Laporan PKL
Laporan PKL
Laporan PKL
Oleh :
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2014/2015
LEMBAR PENGESAHAN
Dosen Pembimbing,
NIP. 198005122008122002
NIP. 197704132009121001
NIP. 1968121419960310001
NIP. 198205822009021002
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga saya dapat menjalankan Praktik Kerja Lapangan dan dapat
menyelesaikan laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) dengan judul Pengaruh
Hormon Auksin (IBA, NAA, Dan IAA) Terhadap Pertumbuhan Akar Rubus
rosifolius Smith. Secara In Vitro dengan tepat waktu tanpa adanya kendala
yang berarti. Shalawat serta salam semoga selalu terlimpah curah kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat.
Laporan Kerja Praktik ini disusun berdasarkan apa yang dilakukan di
tempat saya PKL, yaitu di UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya
Cibodas-LIPI yang beralamat di Jl. Kebun Raya Cibodas, Cipanas, Cianjur yang
dilaksanakan dari tanggal 08 Juni 2015 sampai 08 Juli 2015.
Praktik Kerja Lapangan merupakan salah satu syarat wajib yang harus
ditempuh pada semester 6 dalam program studi Biologi, Fakultas Sains dan
Teknologi. Selain merupakan kewajiban, Praktik Kerja Lapangan juga
memberikan banyak manfaat dalam bidak akademik maupun dalam bidang
pengalaman di dunia kerja yang tidak didapatkan selama perkuliahan.
Selama proses Praktik Kerja Lapangan dan penyusunan laporan, saya
banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan
semuanya, namun saya ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Opik Taupik Kurahman selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi yang telah banyak memberikan dukungan selama penulis
menjadi mahasiswa di Fakultas Sains dan Teknologi.
2. Bapak Dr. Tri Cahyanto, M.Si. selaku Ketua Jurusan Biologi, yang
telah
memberikan
sarat
yang
membangun
selama
penulis
ii
ABSTRAK
Induksi akar merupakan salah satu tahap penting pada perbanyakan
tanaman melalui teknik kultur jaringan (In Vitro). Perbanyakan Rubus rosifolius
secara In Vitro telah dilakukan sampai tahap multiplikasi tunas, dimana pada tahap
tersebut tunas yang terbentuk telah banyak. Tahap multiplikasi tunas harus
dilanjutkan ke tahap induksi akar dimana pada tahap ini dilakukan pemberian zat
pengatur tumbuh (ZPT) yang dimaksudkan untuk merangsang pembentukan akar.
Pengamatan ini bertujuan untuk mengukur respon R.rosifolius terhadap zat
pengatur tumbuh untuk induksi perakaran, yaitu jenis auksin (IBA, NAA, dan
IAA). Bahan yang digunakan adalah Kultur R.rosifolius hasil multiplikasi tunas
yang telah berumur 40 hari dan media MS. Pengamatan dilakukan di
Laboratorium Kultur Jaringan UPT. Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya
Cibodas pada hari ke-15 setelah menanaman. Tunas R.rosifolius dikulturkan pada
media MS dengan penambahan IBA (2, 4, dan 6) mg/l, NAA (2,4, dan 6) mg/l,
dan IAA (2,4,dan 6) mg/l. Ulangan dilakukan sebanyak dua kali ulangan dengan
parameter jumlah akar dan panjang akar. Hasil menunjukkan bahwa penambahan
NAA berpengaruh pada jumlah akar dengan konsentrasi optimum 2 mg/l
sedangkan IAA berpengaruh pada panjang akar dengan konsentrasi optimum 6
mg/l.
Kata kunci: Induksi akar, In Vitro, Auksin (IBA, NAA, dan IAA), Rubus rosifolius.
