Atresia Bilier

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 28

ATRESIA BILIER

A. Definisi
Suatu defek congenital yang merupakan hasil dari tidak adanya atau obstruksi satu atau
lebih saluran empedu pada ekstrahepatik atau intrahepatik.

B. Patofisiologi
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal
empedu kelar hati dan kedalam kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan
dan menyebabkan empedu balik kehati. Ini akan menyebabkan peradangan, edema dan
degenerasi hati. Bahkan hati menjadi fibrosis dan cirrhosis dan hipertensi portal sehingga
akan mengakibatkan gagal hati
Degenerasi secara gradual pada hati menyebabkan jaundice, ikterik dan hepatomegaly.
Karena tidak ada empedu dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat
diabsorsi, kekurangan vitamin larut lemak dan gagal hati

C. Komplikasi
1. Cirrhosis
2. Gagal hati
3. Gagal tumbuh
4. Hipertensi portal
5. Varises esophagus
6. Asites
7. Encephalopathy

D. Etiologi
1. Belum diketahui secara pasti
2. Kemungkinan infeksi virus dalam intrauterine

E. Manifestasi klinis
1. Warna tinja pucat
2. Distensi abdomen
3. Varises esophagus
4. Hepatomegaly
5. Jaundice dalam 2 minggu sampai 2 bulan
6. Lemah
7. Pruritus
8. Anoreksia
9. letargi
F. Pemeriksaan diagnosis
1. Fungsi hati (bilirubin, aminotransferase ALTAST dan factor pembekuan
prothrombin time. Partial thromboplastin time.)
2. Pemeriksaan urine dan tinja
3. Biopsy hati
4. Cholangiography untuk menentukan keberadaan atresia

G. Pemeriksaan traupetik
Pembedahan: laparotomi
Portoenterostomi (kasai prosedur) untuk drainage empedu dari hati. Prosedur ini dimana
empedu langsung dialirkan ke usus melalui anastomosis pada jejenum dengan porta
hepatis

H. Pelaksanaan keperawatan
1. Pengkajian
a. Pemeriksaan fisik
b. System gastrointestinal: warna tinja, distensi, asites, hepatomegaly,
anoreksia, tidak mau makan
c. System p0ernafasan
d. Genitourinary: warna urine
e. Integument: jaundice, kulit kering, pruritus, kerusakan kulit, edema perifer
f. Muskuloskeltal; letargu
2. Diagnose keperawatan
a. Kurangnya volume cairan b/d gangguan absorbs
b. Gangguan tumbuh kembang b/d kondisi kronik
c. Risiko perdarahan b/d prosedur pembedahan
d. Risiko infeksi b/dprosedur pembedahan
e. Perbahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbs dan
tidak mau makan
f. Gangguan integritas kulit b/d pruritus
3. Intervensi
a. Anak akan menunjukan tanda-tanda keseimbangan cairan cairan dan
elektrolit yang ditandai dengan membrane mukosa lembab, pengisian
kembali kapiler 3 sampai 5 detik, turgor kulit baik, pengeluaran urine 1 2
ml/kg/jam
b. Anak akan memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan yang normal
c. Anak tidak menunjukan perdarahan dan infeksi
d. Anak akan menunjukkan status nutrisi adekuat yang ditandai dengan nafsu
makan baik dan berat badan sesuai
e. Orang tua/keluarga akan menekspresikan pemahamanya tentang
perawatan dirumah
f. Anak akan menunjukkan keutuhan kulit
4. Iplementasi
a. Meningkatkan status hidrasi
Pertahankan terapi cairan intaravena
Kaji tanda-tanda dehidrasi; ubun-ubun turgor kulit, membrane
mukosa
Kaji intake dan output
Pasang NGT untuk nutrisi dan cairan ukur lilitan atau lingkar
abdomen
Monitor resistensi perifer, tekanan darah, total protein, albumin,
urea nitrogen dan kreatinine
b. Mempertahankan tumbuh kembang secara normal
Lakukan stimulasi yang dapat dicapai sesuai dengan usia ; gerakan
(motorik halus dan kasar, ROM , posisi duduk, memberikan benda-
benda yang dapat dicapai)
Jelaskan pada orang tuan pentingnya melakukkan stimulasi
tumbu8h kembang dengan menyesuaikan kondisi anak; seperti
perlu istirahat.
c. Mencegah perdarahan dan infeksi
Pantau tanda-tanda vital
Pantau perdarahan dan tanda-tanda infeksi
Hindari pergerakan yang berlebihan yang dapat menambah
ketegangan
Pantau distensi abdomen
Monitor bising usus
d. Meningkatkkan status nutrisi yang adekuat
Pertahankan nutrisi parenteral, dan jaga kepatenan IV
Pertahankan nutrisi melalui NGT
Berikan nutrisi yang adekuat; vitamin dan mineral supplement
Timbang berat badan setiap hari
Monitor intake dan output
Monitor laboratorium; albumin, protein sesuai program
e. Meningkatkan pemahaman orang tua tentang perawatan pada anak yang
sakit
Jelaskan tentang pengobatan yang diberikan; dosis, reaksi obat dan
tujuanya
Jelaskan pentingnya stimulasi pada anak; pendengaran, visual dan
sentuhan
Jelaskan pentingnya monitor adanya muntah, mual, keram otot,
diare, HR yang tidak teraktur, segera lapor ke perawat atau dokter
f. Mempertahankan keutuhan kulit
Kaji tanda-tannda kerusakan kulit
Rubah posisi anak setiap 2 jam atau sesuai kondisi
Gunakan matras yang lembut
5. Perencanaan pemulangan
a. Jelaskan tentang kondisi anak
b. Jelaskan untuk control ulang
c. Lihat implementasi e

HIDROSEFALUS
A. Definisi
Hidrosefalus adalah akumulasi cairan serebrospinal dalam ventriikel serebral, ruang
subarachnoid, atau ruang subdural

B. Patofisiologi
Hidrosefalus terjadi Karen aada gangguan absorbs CSF dalam subarachnoid
(communicating hidrosefalus ) dan adanya obstruksi dalam ventrikel yang mencegah
CSP masuk ke rongga subarachnoid karena infeksi, neoplasma, perdarahan, atau kelinan
bentuk perkembangan otak janin. (noncomunicating hidrosefalus)
Cairan terakumulasi dalam ventrikel dan mengakibatkan dilatasi ventrikel dan penekanan
organ-organ yang terdapat dalam otak.

C. Komplikasi
Peningkatan tekanan intracranial
Kerusakan otak
Infeksi; septikema, endokarditis, infeksi luka, nefritis, meningitis, ventrikulitis,
abses otak.
Suhu tidak berfungsi dengan baik akibat obstruksi mekanik
Hematom subdural, peritonitis, abses abdomen, perforasi organ dalam rongga
abdomen, fistula, hernia dan ileus
Kematian

D. Etiologi
Penyebab hidrosefalus terbaggi menjadi dua yaitu congenital ; disebabkan
gangguan perkembangan janin dalam rahim (misalnya malformasi arlnold chiari)
atau infeksi intarauterin
Didapat ; disebabkan oleh infeksi, neoplasma, atau perdarahan

E. Manifestasi klinis
Manfestasi klinis dibedakan menjadi dua, yaitu pada bayi dan anak-anak.
1. Kepala membesar, fontanel anterior menonjol, vena pada kulit kepala dilatasi dan
terlihat jelas pada saat bayi menangis, terdapat bunyi creckedot (tanda macewen),
mata melihat kebawah(tanda setting sun), mudah terstimulasi, lemah, kemampuan
makan kurang, perubahan kesadaran, opisthotonus, dan spatik pada ekstremitas
bawah
2. Pada bayi dengan malforasi Arnold chiari, bayi mengalami kesulitan menelan,
bunyi nafas stridor, kesulitan bernafas, apnea, aspirasi, dan tidak ada reflex
muntah
3. Sakit kepala, muntah, papilla edema, strabismus, ataxsia, mudah terstimulasi,
letargi, apatis, bingung, bicara inkoheren.

