelat, atau 450 mm.
Dalam metode ini kekuatan suatu pelat dimisalkan ditentukan oleh lentur saja. Pengaruh-pengaruh
lain seperti lendutan dan geser harus ditinjau tersendiri.
2. Metode jaringan balok
Metode ini didasarkan pada metode kekakuan ( mengubah struktur kinematis tak tentu menjadi
struktur kinematis tertentu). Analisis struktur pelat didekati dengan pendekatan jaringan balok silang,
struktur pelat dianggap tersusun dari jalur-jalur balok tipis dalam masing-masng arah dengan tinggi
balok sama dengan pelat.
3. Metode pendekatan PBI 71
Didasarkan pada pendekatan momen dengan menggunakan koefisien-koefisien yang disederhanakan.
Momen-momen yang dihasilkan didapat dari rumus momen yang sudah ada. Besarnya momen ini
dipengaruhi oleh besarnya beban terbagi rata per meter panjang, panjang bentang arah x dan arah y
dari panel pelat. Dari hitungan momen didapatkan Mlx ( momen lapangan pada arah x), Mtx ( momen
tumpuan/tepi pada arah x), Mly ( momen lapangan pada arah y), Mty ( momen tumpuan/tepi pada
arah y).Perhitungan momen-momen tersebut harus sesuai dengan perletakan masing-masing sisi
struktur pelat yang direncanakan.
4. Metode pendekatan SNI-2847-2002 Metode perencanaan langsung ( Direct Design Method )
Pada metode ini yang didapatkan adalah pendekatan momen dengan menggunakan koefisien-koefisien
yang disederhanakan. Metode portal ekivalen ( Eqivalen Frame Method )
Metode ini digunakan untuk memperoleh variasi longitudinal dari momen dan geser, maka kekakuan
relative dari kolom-kolom, berikut sistem lantai dimisalkan di dalam analisis pendahuluan dan
kemudian diperiksa seperti halnya dengan perencanaan dari struktur statis tak tentu lainnya.
I.
PENDAHULUAN
Pekerjaan pembesian yang dimaksudkan dalam hal ini, adalah pekerjaan pada
pembuatan struktur beton bertulang. Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan
jumlah tulangan yang tidak kurang dari nilai minimum, yang disyaratkan dengan atau tanpa
prategang dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua material bekerja bersama sama
dalam menahan beban.
gaya gaya yang bekerja. Beton hanya diperhitungkan dalam memikul gaya tekan
sedangkan tulangan diperhitungkan memikul gaya tarik dan sebagian gaya tekan, selain itu ada gaya
gaya lain yang dipikul oleh tulangan seperti, gaya puntir ( Torsi ), gaya geser dan lain lain.
II.
tengah bentang.
B. Pemasangan Tulangan
III.
Baja tulangan untuk konstruksi beton bertulang ada bermacam macam jenis dan mutu
tergantung dari pabrik yang membuatnya. Ada dua jenis baja tulangan , tulangan polos ( Plain bar )
dan tulangan ulir ( Deformed bar ). Sebagian besar baja tulangan yang ada di Indonesia berupa
tulangan polos untuk baja lunak dan tulangan ulir untuk baja keras. Beton tidak dapat menahan gaya
tarik melebihi nilai tertentu tanpa mengalami keretakan. Oleh karena itu, agar beton dapat bekerja
dengan baik dalam sistem struktur, beton perlu dibantu dengan memberinya perkuatan penulangan
yang berfungsi menahan gaya tarik. Penulangan beton menggunakan bahan baja yang memiliki sifat
teknis yang kuat menahan gaya tarik. Baja beton yang digunakan dapat berupa batang baja lonjoran
atau kawat rangkai las (wire mesh) yang berupa batang-batang baja yang dianyam dengan teknik
pengelasan. Baja beton dikodekan berurutan dengan: huruf BJ, TP dan TD,
BJ berarti Baja
TP berarti Tulangan Polos
TD berarti Tulangan Deformasi (Ulir)
Angka yang terdapat pada kode tulangan menyatakan batas leleh karakteristik yang dijamin. Baja
beton BJTP 24 dipasok sebagai baja beton polos, dan bentuk dari baja beton BJTD 40 adalah deform
atau dipuntir . Baja beton yang dipakai dalam bangunan harus memenuhi norma persyaratan
terhadap metode pengujian dan permeriksaan untuk bermacam macam mutu baja beton menurut
Tabel
Tabel berikut menunjukan sifat mekanik baja tulangan :
Tegangan leleh
Kekuatan tarik
Simbul mutu
Perpanjangan
Minimum (kN/
cm2 )
Minimum ( % )
BJTP 24
24
39
18
BJTP 30
30
49
14
BJTD 30
30
49
14
BJTD 35
35
50
18
BJTD 40
40
57
16
SNI menggunakan simbol BJTP ( Baja Tulangan Polos) dan BJTD ( Baja Tulangan Ulir ). Baja tulangan
polos yang tersedia mulai dari mutu BJTP -24 hingga BJTP 30, dan baja tulangan ulir umumnya dari
BJTD 30 hingga BJTD 40. Angka yang mengikuti simbul ini menyatakan tegangan leleh karakteristik
materialnya. Sebagai contoh BJTP 24 menyatakan baja tulangan polos dengan tegangan leleh
material 2400kg/ cm2 ( 240 MPa )
Secara umum berdasarkan SNI 03-2847-2002 tentang Tata cara perhitungan struktur beton untuk
bangunan gedung, baja tulangan yang digunakan harus tulangan ulir. Baja polos diperkenankan
untuk tulangan spiral atau tendon. Di samping mutu baja beton BJTP 24 dan BJTD 40 seperti yang
ditabelkan itu, mutu baja yang lain dapat juga spesial dipesan (misalnya BJTP 30). Tetapi perlu juga
diingat, bahwa waktu didapatnya lebih lama dan harganya jauh lebih mahal. Guna menghindari
kesalahan pada saat pemasangan, lokasi penyimpanan baja yang spesial dipesan itu perlu dipisahkan
dari baja Bj.Tp 24 dan Bj.Td 40 yang umum dipakai. Sifat-sifat fisik baja beton dapat ditentukan
melalui pengujian tarik. Sifat fisik tersebut adalah: kuat tarik (fy) ,batas luluh/leleh, regangan pada
beban maksimal, modulus elastisitas (konstanta material), (Es)
Tulangan Polos
Baja tulangan ini tersedia dalam beberapa diameter, tetapi karena ketentuan SNI hanya
memperkenankan pemakaiannya untuk sengkang dan tulangan spiral, maka pemakaiannya terbatas.
