Laporan Kompos Cair

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Pada era sekarang ini, penggunaan pupuk organik makin meningkat sejalan dengan
berkembangnya pertanian organik. Untuk menyediakan pupuk organik dalam jumlah besar
diperlukan tenaga yang banyak sehingga akan meningkatkan biaya tenaga kerja, meskipun pupuk
organik dapat diproduksi sendiri oleh petani. Agar aplikasi pupuk organik lebih hemat dan
penggunaan tenaga kerja lebih murah, salah satu alternatifnya adalah dengan meningkatkan
kandungan haranya, terutama hara makro seperti nitrogen, kalium, dan fosfor. Pada kotoran
ternak, baik feses maupun urine, kadar nitrogen dapat ditingkatkan melalui pengkayaan dengan
menggunakan mikroba pengikat nitrogen, dan untuk hara kalium dengan menggunakan mikroba
fermenter Rummino bacillus.
Pemanfaatan pupuk kandang atau pupuk organik padat menyulitkan aplikasinya di
lapang, karena jumlah yang diberikan harus banyak sehingga membutuhkan banyak tenaga.
Untuk memudahkan unsur hara dapat diserap tanah dan tanaman bahan organik dapat dibuat
menjadi pupuk cair terlebih dahulu. Pupuk cair menyediakan nitrogen dan unsur mineral lainnya
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, seperti halnya pupuk nitrogen kimia. Kehidupan
binatang di dalam tanah juga terpacu dengan penggunaan pupuk cair. Dengan sentuhan
teknologi, kotoran ternak dapat diproses menjadi pupuk organik cair yang mengandung hara
tinggi serta lebih mudah dan murah dalam aplikasinya di lapang, Jumlah pupuk organik yang
dibutuhkan dalam sistem produksi pertanian cukup banyak, padahal sentra-sentra produksi
pertanian belum tentu memiliki populasi ternak yang memadai untuk menghasilkan kotoran
ternak.
Pada tanaman padi atau sayuran, misalnya, untuk menekan penggunaan pupuk anorganik
(kimia) hingga 50%, diperlukan pupuk organik 2,0-2,5 t/ha. Jika penggunaan pupuk anorganik
akan ditekan hingga 25% maka keperluan pupuk organik menjadi 3,5 t/ha atau lebih. Pada
tanaman perkebunan, apabila sumber hara hanya mengandalkan pupuk organik maka kebutuhan
II-1

pupuk mencapai 15 t/ha. Untuk memenuhi kebutuhan pupuk sejumlah itu diperlukan
pemeliharaan 24-28 ekor domba/kambing atau 3-4 ekor sapi. Pupuk cair organik merupakan
salah satu jenis pupuk yang banyak beredar di pasaran. Pupuk cair organik kebanyakan
diaplikasikan melalui daun atau disebut sebagai pupuk cair foliar yang mengandung hara makro
dan mikro esensial (N, P, K, S, Ca, Mg, B, Mo, Cu, Fe, Mn, dan bahan organik). Oleh karena itu,
pada kegiatan praktikum mata kuliah Bioteknologi kali ini dilakukan pembuatan pupuk cair
organik dari bahan-bahan sisa atau limbah pertanian.
I.2 Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Mengetahui cara pengelolaan limbah yang ramah lingkungan.


Mengetahui teknik pembuatan kompos cair organik dari beberapa bahan organik.
Mengetahui cara untuk mempercepat pembuatan kompos cair
Mengetahui kondisi yang mendukung terbentuknya kompos dalam waktu singkat
Mengetahui proses terjadinya pupuk kompos dari minggu ke minggu
Mengetahui cara pembuatan biokatalisator EM4

I.3 Manfaat
1. Mahasiswa dapat mempraktikkan cara pembuatan pupuk kompos cair dari sampah
organik.
2. Menambah pengetahuan tentang pembuatan pupuk kompos cair
3. Mengaplikasikan teori yang diterima dengan praktek dalam kehidupan sehari - hari.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II-2