F. Pemeriksaan diagnostic
1. Lingkar kepala pada masa bayi
2. CT dan MRI; menunjukkan pembsaran ventrikel

G. Penatalaksanaan teraupetik
Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi hidrosefalus, menangani komplikasi,
mengatasi efek hidrosefalus atau gangguan perkembangan, penatalaksanaan terdiri dari;
1. Non pembedahan : pembberian acetazolamide dan isosorbide atau furosemid
mengurangi produksi cairan serebro spinal
2. Pembedahan : pengangkatan penyebab obstruksi misalnya neoplasma, kista, atau
haematom; pemasangan shunt yang bertujuan untuk mengalirkan cairan
serebrospinal yang berlebihan dari ventrikel keruang ekstra cranial misalnya ke
rongga peritoneum, antrium kanan, dan rongga pleural

H. Penatalaksanaan keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
b. Kaji adanya pembesaran kepala pada bayi, vena terlihat jelas pada kulit
kepala, bunyi cracked-pot pada perkusi, tanda setting sun, penurunan
kesadaran, opisthotonus, dan spatik pada ekstermitas bawah, tanda
peningkatan tekanan intracranial (muntah pusing , papil edema) binggung
c. Kaji lingkar kepala
d. Kaji ukuran ubun-ubun, bila mengis ubun-ubun menonjol
e. Kaji perubahan tanda vital khususnya pernafasan
f. Kaji pola tidur, prilaku dan intraksi
2. Diagnose keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan meningkatnya
volume cairan serebrosepinal, meningkatnya tekanan intracranial
b. Risiko injury berhubungan dengan pemasangan shunt
c. Perubahan persepsi sensori b/d adanya tindakan untuk mengurangi
tekanan intracranial, meningkatnya tekanan intracranial
d. Risiko infeksi b/d efek pemasangan shunt
e. Perubahan proses keluarga b/d kondisi yang mengancam kehidupan anak
f. Antisipasi berduka b/d kemungkinan kehilangan anak
3. Perencanaan
a. Anak akan menunjukkan tidak adanya tanda-tanda komplikasi dan perfusi
jaringan serebral adekuat
b. Anak akan menunjukan tanda-tanda terpasanganya shunt dengan tepat
c. Anak tidak akan menunjukan tanda- tanda injury
d. Anak tidak akan menunjukan tanda-tanda infeksi
e. Dan f orang tua akan menerima anak dan akan mencari bantuan mengatasi
rasa berduka
4. Implementasi
5. Perencanaan pulang

A. Definisi
Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal secara aktif yang
menyebabkan dilatasi system ventrikel otak
B. Etiologi
Hidrosefalus dapat terjadi karena gangguan sirkulasi likour didalam system ventrikel atau
oleh produksi berlebihan likuor.
1. Hidrosefalus obstruksi atau non komunikans terjadi bila sirkulasi likuor otak
terganggu, yang kebanyakan disebabkan oleh stenosis akuaduktus sylvii. Atresia
foramen megandi dan lushka jarang ditemukan sebagai penyebab hidrosefalus
2. Hoidrosefalus komunikans terjadi karena produksi berlebihan gangguan
oenyerapan yang jarang ditemukan

C. Maniesfestasi klinik
Maniesfestasi klinis pada permulaan adalah pembesaran tengkorak yang disusul oleh
gangguan neurologi akibat tekanan leukor yang meningkat, sehinggan menyebakan
hipoteropi otak.
Pada bayi yang saturanya masih terbuka, akan terlihat lingkar kepala frontooksipital yang
makin membesar, satura yang merengang dengan fontanel cembung dan tegang, serta
vena kulit kepala yang sering terlihat menonjol.
Kelainan neourologi berupa mata yang selalu mengarah ke bawah (fenomena matahari
terbenam), gangguan perkembangan motroris, dan gangguan penglihatan akibat atropi
atau hipotropi akibat penglihatan.
Bila proses penimbunan cairan serebrospinal dibiarkan terus berlangsung pada bayi,
maka akan terjadi penipisan korteks serebrum yagn permanen walaupun kemudian
hidrosefalus dapat di atasi
D. Pemeriksaan penunjang
1. Diagnosa dini dengan pengukuran kepala fronto oksivital yang teratur pada bayi
2. Rotgen foto kepala polos lateral tampak kepala yang membesar dengan distroposi
kraniofasial, tulang yang menipis, dan sutura melebar.
3. CT scan kepala terlihat jelas dilatasi seluruh system vertical otak.
4. Pemeriksaan cairan serebrosfinal dengan fungsi fentrikal melalui fontanel mayor
menunjukan tanda peradangan dan perdarahan baru atau lama yang juga menentukan
tekanan ventrikel.
5. USG kepala melalui fontanel yang terbuka lebar dapat di tentuka adanya pelebaran
ventrikel atau perdarahan dalam otak.
E. Penanggulangan
1. Pengobatan kasual
Hanya mungkin dilakukan bila hidrosevalus disebabkan oleh sum,batan seperti tumor
kistik yang menyumbat system ventrikel
2. Pemasangan pintasan di lakukan untuk mengalirkan cairan serebros sepinal dari
ventrikel otak ke atrium kanan jantung atau karongga feritonium, yaitu pintasan
ventikuloatrial atau ventikuloperitonial. Pintasan terbuat dari bahan silicon khusus
yang tidak menimbulkan reaksi radang atau penolakan, sehingga dapat di tinggal
dalam tubuh untuk selamanya.
3. Pada hidrosefalus laten yang tidak progresif lagi dimana pada anak dengan lingkar
kepala tidak bertambah, fontanel tidak cembung , serta perkembangan motorik dan
kecerdasan sedikit membaik. Biasanya sesudah 4-5 tahun tergantung pada panjang
badannya, maka anak harus di bedah ulang untuk memperpanjang pintasan.
4. Pada keadaan gawat darurat dengan tekanan intra kanial (TIK) yang sangat tinggi,
dilakukan pertolongan pertama dengan cara fungsi ventikel melalui fontanel anterior
yang masih terbuka, guna mengeluarkan sejumlah likuor untuk di kompresi.
F. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan dahulu.
Adanya riwayat infeksi meningen (meningitis)
Riwayat kesehatan sekarang.
Pembesaran tengkorak, adanya keluhan neorologi seperti mata yang selalu
mengarah ke bawah, gangguan perkembangan motoarik, gangguan
penglihatan, kejang, mual dan muntah, serta penurunan kesadaran.
Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat ibu infeksi intrauterus : virus dan bakteri.
b. Pemeriksaan fisik
keadaan umum
- terjadi penurunan kesadaran
- perubahan tanda tanda vital
kepala
- adanya pembesaran tengkorak
- sutura yang masih terbuka terlihat lingkar kepala fronto oksifital
yang makin
- sutura yang makin merenggang dengan fontanel cembung dan tegang
- vena kulit kepala sering terlihat menonjol
- mata selalu melihat ke bawah
- pada perkusi kepala bunyi seperti pot kembang yang retak (craked pot
sign)
mata
- terdapat edema pupil syaraf otak II pada meperiksaan funduskopi
- bola mata terdorong kebawah oleh tekanan penipisan tulang supra
orbital
- sclera tanpak di atas iris
- pergerakan bola mata tidak teratur
system gastrointestinal
mual dan muntah akibat peningkatan tekanan intra cranial (TIK)
eksternitas
gangguan perkembangan motorik
c. data pisikologi dan social
kecemasan Ibu karena adanya perubahan fisik bayi dan juga karena
kurangnya pengetahuan informasi.
Hubungan ibu dan orang lain akan terganggu kareba cacat pada bayinya

