Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Organisme
Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Organisme
Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Organisme
: Deasy Ariesta
NIM
Kelas
: A / Pendidikan Biologi
Kelompok : III
telah diperiksa oleh Asisten dan Koordinator Asisten, maka laporan ini telah diterima.
Makassar,
Koordinator Asisten
Desember 2012
Asisten
Djumarirmanto, S.Pd
Mengetahui,
Dosen Penanggug Jawab
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap mahluk hidup memiliki ciri-ciri tertentu, salah satunya menerima
dan menanggapi rangsang. Ketika terjadi perubahan terhadap kondisi lingkungan,
maka mahluk hidup akan melakukan penyesuaian diri atau adaptasi untuk merasa
lebih nyaman dan bisa beraktivitas dengan normal. Ketika mahluk hidup tersebut
tak mampu untuk menyesuaikan diri, maka ia akan mengalami kematian atau
terkana seleksi alam. Salah satu perubahan yang terjadi pada lingkungan adalah
perubahan suhu atau temperatur. Pada manusia misalnya, ketika merasa
kedinginan menggunakan pakaian yang tebal, sedangkan ketika suhunya panas
maka pakaian yang dipakai pakaian tipis. Ini merupakan salah satu contoh bentuk
penyesuaian diri mahluk hidup terhadap lingkungannya. Akan tetapi, di sebuah
tempat yang gersang akibat kemarau yang panjang, satu persatu tumbuhannya
akan mati karena kekurangan air dalam tanah dan suhu lingkungan yang tinggi.
Sementara itu, tumbuhan seperti kaktus dapat bertahan hidup. Hal inilah yang
disebut seleksi alam.
Suhu mempunyai peranan penting dalam mengatur aktivitas biologis
organisme baik hewan maupun manusia. Contoh yang paling sederhana yang
membuktikan peranan suhu dalam kehidupan makhluk hidup adalah terkadang
kita melihat banyak organisme yang tidak melakukan aktivitasnya dengan baik
karena pengaruh suhu yang tidak cocok dengan keadaan organisme tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, maka penting bagi kita untuk mengetahui
lebih jauh bagaimana pengaruh suhu terhadap aktivitas organisme. Pada
percobaan ini, ikan mas koki dijadikan sebagai sampel penelitian.
B. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum ini adalah mahasiswa diharapkan dapat
membandingkan kecepatan penggunaan oksigen pada suhu yang berbeda.
C. Manfaat Praktikum
Manfaat dari praktikum ini adalah mahasiswa dapat mengetahui pengaruh
suhu terhadap aktivitas organisme khususnya pada penggunaan oksigennya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Suhu merupakan salah satu faktor fisik lingkungan yang paling jelas,
mudah diukur dan sangat beragam. Suh tersebut mempunyai peranan yang
penting dalam mengatur aktivitas biologis organisme, baik hewan maupun
tumbuhan. Ini terutama disebabkan karena suhu mempengaruhi kecepatan reaksi
kimiawi dalam tubuh dan sekaligus menentukan kegiatan metabolik, misalnya
dalam hal respirasi (Tim Penyusun, 2012: 44).
Perubahan suhu memiliki pengaruh besar terhadap berbagai proses fisiologi.
Dalam batas-batas tertentu, peningkatan suhu akan mempercepat banyak proses
fisiologi. Misalnya, pengaruh suhu terhadap konsumsi oksigen. Dalam batas-batas
toleransi hewan, kecepatan konsumsi oksigen akan meningkat dengan meningkatnya
suhu lingkungan. Suatu metode untuk menghitung pengaruh suhu terhadap kecepatan
reaksi adalah perkiraan Q10, yaitu peningkatan kecepatan proses yang disebabkan oleh
peningkatan suhu 10 C. Secara umum peningkatan suhu tubuh hewan 10 C,
menyebabkan kecepatan konsumsi oksigen antara harga 1 dan 2, dan sebaliknya bila
suhu tubuh diturunkan 10 C, maka konsumsi oksigen akan turun menjadi setengahnya.
Bila kecepatannya 2 kali, maka Q10 = 2, bila kecepatannya 3 kali, maka Q10 = 3, dan
seterusnya. Istilah ini bukan hanya untuk konsumsi oksigen saja, tetapi untuk semua
proses yang dipengaruhi oleh suhu (Soewolo, 2000: 327).
Sebagaimana halnya dengan faktor lingkungan lainnya, suhu mempunyai
rentang yang dapat ditoleransi (ditenggang) oleh setiap organisme. Masalah ini
dijelaskan dalam kajian ekologi Hukum Toleransi Shelford. Dengan alat relatif
sederhana, percobaan tentang pengaruh suhu terhadap aktivitas respirasi organisme tidak
sulit dilakukan (Tim Penyusun, 2012: 44).