II.1 Landasan Teori


Pada prinsipnya semua bahan yang berasal dari mahluk hidup atau bahan organik dapat
dikomposkan. Kompos adalah sisa bahan organik yang berasal dari tanaman, hewan, dan limbah
organik yang telah mengalami proses dekomposisi atau fermentasi. Seresah, daun-daunan,
pangkasan rumput, ranting, dan sisa kayu dapat dikomposkan. Dalam pembuatan kompos
membutuhkan sarter untuk mengalami proses dekomposisi atau fermentasi. Kotoran ternak,
binatang, bahkan kotoran manusia dapat dijadikan starter. Kompos dari kotoran ternak lebih
dikenal dengan istilah pupuk kandang. Sisa makanan dan bangkai binatang bisa juga menjadi
kompos. Ada bahan yang mudah dikomposkan, ada bahan yang agak mudah, dan ada yang sulit
dikomposkan. Sebagian besar bahan organik mudah dikomposkan. Bahan yang agak mudah alias
agak sulit dikomposkan antara lain: kayu keras, batang, dan bambu. Bahan yang sulit
dikomposkan, antara lain adalah kayu-kayu yang sangat keras, tulang, rambut, tanduk, dan bulu
binatang.
Sampah organik tidak hanya bisa dibuat menjadi kompos atau pupuk padat, tetapi bisa
juga dibuat sebagai pupuk cair. Pupuk cair ini mempunyai banyak manfaat. Mulai dari fungsinya
sebagai pupuk, hingga sebagai aktivator untuk membuat kompos. Untuk membuat kompos cair
dibutuhkan alat atau wadah yang disebut komposter. Yakni sebuah tempat yang dibuat dari tong
sampah plastik atau kotak semen yang dimodifikasi dan diletakkan di dalam atau di luar ruangan.
Komposter ini bertujuan untuk mengolah semua jenis limbah organik rumah tangga menjadi
bermanfaat (Santi, 2010).
Sebetulnya tidak mudah memanfaatkan kotoran ternak sebagai pupuk kandang tanpa
mengandung limbah yang lain karena bersifat ruah dan mudah rusak. Penyebaran pupuk kandang
ke lahan pertanian mengurangi kehilangan hara yang dikandung pupuk kandang. Cara terbaik
untuk mengelola pupuk kandang adalah dengan melimdungi dari terik matahari langsung atau
terkena air hujan sampai pupuk tersebut digunakan. Ada empat sistem yang umum dilakukan
untuj menangani pupuk kandang : a. Mengumpulkan pupuk kandang segar setiap hari dan
ditaburkan langsung di lahan. b. Disimpan dalam lubang atau ditimbun dan dihindarkan dari
terik matahari langsung dengan diberi pelindung/penutup. Biarkan pupuk kandang tersebut
II-3

mengalami proses fermentasi sebelum digunakan. c. Pupuk cair disimpan dalam kondisi aerob
dan dilakukan perlakuan tertentu sebelum digunakan. d. Pupuk cair disimpan secara anaerob dan
dilakuakn perlakuan tertentu sebelum digunakan (Sutanto, 2002).
Kelebihan dari pupuk cair organik adalah dapat secara cepat mengatasi defesiensi hara,
tidak bermasalah dalam pencucian hara dan mampu menyediakan hara secara cepat.
Dibandingkan dengan pupuk cair anorganik, pupuk organik cair umumnya tidak merusak tanah
dan tanaman walaupun sesering mungkin digunakan. Selain itu, pupuk ini juga memiliki bahan
pengikat, sehingga larutan pupuk yang diberikan ke permukaan tanah bisa langsung digunakan
oleh tanaman. Pupuk cair dikatakan bagus dan siap diaplikasikan jika tingkat kematangannya
sempurna. Pengomposan yang matang bisa diketahui dengan memperhatikan keadaan bentuk
fisiknya, dimana fermentasi yang berhasil ditandai dengan adanya bercak bercak putih pada
permukaan cairan. Cairan yang dihasilkan dari proses ini akan berwarna kuning kecoklatan
dengan bau yang menyengat (Purwendro dan Nurhidayat, 2007).
II.2 Prinsip Pembuatan kompos
o Menjaga kelembaban karena berperanan penting dalam proses pembuatan kompos dan
mutukompos.Kelembaban optimum adalah 50 60 %.Rendahnya kelembaban udara
menurunkan proses penguraian , bila terlalu tinggi menghambat aliran udara.
o Pembalikan diperlukan agar kompos tidak kekurangan udara dan mempercepat proses
penguraian.Proses penguraian akan berjalan lambat jika kompos kekurangan udara.
o Peneduhan Agar proses penguraian bahan organik berlangsung sempurna usahakan
tempat pembuatan kompos terlindung dari hujan dan sinar matahari secara
langsung.Karenanya tempat kompos perlu dibuatkan pelindung.
II.3 Pemanfaatan Pupuk Organik Cair
Berbagai hasil penelitian mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan pertanian intensif
menurun produktivitasnya dan telah mengalami degradasi lahan, terutama terkait dengan sangat
rendahnya kandungan karbon organik dalam tanah yaitu 2%. Padahal untuk memperoleh
produktivitas optimal dibutuhkan karbon organik sekitar 2,5%. Pupuk organik sangat bermanfaat
bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran
lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Penggunaan pupuk organik
II-4

dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi
lahan. Sumber bahan untuk pupuk organik sangat beranekaragam, dengan karakteristik fisik dan
kandungan kimia yang sangat beragam sehingga pengaruh dari penggunaan pupuk organik
terhadap lahan dan tanaman dapat bervariasi. Selain itu, peranannya cukup besar terhadap
perbaikan sifat fisika, kimia biologi tanah serta lingkungan. Pupuk organik yang ditambahkan ke
dalam tanah akan mengalami beberapa kali fase perombakan oleh mikroorganisme tanah untuk
menjadi humus.
Bahan organik juga berperan sebagai sumber energi dan makanan mikroba tanah
sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan hara tanaman.
Penambahan bahan organik di samping sebagai sumber hara bagi tanaman, juga sebagai sumber
energi dan hara bagi mikroba. Pupuk organik dapat berperan sebagai pengikat butiran primer
menjadi butir sekunder tanah dalam pembentukan pupuk. Keadaan ini memengaruhi
penyimpanan, penyediaan air, aerasi tanah, dan suhu tanah. Bahan organik dengan karbon dan
nitrogen yang banyak, seperti jerami atau sekam lebih besar pengaruhnya pada perbaikan sifatsifat fisik tanah dibanding dengan bahan organik yang terdekomposisi seperti kompos. Pupuk
organik memiliki fungsi kimia yang penting, yaitu sebagai penyedia hara makro seperti nitrogen,
fosfor, kalium, kalsium, magnesium, dan sulfur dan mikro seperti zink, tembaga, kobalt, barium,
mangan, dan besi.
Meskipun jumlahnya relatif sedikit, unsur hara makro dan mikro tersebut sangat
dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman,apa lagi bagi pencinta tanaman hias, Banyak para
pencinta tanaman hias, bertanya tentang komposisi kandungan pupuk dan presentase kandungan
N, P dan K yang tepat untuk tanaman yang bibit, remaja atau dewasa/indukan.
Nitrogen ( N ) berfungsi untuk merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan
-Merupakan bagian dari sel ( organ ) tanaman itu sendiri -Berfungsi untuk sintesa asam amino
dan protein dalam tanaman -Merangsang pertumbuhan vegetatif ( warna hijau daun, panjang
daun, lebar daun,) dan pertumbuhan vegetatif batang ( tinggi dan ukuran batang). -Tanaman yang
kekurangan unsur N gejalanya : pertumbuhan lambat/kerdil, daun hijau kekuningan, daun
sempit, pendek dan tegak, daun-daun tua cepat menguning dan mati.
II-5

Phospat ( P ) berfungsi untuk pengangkutan energi hasil metabolisme dalam tanaman


-Merangsang pembungaan dan pembuahan -Merangsang pertumbuhan akar -Merangsang
pembentukan biji -Merangsang pembelahan sel tanaman dan memperbesar jaringan sel
-Tanaman yang kekurangan unsur P gejaalanya : pembentukan buah/dan biji berkurang, kerdil,
daun berwarna keunguan atau kemerahan ( kurang sehat ).
Kalium ( K ) berfungsi dalam proses fotosintesa, pengangkutan hasil asimilasi, enzim dan
mineral termasuk air. -Meningkatkan daya tahan/kekebalan tanaman terhadap penyakit -Tanaman
yang kekurangan unsur K gejalanya : batang dan daun menjadi lemas/rebah, daun berwarna hijau
gelap kebiruan tidak hijau segar dan sehat, ujung daun menguning dan kering, timbul bercak
coklat pada pucuk daun ( Kloepper, J.W. 1993).
Pupuk cair sepertinya lebih mudah dimanfaatkan oleh tanaman karena unsur-unsur di
dalamnya sudah terurai dan tidak dalam jumlah yang terlalu banyak sehingga manfaatnya lebih
cepat terasa. Bahan baku pupuk cair dapat berasal dari pupuk padat dengan perlakuan
perendaman. Setelah beberapa minggu dan melalui beberapa perlakuan, air rendaman sudah
dapat digunakan sebagai pupuk cair.
Pupuk organik bukan hanya berbentuk padat dapat berbentuk cair seperti pupuk
anorganik. Pupuk cair sepertinya lebih mudah dimanfaatkan oleh tanaman karena unsur-unsur di
dalamnya sudah terurai dan tidak dalam jumlah yang terlalu banyak sehingga manfaatnya lebih
cepat terasa. Bahan baku pupuk cair dapat berasal dari pupuk padat dengan perlakuan
perendaman. Setelah beberapa minggu dan melalui beberapa perlakuan, air rendaman sudah
dapat digunakan sebagai pupuk cair.