Diagnose keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri kepala yang berhubungan dengan tekanan likuor yang
meningkat
2. Perubahan persepsi penglihatan yang berhubungan dengan kelainan neurologi, mata
yang melihat ke bawah
Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan yang dapat diberikan oleh perawat
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri kepala yang berhubungan dengan tekanan likuor yang
meningkat
Data objektif
a. Perilaku distraksi
b. Menangis
c. Meringis dan gelisah
d. Memilih posisi yang nyaman
e. Tegangan muskuler, wajah menahan nyeri pucat
f. Terjadi perubahan tanda-tanda vital
Data subjektif
a. Laporan dari ibu bayi sering menangis, meringis dan gelisah
Tujuan: nyeri berkurang, bayi dapat istirahat dengan nyaman
Intervensi
a. Berikan lingkungan tenang dan agak gelap sesuai dengan indikasi
Rasional: menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitivitas pada cahaya
serta meningkatkan istirahat atau relaksasi
b. Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri
Rasional: menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri
c. Letakkan kantong es di atas kepala, pakaian dingin di atas mata
Rasional: meningkatkan fase kontriksi yang selanjutnya akan menurunkan nyeri
d. Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman seperti kepala ditinggikan sedikit
Rasional: menurunkan rasa nyeri
e. Lakukan terapi relaksasi seperti memberikan sentuhan dan pijatan ringan pada bayi
Rasional: sentuhan dan pijatan ringan memberikan kelancaran sirkulasi yang dapat
menurunkan nyeri
f. Berikan analgetik, narkotika, dan kolaborasi untuk tindakan medis seperti pemasangan
VP shunting
Rasional: diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat.
VP shunting: pemasangan pintasn dilakukan untuk mengalirkan cairan serebrospinal dari
ventrikel otak ke atrium kanan atau jantung atau ke rongga peritoneum, yaitu pintasan
ventrikuloatrial atau ventrikuloperitoneal
2. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan yang
berhubungan dengan kurang mengingat: salah interpretasi informasi, tidak mengenal
sumber informasi.
Data objektif
Tidak akurat mengikuti intruksi atau mencegah komplikasi yang mungkin terjadi
Data subjektif
a. Pernyataan salah persepsi
b. Meminta informasi
c. Mengajukan pertanyaan
Tujuan: proses penyakit atau prognosis dan program terapi dipahami dengan criteria
hasil:
a. Menyatakan pemahaman proses penyakit
b. Melakukan perubahan perilaku yang perlu dan berpartisipasi dalam program
pengobatan.
c. Menghubungkan gejala dan factor penyebab
Intervensi
a. Kaji ulang proses penyakit dan harapan masa yang akan dating
Rasional: memberikan pengetahuan dasar dimana ibu dapat membuat pilihan
berdasarkan informasi
b. Mendengar aktif tentang peran program terapi atau perubahan pola hidup
Rasional: membantu ibu bekerja melalui perasaan dan meningkatkan rasa
control terhadap apa yang terjadi
c. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medic
Rasional: dengan meningkatkan evaluasi segera dapat mencegah komplikasi
serius
d. Tunjukan perawatan yang tepat terhadap insisi atau keteter bila ada
Rasional: meningkatkan perawatan diri dan kemandirian
Sakit Atresia Bilier, Bayi Ini Butuh Rp 900 Juta untuk
Cangkok Hati
M Reza Sulaiman - detikHealth
Rabu, 10/09/2014 17:17 WIB

Jakarta, Kaffie Ammar Muttaqien, bayi asal Depok yang mengidap Atresia Billier hari ini tepat berusia 6 bulan. Namun tak
ada perayaan yang dilakukan, Ammar malah harus masuk rumah sakit untuk transfusi albumin.

Ayah Ammar, Ii Romli (37), mengatakan kelainan hati membuat Ammar tak bisa memproduksi albumin. Karena itu, bocah
mungil ini membutuhkan transfusi 2-3 kali dalam seminggu.

"Ammar usianya sudah 6 bulan, pas banget hari ini. Tapi kitanya malah di rumah sakit," tutur Romli dengan senyum miris
ketika ditemui detikHealth di Pusat Layanan Ibu dan Anak RSCM, Jalan Pangeran Diponegoro, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu
(10/9/2014).

Ammar didiagnosis mengidap atresia billier sejak berusia 4 bulan. Kala itu, Romli yang merupakan guru di SDIT Al Fatih
Depok mengaku buta sama sekali soal ilmu kedokteran.

Ia memaparkan Ammar pertama kali sakit ketika berumur 2 bulan. Keluhan awalnya adalah sulit kencing dan kulit
menguning. Ia pun berpikir mungkin penyebabnya adalah karena Ammar kurang dijemur.

Akan tetapi, hal itu tidak juga hilang. Ammar kerap menangis dan kulit dan matanya menguning. Akhirnya Romli membawa
anak bungsunya tersebut ke rumah sakit Graha Permata Ibu Depok. Namun tim dokter angkat tangan dan merujuknya ke
RS Fatmawati.

"Saya pertamanya nggak ada pikiran apa-apa. Kakak-kakaknya sehat. Ketika sakit dibawa ke RS Fatmawati didiagnosisnya
infeksi saluran kemih. Pikiran saya setelah infeksi hilang pasti sembuh, atau maksimal anak saya disunatlah," urainya lagi
Selain infeksi saluran kemih, Ammar juga diduga mengidap kolestatis, keadaan di mana saluran hati menuju empedu
terhambat sehingga zat-zat yang seharusnya dibuang oleh hati tak tersalurkan. Hanya saja karena tim dokter masih kurang
yakin, dirujuklah Ammar ke RSCM.

"Pas di RSCM baru di-USG dan kelihatan ternyata penyakitnya atresia bilier. Saya pikir meski bayar mahal, selesai operasi
langsung sembuh. Ternyata selain mahal dan sulit, dokter bilang Ammar membutuhkan pengobatan seumur hidup,"
ungkapnya.

Romli menuturkan untuk biaya operasi cangkok hati saja, Ammar membutuhkan Rp 800-900 juta. Sementara itu, ia juga
akan menanggung biaya pengobatan Ammar sebesar Rp 3-4 juta sebulannya.

Gaji Romli dan istrinya Yetty Kurni asih yang juga seorang guru SD tak mencukupi biaya tersebut. Belum lagi kebutuhan
untuk menghidupi kakak-kakak Ammar yakni Musyafa Emir Faqih (6) dan Azkia Najma Syabila (3,5).

Untuk itu, Ammar sangat membutuhkan bantuan pembaca detikHealth. Bagi pembaca yang ingin melakukan donasi bisa
langsung ke:

1.Bank Syariah Mandiri (kode BSM 451) No. Rek.7051371237 a.n Romli.