Suhu merupakan kondisi yang paling penting dan berpengaruh terhadap suatu
organisme. Secara garis suhu mempengaruhi proses metabolisme, penyebaran, dan
kelimpahan organisme. Perbedaan suhu lingkungan dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya sifat siklusnya, garis lintang, ketinggian tempat dan kedalaman. Hubungan
antara organisme dengan suhu lingkungan, organisme digolongkan menjadi dua
golongan yaitu hewan berdarah panas dan hewan berdarah dingin, tetapi penggunaan ini
adalah tidak tepat dan subjektif sehingga tidak akan digunakan ( Sutarno, 2001).
Dibandingkan dengan kisaran dari ribuan derajat yang diketahui di bumi ini,
kehidupan hanya dapat berkisar pada suhu 300oC, mulai dari -200oC sampai -100oC,
sebenarnya banyak organisme yang terbatas pada daerah temperatur yang bahkan lebih
sempit lagi. Beberapa organisme terutama pada tahap istirahat, dapat dijumpai pada
temperatur yang sangat rendah, paling tidak untuk periode singkat. Sedangkan untuk
jenis organisme terutama bakteri dan ganggang dapat hidup dan berkembang biak pada
suhu yang mensekati titik didih. Umumnya, batas atau temperatur bersifat
membahayakan dibanding atas bawah. Varibilitas temperatur sanagt penting secara
ekologi. Embusan temperatur antara 10oC dan 80oC. Telah ditemukan bahwa organisme
yang biasanya menjadi sasaran variabel temperatur di alam, seperti pada kebanyakan
daerah beriklim sedang, cendernung tertekan, terlambat pada temperatur konstan
(Waskito, 1992).
Pada seekor hewan yang memiliki rentangan suhu toleransi luas, kecepatan
konsumsi oksigennya akan meningkat dengan cepat begitu suhu lingkungan naik. Bila
pengaruh suhu terhadap kecepatan konsumsi oksigen ini digambarkan grafiknya, maka
akan diperoleh kurva eksponensial, sebab secara matematik kurva tersebut dapat
dijelaskan dengan fungsi eksponen. Rentangan toleransi suhu pada berbagai hewan
berbeda-beda, ada yang luas ada yang sempit. Selanjutnya toleransi suhu dapat berubah
karena waktu dan derajat adaptasi. Beberapa organisme lebih sensitif terhadap suhu
ekstrem selama periode tertentu dalam siklus hidupnya, terutama selama stadium
permulaan dari pertumbuhannya (Soewolo, 2000: 329).
Dari hasil suatu pengkajian perintis (Shelford, 1929) menemukan bahwa telurtelur dan larva atau tingkat punah dari Codling Moth berkembang 7% atau 8% lebih
cepat dibawah temperatur yang konstan. Dalam percobaan yang lain (Parker, 1930) telur
belalang yang disimpan pada temperatur yang berbeda-beda menunjukkan percepatan
rata-rata 36,6% dan percepatan rata-rata 12% diatas perkembangan pada temperatur
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Hari / Tanggal : Rabu, 12 Desember 2012
Waktu
: Pukul 07.40 - 09.20 WITA
Tempat
: Laboratorium Biologi Lantai III Jurusan Biologi FMIPA UNM
B. Alat dan Bahan
1. Alat
1) Termometer batang 1 buah
2) Stopwatch
3) Becker glass 1000 ml / stoples 2 buah
2. Bahan
1) Ikan mas koki 3 ekor
2) Vaselin
3) Larutan eosin
4) Es batu
5) Air kran
6) Air panas
C. Prosedur Kerja
1. Memasukkan 3 ekor ikan mas koki yang relatif sama besarnya ke dalam
becker glass berisi air kran, dan aklimatisasi selama 15 menit.
2. Mengambil 1 ekor ikan mas koki dan memasukkan ke dalam becker glass (A)
yang berisi air panas (38C) 800 ml. Menghitung dan mencatat frekuensi
gerakan (buka tutup) operculum dalam satu menit selama 5 menit.
3. Mengambil 1 ekor ikan mas koki dan memasukkan ke dalam becker glass (B)
yang berisi air dingin (18C) 800 ml. Menghitung dan mencatat frekuensi
gerakan (buka tutup) operculum dalam satu menit selama 5 menit.
4. Mengambil 1 ekor ikan mas koki dan memasukkan ke dalam becker glass (C)
yang berisi air kran (27C) 800 ml. Menghitung dan mencatat frekuensi
gerakan (buka tutup) operculum dalam satu menit selama 5 menit.
5. Mencatat hasil pengamatan dalam tabel.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Indikato
r
A
B
C
Temperatur
38C
27C
18C
1
79
128
100
2
233
252
230
Menit ke3
400
380
243
rerata
4
545
502
340
5
665
624
424
133
124,8
84,8
B. Analisis Data
1. Frekuensi gerakan Operculum pada ikan mas yang berada di toples yang
berisi air dingin
F = banyak gerakan operculum
waktu
= 665
5
= 133 kali/menit
2. Frekuensi gerakan Operculum pada ikan mas yang berada di toples yang
berisi air kran (normal)
F = banyak gerakan operculum
waktu
= 624
5
= 124,8 kali/menit
3. Frekuensi gerakan Operculum pada ikan mas yang berada di toples yang
berisi air panas
F = banyak gerakan operculum
waktu
= 424
5
= 84,8 kali/menit
C. Pembahasan
1. Suhu 38C
Pada percobaan ini digunakan 1 ekor ikan mas koki
yang ditempatkan pada becker gelas dengan suhu yang sama
dan diaklimitasi selama 15 menit. Pada kegiatan pertama
mengambil 1 ekor ikan mas koki dan memasukkan kedalam
becker gelas yang berisi air panas 38C. Menghitung dan
mencatat gerakan operculum selama 5 menit, gerakan
menutup dan membukanya operculum ikan mas koki selama
1 menit dalm waktu 5 menit terdapat sebanyak 665 gerakan
dengan rata-rata 133 kali/menit.