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
ABSTRAK
iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR DIAGRAMviii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
BAB I PENDAHULUAN
2.1. Rubus.............................................................................................. 3
2.1.1. Morfologi Rubus...........................................................................3
2.1.2. Distribusi Rubus........................................................................... 4
2.2. Rubus Rosifolius................................................................................. 5
2.2.1. Morfologi Rubus rosifolius..............................................................5
2.2.2. Distribusi Rubus rosifolius...............................................................6
2.3. Kultur Jaringan.................................................................................. 6
2.4. Auksin............................................................................................. 7
2.5. Teknik Kultur Jaringan Pada Rubus.........................................................9
11
iv
14
19
27
6.1. Kesimpulan..................................................................................... 27
6.2. Saran............................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA 28
LAMPIRAN 31
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1. Jumlah persentase kontaminasi19
Tabel 5.1. Rata rata jumlah akar, panjang akar, tinggi planlet dan jumlah daun
pada masing masing R.rosifolius mutan (M 20 Gy, M 40 Gy dan M 50 Gy)..22
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Morfologi Rubus.4
Gambar 2.2. Rubus rosifolius.. 5
Gambar 2.3. Struktur Kimia IBA, IAA, dan NAA 9
Gambar 4.1 Peta Kawasan Kebun Raya Cibodas .17
Gambar 5.1. Morfologi Rubus Setelah 15 hari penanaman (a) M 20 Gy NAA 2
mg/l, (b) M 20 Gy IBA 6 mg/l, (c) M 40 Gy NAA 2 mg/l, (d) M 40 Gy IBA 2
mg/l, (e) M 50 IAA 4 mg/l, (f) M 50 Gy IBA 4 mg/l21
vii
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 5.1. Respon rata-rata jumlah akar pada pemberian IBA pada masing
masing konsentrasi pada masing-masing R.rosifolius mutan23
Diagram 5.2. Respon rata-rata jumlah akar pada pemberian NAA pada masing
masing konsentrasi pada masing-masing R.rosifolius mutan24
Diagram 5.3. Respon rata-rata jumlah akar pada pemberian IAA pada masing
masing konsentrasi pada masing-masing R.rosifolius mutan24
Diagram 5.4. Respon rata-rata panjang pada pemberian IBA pada masing masing
konsentrasi pada masing-masing R.rosifolius mutan.26
Diagram 5.5. Respon rata-rata panjang pada pemberian NAA pada masing masing
konsentrasi pada masing-masing R.rosifolius mutan27
Diagram 5.6. Respon rata-rata panjang pada pemberian IAA pada masing masing
konsentrasi pada masing-masing R.rosifolius mutan.28
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Jadwal Harian Kerja Praktek33
Lampiran 2. Foto Kegiatan36
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebun Raya Cibodas merupakan kawasan konservasi ex-situ
dataran tinggi bagian barat Indonesia di bawah naungan LIPI, yang
memiliki fungsi konservasi, penelitian, pendidikan dan pariwisata.
Merujuk pada fungsi konservasi inilah maka Kebun Raya Cibodas
memiliki berbagai macam koleksi tumbuhan baik yang didapat asli dari
pegunungan di Indonesia, maupun hasil introduksi.
Rubus merupakan genus tumbuhan dari famili Rosaceae yang
memiliki wilayah penyebaran yang sangat luas. Menurut Kalkman (1993),
di beberapa pegunungan biasanya Rubus tersebar pada ketinggian 1.0003.000 mdpl atau diantara zona sub pegunungan dan zona sub alpin.
Namun, beberapa jenis Rubus dapat ditemukan di bawah ketinggian 1000
mdpl dan diatas 3000 mdpl. Secara umum, Rubus lebih sering tumbuh di
kawasan yang terbuka seperti pinggiran hutan, pinggiran sungai, padang
rumput, atau areal bekas penebangan. Di Indonesia, Rubus tersebar di
Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, Papua, Bali,
dan Kepulauan Nusa Tenggara.
Kebun Raya Cibodas memiliki 8 jenis Rubus yang berasal dari
Indonesia maupun luar negeri; Rubus alpetris, Rubus chrysophyllus,
Rubus ellipticus, Rubus fraxinifolius, Rubus lineatus, Rubus molaccanus,
Rubus pyrifolius, dan Rubus rosifolius, Rubus fraxinifolius merupakan
rubus yang buahnya telah dikomersilkan di wilayah Cibodas (Surya,
2009).
R.rosifolius yang terdapat di Kebun Raya Cibodas berasal dari
pegunungan di Sulawesi Tengah. Perbanyakan R. rosifolius telah
dilakukan dengan teknik kultur jaringan hingga terjadi multiplikasi tunas,
namun tidak diikuti dengan pembentukan akar, sehingga diperlukan
konsentrasi hormon yang sesuai untuk dapat merangsang terbentuknya
akar.
1
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
1. Meningkatkan wawasan mahasiswa dalam berbagai aspek yang terkait
dengan Biologi.
2. Meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang berbagai ilmu dalam
bidang Biologi dan implementasinya di lapangan.
3. Meningkatkan pengalaman dan keterampilan mahasiswa secara teknis
dalam ilmu biologi di perusahaan atau instansi pemerintahan.