2. Rekening Gerakan Muhajirin Anshar Bank Muamalat No Rek 3020013555 a.n. Risma Siti

Jika ingin mengetahui detail soal kondisi Ammar, pembaca bisa mengakses www.hatiuntukammar.com atau langsung
menghubungi Ii Romli 085781433546.
http://health.detik.com/

diposting oleh nuzulul-fkp09 pada 22 March 2014
di 01 My Blog Log - 0 komentar


Askep Atresia Bilier
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Atresia bilier adalah penyakit serius yang mana ini terjadi pada satu dari 10.000 anak-anak dan lebih sering terjadi pada anak
perempuan daripada anak laki-laki dan pada bayi baru lahir Asia dan Afrika-Amerika daripada di Kaukasia bayi baru lahir. Penyebab
atresia bilier tidak diketahui, dan perawatan hanya sebagian berhasil. Atresia bilier adalah alasan paling umum untuk pencangkokan
hati pada anak-anak di Amerika Serikat dan sebagian besar dunia Barat (Santoso, Agus.2010. Health Academy).
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier
ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu. Jadi, atresia bilier adalah tidak adanya atau kecilnya lumen pada
sebagian atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu. Akibatnya di dalam hati dan
darah terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan bilirubin direk. Hanya tindakan bedah yang dapat mengatasi atresia
bilier. Bila tindakan bedah dilakukan pada usia 8 minggu, angka keberhasilannya adalah 86%, tetapi bila pembedahan dilakukan
pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 36%. Oleh karena itu diagnosis atresia bilier harus ditegakkan sedini
mungkin, sebelum usia 8 minggu (Dr. Parlin.1991.Atresia Bilier. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak FK UI).

1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari Atresia bilier?
2. Apa sajakah klasifikasi dari Atresia bilier?
3. Apa sajakah faktor resiko dari Atresia bilier?
4. Apa sajakah etiologi dari Atresia bilier?
5. Apakah manifestasi klinis dari Atresia bilier?
6. Bagaimana penatalaksaan pada Atresia bilier?
7. Apa sajakah komplikasi dari Atresia bilier?
8. Bagaimana WOC dari Atresia bilier?
9. Bagaimana pengkajian pada klien dengan Atresia bilier?
10. Bagaimana diagnosa pada klien dengan Atresia bilier?
11. Bagaimana intervensi pada klien dengan Atresia bilier?

1.3 Tujuan
1. 1. Tujuan Umum
Menjelaskan tentang konsep penyakit Atresia bilier serta pendekatan asuhan keperawatannya.
1. 2. Tujuan Khusus
2. Mengidentifikasi definisi dari Atresia bilier
3. Mengidentifikasi klasifikasi dari Atresia bilier
4. Mengidentifikasi faktor resiko dari Atresia bilier
5. Mengidentifikasi etilogi Atresia bilier
6. Mengidentifikasi manifestasi klinis Atresia bilier
7. Mengidentifikasi penatalaksaan pada Atresia bilier
8. Mengidentifikasi komplikasi pada Atresia bilier
9. Mengidentifikasi WOC pada Atresia bilier
10. Mengidentifikasi pengkajian pada klien dengan Atresia bilier
11. Mengidentifikasi diagnosa pada klien dengan Atresia bilier
12. Mengidentifikasi intervensi pada klien dengan Atresia bilier

1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu memahami tentang penyakit yang berhubungan dengan sistem endokrin (Atresia bilier) serta mampu
menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan Atresia bilier dengan pendekatan Student Center Learning.


BAB 2
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Anatomy dan Fungsi sistem bilier
Sistem empedu terdiri dari organ-organ dan saluran (saluran empedu, kandung empedu, dan struktur terkait) yang terlibat dalam
produksi dan transportasi empedu.
Ketika sel-sel hati mengeluarkan empedu, yang dikumpulkan oleh sistem saluran yang mengalir dari hati melalui duktus hepatika
kanan dan kiri. Saluran ini akhirnya mengalir ke duktus hepatik umum. Duktus hepatika kemudian bergabung dengan duktus
sistikus dari kantong empedu untuk membentuk saluran empedu umum, yang berlangsung dari hati ke duodenum (bagian pertama
dari usus kecil).
Namun, tidak semua berjalan empedu langsung ke duodenum. Sekitar 50 persen dari empedu yang dihasilkan oleh hati adalah
pertama disimpan di kantong empedu, organ berbentuk buah pir yang terletak tepat di bawah hati.
Kemudian, ketika makanan dimakan, kontrak kandung empedu dan melepaskan empedu ke duodenum disimpan untuk membantu
memecah lemak.
Fungsi utama sistem bilier yang meliputi:
untuk mengeringkan produk limbah dari hati ke duodenum
untuk membantu dalam pencernaan dengan pelepasan terkontrol empedu
Empedu merupakan cairan kehijauan-kuning (terdiri dari produk-produk limbah, kolesterol, dan garam empedu) yang disekresikan
oleh sel-sel hati untuk melakukan dua fungsi utama, termasuk yang berikut:
untuk membawa pergi limbah
untuk memecah lemak selama pencernaan
Garam empedu adalah komponen aktual yang membantu memecah dan menyerap lemak. Empedu, yang dikeluarkan dari tubuh
dalam bentuk kotoran, adalah apa yang memberikan kotoran warna gelapnya coklat (Tim Ohio State University.2011.Sistem
Bilier.Columbus:Medical center).

2.2 Definisi Atresia bilier
Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/saluran-saluran yang membawa cairan empedu (bile) dari
liver menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini merupakan kondisi congenital, yang berarti terjadi saat kelahiran
(Lavanilate.2010.Askep Atresia Bilier).
2.3 Klasifikasi Atresia bilier
Kasai mengajukan klasifikasi atresia bilier sebagai berikut :
gambar 1.3 tipe atresia bilier
1. Atresia (sebagian atau total) duktus bilier komunis, segmen proksimal paten.
2. IIa. Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus bilier komunis, duktus sistikus, dan kandung empedu semuanyanormal).
IIb. Obliterasi duktus bilier komunis, duktus hepatikus komunis, duktus sistikus. Kandung empedu normal.
1. Semua sistem duktus bilier ekstrahepatik mengalami obliterasi, sampai ke hilus.
Tipe I dan II merupakan jenis atresia bilier yang dapat dioperasi (correctable), sedangkan tipe III adalah bentuk yang tidak dapat
dioperasi (non-correctable). Sayangnya dari semua kasus atresia bilier, hanya 10% yang tergolong tipe I dan II
2.4 Etiologi
Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang
dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi17, 18 dan 21; serta terdapatnya anomali organ pada 30% kasus atresia bilier.
Namun, sebagian besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa
karena infeksi atau iskemi
Beberapa anak, terutama mereka dengan bentuk janin atresia bilier, seringkali memiliki cacat lahir lainnya di jantung, limpa, atau
usus.
Sebuah fakta penting adalah bahwa atresia bilier bukan merupakan penyakit keturunan. Kasus dari atresia bilier pernah terjadi
pada bayi kembar identik, dimana hanya 1 anak yang menderita penyakit tersebut. Atresia bilier kemungkinan besar disebabkan
oleh sebuah peristiwa yang terjadi selama hidup janin atau sekitar saat kelahiran. Kemungkinan yang "memicu" dapat mencakup
satu atau kombinasi dari faktor-faktor predisposisi berikut:
infeksi virus atau bakteri
masalah dengan sistem kekebalan tubuh
komponen yang abnormal empedu
kesalahan dalam pengembangan saluran hati dan empedu
hepatocelluler dysfunction

2.5 Manifestasi Klinis
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu
pertama setelah hidup. Gejala-gejala termasuk:
Ikterus, kekuningan pada kulit dan mata karena tingkat bilirubin yang sangat tinggi (pigmen empedu) dalam aliran darah.
Jaundice disebabkan oleh hati yang belum dewasa adalah umum pada bayi baru lahir. Ini biasanya hilang dalam minggu pertama
sampai 10 hari dari kehidupan. Seorang bayi dengan atresia bilier biasanya tampak normal saat lahir, tapi ikterus berkembang pada
dua atau tiga minggu setelah lahir
Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk pemecahan dari hemoglobin) dalam darah. Bilirubin
kemudian disaring oleh ginjal dan dibuang dalam urin.
Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan bilirubin yang masuk ke dalam usus untuk mewarnai
feses. Juga, perut dapat menjadi bengkak akibat pembesaran hati.
Penurunan berat badan, berkembang ketika tingkat ikterus meningkat
degenerasi secara gradual pada liver menyebabkan jaundice, ikterus, dan hepatomegali, Saluran intestine tidak bisa
menyerap lemak dan lemak yang larut dalam air sehingga menyebabkan kondisi malnutrisi, defisiensi lemak larut dalam
air serta gagal tumbuh
Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
Gangguan pertumbuhan yang mengakibatkan gagal tumbuh dan malnutrisi.
Gatal-gatal
Rewel
o splenomegali menunjukkan sirosis yang progresif dengan hipertensi portal / Tekanan darah tinggi pada vena
porta (pembuluh darah yang mengangkut darah dari lambung, usus dan limpa ke hati).