II.4 Faktor yang Mempengaruhi Pengomposan


1. Rasio C/N Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar
antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai
sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio
C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi
II-6

dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba
akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi
berjalan lambat.
2. Ukuran Partikel Aktivitas mikroba berada di antara permukaan area
dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak
antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan
lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar
bahan

(porositas).

Untuk

meningkatkan

luas

permukaan

dapat

dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.


3. Aerasi Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang
cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat
terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan
udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi
ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan(kelembapan).
Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan
menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan
melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan
kompos.
4. Porositas Porositas adalah ruang di antara partikel di dalam
tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume
rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh
air

dan

udara.

Udara

akan

mensuplay

Oksigen

untuk

proses

pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen


akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
5. Kelembapan (Moisture content) Kelembapan memegang peranan
yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara
tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat
memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di
dalam air. Kelembapan 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk
II-7

metabolisme mikroba. Apabila kelembapan di bawah 40%, aktivitas


mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada
kelembapan 15%. Apabila kelembapan lebih besar dari 60%, hara akan
tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan
menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan
bau tidak sedap.
6. Temperatur/suhu Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba.

Ada

hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi


oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi
oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan
suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur
yang berkisar antara 30 - 60 oC menunjukkan aktivitas pengomposan
yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60 oC akan membunuh
sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap
bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikrobamikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma.
7. pH Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH
yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai
7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4.
Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada
bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses
pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan
penurunan

pH

(pengasaman),

sedangkan

produksi

amonia

dari

senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH


pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang
biasanya mendekati netral.

8.

Kandungan Hara Kandungan P dan K juga penting dalam proses


pengomposan dan bisanya terdapat di dalam kompos-kompos dari

II-8

peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses


pengomposan.

9.

Kandungan Bahan Berbahaya Beberapa bahan organik mungkin


mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba.
Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa
bahan

yang

termasuk

kategori

ini.

Logam-logam

berat

akan

mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.

10. Lama pengomposan Lama waktu pengomposan tergantung pada


karakteristik bahan yang dikomposkan, metode pengomposan yang
dipergunakan

dan

dengan

atau

tanpa

penambahan

aktivator

pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam


waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar
matang.

II-9

BAB III
METODOLOGI KEGIATAN
III.1 Waktu dan Tempat
Hari/Tanggal

: Kamis, 25 September 2014

Waktu

: 15.30 WITA selesai

Lokasi

: Depan Kelas PBT 104 Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin


Makassar

III.2 Alat
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Ember Plastik dengan tutup, ukuran sedang


Gunting
Pisau
Sedotan
Thermometer
Sarung Tangan

III.3 Bahan
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Komposter
Kulit Buah ( 2 kg)
Sayur sayuran ( 1 kg)
Larutan Aktivator EM4 (2,5 liter)
Air Sumur 5 liter
Larutan gula (500 gram)
II-10

III.4 Prosedur Kerja


1. Lubangi tutup ember bagian tengah dengan gunting/pisau, cukup satu lubang kecil saja,
untuk tempat perletakkan sedotan sebagai jalan sedikit aerasi bagi kompos cair yang akan
disimpan.
2. Gunting sedotan menjadi dua bagian lalu letakkan di lubang yang telah di buat.
3. Kemudian cacah kulit jeruk dan sayur sayur menjadi bagian bagian yang agak kecil
dengan gunting. Ini untuk memudahkan bakteri dalam proses penguraian kompos.
4. Masukkan kulit buah dan sayur sayuran yang sudah dicacah tadi ke dalam komposter
(ember) lalu campur adukkan.
5. Campur dengan air sumur sebanyak 5 liter. Usahakan agar bahan kompos terendam di
dalam air. Masukkan larutan activator EM4 sebanyak 2,5 liter. Dan campur adukkan
hingga semua bagian tercampur merata.
6. Tutup Komposter dan biarkan kompos selama 12 minggu hingga kompos siap dipanen.
Tetap lakukan pengukuran suhu kompos dengan thermometer dan pengamatan kompos
secara berkala tiap minggu. Tambahkan larutan activator lagi berupa larutan gula dan air
sumur bila perlu. Catat hasil pengukuran.
7. Kemas hasil panen kompos ke dalam botol untuk kemudian dilakukan kalkulasi.