4. Meningkatkan kerjasama antara perguruan tinggi dengan UPT. Balai
Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas.
1.2.2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui pengaruh pemberian hormon IAA (Indole acetic acid), IBA
(Indole butiric acid), dan NAA (Naphtalene acetic acid) konsentrasi 2 mg/l, 4
mg/l dan 6 mg/l pada induksi akar Rubus rosifolius
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rubus
Rubus merupakan salah satu genus dari famili Rosaceae. Secara umum,
Rosaceae memiliki potensi baik sebagai tanaman hias maupun sebagai tanaman
buah, dan Rubus sendiri berpotensi sebagai tanaman buah. Pemanfaatan Rubus
sebagai tanaman buah telah dilakukan oleh beberapa negara seperti Australia,
Amerika, Jerman dan Rusia. Beberapa rubus yang dapat dikonsumsi dan telah
dibudidayakan di luar negeri yaitu Raspberry (Rubus idaeus), Cloudberry (Rubus
chamaemorus), Blackberry, Dwarf Raspberry (Rubus pubescens). Rubus memiliki
keanekaragaman jenis yang tinggi di Indonesia, sehingga peluang untuk
pengembangan ataupun domestikasi jenis-jenis tersebut sebagai tanaman buah
komersil sangat besar (Surya, 2009).
2.1.1. Morfologi Rubus
Rubus berbentuk semak dengan batang yang tumbuh secara acak, dan
biasanya tumbuh merambat, dan kadang tumbuh tegak, hanya pada beberapa
spesies berbentuk herba, ranting dan bagian bagian di dekatnya biasanya disertai
dengan duri. Daun dapat berupa daun majemuk maupun tunggal dan bergerigi.
Stipula bebas. Bunga biasanya biseksual, jarang sekali uniseksual. Petal
normalnya lebih panjang daripada sepal biasanya berwarna putih, krim, merah
muda, keunguan atau merah dengan banyak stamen dan pistil.
Buah majemuk dengan atau tanpa torus, buahnya berbiji dengan mesocarp
yang lembut dan endocarp keras. Secara morfologi, Rubus biasanya membentuk
tunas vegetatif yang panjang (primocanes atau turios) saat musim panas. Rubus
memiliki kandungan tannin yang dilaporkan bahwa teh daun Rubus fruticosus
eropa dapat mengobati diare dan sakit tenggorokan. Semua buah dari spesies
Rubus dapat dimakan, namun tidak semuanya bertekstur lembut dan enak seperti
Blackberry di Amerika dan Eropa, Raspberry, Loganberry dan Wine-berry Jepang.
Buah Rubus dapat dimakan mentah maupun dibuat manisan, jeli, dan jus
(Kalkman, 1993).
pada ketinggian 4340 mdpl. Sebagian besar Rubus memerlukan cahaya yang
cukup dan terbatas pada lahan terbuka baik alami maupun antropogenik
(Kalkman, 1993).
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledones
Ordo
:-
Famili
: Rosaceae
Genus
: Rubus
Spesies
: Rubus rosifolius
Gambar
2.2.
Rubus
rosifolius
(Forest and Kim, 2011)
2.2.1. Morfologi Rubus rosifolius
R.rosifolius berbentuk semak dengan batang tegak dan tumbuh secara acak,
tingginya mencapai 0,75 m (Francis, 2004). Batangnya lunak dan berbulu,
biasanya memiliki sedikit duri yang berbentuk lurus hingga melengkung dengan
panjang 1-5 mm. Batangnya lengket karena mengandung kelenjar yang berwarna
kuning pucat pada sebagian besar bagian jaringan tanaman. Daun menyirip hingga
18 cm dengan tangkai daun 1-1,5 cm. Stipula linear. Pucuk daun berlawanan
berbentuk oval, permukaan daunnya halus. Bunga majemuk berjumlah lebih dari
4 di aksis dan merupakan hasil reduksi daun, panjang tangkai daun 4 cm dan
seperti
sel,
sekelompok
sel,
jaringan
atau
organ,
serta
kultur
jaringan
banyak
digunakan
untuk
membantu
2.4. Auksin
Zat Pengatur Tumbuh adalah senyawa organik bukan nutrisi yang dalam
konsentrasi rendah (<1 mM) mendorong, menghambat atau secara kualitatif
mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Terdapat 5 tipe utama ZPT,
yaitu auksin, sitokinin, giberelin, asam absisat, dan etilen. Pengaruh dari suatu
ZPT bergantung pada spesies tumbuhan, situs aksi ZPT pada tumbuhan, tahap
perkembangan tumbuhan dan konsentrasi ZPT. Satu ZPT tidak bekerja sendiri
dalam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, pada umumnya
keseimbangan konsentrasi dari beberapa ZPT yang akan mengontrol pertumbuhan
dan perkembangan tumbuhan.
