Leprosy

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Leprosy atau lepra merupakan suatu penyakit yang umum terjadi di
masyarakat dunia, dimana leprosy atau lepra ini menyerang orang yang
mempunyai tingkat sosial ekonomi yang rendah. Hal itu terjadi karena
pada orang yang tingkat sosial ekonomi rendah ini tidak peduli dengan
kesehatannya. Dengan kata lain indonesia yang masih negara berkembang
dan mempunyai sosial ekonomi yang rendah ini merupakan negara dengan
tingkat penyakit leprosy atau lepra yang tinggi.
Leprosy atau lepra merupakan sebuah penyakit infeksi kronis yang
disebabkan oleh Mycobacterium leprae, sebuah basilus tahan asam yang
menunjukkan tropisme khas untuk kulit dan saraf-saraf perifer. Kusta
masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di berbagai
belahan dunia. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan
mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain
kecuali susunan saraf pusat.
1.2 Rumusan Masalah
1 Apa definisi, etiologi, faktor- faktor yang mempengaruhi,
klasifikasi, patogenesis, dan pemeriksaan leprosy?
2 Bagaimana manifestasi leprosy pada rongga mulut?
3 Bagaimana penatalaksanaan leprosy yang baik?
1.3 Tujuan
1 Mampu mengetahui dan memahami definisi, etiologi, faktor- faktor
yang mempengaruhi, klasifikasi, patogenesis dan pemeriksaan
2

leprosy.
Mampu mengetahui dan memahami manifestasi leprosy pada

rongga mulut.
Mampu mengetahui dan memahami penatalaksanaan leprosy.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Leprosy

Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh


bakteri Mycobacterium leprae yang terjadi pada kulit dan saraf tepi.
Manifestasi klinis dari penyakit ini sangat bervariasi dengan spektrum
yang berada diantara dua bentuk klinis yaitu lepromatosa dan tuberkuloid.
Pada penderita kusta tipe lepromatosa menyerang saluran pernafasan
bagian atas dan kelainan kulit berbentuk nodula, papula, makula dan
dalam jumlah banyak. Pada penderita kusta tipe tuberkuloid lesi kulit
biasanya tunggal dan jarang, batas lesi tegas, mati rasa.
2.2 Etiologi Leprosy
Penyakit leprosy atau lepra disebabkan oleh bakteri Myobacterium
Leprae yang berbentuk batang panjang, sisi paralel dengan kedua ujung
bulat, ukuran 0,3-0,5 mikron x 1-8 mikron. Basil ini berbentuk batang
gram positif, tidak bergerak, tidak berspora, dapat tersebar atau dalam
berbagai ukuran bentuk kelompok. Pada pemeriksaan langsung secara
mikroskopis, tampak bentukan khas adanya basil yang mengerombol.
Basil ini diduga berkapsul tetapi rusak pada pewarnaan menggunakan
karbon fukhsin. Organisme tidak tumbuh pada perbenihanbuatan.
Penyakit kusta bersifat menahun karena bakteri kusta memerlukan
waktu 12-21 hari untuk membelah diri dan masa tunasnya rata-rata 2-5
tahun. Pada darah tropis M. Leprae dapat hidup pada suhu 27-30 C.
Bakteri ini dapat hidu pada afinitas tubuh manusia pada sel schwan yang
terdapat pada syaraf perifer, sehingga jika terkena bakteri M. Leprae ini
penderita akan mengalami kerusakan jaringan yang fatal bahkan dapat
terjadi kelumpuhan.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Penyakit Leprosy
3.1.1
Definisi Leprosy
Leprosy atau lepra merupakan penyakit kronik yang
disebabkan oleh bakteri Myobacterium Leprae yang pertama kali
menyerang syaraf tepi yang selanjutnya dapat menyerang kulit,