Saat ini tulangan polos yang mudah dijumpai adalah hingga diameter 16 mm, dengan panjang 12 m.
Diameter
Berat ( kg / m)
Luas penampang
( mm )
( cm2 )
0,222
0,28
0,395
0,50
10
0,617
0,79
12
0,888
1,13
16
1,578
2,01
Berat ( kg / m)
Keliling ( cm )
( mm )
Luas penampang
( cm2 )
10
0,617
3,14
0,785
13
1,04
4,08
1,33
16
1,58
5,02
2,01
19
2,23
5,96
2,84
22
2,98
6,91
3,80
25
3,85
7,85
4,91
32
6,31
10,05
8,04
36
7,99
11,30
10,20
40
9,87
12,56
12,60
Berdasarkan SNI, baja tulangan ulir lebih diutamakan pemakaiannya untuk batang tulangan struktur
beton. Hal ini dimaksudkan agar struktur beton bertulang tersebut memiliki keandalan terhadap
efek gempa, karena akan terdapat ikatan yang lebih baik antara beton dan tulangannya.
Bentuk baja tulangan seperti gambar di bawah ini :
p 10 - 250
fc : mutu beton,
1/3 L
L + 20D
L
1/5 L
Mana yang benar? Saya yakin jika ditanyakan kepada para pelaku konstruksi, maka mereka
mayoritas akan menjawab L. Yah, L sebagai pedoman pemutusan tulangan rasanya
sudah mendarah daging. Ada juga yang menambahkannya menjadi 1/4 L + 20D. Mari kita
lihat dan kaji secara teoritis.
Pada dasarnya tulangan dapat diputus dimana saja dengan dua syarat, yaitu luas tulangan
yang diputus sudah tidak diperlukan lagi berdasarkan perhitungan dan tulangan yang diputus
harus ditambahkan panjang penyaluran tertentu. Dengan konsep ini, apakah pada akhirnya
akan bernilai sama dengan 1/3 L, L + 20D, atau L atau bahkan 1/5 L Jawabnya akan
sangat bervariatif karena sangat tergantung dengan kondisi yang ada.
Cara pemutusan tulangan oleh perencana di atas ternyata sebenarnya hanyalah suatu
pendekatan saja dengan tujuan sebagai pedoman praktis yang cukup aman berdasarkan
pengalaman. Sehingga angka-angka baik 1/3 L, L + 20D, L, dan 1/5 L sebaiknya tidak
menjadi pedoman yang kaku dalam pelaksanaan. Angka-angka tersebut sebenarnya adalah
pendekatan praktis agar memudahkan pelaksanaan di lapangan. Angka-angka tersebut juga
sebaiknya tidak dilihat sebagai suatu kebenaran karena akan menjadikan kita tidak belajar
mengenai filosofi struktur beton bertulang.
Beberapa waktu yang lalu, saya mencoba untuk menghitung jarak pemutusan tulangan
tumpuan balok. Perhitungan jarak pemutusan tulangan dilakukan dengan cara mengukur
jarak momen nol terhadap tepi balok dan kemudian menambahkan jarak tertentu untuk
keperluan panjang penyaluran dan geser balok sebesar tinggi efektif balok (d) atau 12 db. Ini
tentu dengan menggunakan software ETABS atas perhitungan struktur gedung tersebut.
Dengan mengambil sample satu balok saja, ternyata prosesnya memang tidak gampang.
Kita harus melihat grafik momen yang menjadi dasar atau representasi kebutuhan luas
tulangan. Momen balok adalah maksimum di daerah tumpuan dan mengecil ke arah tengah
bentang. Jumlah tulangan rencana ditentukan berdasarkan momen maksimum di tumpuan.