Auksin merupakan ZPT yang memiliki fungsi utama pada proses
pemanjangan kuncup yang sedang berkembang dan menyebabkan terbentuknya
akar adventif dan akar lateral. Ada beberapa jenis auksin yang diproduksi secara
alami oleh tumbuhan seperti IAA (indole acetic acid), PAA (phenyl acetic acid),
4-chloro IAA (4-chloro indole acetic acid) dan IBA (indole butyric acid) dan
beberapa lainnya merupakan auksin sintetik, seperti NAA (napthalene acetic
acid), 2,4D (2,4 dichloro phenoxy acetic acid) dan MCPA (2-methyl-4 chloro
phenoxy acetic acid).
Pembentukan akar merupakan tahapan penting dalam perbanyakan bibit
secara in vitro. Inisiasi perakaran tanaman dalam model ini dapat dipacu dengan
menambahkan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) pada media tanam. ZPT yang umum
digunakan untuk pendorong perakaran adalah golongan auksin, yaitu Indole-3Acetic Acid (IAA), Naphtalene Acetic Acid (NAA), dan Indole-3-Butyric Acid
(IBA). Pemilihan jenis auksin untuk memacu pertumbuhan akar didasarkan pada:
sifat translokasi, persistensi (tidak mudah terurai), dan laju aktivitas (Arlianti,
dkk., 2013).
IBA dan IAA memiliki sifat kimia lebih stabil dan mobilitasnya di dalam
tanaman rendah. Sifat-sifat inilah yang menyebabkan pemakaian IBA dan IAA
dapat lebih berhasil karena sifat kimianya yang lebih mantap dan pengaruhnya
yang lebih lama. NAA memiliki kisaran kepekatan yang sempit. Batas kepekatan
yang meracun dari zat ini sangat mendekati kepekatan optimum untuk perakaran,
karenanya penggunaanya harus disesuaikan agar kepekatan optimum ini tidak
terlampaui. Sedangkan IBA sifatnya lebih fleksibel dalam hal kepekatan. Jika IBA
digunakan dalam bentuk larutan, maka garam NA, K atau NH 4 akan lebih mudah
larut daripada asam bebas (Daisy P, dkk., 1994).
Pengaruh rangsangan auksin terhadap jaringan berbeda-beda. Rangsangan
paling kuat adalah terhadap sel-sel meristem apikal batang dan koleoptil. Pada
kadar yang tinggi, auksin lebih bersifat menghambat daripada merangsang
pertumbuhan. Pengaruh auksin terhadap perkembangan sel menunjukkan adanya
indikasi bahwa auksin dapat menaikkan tekanan osmotik, meningkatkan sintesa
protein, meningkatkan permaebilitasan sel terhadap air, dan melunakkan dinding
sel yang diikuti menurunnya tekanan dinding sel sehingga air dapat masuk ke
dalam sel yang diikuti dengan kenaikan volume sel. Dengan adanya sintesa
protein, maka dapat digunakan sebagai sumber tenaga dalam pertumbuhan (Daisy
P, 1994).
10
11
yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan Rubus lainnya (R.fructicosus), selain
itu penggunaan CPPU menghasilkan persentase regenerasi yang lebih tinggi pada
red raspberry jika dibandingkan dengan faktor pertumbuhan yang lain (Mendoza,
1998).
BAB III
METODE PRAKTEK KERJA LAPANGAN
3.1. Waktu dan Tempat
Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini dilakukan di UPT. Balai
Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas, tepatnya di Laboratorium
Kultur Jaringan UPT. Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya CibodasLIPI dari tanggal 08 Juni 2015 sampai 08 Juli 2015.
12
13
14
lakukan sterilisasi dengan autoclave selama 15 menit pada suhu 121 oC.
Setelah steril simpan di ruang tanam.