mata, mukosa pada rongga mulut, saluran pernafasan bagian atas,


sistem retikuloendotelial, otot, tilang dan testis. Penyakit leprosy
atau lepra ini dapat menyerang semua jaringan dalam tubuh kecuali
susunan syaraf pusat.
3.1.2
Etiologi Leprosy
Bakteri penyebab penyakit leprosy atau lepra ini adalah
Myobacterium Leprae yang ditemukan oleh G.A. Hansen pada
tahun 1874 di norwegia, secara morfologik bakteri ini berbentuk
pleomorf lurus batang panjang, ukurannya sekitar 0,3-0,5 x 1,8
mikron. Bakteri ini berbentuk basil gram positif, tidak bergerak dan
tidak berspora, dan adapat berkelompok.
Bakteri ini hidup intrasel dan afinitas yang besar pada sel
syaraf dan sel retikulo endotelial. Bakteri ini mempunyai waktu
pembelahan yang sangat lama yaitu 2-3 minggu, diluar tubuh
bakteri ini dapat tumbuh dalam rentan waktu 9 hari. Sedangkan
pada temperatur kamar bakteri ini dapat bertahan hidup selama 49
hari. Bakteri ini sulit dibunuh karena bakteri ini tahan asam dan
tidak dapat dibiakkan dalam media buatan.
3.1.3 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Leprosy
a. Bangsa/ ras
Bangsa atau ras seseorang ternyata

dapat

mempengaruhi terjadinya penyakit leprosy, karena


disebabkan oleh warna kulit yang pada umumnya
berbeda antara bangsa yang satu dan yang lainnya.
Pada orang kulit hitam kebanyakan terkena leprosy
tipe tuberkuloid, sedangkan orang kulit putih
kebanyakan terkena leprosy tipe lepromatosa
b. Sosial ekonomi
Sosial ekonomi suatu negara pasti berbeda- beda,
negara berkembang yang umumnya mempunyai
sosio ekonomi rendah itu kebanyakan terjangkit
penyakit leprosy ini karena pada orang- orang yang
memiliki sosial ekonomi rendah tidak peduli dengan
tingkat kesehatan yang milikinya.
c. Kebersihan

Kebersihan merupakan salah satu faktor yang paling


penting dalam memnuhi kesehatan yang baik. Yang
sudah kita ketahui bahwa bakteri M. Leprae ini
merupakan suatu bakteri yang dapat hidup lama
dalam suhu kamar. Apabila sesorang tidak peduli
dengan kebersihan lingkungannya maka tidak
diragukan lagi bakteri atau kuman akan banyak
yang berkembang biak. Selain itu sanitasi juga perlu
di perhatikan, karena jika sanitasi yang kurang baik
maka sirkulasi udara yang ada pada ruangan atau
rumah juga kurang lancar.
d. Turunan
Faktor genetik berperan penting tetapi kemungkinan
penularan sangat kecil. Pada ibu hamil tidak bisa
langsung menurunkan panyakitnya kepada bayinya
secara langsung, melainnkan penyakit lepra ini
ditularkan melalui pernafasan.
e. Umur
Umur saat didiagnosis penyakit leprosi diatas 15
tahun merupakan faktor risiko yang berpengaruh
terhadap terjadinya reaksi, sedangkan umur kurang
dari 15 tahun cenderung lebih sedikit mengalami
reaksi kusta. Hal ini disebabkan karena dalam
sistem imun anak, Th2 diduga kuat mampu
mengatasi terjadinya infeksi sehingga frekuensi
reaksi

kusta

lebih

kecil

terjadi

pada

anak.

Sedangkan pada orang dewasa ketersediaan sel T


memori lebih banyak dan menyebabkan frekuensi
terjadinya reaksi kusta lebih tinggi dan dapat
memicu reaksi silang antara antigen M. leprae
dengan
3.1.4

antigen

tuberculosis.
Klasifikasi Leprosy

non

M.

leprae

seperti

M.