2. Suhu 27C
Pada kegiatan kedua mengambil 1 ekor ikan mas koki
dan memasukkan kedalam becker gelas yang berisi air kran
27C. Menghitung dan mencatat gerakan operculum selama 5
menit, gerakan menutup dan membukanya operculum ikan
mas koki selama 1 menit dalm waktu 5 menit terdapat
sebanyak 624 gerakan dengan reratanya 124,8 kali/menit.
3. Suhu 18C
Pada percobaan ketiga mengambil 1 ekor ikan mas koki
dan memasukkan kedalam becker gelas yang berisi air dingin
18C. Menghitung dan mencatat gerakan operculum selama 5
menit, terdapat sebanyak 424 gerakan dengan rata-rata 84,8
kali/menit. Hal ini disebabkan karena kandungan O2 dalam air
dingin sangat banyak sehingga dalam memenuhi kebutuhan
ikan akan oksigen, ikan harus mengeluarkan karbon dioksida
sedikit untuk mengambil oksigen dari lingkungannya.
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan didapat bahwa frekuensi
membuka serta menutupnya operculum pada ikan mas terjadi lebih sering pada
setiap kenaikan suhu, serta penurunan suhu dari suhu kamar hingga suhu dibawah
kamar (250C 230C). Hal ini dapat kita simpulkan bahwa bila suhu
meningkat, maka laju metabolisme ikan akan meningkat sehingga gerakan
membuka dan menutupnya operculum ikan akan lebih cepat daripada suhu awal
kamar, serta sebaliknya pula jika suhu menurun maka semakin jarang pula ikan
itu membuka serta menutup mulutnya. Pada peristiwa temperature dibawah suhu
kamar maka tingkat frekuensi membuka dan menutupnya operculum akan
semakin lambat dari pada suhu kamar. Dengan adanya penurunan temperature,
maka terjadi penurunan metabolisme pada ikan yang mengakibatkan kebutuhan
O menurun, sehingga gerakannya melambat. Penurun O juga dapat
menyebabkan kelarutan O di lingkungannya meningkat. Dalam tubuh ikan
suhunya bisa berkisar 1 dibandingkan temperature lingkungannya. Maka dari
itu, perubahan yang mendadak dari temperature lingkungan akan sangat
berpengaruh pada ikan itu sendiri.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Suhu sangat berperan penting dalam mengatur segala aktivitas biologis
organisme, baik hewan maupun tumbuhan. Pada suhu (38oC), kecepatan respirasi
ikan lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena pada suhu tersebut jumlah oksigen
yang tersedia lebih sedikit. Pada suhu (18oC), kecepatan respirasinya lebih rendah
karena aktivitas organisme yang kurang aktif dan metabolisme ikan menurun.
Pada suhu normal (27oC), kecepatan respirasi organisme /ikan normal, karena
pada suhu ini merupakan suhu optimum dimana organisme dapat hidup dengan
baik.
B. Saran
1. Untuk Asisten: Diharapkan asisten agar membimbing praktikan dengan baik
dan penuh perhatian agar praktikan tidak keliru dalam melakukan percobaan.
2. Untuk Praktikan: Praktikan diharapkan dapat lebih teliti dalam melakukan
praktikum agar kesalahan dalam percobaan bisa diminimalisir.
3. Untuk Laboran: Diharapkan dapat menyediakan alat dan bahan yang akan
dipraktikumkan agar praktikum bisa berjalan secara teratur dan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adaptasi Hewan terhadap
Lingkungannya. www.google.co.id. Diakses pada tanggal 18 Desember 2012.
Asmawati. 2004. Biologi Pendidikan IPA 1. Jakarta: Universitas Terbuka.
Kholik. Abdul. 2000. Kamus Biologi Praktis. CV Nurul Umu: Jakarta.
Nasir, Mochammad. 1993. Penuntun Praktikum Biologi Umum. Yogyakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Soesilo. 1986. Biologi jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta: PPGSM Dirjen Pendidikan
Tinggi Depnas.
Sutarno, Nono. 2001. Biologi Lanjutan II. Jakarta : Universitas Terbuka.
Tim Penyusun. 2012. Penuntun Praktikum Biologi Dasar. Makassar: Jurusan Biologi
Universitas Negeri Makassar.
Waskito, dkk. 1992. Biologi. Jakarta: Bumi Aksara.