3.4.4. Subkultur ke Media Induksi Akar
Sumber eksplan untuk induksi akar yang digunakan diambil dari
tunas kultur Rubus rosifolius yang telah berumur 40 hari. Pemindahan
eksplan tunas R.rosifolius dilakukan di dalam LAFC yang sebelumnya
telah disterilkan dengan UV. Selain itu, alat yang digunakan seperti pinset,
skalpel, alkohol, bunsen, media tanam dan sumber eksplan telah disiapkan
terlebih dahulu di dalam LAFC. Sebelum melakukan penanaman, tangan
dan jas lab terlebih dahulu disemprot alkohol 70% untuk mematikan
mikroorganisme yang terdapat di tangan dan jas lab, kemudian lampu
spirtus dinyalakan. Setelah semuanya siap, blower dan lampu LAFC
dinyalakan.
Proses penanaman dilakukan dengan membuka botol kultur
eksplan sehingga tunas eksplan dapat dipotong, pemotongan dilakukan di
dalam botol. Skalpel dan pinset yang digunakan untuk memotong terlebih
dahulu dibakar agar meminimalisir terjadinya kontaminasi. Kemudian
tutup botol media tanam dibuka dan eksplan diambil dan ditanam di botol
kultur yang berisi media. Kemudian bagian kepala botol dipanaskan dan
ditutup dengan alumunium foil, kemudian dipanaskan lagi, lalu tutup
dengan plastik dan diikat dengan karet.
3.5. Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada hari ke-15 setelah penanaman.
Parameter yang diamati adalah jumlah akar dan panjang akar.
12
BAB IV
KEADAAN UMUM PERUSAHAAN
4.1. Sejarah Kebun Raya Cibodas
Pada tahun 1852, Johannes Ellias Teysmann yang saat itu menjabat
sebagai Hoetulanus pada s Lands Plantentuin te Buitenzorg (sekarang
bernama
Kebun Raya
Bogor-LIPI)
baik
di
Bogor.
Kemudian
areal
aklimatisasi
tersebut
15
16
inventarisasi,
eksplorasi,
koleksi,
penanaman,
dan
informasi,
17
b.
bidang
konservasi
dan
lingkungan
untuk
kehidupan; dan
Meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat.
18
19
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan pada respon pemberian jenis auksin (IBA, NAA, dan IAA)
dengan beberapa konsentrasi (2 mg/l, 4 mg/l dan 6 mg/l) pada ketiga jenis Rubus
rosifolius hasil mutasi (M 20 Gy, M 40 Gy, dan M 50 Gy) pada hari ke-15
menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Hasil yang berbeda ini dapat dilihat dari
rata-rata jumlah akar dan rata-rata panjang akar yang terbentuk. Menurut Vater
(2015), konsentrasi IBA memberikan pengaruh pada perakaran, panjang tunas,
jumlah akar, panjang akar. Tanpa IBA , tidak ditemukan adanya pertumbuhan
akar, walaupun tidak ada perbedaan respon terhadap perbedaan konsentrasi IBA
yang diberikan.
Tidak semua eksplan yang ditanam pada masing masing media tumbuh
dengan seharusnya, ada beberapa eksplan yang mengalami kontaminasi baik dari
jenis cendawan maupun bakteri. Kontaminasi dapat berasal eksplan, media tanam,
alat yang digunakan, maupun dari orang yang melakukan kultur. Kontaminan
akan mengganggu proses pertumbuhan eksplan karena akan terjadi perebutan
nutrisi yang berasal dari media oleh eksplan dan kontaminan, selain itu
kontaminan juga dapat menghasilkan racun yang dapat mematikan eksplan.
Kotaminan sendiri biasanya pertumbuhannya lebih cepat daripada eksplan yang
ditanam. Kontaminan pada kultur R.rosifolius ini terlihat pada hari ke-4 setelah
penanaman, dimana pada hari tersebut belum terjadi inisiasi akar.
Tabel 5.1. Jumlah persentase kontaminasi
Tanggal
19 Juni 2015
22 Juni 2015
Total
Eksplan
Jumlah botol
awal/botol
kontaminasi
108
108
29 (26,85%)
15 (13,88%)
44 (40,73%)
Eksplan Hidup
79
64
64 (59,25%)
20
21
Menurut
Rostiana
(2007),
tunas
piretrum
(Chrysanthemun
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
22
Jenis
ZPT
IBA
M 20 Gy
NAA
IAA
IBA
M 40 Gy
NAA
IAA
Konsentrasi/
mg/l
2
4
6
2
4
6
2
4
6
2
4
6
2
4
6
2
4
6
Hasil
Rata-rata panjang
akar/ cm
0,5
0,25
0
0,65
0,60
0,25
1
0,6
0,5
0,1
0,2
0,25
0,25
0,7
0,05
0,85
0,5
1,25
23
IBA
M 50 Gy
NAA
IAA
2
4
6
2
4
6
2
4
6
1,5
1
1
4
2
2,5
2,5
4
4
0,6
1,05
0,6
0,75
0,35
0,6
0,7
0,95
0,6
24
Diagram 5.1. Respon rata-rata jumlah akar terhadap ZPT dan konsentrasinya pada
masing-masing R.rosifolius mutan.
