Lapsus Anak Asma
Lapsus Anak Asma
Lapsus Anak Asma
LAPORAN KASUS
Oleh :
Ni Putu Dhita Putri Indriani, S.Ked
09700109
Pembimbing :
dr. Aunilla, SpA, M.Biomed
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan
ridhoNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Morbili
untuk memenuhi tugas penulisan laporan kasus dari SMF Ilmu Penyakit Anak.
Penulis sampaikan terima kasih kepada Yth. dr Aunilla, Sp.A atas bimbingannya
selama ini, dan tidak lupa pula kepada seluruh staf pembimbing di SMF Ilmu Penyakit
Anak RSUD Bangil dan untuk semua pihak lain yang turut membantu hingga selesainya
tugas laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus Asma dapat bermanfaat bagi penulis dan berguna bagi
rekan kedokteran pada khususnya, dan masyarakat luas pada umumnya.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis menyadari masih jauh dari
kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi semakin
baiknya laporan kasus ini. Untuk itu penulis mengucapkan mohon maaf atas segala
kekurangan yang ada didalamnya dan terima kasih yang setulus-tulusnya. Akhir kata,
semoga laporan kasus yang penulis buat dapat bermanfaat bagi pembaca.
Terima kasih,
Bangil, 25 Agustus 2014
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I LAPORAN KASUS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
J.
Definisi
Etiologi
Epidemiologi
Patofisiologi
Gambaran klinis
Langkah diagnostik
Komplikasi
Diagnosa banding
Penatalaksanaan
Pencegahan
BAB I
STATUS PASIEN
1.1 IDENTITAS
Nama pasien : An. Halimatus
Jenis kelamin : Perempuan
Agama
: Islam
: 4 tahun
Pendidikan
: belum bersekolah
Orang tua/wali:
Ayah :
Nama
: Tn Sukarto
Agama
: Islam
Alamat
Pekerjaan
: Pekerja swasta
Ibu
:
Nama
: Ny Masita
Agama
: Islam
Alamat
Pekerjaan
: sesak
: Klinik Bidan
Penolong persalinan
: Bidan
Cara persalinan
: Spontan
Masa gestasi
: Cukup bulan
Ketuban
: Jernih
Keadaan bayi
Berat lahir
: 2800 g
Panjang
: ibu lupa
Lingkar kepala
: ibu lupa
: 18 Agustus 2014
Pukul
: 18.33 wib
Keadaan umum
: 124X/ menit
Frekuensi nafas
: 39X/ menit
Suhu tubuh
: 37,1 C
Kepala :
Deformitas
Ubun ubun normal
a/i/c/d : -/-/-/+
PCH : +
Rambut :
Warna
: Hitam
Kelebatan
: Sedang
: edema (-)
Sklera
: putih
Kornea
: jernih
Pupil
Lensa
: jernih
Telinga :
Daun dan liang telinga : bentuk baik, besar, posisi normal, otore (-)
Mastoid
Hidung :
Bentuk normal, simetris, terdapat secret (mongering), tidak ada epistaksis
Bibir :
Simetris, mukosa pucat, mokosa kering
Lidah :
Bentuk dan ukuran normal, merah
Tonsil :
T1/T1, tidak hiperemis.
Leher :
Bentuk dan ukuran normal, pulsasi vena tidak tampak, trachea ditengah, tidak ada
massa, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thorax :
Bentuk simetris, retraksi pernafasan (+), tidak ada deformitas, saat ekspirasi
gerakan dada memanjang dan inspirasi adanya retraksi otot pernapasan, tidak ada
tonjolan, tidak ada pembengkakan, vertebra lurus ditengah, tidak ada nyeri ketok
dan nyeri tekan pada thorax belakang.
Cor :
Pulmo :
pernafasan simetris
Abdomen :
Inspeksi
: flat, suple
Palpasi
Perkusi
: timpani, ascites
Auskultasi
`
Genetalia
Dalam batas normal
Ekstremitas
Panjang dan bentuk normal, kiri dan kanan sama panjang, tidak ada
kelainan congenital, tidak ada nyeri tekan pada jari-jari tubuh, tidak ganggren atau
nekrosis, gerakan dan tonus otot baik, tidak ada peradangan, nyeri atau
keterbatasan gerak sendi, tidak ada edem diseluruh ekstremitas.