Setelah

seseorang

didiagnosa

leprosy,

maka

tahap

selanjutnya yaitu menentukan tipe dari penyakit leprosy melalui


klasifikasi. Tujuan dari klasifikasi ini yaitu mengetahui tipe atau
jenis leprosy yang diderita oleh sesorang.
1. Klasifikasi Madrid 1953
a) Indeterminate (I)
Terdapat kelainan kulit berupa makula berbentuk bulat
yang berjumlah 1 atau 2. Batas lokasi dipantat, kaki,
lengan, punggung pipi. Permukaan halus dan licin.
b) Tuberkuloid (T)
Terdapat makula atau bercak tipis bulat yang tidak teratur
dengan jumlah lesi 1 atau beberapa. Batas lokasi terdapat
di pantat,punggung, lengan, kaki, pipi. Permukaan kering,
kasar sering dengan penyembuhan di tengah.
c) Borderline (B)
Kelainan kulit bercak agak menebal yang tidak teratur dan
tersebar. Batas lokasi sama dengan Tuberkuloid.
d) Lepromatosa (L)
Kelainan kulit berupa bercak-bercak menebal yang difus,
bentuk tidak jelas. Berbentuk bintil-bintil (nodule),
macula-makula tipis yang difus di badan, merata di
seluruh badan, besar dan kecil bersambung simetrik.
2. Klasifikasi Ridley- Jopling
a. Tipe Tuberkuloid tuberkuloid (TT)
Lesi berupa bercak makuloanestetik dan hipopigmentasi
yang terdapat di semua tempat terutama pada wajah dan
lengan. Batas lesi jelas berbeda dengan warna kulit
disekitarnya. Terjadi hipopigmentasi merupakan gejala
yang menonjol. Pada tipe ini syaraf teraba, kulit terasa
gatal dan adanya lemah otot.

Gambar 3.1: Penderita leprosy tipe tuberkuloid dan


bordlaine tuberkuloid
b. Tipe Borderline Tuberkuloid (BT)
Gejala pada lepra tipe BT sama dengan tipe TT, tetapi lesi
lebih kecil, tidak disertai adanya kerontokan rambut, dan
perubahan saraf hanya terjadi pembengkakan, syaraf tidak
teraba.

Gambar 3.2 : penderita leprosy tipe borderline


tuberkuloid (TB)
c. Tipe Mid Borderline (BB)
Lesi kulit berbentuk tidak teratur, terdapat satelit yang
mengelilingi lesi, dan distribusi lesi asimetris. Bagian tepi
dari lesi tidak dapat dibedakan dengan jelas terhadap
daerah sekitarnya. Gejala-gejala ini disertai adanya
adenopathi regional.

Gambar 3.3 : penderita leprosy tipe midborderline (BB)


d. Tipe Borderline Lepromatous (BL)
Lesi pada tipe ini berupa macula dan nodul papula yang
cenderung asimetris dan menonjol. Kelainan syaraf
timbul pada stadium lanjut. Tidak terdapat gambaran
seperti yang terjadi pada tipe lepromatous yaitu tidak
disertai madarosis, keratitis, uslserasi maupun facies
leonine dan adanya penebalan syaraf yang menonjol.

Gambar 3.4 : penderita leprosy tpe Lepromatosa (LL) dan


Bordline Lepromatosa (BL)
e. Tipe Lepromatosa (LL)
Lesi banyak dan menyebar simetris, mengkilap berwarna
keabu-abuan. Tidak ada perubahan pada produksi kelenjar
keringat, hanya sedikit perubahan sensasi. Pada fase
lanjut terjadi madarosis (rontok) dan penebalan pada

kulit. Selain itu juga terdapat perbesaran pada limfe dan


sendi rusak.

Gambar 3.5 : Penderita Leprosy tipe lepromatosa (LL)

3. Klasifikasi WHO
a. Tipe PB (Pausibasiler)
Kusta tipe PB adalah penderita kusta dengan Basil Tahan Asam
(BTA) pada sediaan apus, yakni tipe I (Indeterminate), TT
(tuberculoid) dan BT (borderline tuberculoid) menurut kriteria
Ridley dan Jopling dan hanya mempunyai jumlah lesi antara 1-5
pada kulit. Kusta tipe PB adalah tipe kusta yang tidak menular.

Gambar 3.6 : penderita leprosy tipe pausibasilar


b. Tipe MB (Multibasiler)
Kusta MB adalah semua penderita kuta tipe BB (mid borderline),
BL (borderline lepromatous) dan LL (lepromatosa) menurut

kriteria Ridley dan Jopling dengan jumlah lesi 6 atau lebih dan
skin smear positif. Kusta tipe MB adalah tipe yang dapat menular.