Pengamatan rata-rata jumlah akar pada masing masing jenis Rubus mutan
pada Diagram 1, menunjukkan bahwa adanya perbedaan respon terhadap jenis
ZPT dan konsentrasinya pada masing masing R.rosifolius mutan. Pada M 20 Gy,
jumlah akar paling banyak dihasilkan oleh R.rosifolius pada media dengan NAA 2
mg/l dan jumlah akar paling sedikit dihasilkan oleh R.rosifolius pada media
dengan IBA 6 mg/l. Pada M 40 Gy, jumlah akar paling banyak dihasilkan oleh
R.rosifolius pada media dengan NAA 2 mg/l dan jumlah akar paling sedikit
dihasilkan oleh R.rosifolius pada media dengan IBA 2 mg/l dan IBA 6 mg/l. Pada
M 50 Gy, jumlah akar paling banyak pada media dengan NAA 2 mg/l, IAA 4 mg/l
dan IAA 6 mg/l dan paling sedikit pada media dengan IBA 4 mg/l dan IBA 6 mg/l.
Dari hasil tersebut, NAA memberikan rata-rata pertumbuhan jumlah akar paling
banyak pada setiap jenis R.rosifolius mutan, sedangkan IBA memberikan jumlah
akar paling sedikit terhadap masing masing jenis R.rosifolius mutan tersebut. Hal
ini diperkuat oleh penelitian Rostiana (2007) yang menyebutkan bahwa
penambahan NAA 1,0 mg/l menghasilkan jumlah akar paling banyak (17,2) dan
penambahan IBA 0,8 mg/l menghasilkan jumlah akar paling sedikit (7,9). Pada
penelitian Fathurrahman (2013), perlakuan pemberian IBA pada kultur anggrek
Dendrobium menghasilkan rata-rata jumlah akar lebih sedikit, jika dibandingkan
dengan NAA, namun dari proses pertumbuhan akar terjadi secara simultan.
Konsentasi ZPT jenis auksin (IBA, NAA, dan IAA) yang diberikan pada
R.rosifolius mempengaruhi pertumbuhan jumlah akar secara acak. Jumlah akar
pada R.rosifolius dengan jenis mutan yang sama namun diberi perlakuan jenis
auksin yang berbeda dengan konsentrasi yang sama, menunjukkan respon
berbeda. Pada R.rosifolius M 20 Gy pada konsentrasi 2 mg/l, pemberian IBA
menghasilkan
jumlah
akar
paling sedikit,
sedangkan
pemberian
NAA
menghasilkan jumlah akar paling banyak, hal ini sesuai dengan penelitian
Arliyanti (2013), yang menyatakan aplikasi NAA pada tanaman Stevia
mempengaruhi jumlah akar. Menurut Rostiana (2007), perbedaan pengaruh pada
auksin yang berbeda diduga karena perbedaan struktur kimia pada kedua jenis
25
auksin tersebut. Induksi perakaran tunas piretrum, IBA lebih efektif dibandingkan
dengan NAA karena pada konsentrasi rendah mampu menghasilkan jumlah akar
yang banyak
Menurut Fathurrahman (2013), penggunaan ZPT untuk merangsang
pertumbuhan akar dan tunas hanya diperlukan dalam jumlah kecil. Hal tersebut
berarti bahwa semakin tinggi ZPT, maka pertumbuhan yang terjadi akan semakin
kecil. Namun, dari Diagram 1, terlihat bahwa penambahan konsentrasi ZPT yang
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah akar hanya terjadi pada M 20 Gy pada
ZPT NAA dan M 40 Gy pada ZPT IAA. Menurut Fathurrahman (2013), terjadinya
penurunan jumlah akar juga dapat disebabkan oleh sumber eksplan yang
mengalami variasi dan karena meningkatnya konsentrasi auksin menyebabkan
eksplan anggrek Dendrobium menjadi kurang respon. Sedangkan eksplan lain
yang diberi penambahan ZPT memberikan pengaruh yang random, namun masih
menunjukkan adanya pertumbuhan akar pada masing masing eksplan, bahkan
pada M 20 Gy pada ZPT IAA menghasilkan penambahan jumlah akar dengan
ditambahkannya konsentrasi IAA. Menurut Fathurrahman (2013), pemberian
konsentrasi ZPT yang lebih tinggi (5 ppm) pada anggrek Dendrobium masih
menunjukkan respon yang baik.
