Metode Konstruksi Sambungan Pada Baja
Metode Konstruksi Sambungan Pada Baja
Metode Konstruksi Sambungan Pada Baja
itu segi operasional pengerjaan sambungan konstruksi las lebih sederhana dan relatif murah, maka yang paling mendekati sesuai untuk konstruksi tangki ini adalah sambungan las.
c) Metoda penyambungan dengan solder d) Metoda penyambungan dengan las titik e) Metoda las busur f) Metoda las oksi-asetilen g) Metoda penyambungan baut dan mur Masing-masing metoda penyambungan ini mempunyai proses pengerjaan yang berbeda-beda.
b) Sambungan c) Sambungan d) Sambungan e) Sambungan f) Sambungan g) Sambungan h) Sambungan i) Sambungan j) Sambungan k) Sambungan l) Sambungan m) Sambungan
berimpit dengan solder (soldered seam) lipat (grooved seam) bilah (cap strip seam) tegak (standing seam) alas luar (lap bottom seam) alas dalam (insert bottom seam) alas tunggal (sigle bottom seam) alas ganda (double bottom seam) sudut ganda (corner double seam) siku (elbow seam) siku timbal balik (reversible elbow seam) sudut tepi (flange dovetail seam)
2.1.1.Langkah-Langkah Pengerjaan Pada Sambungan Alas Ganda Pelat ditekuk menjadi siku Pelat ditekuk kembali dengan jarak tekuk sebagai pelat Sambungkan pelat tegak dengan pelat alas Kedua pelat bersamaan ditekuk
Proses pengerjaan sambungan berimpit ini dilakukan dengan tahapan berikut: Tekuk kedua sisi pelat yang akan disambung sampai membentuk seperti lipatan. Sambungkan kedua pelat menjadi rapat. Kuatkan sambungan dengan alat pembentuk sambungan.
2.1.3.Langkah-Langkah Pengerjaan Pada Sambungan Sudut Proses pengerjaan sambungan sudut : Tekuk kedua sisi pelat yang akan disambung atau seperti pada proses penyambungan lipat yang sudah diberi penguatan dengan bar Setelah sambungan terbentuk tekuk bagian yang berlebih pada sisi atas pelat Rapikan dan ratakan pemukulan pada sambungan pelat yang terbentuk. 2.1.4.Langkah-Langkah Pengerjaan Pada Sambungan Bodi Proses pengerjaan sambungan bodi atau kotak saluran segiempat:
Tekuk keempat sisi saluran dari kedua saluran yang akan disambungkan Buat bilah sambungan sesuai dengan panjang dan besarnya lipatan yang direncanakan. Rapatkan kedua saluran dan sorong dari tepi bilah yang sudah terbentuk sampai sambungan saluran tersebut tertutup. Lakukan penyambungan untuk sisi-sisi pelat yang lainnya. Setelah terbentuk sambungan lakukan pemukulan penguatan sambungan sampai merata.
2.1.5.Langkah-Langkah Pengerjaan Pada Sambungan Tutup Melengkung Sambungan lengkung pada prinsipnya hampir sama dengan sambungan siku. Tetapi yang menjadi kendala biasanya pada proses penekukan bidang lengkungan. Pemukulan bidang lengkung ini sebaiknya dilakukan secara bertahap.
Paku keling (rivet) adalah salah satu alat penyambung atau profil baja, selain baut dalam las. Paku keling terdiri dari sebuah baja yang pendek yang mudah ditempa dan berbentuk mangkuk setengah bulatan, dengan bentuk sebagai berikut :
Keterangan : d = Diameter Paku Keling S = Jumlah tebal baja yang disambung (S < 4d) Tonjolan = 4/3 d sampai dengan 7/3 d (untuk membentuk kepala penutup) Pada saat paku keling dalam keadaan plastis, paku keling dipukul dengan palu sehingga akan terbentuk sebuah kepala lagi pada sisi yang lainnya. Dan biasanya, paku keling akan mengembang sehingga mengisi seluruh lubang. Penggunaan paku keling sebagai alat penyambung lebih kaku bila dibandingkan dengan penggunaan baut.
