Respon Stres Terpadu

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 4

RESPON STRES TERPADU Stress adalah respon nonspesifik generalisata tubuh terhadap setiap factor yang mengalahkan atau

mengancam homeostasis tubuh. Berbeda dari pemakaian kata inioleh orang awam, agen penginduksi respon secara tepat disebut sebagai stressor, sementara stress merujuk kepada keadaan yang ditimbulkan oleh stressor. Jenis-jenis rangsangan yang mengganggu berikut ini menggambarkanragam factor yang dapat menginduksi respon stress: Fisik (trauma, pembedahan, panas atau dingin ynag hebat) Kimia (penurunan pasokan O2, ketidakseimbangan asam basa) Fisiologik (olahraga berat, syok hemoragik, nyeri) Infeksi (invasi bakteri) Psikologis atau emosional (rasa cemas, ketakutan, kesedihan) Social (konflik perorangan, perubahan gaya hidup)

Peran Sistem Saraf Simpatis dan Epinefrin dalam Stres Respon saraf utama terhadap rangsangan stress adalah pengaktifan system saraf simpatis generalisata. Peningkatan curah jantung dan ventilasi serta pengalihan aliran darah dari bagian yang aktivitasnya ditekan dan mengalami vasokonstriksi, misalnya saluran cerna dan ginjal, ke otot rangka dan jantung yang lebih aktif, yang mempersiapkan tubuh melakukan respon lawan atau lari. Secara bersamaan, system simpatis mengaktifkan penguatan hormon dalam bentuk pengeluaran besar-besaran epinefrin melalui medulla adrenal. Epinefrin memperkuat respon simpatis dan mencapai tempat-tempat yang tidak disarafi oleh saraf simpatis untuk melakukan fungsi lain, misalnya mobilisasi simpanan karbohidrat dan lemak. Peran System CRH-ACTH-Kortisol dalam Stres Selain epinefrin, sejumlah hormone lain berperan dalam respon stress secara keseluruhan. Respon hormone utama adalah pengaktifan system CRH-ACTH-Kortisol. Ingatlah bahwa peran kortisol dalam membantu tubuh menghadapi stress diperkirakan berkaitan dengan efek metaboliknya. Kortisol menguraikan simpanan lemak dan protein sembari memperbanyak simpanan karbohidrat dan meningkatkan ketersediaan glukosa darah. Asumsi logis adalah bahwa terjadi peningkatan cadangan glukosa, asam amino, dan asam lemak yang dapat digunakan

sesuai kebutuhan, misalnya untuk mempertahanka nutrisi ke otak dan menyediakan bahan baku untuk memperbaiki jaringan yang rusak. Selain efek kortisol dalam sumbu hipotalamus-hipofisis-korteks adrenal, ACTH juga dapat berperan dalam menahan stress. ACTH adalah salah satu dari beberpa peptide yang mempermudah proses belajar dan mempengaruhi perilaku. Karena itu, peningkatan ACTH selama stress psikologis mungkin membantu tubuh menghadapi stressor serupa di masa depan dengan mempermudah proses mempelajari respon perilaku yang sesuai. Selain itu, ACTH bukan merupakan satu-satunya bahan yang dikeluarkan dari vesikel simpanan hipofisis anterior. Penguraian molekul precursor besar pro-opiomelanokortin menghasilkan tidak saja ACTH tetapi -endorfin yang mirip morfin, yang disekresikan bersama dengan ACTH pada stimulasi oleh CRH selama stress. Sebagai opiate endogen yang poten, -endorfin mungkin berperan sebagai algesia jika sema stress terjadi secara fisik.

Peran Respon Hormone Lain Dalam Stres Selain CRH-ACTH-Kortisol, system hormone lain berp[eran kunci dalam respon stress, sebagai berikut: Peningkatan glukosa dan asam lemak darah melalui penurunan insulin dan peningkatan glucagon.

Baik system saraf simpatis maupun epinefrin disekresikan, keduanya menghambat insulin dan merangsang glucagon. Perubahan hormone ini bekerja sama untuk meningkatkan kadar glukosa dan asam lemak darah. Epinefrin dan glucagon, yang kadar dalam darahnya meningkat saat stress, medorong glikogenolisis hati dan (bersama kortisol) glukoneogenesis hati. Namun, insulin yang sekresinya tertekan selama stress, melawan penguraian simpanan glikogen hati. Semua efek ini membantu meningkatkan konsentrasi glukosa darah. Rangsangan utama untuk sekresi insulin adalah meningkatnya glukosa darah, sebaliknya efek primer insulin adalah menurunkan glukosa darah. Jika insulin tidak dengan sengaja di hambat selama respon stress maka hiperglikemia yang ditimbulkan oleh stress akan merangsang sekresi insulin yang menurunkan glukosa darah. Akibatnya, peningkatan glukosa darah tidak dapat dipertahankan. Respon-respon hormone terkait stress juga mendorong pembebasan asam lemak dari simpanan lemak, karena epinefrin, glucagon dan kortisol mendorong lipolisis sementara insulin menghambatnya. Pemeliharaan volume darah dan tekanan darah melalui peningkatan aktivitas renninangiotensin-aldosteron dan vasopressin. Selain perubahan hormon-hormon lain yang memobilisasi simpanan energi selama stres, hormon-hormon lain secra bersamaan diaktifkan untuk mempertahankan volume darah dan tekanan darahselama keadaan darurat. Sistem simpatis dan epinefrin berperan besar dalam bekerja langsung pada jantung dan pembuluh darah untuk memperbaiki fungsi sirkulasi. Selain itu, sistem renin-angiotensin-aldosteron juga dikatifkan sebagai konsekuensi penurunan aliran darah ke ginjal yang dipicu oleh simpatis. Sekresi vasopressin juga meningkat selama situasi stres. Secara bersama-sama, hormon-hormon ini meningkatkan volume plasma dengan mendorong retensi garam dan H2O. peningkatan volume plasma diperkirakan berfungsi sebagai tidakan protektif untuk membantu mempertahankan tekanan darah seandainya terjadi kehilangan cairan plasma melalui perdarahan atau berkeringat berlebihan selama periode berbahaya. Vasopressin dan angiotensin juga memiliki efek vasopressor langsung, yang dapat bermanfaat dalam mempertahankan tekanan arteri jika terjadi kehilangan darah akut. Vasopressin juga dipercayai mampu mempermudah proses belajar, yang berdampak pada adaptasi terhadap stres di masa mendatang.

Sumber sheerwood Husna Amalia Emha H1A011029

Anda mungkin juga menyukai