Data antropometri
Berat badan
: 15,5 kg
Lingkar kepala
: 48 cm
Lingkar lengan
: 16 cm
Tinggi badan
: 100 cm
: 17,2
: 1,4
: 1,5
: 14,3
: 14,3 %
: 8,7 %
: 83,4 %
: 4,88
: 13,3 g/dL
: 38,9 %
: 79,7 fL
: 27,3 pg
: 34,2 g/dL
: 12,1 %
: 551 10^3/L
MPV
PCT
PDW
: 6,9 fL
: 0,380 %
: 15,5 %
Didapatkan infiltrat
1.10.DAFTAR MASALAH
Sesak satu hari
Batuk satu hari
Pernafasan cuping hidung
Wheezing (+)
Retraksi (+)
Leukositosis
Trombositosis
1.11 RESUME
Pasien datang dengan keluhan sesak sejak dua hari sebelum MRS. Sesak
dirasakan semakin memberat pada malam sebelum MRS. Sesak memberat jika
pasien menangis, tidur tidak tenang sejak 1 hari sebelum MRS. Mengalami sulit
bicara, makan, dan minum pada saat sesak. Sesak berkurang jika dibuat duduk.
Sebelum pasien sesak, mengaku melakukan jalan sehat sehari sebelum sesak
kambuh. Batuk sejak hari senin . Pada saat jalan sehat mengaku makan makanan
ringan yaitu roti, dan bakso. Pasien memiliki riwayat alergi telur dan ikan laut.
Pada pemeriksaan fisik di dpapatkan kesadaran compos mentis, lemah,
sesak, gizi baik. Terjadi ekspirasi memanjang dan wheezing di kedua lapang paru.
Tanda vital ; Frekuensi nadi 124X/ menit, frekuensi nafas 39X/ menit, suhu tubuh
37,1 C.
1.12 DIAGNOSA KERJA
Serangan asma. Episodik jarang. Derajat sedang.
1.13 ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah lengkap
Foto thorax
1.14 PENATALAKSANAAN
1) Oksigen nasal 3 lpm
2) Nebul Combiphen 2x berturut-turut
3) Infuse D5 NS
4) Inj ranitidine
5) Inj dexamethsone
1.15 PROGNOSIS
Ad vitam
Ad functionam
Ad sabationam
: bonam
: bonam
: bonam
1.16 EDUKASI
Cuci sarung bantal, guling, sprei, selimut paling lama 1 minggu sekali
Bila gunakan pembersih vakum, pakailah filter HEPA dan kantung debu 2
rangkap
Hindari aktivititas fisis pada keadaan udara dingin dan kelembaban rendah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Asma secara klinis praktis adalah gejala batuk dan atau mengi berulang, terutama
pada malam hari (nocturnal), reversibel (dapat sembuh spontan atau dengan pengobatan)
dan biasanya terdapat atopi pada pasien dan atau keluarganya.
Serangan asma adalaah episode perburukan yang progesif akut dari gejala-gejala
batuk, ssesak nafas, mengi, rasa dada tertekan, atau berbagai kombinasi dari gejala-gejala
tersebut.
2.2 Etiologi
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu timbul seketika,
berlangsung dalam waktu pendek dan lebih mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun
saluran pernafasan akan bereaksi lebih cepat bila sudah ada atau terjadi peradangan.
1. Faktor pada pasien:
o
Aspek genetik
Kemungkinan alergi
Jenis kelamin
Ras/etnik
2. Faktor lingkungan:
Binatang, kecoa
Jamur
Obat-obatan tertentu
Perubahan cuaca
2.3 Epidemiologi
Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, dimana terdapat
300 juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi pada anak-anak
maupun dewasa, dengan prevalensi yang lebih besar terjadi pada anak-anak (GINA,
2003).
Menurut data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai
propinsi di Indonesia, pada tahun 1986 asma menduduki urutan kelima dari sepuluh
penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema.
Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik, dan emfisema sebagai penyebab kematian
(mortalitas) keempat di Indonesia atau sebesar 5,6%. Lalu pada SKRT 1995, dilaporkan
prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13 per 1.000 penduduk (PDPI, 2006).
Dari hasil penelitian Riskesdas, prevalensi penderita asma di Indonesia adalah
sekitar 4%. Menurut Sastrawan, dkk (2008), angka ini konsisten dan prevalensi asma
bronkial sebesar 515%.
2.4 Patofisiologi
Ada dua faktor utama berperan dalam timbulnya serangan asma. Interaksi kedua
faktor tersebut akan mengakibatkan proses inflamasi, berupa terbentuknya mediatormediator inflamasi termasuk sitokin. Semuanya akan mengakibatkan terjadinya
perubahan struktur dan perubahan fungsi saluran nafas (kerusakan epitel saluran nafas,
hipersekresi, kongesti pembuluh darah, edema, bronkokonstriksi, airway remodelling)
yang akan memberikan gejala-gejala klinis asma. Reaksi bronkial terhadap alergen
menunjukkan reaksi asma fase segera (immediate phase response) dan reaksi asma fase
lanjut (late-phase response). Apabila ada suatu rangsangan atau paparan alergen pada
permukaan mukosa saluran nafas, primary effector cells (pro inflammatory cells) yang
terdapat pada saluran nafas seperti: sel mast, makrofag dan sel epitel akan mengeluarkan
mediator inflamasi (termasuk sitokin) yang merangsang terjadinya proses inflamasi pada
saluran nafas. Reaksi asma segera (RAS) berupa konstriksi bronkus, peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, edema dan migrasi sel. Ternyata, disamping itu mediator
inflamasi tersebut juga akan menarik dan mengaktifkan secondary effector cells (sel
inflamasi yang berasal dari sirkulasi seperti eosinofil, netrofil, makrofag danlimfosit) dan
sel-sel ini pun akan menghasilkan mediator inflamasi yang akan memperberat inflamasi
yang sudah terjadi sebelumnya. Pelepasan mediator inflamasi akibat infiltrasi sel-sel
tersebut akan menimbulkan peningkatan kepekaan bronkus terhadap rangsangan
(bronchial hyperreactivity). Reaksi asma fase lanjut (RAL) terjadi dalam waktu dua
sampai empat jam setelah RAS. Fase lanjut ini mencapai puncaknya setelah 24 jam dan
menurun secara bertahap.
Pada reaksi asma segera (RAS) tidak terjadi hipereaktivitas bronkus. Pada reaksi
asma fase lanjut (RAL), sel eosinofil dan netrofil berinteraksi dengan mediator lain
menyebabkan kerusakan dan deskuamasi sel epitel bronkus dengan cara meningkatkan
fragilitas epitel dan melemahkan daya lekat sel epitel pada sel basal. Mekanisme migrasi
sel radang ke saluran nafas sangat kompleks, mengikutsertakan adhesion molecule
substance (ICAM-1,2,3, intergrin, selectin) serta peran limfosit dan lain-lain sel yang
memproduksi limfokin dan sitokin yang berperan penting terjadinya inflamasi akut
maupun kronik
2.6.1 Anamnesis
Anamnesis yang baik meliputi riwayat tentang penyakit/gejala, yaitu:
1.
2.6.2
Pemeriksaan Fisik
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan fisik dapat
normal (GINA, 2009). Kelainan pemeriksaan fisik yang paling umum ditemukan
pada auskultasi adalah mengi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar
normal walaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan
jalan napas. Oleh karena itu, pemeriksaan fisik akan sangat membantu diagnosis
jika pada saat pemeriksaan terdapat gejala-gejala obstruksi saluran pernapasan
(Chung, 2002).
Sewaktu mengalami serangan, jalan napas akan semakin mengecil oleh
karena kontraksi otot polos saluran napas, edema dan hipersekresi mukus.
Keadaan ini dapat menyumbat saluran napas; sebagai kompensasi penderita akan
bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi jalan napas yang
mengecil (hiperinflasi). Hal ini akan menyebabkan timbulnya gejala klinis berupa
batuk, sesak napas, dan mengi (GINA, 2009).