Untuk memudahkan, diberikan suatu contoh dengan data-data sebagai berikut:
Pemutusan tulangan dengan 1/3 luas tulangan diteruskan vs batasan pemutusan yang ada
Pada kenyataannya, seringkali jumlah tulangan yang diteruskan adalah luas tulangan.
Dengan melihat contoh di atas, maka sisa tulangan (1/2 luas tulangan lainnya) dapat diputus
dengan aman pada 1/5 L (lihat tulangan ke 3 dimana jarak pemutusan (1.242) < 1/5 L (1.44
m).
Pemutusan tulangan dengan 1/2 luas tulangan diteruskan vs batasan pemutusan yang ada
Tentunya diperlukan simulasi yang lebih komprehensif untuk membuktikan mengenai
pemutusan tulangan di atas. Bagaimanapun setidaknya dapat diketahui variabel pengaruh
mengenai jarak pemutusan yang dianggap aman, yakni:
Semakin banyak luas tulangan yang diteruskan, maka jarak pemutusan tulangan lainnya
akan semakin pendek
Semakin langsing balok, maka batasan pemutusan berpeluang semakin kecil (dapat lebih
kecil dari L). Demikian pula sebaliknya.
Pengaruh diameter tulangan cukup kecil dibandingkan dengan tinggi bersih balok dalam
menentukan panjang tulangan tambahan setelah titik pemutusan teoritis
Berdasarkan penjelasan di atas, dalam rangka mendapatkan struktur yang kuat dan efisien,
dapat direkomendasikan hal-hal sebagai berikut:
Penentuan letak titik pemutusan teoritis cukup rumit karena harus menggunakan software
yang menampilkan secara grafis hubungan antara momen dan jaraknya. Namun dengan
tujuan praktis dan kehati-hatian, dapat diasumsikan bahwa grafik kurva adalah linear dengan
jarak momen nol adalah sebesar 0.205 L.
Berdasarkan perhitungan dan simulasi, pemutusan tulangan cukup aman pada L (agar
selalu melakukan perhitungan terlebih dahulu)
Jika berdasarkan perhitungan menunjukkan bahwa jumlah luasan tulangan yang diteruskan
> 1/3 luas tulangan, maka pemutusan tulangan dapat dilakukan pada jarak antara L 1/5
L.
Jika jumlah tulangan cukup banyak, maka batasan pemutusan dapat dibuat pengelompokan
dan tidak perlu hanya satu batasan. Misalnya dianggap 1/3 luas tulangan diteruskan, maka
bisa saja 1/3 tulangan diputus pada 1/5 L dan 1/3 tulangan lainnya pada L. Hal ini agar
tulangan menjadi efisien dan tetap memperhatikan faktor kepraktisan pelaksanaan.
balok yang menahan momen lentur kecil. Untuk balok yang menahan momen lentur kecil
(misalnya balok praktis, cukup memasang tulangan tarik dan tulangan tekan masing-masing 2
batang (sehingga berjumlah 4 batang), dan diletakkan pada 4 sudut penampang balok.
Untuk balok yang menahan momen lentur besar, tulangan tarik dipasang lebih banyak
daripada tulangan tekan. Keadaan ini disebabkan oleh kekuatan beton pada daerah tarik yang
diabaikan, sehingga praktis semua beban tarik ditahan oleh tulangan longitudinal tarik (jadi
jumlahnya banyak). Sedangkan pada daerah beton tekan, beban tekan tersebut sebagian besar
ditahan oleh beton, dan sisa beban tekan yang masih ada ditahan oleh tulangan, sehingga
jumlah tulangan tekan hanya sedikit.
Pada portal bangunan gedung, biasanya balok yang menahan momen lentur besar terjadi di
daerah lapangan (bentang tengah) dan ujung balok (tumpuan jepit balok), seperti dilukiskan
(a) Bidang momen (BMD) akibat kombinasi beban pada balok.
Keterangan Gambar =
BMD oleh kombinasi beban:
(1) : D, L dan E(+)/ke kanan.
(2) : D,L.
(3) : D,L dan E(+)/ke kiri
Tampak pada gambar (a) bahwa di lapangan (bentang tengah balok) terjadi momen positif
(M(+)), berarti penampang beton daerah tarik berada di bagian bawah, sedangkan di ujung
(dekat kolom) terjadi sebaliknya, yaitu terjadi momen negatif (M(-)),berarti penampang beton
daerah tarik berada dibagian atas. Oleh karena itu pada gambar (b) di daerah lapangan
dipasang tulangan bawah 8D22 yang lebih banyak daripada tulangan atas 4D22, sedangkan di
ujung terjadi sebaliknya yaitu dipasang tulangan atas 6D22 yang lebih banyak daripada
tulangan bawah 4D22.
Distribusi regangan dan tegangan
Regangan dan tegangan yang terjadi pada balok dengan penampang beton bertulang rangkap
dilukiskan seperti gambar (1), (2), dan (3). Pada gambar ini dilengkapi dengan notasi yang
akan dipakai pada perhitungan selanjutnya.