2.6 Patofisiologi
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier
ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu, dan tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau
keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik juga menyebabkan obstruksi aliran empedu
Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi
saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering
obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus koledokus, karsinoma kaput pancreas,
karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan atau operasi.
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal empedu dari hati ke kantong empedu dan
usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan menyebabkan cairan empedu balik ke hati ini akan menyebabkan peradangan, edema,
degenerasi hati. Dan apabila asam empedu tertumpuk dapat merusak hati. Bahkan hati menjadi fibrosis dan cirrhosis. Kemudian
terjadi pembesaran hati yang menekan vena portal sehingga mengalami hipertensi portal yang akan mengakibatkan gagal hati.
Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan kulit, akan menyebabkan rasa gatal. Bilirubin yang tertahan dalam hati juga akan
dikeluarkan ke dalam aliran darah, yang dapat mewarnai kulit dan bagian putih mata sehingga berwarna kuning
Degerasi secara gradual pada hati menyebabkan joundice, ikterik dan hepatomegaly.
Karena tidak ada aliran empedu dari hati ke dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi, kekurangan vitamin
larut lemak yaitu vitamin A, D,E,K dan gagal tumbuh.
Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga memerlukan lemak agar dapat diserap oleh tubuh. Kelebihan vitamin-vitamin
tersebut akan disimpan dalam hati dan lemak didalam tubuh, kemudian digunakan saat diperlukan. Tetapi mengkonsumsi
berlebihan vitamin yang larut dalam lemak dapat membuat anda keracunan sehingga menyebabkan efek samping seperti mual,
muntah, dan masalah hati dan jantung

2.7 Pemeriksaan Diagnostik
Belum ada satu pun pemeriksaan penunjang yang dapat sepenuhnya diandalkan untuk membedakan antara kolestasis intrahepatik
dan ekstrahepatik. Secara garis besar, pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan :
1) Laboratorium rutin dan khusus untuk menentukan etiologi dan mengetahui fungsi hati (darah,urin, tinja)
2) Pencitraan, untuk menentukan patensi saluran empedu dan menilai parenkim hati
3) Biopsi hati, terutama bila pemeriksaan lain belum dapat menunjang diagnosis atresia bilier.

1) Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan rutin
Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen bilirubin untuk membedakannya dari hiperbilirubinemia
fisiologis. Selain itu dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin direk < 4 mg/dl tidak
sesuaidengan obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10 kali dengan pcningkatan gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah ke
suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5kali dengan peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke
kolestasis ekstrahepatik.
Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak menyingkirkan kemungkinan atresia bilier. Kombinasi peningkatan gamma-
GT, bilirubin serum total atau bilirubin direk, dan alkalifosfatase mempunyai spesifisitas 92,9% dalam menentukan atresia bilier.
- Pemeriksaan urine : pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada pasien yang mengalami ikterus. Tetapi urobilin dalam
urine negatif. Hal ini menunjukkan adanya bendungan saluran empedu total.
- Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang memberi warna pada tinja / stercobilin dalam tinja berkurang karena
adanya sumbatan.
- Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan : protombin time, partial thromboplastin time.
b) Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang cukup sensitif, tetapi penulis lain menyatakan bahwa
pemeriksaan ini tidak lebih baik dari pemeriksaan visualisasi tinja. Pawlawska menyatakan bahwa karena kadar bilirubin dalam
empedu hanya10%, sedangkan kadar asam empedu di dalam empedu adalah 60%, maka tidak adanya asam empedu di dalam
cairan duodenum dapat menentukan adanya atresia bilier.
2) Pencitraan
a) Pemeriksaan ultrasonografi
Theoni mengemukakan bahwa akurasi diagnostic USG 77% dan dapat ditingkatkan bilapemeriksaan dilakukan dalam 3 fase, yaitu
pada keadaan puasa, saat minum dan sesudah minum.Bila pada saat atau sesudah minum kandung empedu berkontraksi, maka
atresia bilier kemungkinan besar (90%) dapat disingkirkan. Dilatasi abnormal duktus bilier, tidak ditemukannya kandung empedu,
dan meningkatnya ekogenitas hati, sangat mendukung diagnosisatresia bilier. Namun demikian, adanya kandung empedu tidak
menyingkirkan kemungkinan atresia bilier, yaitu atresia bilier tipe I / distal.
b) Sintigrafi hati
Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier dengan isotop Technetium 99m mempunyai akurasi diagnostik sebesar 98,4%. Sebelum
pemeriksaan dilakukan, kepada pasien diberikan fenobarbital 5 mg/kgBB/hari per oral, dibagi dalam 2 dosis selama 5 hari. Pada
kolestasisintrahepatik pengambilan isotop oleh hepatosit berlangsung lambat tetapi ekskresinya ke usus normal, sedangkan pada
atresia bilier proses pengambilan isotop normal tetapi ekskresinya keusus lambat atau tidak terjadi sama sekali. Di lain pihak, pada
kolestasis intrahepatik yang beratjuga tidak akan ditemukan ekskresi isotop ke duodenum. Untuk meningkatkan sensitivitas
danspesifisitas pemeriksaan sintigrafi, dilakukan penghitungan indeks hepatik (penyebaran isotop dihati dan jantung), pada menit
ke-10. Indeks hepatik > 5 dapat menyingkirkan kemungkinanatresia bilier, sedangkan indeks hepatik < 4,3 merupakan petunjuk
kuat adanya atresia bilier.Teknik sintigrafi dapat digabung dengan pemeriksaan DAT, dengan akurasi diagnosis sebesar 98,4%.
Torrisi mengemukakan bahwa dalam mendetcksi atresia bilier, yang terbaik adalahmenggabungkan basil pemeriksaan USG dan
sintigrafi.
c) Liver Scan
Scan pada liver dengan menggunakan metode HIDA (Hepatobiliary Iminodeacetic Acid). Hida melakukan pemotretan pada jalur dari
empedu dalam tubuh, sehingga dapat menunjukan bilamana ada blokade pada aliran empedu.
d) Pemeriksaan kolangiografi
Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography). Merupakan upaya diagnostik dini yang berguna untuk
membedakan antara atresia bilier dengan kolestasisintrahepatik. Bila diagnosis atresia bilier masih meragukan, dapat dilakukan
pemeriksaan kolangiografi durante operasionam.
Sampai saat ini pemeriksaan kolangiografi dianggap sebagai baku emas untuk membedakan kolestasis intrahepatik dengan atresia
bilier.
3) Biopsi hati
Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat diandalkan. Ditangan seorang ahli patologi yang
berpengalaman, akurasi diagnostiknya mencapai 95%,sehingga dapat membantu pengambilan keputusan untuk melakukan
laparatomi eksplorasi, danbahkan berperan untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi Kasai di 6
tukan oleh diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus hati. Bila diameter duktus100 200 u atau 150 400 u maka aliran
empedu dapat terjadi. Desmet dan Ohya menganjurkan agar dilakukan frozen section pada saat laparatomi eksplorasi, untuk
menentukan apakah portoenterostomi dapat dikerjakan. Gambaran histopatologik hati yang mengarah ke atresia
bilier mengharuskan intervensi bedah secara dini. Yang menjadi pertanyaan adalah waktu yang paling optimal untuk melakukan
biopsi hati. Harus disadari, terjadinya proliferasi duktuler (gambaran histopatologik yang menyokong diagnosis atresia bilier tetapi
tidak patognomonik) memerlukan waktu. Oleh karena itu tidak dianjurkan untuk melakukan biopsi pada usia < 6 minggu