Rivet atau dalam istilah sehari-hari sering disebut paku keling adalah suatu metal pin yang mempunyai kepala dan tangkai rivet. Bentuk dan ukuran dari rivet ini telah dinormalisasikan menurut standar dan kodenya. Pengembangan penggunaan rivet dewasa ini umumnya digunakan untuk pelat-pelat yang sukar dilas dan dipatri dengan ukuran yang relatif kecil. Setiap bentuk kepala rivet ini mempunyai kegunaan tersendiri, masing-masing jenis mempunyai kekhususan dalam penggunaannya. Dimensi Rivet antara lain yaitu :
Teknik Pemasangan Paku Keling : 1. Plat yang akan disambung dibuat lubang, sesuai diameter paku keling yang akan digunakan. Biasanya diameter lubang dibuat 1.5 mm lebih besar dari diameter paku keling. 2. Paku keling dimasukkan ke dalam lubang plat yang akan disambung. 3. Bagian kepala lepas dimasukkan ke dalam lubang plat yang akan disambung. 4. Dengan menggunakan alat atau mesin penekan (palu), tekan bagian kepala lepas masuk ke bagian ekor paku keling dengan suaian paksa. 5. Setelah rapat/kuat, bagian ekor sisa kemudian dipotong dan dirapikan/ratakan. 6. Mesin/alat pemasang paku keling dapat digerakkan dengan udara, hidrolik atau tekanan uap tergantung jenis dan besar paku keling yang akan dipasang.
3.2.1.Teknik dan prosedur riveting Teknik dan prosedur pemasangan rivet pada konstruksi sambungan meliputi langkah-langkah sebagai berikut : a) Membuat gambar layout pada pelat yang akan di bor dengan menandai setiap lobang pengeboran menggunakan centerpunch. b) Mata bor yang digunakan harus tajam sesuai dengan ketentuan sudut mata bor untuk setiap jenis bahan yang akan dibor . c) Pengeboran komponen-komponen yang dirakit harus dibor dengan posisi tegak lurus terhadap komponen yang akan dirivet. Komponen yang dibor sebaiknya dijepit, untuk menghindari terjadinya pergeseran komponen selama pengeboran. d) Pengeboran awal dilakukan sebelum pengeboran menurut diameter rivet yang sebenarnya. Pre hole (lobang awal) yang dikerjakan ukurannya lebih kecil daripada diameter rivet 3.2.2.Teknik pemasangan rivet a) Pemasangan rivet countersink Pemasangan rivet tipe countersink ini dapat dilakukan dengan machine countersink atau dimpling. Pengerjaan dengan mesin countersink umumnya digunakan untuk pelatpelat yang tebal. Dan pengerjaan dimpling digunakan pada pelat-pelat yang relatif tipis. Pemasangan rivet dengan mesin countersink. Pembentukan sisi pelat yang akan disambung pada rivet countersink ini dapat digunakan alat pilot countersink atau dengan contersink drill bit. Kedua alat ini dapat dipasang pada mesin bor atau pada bor tangan. Penggunaan alat countersink ini dilakukan setelah pelat yang akan disambung dideburring terlebih dahulu. b) Dimpling
Pelat-pelat yang tipis penggunaan rivet countersink dapat dilakukan dengan cara dimpling. Penggunaan dimpling ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini. c) Pemasangan rivet spesial Prosedur awal pemasangan rivet spesial ini sama halnya dengan pemasangan rivet lainya. Tetapi pada pemasangan rivet spesial ini menggunakan alat yakni tang penembak rivet (gun rivet). Pada gambar di bawah berikut dapat dilihat pemasangan rivet ini.
Langkah-Langkah : a) Langkah awal pemasangan rivet ini adalah dengan mengebor terlebih dahulu kedua pelat yang akan disambung b) Lobang dan penggunaan mata bor disesuaikan dengan diameter rivet yang digunakan. c) Bersihkan serpihan bekas pengeboran pada pelat. d) Masukan rivet diantara kedua pelat . e) Tarik rivet dengan memasukan inti rivet pada penarik yang ada di gun rivet. f) Penarikan dilakukan dengan menekan tangkai gun secara berulangulang sampai inti rivet putus.
4.
Solder adalah suatu proses penyambungan antara dua logam atau lebih dengan menggunakan panas untuk mencairkan bahan tambah sebagai penyambung, dan bahan pelat yang disambung tidak turut mencair. Ditinjau dari segi penggunaan panas maka proses penyolderan ini dibagi dalam dua kelompok, yakni solder lunak dan solder keras. Penggunaan solder dari berbagai jenis bahan, biasanya dititik beratkan pada kerapatan sambungan, bukan pada kekuatan sambungan terutama pada solder lunak. Dalam melakukan proses penyolderan ini dibutuhkan fluks yang berfungsi untuk membersihkan
bahan serta sebagai unsur pemadu dan pelindung sewaktu terjadinya proses penyolderan.