26
Diagram 5.2. Panjang akar terhadap ZPT dan konsentrasinya pada masing-masing
R.rosifolius mutan.
Pengamatan rata-rata panjang akar pada masing-masing R.rosifolius mutan
pada Diagram 2, menunjukkan bahwa adanya perbedaan panjang akar pada
masing-masing R.rosifolius. Pada R.rosifolius M 20 Gy, rata-rata akar terpanjang
dihasilkan oleh IAA 2 mg/l, sedangkan akar rata rata akar terpendek dihasilkan
pada IBA 6 mg/l. Pada R.rosifolius M 40 Gy, rata-rata akar terpanjang dihasilkan
oleh IAA 6 mg/l, sedangkan akar terpendek dihasilkan oleh NAA 6 mg/l. Pada
R.rosifolius M 50 Gy, rata-rata akar terpanjang dihasilkan oleh IBA 4 mg/l dan
rata-rata akar terpendek dihasilkan oleh NAA 4 mg/l. Rata-rata panjang akar pada
setiap jenis R.rosifolius random, dimana seharusnya penambahan konsentrasi
auksin menghasilkan panjang akar yang semakin kecil. Pada penelitian Rostiana
(2007), penghambat panjang akar disebabkan oleh konsentrasi auksin yang
semakin tinggi. Pada M 50 Gy, semua pemberian ZPT dengan konsentrasi berbeda
menghasilkan rata rata jumlah akar yang tidak jauh berbeda. Dari diagram 2,
dapat dilihat bahwa IAA lebih optimal untuk merangsang panjang akar pada
setiap jenis R.rosifolius mutan, jika dibandingkan dengan IBA dan NAA, hal ini
tidak sesuai dengan penelitian Arlianti (2013), yang menyatakan bahwa aplikasi
IBA memberikan pengaruh yang nyata terhadap panjang akar. Pada penelitian
27
Kristina (2012), aplikasi IAA dan IBA pada semua konsentrasi tidak berbeda
nyata dalam menginduksi tunas dan akar tabat barito, kecuali untuk tinggi tunas,
hal ini dapat disebabkan oleh kandungan hormon endogenous yang cukup tinggi
pada tanaman tabat barito sehingga konsentrasi dan jenis hormon yang diberikan
tidak berpengaruh pada jumlah dan panjang akar. Menurut Bobrowski (1996),
penggunaan auksin pada media perakaran akan memberikan respon yang berbeda
tergantung pada genotip dan konsentrasi, selain itu Arlianti (2013) menyatakan
bahwa konsentrasi yang optimal akan mempengaruhi berakar atau tidaknya
eksplan yang ditanam.
28
1.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Penggunaan auksin (IBA, NAA dan IAA) menunjukkan hasil yang
beragam untuk menginduksi akar. Jenis hormon/ZPT NAA berpengaruh pada
jumlah akar dan pada konsentrasi 2 mg/l NAA paling efektif menginduksi jumlah
akar karena menghasilkan rata-rata 9 akar per planlet, sedangkan jenis hormon
IAA berpengaruh menginduksi panjang akar dan pada konsentrasi IAA 6 mg/l
menghasilkan rata-rata panjang akar 1,25 cm. Peggunaan IBA menunjukkan hasil
yang kurang optimum pada jumlah akar maupun panjang akar. Penggunaan ZPT
hingga konsentrasi tinggi (6 mg/l) masih menunjukkan hasil yang baik.
6.2. Saran
Perlu adanya studi lebih lanjut mengenai penggunaan kombinasi auksin
dan sitokinin pada Rubus rosifolius agar didapat tanaman yang siap untuk
diaklimatisasi.
28
31
DAFTAR PUSTAKA
L, Mello-Farias,
Paulo
C., Peters,
30
Dewi A, Intan Ratna. 2008. Peranan dan Fungsi Fitohormon Bagi Pertumbuhan
Tanaman. [Makalah] Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran. Bandung.