II-11

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil
IV.1.1 Hasil Panen Kompos

IV.1.2 Hasil Pengamatan


o Tabel Pengamatan Fisik
Mingg
u ke1

Pengamatan fisik
Warna
Bau

ket
-

Hijau dan

Masih berbau kulit

Warna:

campuran kulit

jeruk dan normal

Coklat

buah
2

SNI

Masih sama
dengan Minggu

kekuning
Belum berbau

an

Bau:

pertama
II-12

Mulai berwarna

Belum berbau

pekat
4

Berwarna

Berbau
Belum berbau

kekuningan
5

Berwarna

Berwarna pekat

Mulai Timbul
hewan-hewan kecil
Timbul hewanhewan kecil

Belum berbau

kekuningan
6

Tidak

Timbul hewan
hewan kecil

Sedikit berbau

kecoklatan

Mulai timbul
gelembung
gelembung,
teksturnya kasar dan
encer.

Berwarna coklat

Mulai berbau

kekuningan

menyengat/kecut

Berwarna coklat

Berbau busuk

kekuningan
9

10

11

Banyak Timbul
hewan-hewan kecil
Timbul hewan
hewan kecil

Berwarna pekat

Berbau

Timbul hewan

kecoklatan

busuk/kecut

Berwarna pekat

Berbau

kecoklatan

busuk/menyengat

Berwarna pekat

Berbau sangat

Timbul banyak

kecoklatan

busuk

hewan hewan

hewan kecil

Timbul banyak
hewan-hewan kecil

kecil
12

Berwarna pekat

Berbau sangat

kecoklatan

busuk

Teksturnya kasar
dan encer.

II-13

o Tabel pengamatan Suhu


Waktu

Rata-rata

pengukuran

suhu (0C)

Keterangan

27 September 2014

30

31 September 2014

30

4 November 2014

32

13 November 2014

35

Komposter agak terasa panas jika


dipegang

21 November 2014

37

Mengalami peningkatan

25 November 2014

34

3 Desember 2014

30

12 Desember 2014

30

16 Desember 2014

27

ph menurun, tampak dari air kompos


yang mendingin jika disentuh.

o Total Kalkulasi Hasil kompos yang telah dipanen dalam kemasan botol
14 botol aqua (600 ml)
=
8400 ml
1 botol pocari sweat (350 ml) =
350 ml
1 botol (250 ml)
=
250 ml
1 botol (300 ml)
=
300 ml
1 botol coca cola (425 ml) =
425 ml
1 botol minute maid (330 ml) =
330 ml +
10055 ml = 10,055 liter
IV.2 Pembahasan
Pada minggu kepertama daun dan kulit buah masih tampak segar, berwarna hijau, dan
belum tampak adanya aktivitas mikroorganisme sama sekali. Suhu juga masih normal.
Pada minggu ketiga, warnanya mulai pekat, dan telah tampak aktivitas mikroorganisme
disertai dengan peningkatan pH.
Pada minggu kelima, mengalami peningkatan pH yang cukup signifikan.