2.8 Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa
1) Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu (asamlitokolat), dengan memberikan :
Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral.
Fenobarbital akan merangsang enzimglukuronil transferase (untuk mengubah bilirubin indirek menjadi bilirubin direk);
enzimsitokrom P-450 (untuk oksigenisasi toksin), enzim Na+ K+ ATPase (menginduksi aliranempedu). Kolestiramin 1
gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian susu. Kolestiraminmemotong siklus enterohepatik asam
empedu sekunder
2) Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan : Asam ursodeoksikolat, 310 mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral. Asam
ursodeoksikolatmempunyai daya ikat kompetitif terhadap asam litokolat yang hepatotoksik.
2. Terapi nutrisi
Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin, yaitu :
1) Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT) untuk mengatasi malabsorpsi lemak dan
mempercepat metabolisme. Disamping itu, metabolisme yang dipercepat akan secara efisien segera dikonversi menjadi energy
untuk secepatnya dipakai oleh organ dan otot, ketimbang digunakan sebagai lemak dalam tubuh. Makanan yang mengandung MCT
antara lain seperti lemak mentega, minyak kelapa, dan lainnya.
2) Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak. Seperti vitamin A, D, E, K
3. Terapi bedah
a. Kasai Prosedur

Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu keusus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin
dilakukan pada 5-10% penderita. Untuk melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan hati dengan usus halus, dilakukan
pembedahan yang disebut prosedur Kasai. Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan sementara dan pada akhirnya
perlu dilakukan pencangkokan hati.
b. Pencangkokan atau Transplantasi Hati

Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk atresia bilier dan kemampuan hidup setelah operasi meningkat
secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir. Karena hati adalah organ satu-satunya yang bisa bergenerasi secara alami tanpa
perlu obat dan fungsinya akan kembali normal dalam waktu 2 bulan. Anak-anak dengan atresia bilier sekarang dapat hidup hingga
dewasa, beberapa bahkan telah mempunyai anak. Kemajuan dalam operasi transplantasi telah juga meningkatkan kemungkianan
untuk dilakukannya transplantasi pada anak-anak dengan atresia bilier. Di masa lalu, hanya hati dari anak kecil yang dapat
digunakan untuk transplatasi karena ukuran hati harus cocok. Baru-baru ini, telah dikembangkan untuk menggunakan bagian dari
hati orang dewasa, yang disebut"reduced size" atau "split liver" transplantasi, untuk transplantasi pada anak dengan atresia bilier.
Berdasarkan treatment yang diberikan :
1. a. Palliative treatment
Dilakukan home care untuk meningkatkan drainase empedu dengan mempertahankan fungsi hati dan mencegah komplikasi
kegagalan hati.
1. b. Supportive treatment
- Managing the bleeding dengan pemberian vitamin K yang berperan dalam pembekuan darah dan apabila kekurangan
vitamin K dapat menyebabkan perdarahan berlebihan dan kesulitan dalam penyembuhan. Ini bisa ditemukan pada selada, kubis,
kol, bayam, kangkung, susu, dan sayuran berdaun hijau tua adalah sumber terbaik vitamin ini.
- Nutrisi support, terapi ini diberikan karena klien dengan atresia bilier mengalami obstruksi aliran dari hati ke dalam usus
sehingga menyebabkan lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi. Oleh karena itu diberikan makanan yang
mengandung medium chain triglycerides (MCT) seperti minyak kelapa.
- Perlindungan kulit bayi secara teratur akibat dari akumulasi toksik yang menyebar ke dalam darah dan kulit yang
mengakibatkan gatal (pruiritis) pada kulit.
- Pemberian health edukasi dan emosional support, keluarga juga turut membantu dalam memberikan stimulasi
perkembangan dan pertumbuhan klien.

2.9 Komplikasi
1. Kolangitis:
komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke usus, dengan aliran empedu yang tidak baik, dapat menyebabkan
ascending cholangitis. Hal ini terjadi terutamadalam minggu-minggu pertama atau bulan setelah prosedur Kasai sebanyak 30-60%
kasus.Infeksi ini bisa berat dan kadang-kadang fulminan. Ada tanda-tanda sepsis (demam, hipotermia,status hemodinamik
terganggu), ikterus yang berulang, feses acholic dan mungkin timbul sakitperut. Diagnosis dapat dipastikan dengan kultur darah
dan / atau biopsi hati.
1. Hipertensi portal:
Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dari anak-anak setelah portoenterostomy. Hal paling umum yang terjadi adalah
varises esofagus.
1. Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal:
Seperti pada pasien dengan penyebab lain secara spontan (sirosis atau prehepatic hipertensi portal) atau diperoleh (bedah)
portosystemic shunts, shunts pada arterivenosus pulmo mungkin terjadi. Biasanya, hal inimenyebabkan hipoksia, sianosis, dan
dyspneu. Diagnosis dapat ditegakan dengan scintigraphyparu. Selain itu, hipertensi pulmonal dapat terjadi pada anak-anak dengan
sirosis yang menjadi penyebab kelesuan dan bahkan kematian mendadak. Diagnosis dalam kasus ini dapat ditegakan oleh
echocardiography. Transplantasi liver dapat membalikan shunts, dan dapat membalikkan hipertensi pulmonal ke tahap semula.
1. Keganasan:
Hepatocarcinomas, hepatoblastomas, dan cholangiocarcinomas dapat timbul padapasien dengan atresia bilier yang telah mengalami
sirosis. Skrining untuk keganasan harusdilakukan secara teratur dalam tindak lanjut pasien dengan operasi Kasai yang berhasil.
Hasil setelah gagal operasi Kasai
Sirosis bilier bersifat progresif jika operasi Kasai gagal untuk memulihkan aliran empedu,dan pada keadaan ini harus dilakukan
transplantasi hati. Hal ini biasanya dilakukan di tahun kedua kehidupan, namun dapat dilakukan lebih awal (dari 6 bulan hidup)
untuk mengurangi kerusakan dari hati. Atresia bilier mewakili lebih dari setengah dari indikasi untuk transplantasi hati di masa
kanak-kanak. Hal ini juga mungkin diperlukan dalam kasus-kasus dimana pada awalnya sukses setelah operasi Kasai tetapi timbul
ikterus yang rekuren (kegagalan sekunder operasi Kasai), atau untuk berbagai komplikasi dari sirosis (hepatopulmonary sindrom).

2.10 Prognosis
Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat dioperasi, gambaran histologik porta hepatis, kejadian penyulit
kolangitis, dan pengalaman ahli bedahnya sendiri. Bila operasi dilakukan pada usia < 8 minggu maka angka keberhasilannya
71,86%, sedangkan bila operasi dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 34,43%. Sedangkan bila
operasi tidak dilakukan, maka angka keberhasilan hidup 3 tahun hanya 10% dan meninggal rata-rata pada usia 12 bulan. Anak
termuda yang mengalami operasi Kasai berusia 76 jam. Jadi, faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat
dilakukan operasi > 60 hari, adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik hati, tidak adanya duktus bilier ekstrahepatik yang
paten, dan bila terjadi penyulit hipertensi portal. (Dewi, Kristiana.2010.Atresia bilier)

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus:
An. M (laki-laki, 2 bulan 4 hari) dibawa ke Rumah Sakit dengan keluhan 1 bulan pasca kelahiran sedikit demi sedikit kulit tampak
berwarna kuning, tinja berwarna pucat, air kencing berwarna gelap, demam, perut membesar dan selalu rewel. Dari hasil
pemeriksaan diketahui adanya hipertensi vena porta, peningkatan kadar bilirubin dan hasil Rontgen didapatkan adanya pembesaran
hati.