3.1.5

Gambar 3.7 : penderita leprosy tipe multibasilar (MB)


Patogenesis Leprosy
Reaksi kusta adalah suatu episode akut di dalam perjalanan

klinik penyakit kusta yang ditandai dengan terjadinya reaksi


radang akut (neuritis) yang kadang-kadang disertai dengan gejala
sistemik. Reaksi kusta dapat dibagi atas dua kelompok yaitu:
1. Reaksi kusta tipe 1 (Reaksi Reversal= RR)
Masuknya M.Leprae ke dalam tubuh akan ditangkap oleh
APC (Antigen Presenting Cell) yang merupakan sel dendritik dan
melalui dua signal yaitu signal pertama dan signal kedua. Signal
pertama adalah tergantung pada TCR- terkait antigen (TCR = T
cell receptor) yang dipresentasikan oleh molekul MHC pada
permukaan APC sedangkan signal kedua adalah produksi sitokin
dan ekspresinya pada permukaan dari molekul kostimulator APC
yang berinteraksi dengan ligan sel T melalui CD28. Adanya kedua
signal ini akan mengaktivasi To untuk berdifferensiasi menjadi
Th1 dan Th2 yang dibantu oleh

TNF dan IL-12 pada

diferensiasi To menjadi Th1.


Th1 akan menghasilkan IL-2 dan IFN yang akan
meningkatkan fagositosis makrofag dan proliferasi sel B. Selain

itu, IL-2 juga akan mengaktifkan CTL lalu CD8+. Di dalam


fagosit. Makrogag dalam membunuh bakteri ini dengan cara
memakan bakteri atau benda asing tetapi pada patogenesis ini
fenolat glikolipid akan melindungi bakteri dari penghancuran
oksidatif oleh anion superoksida dan radikal hidroksil yang dapat
menghancurkan

secara

kimiawi.

Karena

makrofag

gagal

membunuh antigen maka sitokin dan growth factors akan terus


dihasilkan dan akan merusak jaringan akibatnya makrofag akan
terus diaktifkan dan lama kelamaan sitoplasma dan organella dari
makrofag akan membesar, sekarang makrofag seudah disebut
dengan sel epiteloid dan penyatuan sel epitelioid ini akan
membentuk granuloma.
Th2 akan menghasilkan IL-4, IL-10, IL-5, IL-13. IL-5 akan
mengaktifasi dari eosinofil. IL-4 dan IL-10 akan mengaktifasi dari
makrofag. IL-4 akan mengaktifasi sel B untuk menghasilkan IgG4
dan IgE. IL -4 , IL-10, dan IL-13 akan mengaktifasi sel mast.

M Leprae

APC

Signal 1
TCR MHC

Signal 2
Sitokin perm molekul konstimulator

Aktifasi
TNF dan IL 2
To

Th1

Th2

Makrofag
aktif

Ada fenolat glikolipid


Gagal Makan M
Leprae
Menghasilkan
Sitokin + GF

Kenal + Tdk
kenal
Saraf Rusak

Jar Fibrous

Makrofag
kerja
Lama Kelamaan
Membesar
Sel epiteloid

Granuloma

Penebalan Saraf
Tepi
Kerusakan

Otonom

Kulit kering ,
Tebal

Motorik

Lemah otot

Sensorik

Mati rasa

2. Reaksi tipe 2 (Reaksi Eritema Nodosum Leprosum=ENL)


Reaksi kusta tipe 2 terutama terjadi pada kusta tipe
lepromatous (BL, L). Diperkirakan 50% pasien kusta tipe LL Dan
25% pasien kusta tipe BL mengalami episode ENL. Umumnya
terjadi pada 1-2 tahun setelah pengobatan tetapi dapat juga timbul
pada pasien kusta yang belum mendapat pengobatan Multi Drug
Therapy (MDT).
ENL diduga merupakan manifestasi pengendapan kompleks
antigen antibodi pada pembuluh darah. Termasuk reaksi

hipersensitivitas tipe III menurut Coomb & Gel. Pada pengobatan,


banyak basil kusta yang mati dan hancur, sehingga banyak antigen
yang dilepaskan dan bereaksi dengan antibodi IgG, IgM dan
komplemen C3 membentuk kompleks imun yang terus beredar
dalam sirkulasi darah dan akhirnya akan di endapkan dalam
berbagai organ sehingga mengaktifkan sistem
komplemen
Berbagai macam enzim dan bahan toksik yang menimbulkan
destruksi jaringan akan dilepaskan oleh netrofil akibat dari
aktivasi komplemen.
Pada ENL, dijumpai peningkatan ekspresi sitokin IL-4, IL5, IL 13 dan IL-10 (respon tipeTh-2) serta peningkatan, IFN-
danTNF-.
IL-4, IL-5,
IFN-,TNF- bertanggung jawab
terhadap kenaikan suhu dan kerusakan jaringan selama terjadi
reaksi ENL.
Reaksi ENL cenderung berlangsung kronis dan rekuren.
Kronisitas dan rekurensi ENL menyebabkan pasien kusta akan
tergantung kepada pemberian steroid jangka panjang.
3.1.6