Proses penyolderan Proses penyolderan ini dilakukan dengan beberapa langkah pengerjaan sebagai berikut : 1. Persiapkan peralatan solder serta membersihkan bahan yang akan disolder. Batang solder selanjutnya dipanaskan pada tungku pemanas atau dengan listrik. 2. Daerah bahan yang akan disolder dibersihkan dengan mengoleskan fluks. 3. Setelah kepala solder panas, letakanlah di atas bahan yang akan disolder, agar panas merata seluruhnya.
4. Oleskanlah fluks dan bahan tambah pada daerah yang akan disambung dengan menggunakan kepala solder yang panas. Sampai merata pada seluruh daerah bahan yang disambung. 5. Hasil penyolderan yang baik dapat dilihat pada gambar di sebelah. Terlihat bahan tambah masuk kecelah celah sambungan.
Panas pembakaran Panas pembakaran untuk proses penyolderan ini sekitar di bawah 900* C. dan alat pemanas yang digunakan adalah brander pemanas dengan menggunakan gas pembakar. Komposisi solder keras Komposisi solder keras dapat dilihat pada tabel berikut :
Proses penyolderan solder keras 1. Bahan yang akan disambung harus bersih. 2. Sisi pelat yang akan disambung harus diberi jarak antara pelat satu dengan pelat sambungan sekitar 0,10 mm. 3. Fluks yang digunakan harus dalam kondisi baik. 4. Bahan yang akan disambung terlebih dahulu dipanaskan sampai merata sesuai dengan temperatur penyolderan. Pemansan bahan tidak dilakukan sampai mencair. 5. Selanjutnya bahan tambah ujungnya dipanaskan, lalu dicelupkan pada fluks, sehinga fluks melekat pada bahan tambah. 6. Setelah fluks melekat pada bahan tambah maka bahan tambah dicairkan pada daerah yang akan disambung dengan pembakaran solder. 7. Pencairan bahan tambah dilakukan secara merata, sampai cairan bahan tambah masuk kecelahcelah sambungan. Berdasarkan cara pengadaan energi panasnya, penyolderan/pematrian diabagi dalam tujuh kelompok yaitu: 1. Patri busur, di mana panas dihasilkan dari busur listrik dengan elektroda karbon atau dengan elektroda wolfram 2. Patri gas, dimana panas ditimbulkan karena adanya nyala api gas 3. Patri solder, di mana gas dipindahkan dari solder besi atau tembaga yang dipanaskan 4. Patri tanur, di mana tanur digunakan sebagai sumber panas 5. Patri induksi, di mana panas dihasilkan karana induksi listrik frekuensi tinggi 6. Patri resistensi, di mana panas dihasilkan karena resitensi listrik 7. Patri celup, di mana logam yang disambung dicelupkan ke dalam logam patri cair.
Proses pengelasan merupakan proses penyambungan dua potong logam dengan pemanasan sampai keadaan plastis atau cair, dengan atau tanpa tekanan. Pengelasan dalam bentuk paling sederhana telah dikenal dan digunakan sejak beberapa ribu tahun yang lalu. Para ahli sejarah memperkirakan bahwa orang Mesir kuno mulai menggunakan pengelasan dengan tekanan pada tahun 5500 sebelum masehi (SM), untuk membuat pipa tembaga dengan memalu lembaran yang tepinya saling menutup. Disebutkan bahwa benda seni orang Mesir yang dibuat pada tahun 3000 SM terdiri dari bahan dasar tembaga dan emas hasil peleburan dan pemukulan. Jenis pengelasan ini, yang disebut pengelasan tempa ( forge welding), merupakan usaha manusia yang pertama dalam menyambung dua potong logam. Dewasa ini pengelasan tempa secara praktis telah ditinggalkan dan terakhir dilakukan oleh pandai besi. Pengelasan yang kita lihat sekarang ini jauh lebih kompleks dan sudah sangat berkembang.
5.1.
Proses dasar
Menurut Welding Handbook, proses pengelasan adalah proses penyambungan bahan yang menghasilkan peleburan bahan dengan memanasinya hingga suhu yang tepat dengan atau tanpa pemberian tekanan dan dengan atau tanpa pemakaian bahan pengisi. ; Energi pembangkit panas dapat dibedakan menurut sumbernya: listrik, kimiawi, optis, mekanis, dan bahan semikonduktor. Proses pengelasan yang paling umum, terutama untuk mengelas baja struktural yang memakai energi listrik sebagai sumber panas; dan paling banyak digunakan adalah busur listrik (nyala). Busur nyala adalah pancaran arus listrik yang relatif besar antara elektroda dan bahan dasar yang dialirkan melalui kolom gas ion hasil pemanasan. Kolom gas ini disebut plasma. Pada pengelasan busur nyala, peleburan terjadi akibat aliran bahan yang melintasi busur dengan tanpa diberi tekanan. Proses lain (yang jarang dipakai untuk struktur baja) menggunakan sumber energi yang lain, dan beberapa proses ini menggunakan tekanan tanpa memandang ada atau tidak adanya pencairan bahan. Pelekatan ( bonding) dapat juga terjadi akibat difusi. Dalam proses difusi, partikel seperti atom di sekitar pertemuan saling bercampur dan bahan dasar tidak mencair.