2.6.3 Faal Paru
Pengukuran faal paru sangat berguna untuk meningkatkan nilai
diagnostik. Ini disebabkan karena penderita asma sering tidak mengenal gejala
dan kadar keparahannya, demikian pula diagnosa oleh dokter tidak selalu akurat.
Faal paru menilai derajat keparahan hambatan aliran udara, reversibilitasnya, dan
membantu kita menegakkan diagnosis asma. Akan tetapi, faal paru tidak
mempunyai hubungan kuat dengan gejala, hanya sebagai informasi tambahan
akan kadar kontrol terhadap asma (Pellegrino dkk, 2005). Banyak metode untuk
menilai faal paru, tetapi yang telah dianggap sebagai standard pemeriksaan
adalah: (1) pemeriksaan spirometri dan (2) Arus Puncak Ekspirasi meter (APE).
Pemeriksaan spirometri merupakan pemeriksaan hambatan jalan napas
dan reversibilitas yang direkomendasi oleh GINA (2009). Pengukuran volume
ekspirasi paksa detik pertama (VEP) dan kapasiti vital paksa (KVP) dilakukan
dengan manuver ekspirasi paksa melalui spirometri. Untuk mendapatkan hasil
yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 3 ekspirasi. Banyak penyakit paru-paru
menyebabkan turunnya angka VEP1. Maka dari itu, obstruksi jalan napas
diketahui dari nilai VEP1 prediksi (%) dan atau rasio VEP 1/KVP (%).
Pemeriksaan dengan APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai
alternatif dengan memantau variabilitas harian pagi dan sore (tidak lebih dari
20%). Untuk mendapatkan variabiliti APE yang akurat, diambil nilai terendah
pada pagi hari sebelum mengkonsumsi bronkodilator selama satu minggu (Pada
malam hari gunakan nilai APE tertinggi). Kemudian dicari persentase dari nilai
APE terbaik (PDPI, 2006).
2.7 KLASIFIKASI
Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan faal paru dapat ditentukan
klasifikasi (derajat) asma.
Pembagian derajat penyakit asma pada anak
Parameter klinis, asma
kebutuhan
episodik Asma
obat jarang
sering
< 1x/bbulan
>1x/bulan
Seriing
serangan
Lama serangan
< 1 minggu
1 minggu
Hampir
ssepaanjang tahun
Intensitas
Biasanya ringan
Biasanya sedang
serangan
Diantara
Tanpa gejala
Seriing terganggu
malam
Sangat terganggu
serangan
Tidur
aktifitas
Pemeriksaan fisik Normal
diluar serangan
(tidak Mungkin
ditemukan
terganggu
kelainan)
(ditemukan
kelainan)
Perlu
(anti inflamasi)
Uji faal paru PEF/FEVI > 80%
PEF/PEVI
(diluar paru)
80%
Tidak
pernah
normal
Perlu
60- PEF/FEVI <60%
Variabilitas 20%-
Variabilitas
paru
ada
(bila
Variabilitas >30%
30%
Variiabilitas >50%
serangan)
2.8 Penatalaksanaan
Tatalaksana asma mncakup edukasi terhadap pasien dan atau keluarganya
tentang penyakit asma dan penghindaran terhadap faktor pencetus serta
medikamentosa. Medikamentosa yang digunakan dibagi menjadi dua kelompok
yaitu pereda (reliver)
menjadi dua kelompok besar yaitu pada saat serangan (assma akut) dan diluar
serangan (asma kronis)
Diluar serangan, pemberian obat controller tergantung pada derajat asma.
Pada asma episodik jarang, tidak diperlukan kontroler, sedangkan pada asma
episodik sering dan asma persisten memerlukan obat controller. Pada saat
serangan lakukan prediksi derajat serangan, kmudian tatalaksana disesuaikan
dengan derajatnya.