Pemeriksaan Leprosy
a. Pemeriksaan Raba pada Bercak Kulit
Sebelum pemeriksaan seorang

dokter

harus

memberitahukan terlebih dahulu apa yang akan


dilakukannya. Lalu mintalah penderita untuk menutup
mata sehingga mereka tidak dapat melihat di bagian
mana anda menyentuh kulitnya. Sentuh bercak kulit
dengan lembut menggunakan kapas. Apabila tidak ada
kapas, gunakan ujung pena atau benda yang serupa.
Minta penderita menunjukkan di bagian mana anda
menyentuhnya. Periksalah kemampuan rasa raba pada
bercak-bercak kulit dan pada kulit yang tampak
normal. Apabila tidak terasa apapun saat bercak
disentuh berarti orang yang diperiksa menderita lepra.

Gambar 3.8: pemeriksaan bercak pada kulit.


b. Pemeriksaan Syaraf
Membesarnya saraf dapat merupakan tanda dari
lepra. Ada dua saraf yang sering membesar yang dapat
dengan mudah Anda raba, yaitu saraf ulnaris dan
peroneus.

Gambar 3.9 : letak syaraf ulnaris dan peroneus


Untuk meraba syaraf ulnaris, peganglah tangan
penderita seperti berjabat tangan. Lalu dengan
menggunakan tanfan anda yang satunya pegangkah
siku bagian belakang penderita dan raba syaraf yang
ada di siku bagian belakang dari luar ke bagian dalam.
Saraf ulnaris dapat teraba antara dua ujung tulang.
Sentuhlah dengan ujung jari Anda. Jangan menekan
terlalu kuat karena dapat menyakiti orang yang
diperiksa. Apabila saraf jelas teraba lebih besar

dibandingkan pada lengan sebelahnya, berarti terdapat


pembesaran saraf ulnaris.

Gambar 3.10 : perabaan sayraf ulnaris


Untuk meraba syaraf peroneus di tungkai, mintalah
penderita duduk di kursi sedangkan posisi anda
jongkok di depan penderita. Dengan tangan kiri Anda,
rabalah saraf dari arah luar tungkai kanan sedikit di
belakang lutut dan lekukan di sekitar kepala tulang
fibula. Anda juga dapat meraba saraf langsung di
belakang lutut. Gunakan tangan kanan untuk
meraba saraf peroneus sebelah kiri.

Gambar 3.11 : perabaan syarar peroneus


Apabila Anda menemukan pembesaran saraf, dapat
berarti orang yang diperiksa menderita lepra. Akan
tetapi, Anda harus mencari tanda-tanda lain untuk
mengkonfirmasi diagnosis.
c. Pemeriksaan Syaraf pada Kaki dan Tangan
Penderita lepra dpat mengalami kerusakan syaraf
motorik dan sensorik. Cara pemeriksaannya yaitu
Mintalah pasien meletakkan tangan pada meja atau

lutut mereka sendiri dengan telapak tangan mengarah


ke atas. Sebelum mulai, tunjukkan pada penderita apa
yang akan Anda lakukan. Mintalah pasien menutup
mata. Sentuh empat titik pada telapak tangan dan kaki
dengan pulpen. Posisi pulpen harus selalu tegak lurus,
Tekan kulit dengan lembut sampai terbentuk cetakan
kecil pada kulit - jangan menekan terlalu keras.
Apabila orang yang diperiksa ternyata

telah

mengalami kehilangan rasa raba pada tangan dan kaki,


kemungkinan orang tersebut menderita lepra.