3.1 Pengkajian Anak
3.1.1 Anamnesa
1. Data Demografi klien :
1) Nama : An. M 6) Agama : Islam
2) Usia : 2 bulan 4 hari 7) Tanggal MRS : 11 Oktober 2010
3) Jenis Kelamin : Laki-laki 8) Jam MRS : 16.00 WIB
4) Suku / bangsa : Jawa/ Indonesia 9) Diagnosa : Atresia bilier
5) Alamat : Kradian Kadipuro, Banjarsari
1. Identitas Penanggung Jawab :
1) Nama : Tn. D
2) Umur : 40 tahun
3) Jenis kelamin : Laki-laki
4) Pendidikan/ pekerjaan : SLTA/ wiraswasta
5) Hubungan dg klien : ayah klien
1. Keluhan Utama: ayah klien mengatakan anak M mengalami demam (38,4 C)
2. Riwayat Penyakit Sekarang: Demam selama 4 hari, rewel, perut klien buncit dan keras, kulit tampak kuning, kencing
klien berwarna gelap, dan feses pucat.
3. Riwayat Penyakit sebelumnya : -
4. Riwayat Tumbuh Kembang anak :
- Imunisasi : Hepatitis B-1 diberikan waktu 12 jam setelah lahir, BCG diberikan saat lahir, Polio oral diberikan
bersamaan dengan DTP
- Status Gizi : Kekurangan gizi akibat gangguan penyerapan makanan terutama vitamin larut lemak (A,D,E,K)
- Tahap perkembangan anak menurut teori psikososial :
Klien An. M mencari kebutuhan dasarnya seperti kehangatan, makanan dan minuman serta kenyamanan dari orang tua sendiri.
- Tahap kepribadian anak menurut teori psikoseksual :
Klien An M. menujukkan karakter awal kepribadiannya dengan mengenali siapa yang mengasuhnya. Klien menyukai saat digendong
dan diayun-ayun Perilaku kegiatan motorik sederhana terkoordinasi, dengan menggerakkan jari tangan, menggenggam ibu jari ibu
yang berhubungan emosi dengan orang tua, saudara (sibling), dan orang lain.
1. Riwayat Kesehatan Keluarga:
- Komposisi keluarga : Keluarga berperan aktif terutama ibu klien An. M dalam merawat klien.
- Lingkungan rumah dan komunitas : Lingkungan sekitar rumah berada di area perindustrian kimia.
- Kultur dan kepercayaan : -
- Perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan : -
- Persepsi keluarga tentang penyakit anak : cobaan Tuhan
3.1.2 Pemeriksaan Fisik
1. a. B1 (breath) : RR meningkat >40x/menit, Suhu (38,4 C), penggunaan
otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung, napas pendek.
2. b. B2 (blood) : TD meningkat 100/150 mmhg, HR meningkat 103x/
menit (tachicardi).
3. B3(brain) : gelisah (rewel), gangguan mental, gangguan kesadaran sampai koma
1. B4 (bladder) : Perubahan warna urin dan feses
-Urine : warna gelap, pekat
-Feses : warna dempul, steatorea, diare
1. B5 (bowel) : anoreksia, mual muntah, tidak toleran terhadap lemak dan makanan pembentuk gas,
regurgitasi berulang, penurunan berat badan BB/TB (5,1 Kg/ 62 cm), dehidrasi, distensi abdomen, hepatomegali.
2. B6 (bone) : letargi atau kelemahan, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas ditekan, ikterik,
kulit berkeringat dan gatal (pruritus), kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K), oedem perifer, jaundice,
kerusakan kulit.
Keterangan tambahan :
Anak dengan Atresia Billiary ekstrahepatik, setelah usia 6 tahun terjadi gangguan neuromuskuler seperti tidak ada reflek-
reflek tendo dalam, kelemahan memandang ke atas, ketidakmampuan berjalan akibat parosis kedua tungkai bawah serta
kehilangan rasa getar.
Apabila kolestasis kronis berat terjadi akibat Atresia Billiary ekstrahepatik, maka akan tampak gambaran wajah yang disebut Watson
Syndrome-Alagine ( Displasia Anterio B Hepatis) yaitu perkembangan tulang dahi yang menonjol, hipertelorisme,
kemiringanokuler, anti mongoloid, tulang hidung yang datar serta dagu yang runcing.
Penderita juga mengalami sterosis arteri pulmonar serta cacat-cacat pada lengkungan bagian depan vertebra.
3.1.3 Pemeriksaan Penunjang
a)Laboratorium
- Bilirubin direk dalam serum meninggi. Normalnya (0,3 1,9 mg/dl)
- Bilirubin indirek serum meninggi karena kerusakan parenkim hati akibat bendungan empedu yang luas. Normalnya (1,7 7,1
mg/dl)
- Tidak ada urobilinogen dalam urin.
- Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase alkalifosfatase (5-20 kali lipat nilai normal) serta traksi-traksi lipid
(kolesterol fosfolipid trigliserol).
b)Pemeriksaan Diagnostik
- USG yaitu untuk mengetahui kelainan kongenital penyebab kolestasis ekstra hepatik (dapat berupa dilatasi kristik saluran
empedu).
- Memasukkan pipa lambung sampa duodenum lalu cairan duodenum diaspirasi. Jika tidak ditemukan cairan empedu, dapat berarti
atresia empedu terjadi.
- Sintigrafi Radio Kolop Hepatobilier untuk mengetahui kemampuan hati memproduksi empedu dan mengekskresikan ke saluran
empedu sampai tercurah ke duodenum. Jika tidak ditemukan empedu di duodenum, maka dapat
berarti terjadi katresia intrahepatik.
- Biopsi hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan dan noduler. Kandung empedu mengecil karena kolaps. 75 %
penderita tidak ditemukan lumen yang jelas.

3.2 Analisis Data
No Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. DS: pasien menangis, rewel
DO:
Suhu tubuh meningkat
(38C)
Takikardi (103x/menit)
RR meningkat >24x/menit
Inflamasi yg progresiv
kerusakan progresif pada duktus bilier
ekstrahepatik

Mekanisme tubuh untuk meningkatkan suhu
tubuh


Hypertermi
Hypertermi
2 DS : pasien terlihat sesak.
DO :
RR= 35x/menit
Penggunaan otot bantu pernapasan
Napas pendek
cairan asam empedu balik ke hati


Peradangan sel hati

Hepatomegali (pembesaran hepar)


distensi abdomen

menekan diafragma
peningkatan Komplain paru

Kebutuhan oksigen meningkat


Frekuensi napas
meningkat






Pola napas tidak efektif
3. DS: Tidak mau makan, rewel,
mual/muntah.