II-14

Pada minggu keenam, warna pekat kecoklatan, mulai berbau, mulai timbul gelembung
gelembung, teksturnya kasar dan encer serta permukaan kompos nya mengalami penurunan dari
minggu sebelumnya.
Pada minggu ketujuh dan kedelapan warna semakin menguning, bau semakin menyengat,
permukaan menurun serta mulai banyak terlihat hewan hewan kecil.
Pada minggu kesembilan dan kesepuluh, baunya menyengat, mengalami penurunan pH
serta teksturnya encer.
Pada minggu terakhir, bau menyengat, banyak terlihat hewan hewan kecil di
permukaan maupun dasar kompos, tekstur encer, berwarna coklat kekuningan yang pekat, serta
mengalami penurunan ph yang cukup signifikan.
Proses pembuatan pupuk cair bahan yang digunakan sebaiknya tidak busuk, hal ini
dikarenakan pada bahan yang busuk kemungkinan terjadinnya kontaminasi dari mikroba lain
(mikroba merugikan) sangat besar, hal ini dikarenakan pada bahan yang telah busuk sudah dapat
dipastikan ada penyebabnya, hal ini tidak boleh terjadi, karena berdampak pada tingkat
keberhasilan dalam proses pembuatan pupuk cair yang akan dibuat. Pada intinya di dalam bahan
yang sudah mengalami pembusukan akan menghambat proses fermentasi yang dilakukan
mikoorganisme yang menjadi starter yang telah di siapkan, sehingga proses fermentasi akan
terhambat dan akhirnya tingkat keberhasilan bisa dapat dipastikan akan kecil. Ciri-ciri dari
pembuatan pupuk cair yang tidak jadi adalah dari bau yang dihasilkan, apabila berbau busuk dan
menyengat pupuk itu dinyatakan gagal, hal ini mungkin disebabkan juga karena bahan yang
digunakan sudah mengalami pembusukan, sehingga pada saat proses fermentasi berlangsung
mikroba di dalamnya mengalami kompetisi dan pada akhirnya sama-sama mengalami kematian.
Dalam kegiatan pembuatan pupuk cair yang telah dilaksanakan kemarin, bahan yang
digunakan seharusnya tidak boleh busuk hal ini karena didalam bahan yang telah busuk terdapat
bakteri yang nantinya pada saat pembuatan pupuk cair, bakteri tersebut akan bersaing dengan
bakteri EM4 yang digunakan sebagai agen dekomposer bahan organik. Hal ini akan
menyebabkan bakteri EM4 dalam pendengkomposisian bahan tersebut menjadi terhambat dan
dapat juga menyebabkan bakteri EM4 menjadi mati karena kalah bersaing dengan bakteri yang
ada pada bahan yang busuk.

II-15

Sedangkan, dari praktek yang telah dilakukan, kompos cair berbau busuk dan tidak sesuai
dengan standar SNI yang telah ditetapkan. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor, seperti:
ukuran sayuran/buah yang terlalu besar, kurang tertutupnya bak pengomposan sehingga air dan
udara masih dpaat masuk, bak pengomposan terkena sinar matahari langsung sehingga proses
fermentasi menjadi terganggu, dll.

BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan

II-16

1. Pupuk organik cair dapat dibuat dari bahan-bahan organik yang ada disekitar kita, seperti
sampah sisa rumah tangga, ataupun sampah hasil pemangkasan tanaman.
2. Kelebihan dari pupuk cair organik adalah dapat secara cepat mengatasi defesiensi hara,
tidak bermasalah dalam pencucian hara dan mampu menyediakan hara secara cepat.
3. Dibandingkan dengan pupuk cair anorganik, pupuk organik cair umumnya tidak merusak
tanah dan tanaman walaupun sesering mungkin digunakan.
4. EM 4 berperan dalam proses perombakan bahan organik yang terdiri dari lignin dan
selulose yang ada serta berperan dalam penyediaan bahan makanan bagi bakteri selama
proses pengomposan terjadi.
5. Faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan dalam pembuatan pupuk cair
diantaranya adalah, suhu, kelembapan, intensitas cahaya, komposisi media, waktu
pembuatan, serta ukuran bahan yang digunakan dalam pembuatan pupuk cair.

V.2 Saran
1. Dalam proses pencacahan, hendaknya dedaunan dicacah sedemikian kecil agar proses
dekomposisi berjalan cepat.
2. Bahan yang digunakan seharusnya tidak boleh busuk hal ini karena didalam bahan yang
telah busuk terdapat bakteri yang nantinya pada saat pembuatan pupuk cair, bakteri
tersebut akan bersaing dengan bakteri EM4 yang digunakan sebagai agen dekomposer
bahan organik.

LAMPIRAN

II-17

Proses Panen Kompos Cair

Proses Pengayakan

II-18

DAFTAR PUSTAKA

http://bungadihatimu.blogspot.com/2012/12/laporan-pupuk-cair-organik.html
http://mistergemma.blogspot.com/2013/01/laporan-pengelolaan-limbah-pertanian_6.html
http://muhammadmujabku.blogspot.com/2012/12/pembuatan-pupuk-kompos-cair.html
http://madi-cmos.blogspot.com/2012/03/laporan-pembuatan-pupuk-organik-cair.html
http://namirart.blogspot.com/2013/04/laporan-kegiatan-pupuk-dan-cara.html
http://udienz-ajaa.blogspot.com/2013/05/makalah-pembuatan-kompos-cair-metode.html
http://irohlovedhika.blogspot.com/2012/01/laporan-pembuatan-kompos.html
http://edukasisidesi.blogspot.com/2013/07/makalah-pembuatan-pupuk-kompos-skala.html

II-19

Anda mungkin juga menyukai