Fathurrahman. 2013. Pemberian Beberapa Jenis Auksin Terhadap Pertumbuhan
Akar Eksplan Anggrek Secara In Vitro. Jurnal Dinamika Pertanian
Volume XXVIII Nomor 2. ISSN 0215-2525.
Forest and Kim. 2011. Plant In Flower and Fruit. [online] Tersedia:
http://keys.lucidcentral.org/keys/v3/eafrinet/weeds/key/weeds/Media/Html
/Rubus_rosifolius_%28Rose-leaf_Bramble%29.htm. Diakses pada tanggal
13 Agustus 2015 15:20 WIB.
Francis, Jhon K. 2004.Wildland Shrubs of The United States and Its Territories:
Thamnic Description. Volume 1.General technical Report. United States
Department of Agriculture. Hal. 658-659.
John.
2010.
Tanaman
Karnivora.
[online].
Tersedia:
31
Rostiana, Otih dan Deliah Seswita. 2007. Pengaruh Indole Butyric Acid Dan
Naphtaleine Acetic Acid Terhadap Induksi Perakaran Tunas Piretrum
[Chrysanthemum Cinerariifolium (Trevir.)Vis.] Klon Prau 6 Secara In
Vitro. Bul. Littro Vol. XVIII No.1. Hal: 39-48.
Rubus.
2014.
Berkah
Vulkanis.[online].
Tersedia:
http://www.trubus-
Tersedia:
http://delta-intkey.com/angio/www/rosaceae.htm.
32
LAMPIRAN
1. Jadwal Harian Kerja Praktek
Tanggal
Waktu
08/06/2015 07.30-16.00
Kegiatan
Pengenalan
Keterangan
Pembimbing
Paraf
lokasi kerja
praktik (kantor,
laboratorium,
pembibitan,
09/06/2015 07.30-16.00
perpustakaan)
Studi literatur
Pembuatan
Pembimbing
media MS+IAA
konsentrasi 2
mg/l, 4 mg/l, dan
10/06/2015 07.30-16.00
6 mg/l
Pemuatan media
Pembimbing
MS+NAA dan
MS+IBA
konsentrasi 2
mg/l, 4 mg/l,dan
6 mg/l
Pembuatan
larutan stok
hormon
Sterilisasi botol
kultur dan
persiapan bahan
kultur
(alumunium foil
11/06/2015 07.30-16.00
33
12/06/2015 07.30-16.30
13/06/2015
14/06/2015
15/06/2015 07.30-16.00
pauciflora)
Olahraga
Ijin
LIBUR
Mensubkultur
Rubus rosifolius
16/06/2015 07.30-16.00
(72 botol)
Mensubkultur
Rubus rosifolius
17/06/2015 07.30-16.00
18/06/2015 07.30-16.00
(12 botol)
Pembuatan
media
Aklimatisasi
Rubus rosifolious
Perhitungan
jumlah daun baru
Brunfelsia
pauciflora dan
perhitungan
jumlah media
kontaminasi
(Rubus
19/06/2015 07.30-16.30
rosifolius)
Perhitungan
jumlah media
20/06/2015
21/06/2015
22/06/2015 07.30-16.00
kontaminasi
LIBUR
Stek Rubus
rosifolius
Pengamatan stek
Brunfelsia
23/06/2015 07.30-16.00
24/06/2015 07.30-16.00
pauciflora
Study literatur
Pembuatan
34
media MS ,
25/06/2015 07.30-16.00
MS0, dan KC
Pengamatan akar
kultur Rubus
26/06/2015 07.30-16.30
27/06/2015
28/06/2015
29/06/2015 07.30-16.00
30/06/2015 07.30-16.00
01/07/2015 07.30-16.00
02/07/2015 07.30-16.00
03/07/2015 07.30-16.30
rosifolius
Studi literatur
LIBUR
Studi literatur
Pengamatan akar
Rubus rosifolius
Penyusunan
laporan
Studi literatur
Studi literatur
Bimbingan
koreksi laporan
LIBUR
04/07/2015
05/07/2015
06/07/2015 07.30-16.00
Pengamatan akar
07/07/2015 07.30-16.00
Rubus rosifolius
Mencuci botol
08/07/2015 07.30-16.00
kultur
Aklimatisasi
Rubus rosifolius
2. Foto Kegiatan
Foto 1. Kultur Rubus rosifolius
35
36
Foto 3. Aklimatisasi