Penilaian derajat serangan asma
Parameter klinis, Ringan
fungssi
sedang
berat
paru,
Ancaman henti
nafas
laboratorium
Sesak
timbul Berjalan
Bayi :
pada
saat
Menangis
(breathless)
keras
Berbicara
Bayi :
-tangis
Istirahat
Bayi :
Tidak
mau
pendek
-kesulitan
makan/minum
makanBicara
Kalimat
minum
Pnggalan
Posisi
Bisa
kalimat
Lebih suka Duduk
berbaring
duduk
bertopang
Mungkin
Biasanya
lengan
Biasanya
Bingung
iritable
iritable
iritable
mengantuk
kesadaran
Kata-kata
dan
Sianosis
Mengi
Tidak ada
Sedang,
Tidak ada
Nyaring
ada
Sangat
Nyata/jelas
Sulit/tidak
(wheezing)
sering
sepanjang
nyaring
terdengar
hanya
ekspirasi, terdengar
pada
inspirasi
tanpa
Ssedang
Biasanya ya
stetoskop
Berat
Ya
ekspirasi
Sesak naafas
Minimal
Obat
bantu Biasanya
nafas
Gerakan
tidak
paraddok
torako-
Retraksi
abdominal
Dangkal/hilang
Dangkal,
Sedang,
Dalam
retraksi
ditambah
ditambah
intercostal
retraksi
nafas
cuping
Laju nafas
Laju nadi
Pulsus
suprasternal
meningkat meningkat
Normal
Takikardi
Tidak ada Ada 10-20
hidung
meningkat
Menurun
Takikardi
Bradikardi
Ada
>20 Tidak
ada,
paradoksus
<10
mmHg
mmHg
tanda
(pemeriksaannya mmHg
kelelahan otot
tidak praktis)
PEFR
atau
nafas
FEV1
(%nilai
dugaan/ % nilai
terbaik)
-pra
>60%
40-60%
<40%
>80%
bronkodilator
-pasca
bronkodilator
SaO %
PaO2
60-80%
>95%
Normal
<60%
Respon
jam
91-05%
>60 mmHg
90%
<60 mmHg
<45mmHg
>45mmHg
biasanya
tidak perlu
PaCO2
diperiksa
<45
<2
mmHg
BAB III
KESIMPULAN
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan
bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan
nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil
pengobatan.
Asma adalah keadaan klinis yang ditandai oleh masa penyempitan bronkus yang
reversibel, dipisahkan oleh masa di mana ventilasi jalan nafas terhadap berbagai
rangsang.Asma adalah suatu penyakit peradangan (inflamasi) saluran nafas terhadap
rangsangan atau hiper reaksi bronkus.
Pasien pada kasus ini dapat didiagnosa mengalami gangguan saluraan pernafasan
yang disebut ASMA, episodik jarang, dan derajat sedang . Diagnosa tersebut ditegakkan
berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan tinjauan pustaka pada
ASMA.
Pada anamnesa didapatkan gejala berupa sesak sudah dua hari sebelum MRS,
sesak memberat pada malam sebelum MRS. Sesak memberat jika pasien menangis, tidur
tidak tenang sejak 1 hari sebelum MRS. Mengalami sulit bicara, makan, dan minum pada
saat sesak. Sesak berkurang jika dibuat duduk. Sebelum pasien sesak, mengaku
melakukan jalan sehat sehari sebelum sesak kambuh. Batuk sejak hari senin. . Pada saat
jalan sehat mengaku makan makanan ringan yaitu roti, dan bakso. Pasien memiliki
riwayat alergi telur dan ikan laut. Terakhir kambuh sudah 6 buan yang lalu. Pasien
memiliki riwayat sesak sebelumnya. Keluhan sesak muncul sejak pasien berusia 2 tahun.
Sesak kambuh jika pasien mengkonsumsi makanan ringan, telur, dan ikan laut. Jika,
sesak kumat terutama pada malam hari. Dikeluarga hanya nenek pasien yang memiliki
riwayat sesak. Tidak ada yang memiliki riwayat alergi.
Sedangkan pada pemeriksaan fisik didapatkan pernafasan cuping hidung,
dypsneu, retraksi otot-otot pernafasan, wheezing, dan ekspirasi memanjang.