Do:
Berat badan turun (6 kg menjadi 5,1
kg) ,muntah, konjungtiva anemis.
Obstruksi aliran dari hati ke dalam usus

gangguan penyerapan lemak dan vitamin
larut lemak (A, D, E, dan K)


Nutrisi kurang dari kebutuhan
Gangguan pemenuhan
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

4. Ds:-
Do:
Anak tampak tidak nyaman dengan
posisi tidunya
Terdapat pruritus di daerah pantat &
punggung anak
Albumin 3,27 g/dL (N:3,8-5,4)

cairan asam empedu balik ke hati


itching dan akumulasi dari
toksik

tersebar ke dalam darah dan kulit




Pruiritis (gatal) pd kulit








Kerusakan integritas kulit

5. Ds:-
Do:
Feses cair, frekuensiBAB meningkat
(lebihdari 3 x sehari), bunyi bising
obstruksi aliran dari hati ke dalam usus




Gangguan eliminasiBAB
usus meningkat. lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat
diabsorbsi


Mal absorbsi usus

Diare



6. DS : -
DO : Penurunan turgor kulit
Frekuensi nadi meningkat >
100x/menit
Produksi keringat meningkat
Input = 700 ml/hr
Output = 1000 ml/hr
Pembesaran hepar


Distensi abdomen


Perut terasa penuh

Mual muntah


cairan banyak yang
keluar






Kekurangan volume cairan
7 DS: Orang tua sering menanyakan
keadaan anaknya
DO: Orang tua tampak gelisah dan
bingung
Kurang sumber informasi

ansietas
Ansietas

3.3 Diagnosa Keperawatan
1) Hypertermi berhubungan dengan inflamasi akibat kerusakan progresif pada duktusbilier ekstrahepatik
2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan distensi abdomen
3) Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan penyerapan lemak,
ditandai dengan berat badan turun dan konjungtiva anemis.
4) Gangguan eliminasi BAB (diare) berhubungan dengan mal absorbsi usus,ditandai dengan feses cair, frekuensi BAB
meningkat (lebih dari 3 xsehari), bunyi bising usus meningkat.
5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu dalam jaringan, ditandai dengan adanya pruritis.
6) Kekurangan volume cairan b.d dengan mual dan muntah
7) Ansietas berhubungan dengan minimnya informasi tentang penyakit akibat kurang pengetahuan

3.4 Intervensi Keperawatan
Hypertermi b.d inflamasi akibat kerusakan progresif pada duktusbilier ekstrahepatik
Tujuan : suhu akan kembali normal dalam waktu 1x 24 jam
Kriteria hasil :- suhu normal 36,5
0
37,5
0
C
- Nadi dan pernapasan dalam rentan normal (N= < 160 x / menit , RR= 30-40 x/menit)
Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Berikan kompres air biasa pada aksila, kening, leher dan

lipatan paha.
2. Pantau suhu minimal setiap 2 jam sekali, sesuai
kebutuhan
3. Berikan pasien pakaian tipis
4. Manipulasi lingkungan seperti penggunaan AC/ kipas
angin


Kolaborasi:
1. Berikan obat anti piretik sesuai kebutuhan

1. Dapat membantu mengurangi demam.
1. Mengetahui kemungkinan adanya kenaikan suhu
secara mendadak
2. Membantu mengurangi panas di tubuh
3. Memberikan rasa nyaman dengan mengurangi
keadaan panas akibat suhu pengaruh lingkungan



1. Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi
sentralnya pada hipotalamus.



1. Pola nafas tidak efektif b.d peningkatan distensi abdomen
Tujuan : Menunjukkan pola nafas yang efektif
Kriteria Hasil :
- RR= 30-40 napas/ menit
- Kedalaman inspirasi dan kedalaman bernafas
- Tidak ada penggunaan otot bantu nafas
Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Kaji distensi abdomen
2. Kaji RR, kedalaman, dan kerja pernafasan.
3. Waspadakan klien agar leher tidak tertekuk/posisikan
semi ekstensi atau eksensi pada saat beristirahat
Kolaborasi:
1. Persiapkan operasi bila diperlukan.


1. dengan mengukur lilitan atau lingkar abdomen
2. Untuk mengetahui adanya gangguan pernafasan pada
pasien
3. Menghindari penekanan pada jalan nafas untuk
meminimalkan penyempitan jalan nafas

1. Operasi diperlukan untuk memperbaiki kondisi pasien


1. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan penyerapan
lemak, ditandai dengan berat badan turun dan konjungtiva anemis.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan polanutrisi adekuat.
Kriteria hasil :
1. i. BB pasien stabil 2 (n+9)kg= (2+9)kg= 5,5 kg
2. ii. Konjungtiva tidak anemis
Intervensi Rasional
Mandiri:

1. Kaji distensi abdomen

1. Pantau masukan nutrisi dan frekuensi muntah

1. Timbang BB setiap hari.
2. Berikan makanan /minuman sedikit tapi sering.
3. Berikan kebersihan oral sebelum makan
Kolaborasi:
1. Konsul dengan ahli diet sesuai indikasi.

1. Berikan diet rendah lemak, tinggi serat dan batasi
makanan penghasil gas.
2. Berikan makanan yang mengandung medium chain
triglycerides (MCT) sesuai indikasi.

1. Monitor laboratorium; albumin, protein sesuai program.
2. Berikan vitamin-vitaminyang larut dalaam lemak (A, D,
E dan K)



1. Distensi abdomen merupakan tanda non verbal
gangguan pencernaan.
2. Mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan nutrisi
dengan mengetahui intake dan output klien.
3. Mengawasi keefektifan rencana diet
4. Untuk menurunkan rangsang mual/muntah.
5. Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan.

1. Berguna dalam memenuhikebutuhan nutrisi
individudengan diet yang paling tepat.
2. Memenuhi kebutuhan nutrisidan meminimalkan
rangsang pada kantung empedu.
3. Meningkatkan pencernaan dan absorbsi lemak serta
vitamin yang larut dalam lemak.
4. Memberi informasi tentang keefektifan terapi.
5. Vitamin-vitamin tersebut terganggu penyerapannya.


BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/saluran-saluran yang membawa cairan empedu (bile) dari
liver menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini merupakan kondisi congenital, yang berarti terjadi saat kelahiran.
Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang
dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi17, 18 dan 21; serta terdapatnya anomali organ pada 30% kasus atresia bilier.
Namun, sebagian besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa
karena infeksi atau iskemi.
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu
pertama setelah hidup. Gejala-gejala seperti Ikterus, Jaundice Urin gelap Tinja berwarna pucat, Penurunan berat badan dan ini
berkembang ketika tingkat ikterus meningkat.

4.2 Saran
Perlu deteksi dini kasus atresia bilier dan pemberian penatalaksanaan yang tepat demi tercapainya pertumbuhan fisik dan
perkembangan mental yang optimal bagi penderita atresia bilier.

BAB 5
DAFTAR PUSTAKA

Oldham, Keith T.et all (eds); Biliary Atresia at Principles and Practice of Pediatric Surgery, 4th Edition.

Carpenito, Lynda Juall. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.

Parlin Ringoringo. 1991. Atresia Bilier. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak,FK UI, RSCM. from: url:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15AtresiaBilier086.pdf /15AtresiaBilier086.html

Widodo Judarwanto. 2010. Atresia Bilier, Waspadai Bila Kuning Bayi Baru Lahir yang berkepanjangan. From : url
:http://koranindonesiasehat.wordpress.com/2010/02/07/atresia-bilier waspadai-bila-kuning-bayi-baru-lahir-yang-berkepanjangan/

Mark Davenport. Biliary Atresia. London: 2010. Available from : url : http://asso.orpha.net/OFAVB/__PP__4.html

ST.Louis Children's Hospital. Biliary Atresia. Washington University School of Medicine.2010. Available from : url :
http://www.stlouischildrens.org/content/greystone_779.htm

North American Society For Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition.Biliary Atresia. From : url: http:
//www.naspghan.org/ userassets/ Documents/pdf /diseaseInfo/BiliaryAtresia-E.pdf

Steven M. Biliary Atresia. Emedicine. 2009. Available From: url: http:// emedicine. medscape.com/ article/927029-overview

Sjamsul Arief. Deteksi Dini Kolestasis Neonatal. Divisi Hepatologi Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR.Surabaya. 2006. Available from :
url :http://www.pediatrik.com/pkb/20060220-ena504-pkb.pd

Anda mungkin juga menyukai