Gambar 3.12: 4 titik yang dilakukan pemeriksaan pada


kaki dan tangan
d. Pemeriksaan Serologi
Beberapa jenis pemeriksaan serologi kusta yang
banyak digunakan, antara lain:
a) Uji FLA-ABS (Fluorescent leprosy AntibodiAbsorption test) Uji ini menggunakan antigen
bakteri M. leprae secara utuh yang telah dilabel
dengan zat fluoresensi. Hasil uji ini memberikan
sensitivitas yang tinggi namun spesivisitasnya agak
kurang.
b) Radio Immunoassay (RIA) Uji ini menggunakan
antigen dari M. leprae yang dibiakkan dalam tubuh
Armadillo yang diberi label radio aktif.
c) Uji MLPA (Mycobacterium leprae

particle

agglutination) Uji ini berdasarkan reaksi aglutinasi

antara antigen sintetik PGL-1 dengan antibodi


dalam serum.
d) Antibodi monoklonal (Mab) epitop MLO4 dari
protein 35-kDa M.leprae menggunakan M. leprae
sonicate (MLS) yang spesifik dan sensitif untuk
serodiagnosis kusta. Protein 35-kDa M. leprae
adalah suatu target spesifik dan yang utama dari
respon

imun

seluler

terhadap

M.

leprae,

merangsang proliferasi sel T dan sekresi interferon


gamma pada pasien kusta dan kontak.
3.2 Manifestasi Leprosy pada Rongga Mulut
Myobacterium Leprae merupakan bakteri yang suka kesejukan
akibanya M. leprae masuk dalam tubuh manusia melalui pernafasan
yang nantinya masuk ke dalam hidung atau dapat juga melalui kulit.
Tetapi pada kulit itu sangat sulit karena pada kulit terdapat banyak barier
yang sangat kuat. Jika melalui hidung maka bekteri tersebut akan
merusak jaringan pada hidung yang dapat mengakibatkan pembuluh
darah dalam hidung pecah (misisan) kemudian apabila mukosa hidung
telah rusak maka penderita akan sulit bernafas melalui hidung akibatnya
penderita melakukan inspirasi melalui mulut, demikian bakteri tersebut
tidak segan segan akan merusak jaringan pada rongga mulut. Akibarnya
rongga mulut akan terjadi gingivitis, mobilitas gigi sampai rusaknya
morfologi gigi.

3.3 Penatalaksanaan Leprosy


1. Terapi pada pasien PB:
Pengobatan bulanan: hari pertama setiap bulannya (obat
diminum di depan petugas) terdiri dari: 2 kapsul rifampisin @

300mg (600mg) dan 1 tablet dapson/DDS 100 mg.


Pengobatan harian: hari ke 2-28 setiap bulannya: 1 tablet

dapson/DDS 100 mg. 1 blister obat untuk 1 bulan.


Pasien minum obat selama 6-9 bulan ( 6 blister).

Pada anak 10-15 tahun, dosis rifampisin 450 mg, dan DDS 50

mg.
2. Terapi pada Pasien MB:
Pengobatan bulanan: hari pertama setiap bulannya (obat
diminum di depan petugas) terdiri dari: 2 kapsul rifampisin @
300mg (600mg), 3 tablet lampren (klofazimin) @ 100mg

(300mg) dan 1 tablet dapson/DDS 100 mg.


Pengobatan harian: hari ke 2-28 setiap bulannya: 1 tablet
lampren 50 mg dan 1 tablet dapson/DDS 100 mg. 1 blister

obat untuk 1 bulan.


Pasien minum obat selama 12-18 bulan ( 12 blister).
Pada anak 10-15 tahun, dosis rifampisin 450 mg, lampren 150
mg dan DDS 50 mg untuk dosis bulanannya, sedangkan dosis

harian untuk lampren 50 mg diselang 1 hari.


Dosis MDT pada anak <10 tahun dapat disesuaikan dengan

berat badan:
Rifampisin: 10-15 mg/kgBB
Dapson: 1-2 mg/kgBB
Lampren: 1 mg/kgBB
3. Obat penunjang (vitamin/roboransia) dapat diberikan vitamin B1, B6,
dan B12.
4. Tablet MDT dapat diberikan pada pasien hamil dan menyusui. Bila
pasien juga mengalami tuberkulosis, terapi rifampisin disesuaikan
dengan tuberkulosis.
5. Untuk pasien yang alergi dapson, dapat diganti dengan lampren,
untuk MB dengan alergi, terapinya hanya 2 macam obat (dikurangi
DDS).

DAFTAR PUSTAKA
Prawoto. 2008. Faktor - Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Terjadinya
Reaksi Kusta. Semarang
Menkes. 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer. Jakarta: Menkes
Tampin, Mary. 2002. Bagaimana Mendiagnosis Dan Mengobati Lepra. London:
ILEP

Anda mungkin juga menyukai