pengikat silikat dan bahan bubuk, seperti senyawa flour, karbonat, oksida, paduan logam, dan selulosa. Campuran ini ditekan dari acuan dan dipanasi hingga diperoleh lapisan konsentris kering yang keras. Pemindahan logam dari elektroda ke bahan yang dilas terjadi karena penarikan molekul dan tarikan permukaan tanpa pemberian tekanan. Perlindungan busur nyala mencegah kontaminasi atmosfir pada cairan logam dalam arus busur dan kolam busur, sehingga tidak terjadi penarikan nitrogen dan oksigen serta pembentukan nitrit dan oksida yang dapat mengakibatkan kegetasan.
Lapisan elektroda berfungsi sebagai berikut: 1) Menghasilkan gas pelindung untuk mencegah masuknya udara dan membuat busur stabil. 2) Memberikan bahan lain, seperti unsur pengurai oksida, untuk memperhalus struktur butiran pada logam las. 3) Menghasilkan lapisan terak di atas kolam yang mencair dan memadatkan las untuk melindunginya dari oksigen dan nitrogen dalam udara, serta juga memperlambat pendinginan.
Las yang dibuat dengan proses busur nyala terbenam memiliki mutu yang tinggi dan merata, daktilitas yang baik, kekuatan kejut ( impact) yang tinggi, kerapatan yang tinggi dan tahan karat yang baik. Sifat mekanis las ini sama baiknya seperti bahan dasar.
Selain melindungi logam yang meleleh dari atmosfir, gas pelindung mempunyai fungsi sebagai berikut. 1) Mengontrol karakteristik busur nyala dan pernindahan logam. 2) Mempengaruhi penetrasi, lebar peleburan, dan bentuk daerah las. 3) Mempengaruhi kecepatan pengelasan. 4) Mengontrol peleburan berlebihan (undercutting). Pencampuran gas mulia dan gas reaktif membuat busur nyala lebih stabil dan kotoran selama pernindahan logam lebih sedikit. Pemakaian C02 saja untuk pengelasan baja merupakan prosedur termurah karena rendahnya biaya untuk gas pelindung, tingginya kecepatan pengelasan, lebih baiknya penetrasi sambungan, dan baiknya sifat mekanis timbunan las. Satu-satunya kerugian ialah pernakaian C02 menimbulkan kekasaran dan kotoran yang banyak.
di sekeliling ujung studpada penembak. Penembak diletakkan dalam posisinva dan busur ditimbulkan pada saat cincin keramik berisi logam cair. Setelah beberapa saat, penembak mendorong stud ke kolam yang mencair dan akhirnya terbentuk las sudut (fillet weld) keeil di sekeliling stud. Penetrasi sempurna di seluruh penampang lintang stud diperoleh dan pengelasan biasanya selesai dalam waktu kurang dari satu detik.
5.2.
Kebanyakan baja konstruksi dalam spesifikasi ASTM dapat dilas tanpa prosedur khusus atau perlakuan khusus. Kemampuan dapat dilas (weldability) dari baja adalah ukuran kemudahan menghasilkan sambungan struktural yang teguh tanpa retak. Beberapa baja struktural lebih sesuai dilas dari pada yang lain. Prosedur pengelasan sebaiknya didasarkan pada kimiawi baja bukan pada kandungan paduan maksimum yang ditetapkan, karena kebanyakan hasil pabrik berada di bawah batas paduan maksimum yang ditentukan oleh spesifikasinya.
5.3.
Jenis sambungan tergantung pada faktor-faktor seperti ukuran dan profil batang yang bertemu di sambungan, jenis pembebanan, besarnya luas sambungan yang tersedia untuk pengelasan, dan biaya relatif dari berbagai jenis las. Sambungan las terdiri dari lima jenis dasar dengan berbagai macam variasi dan kombinasi yang banyak jumlahnya. Kelima jenis dasar ini adalah sambungan sebidang ( butt), lewatan (lap), tegak (T), sudut, dan sisi, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 6.16.
harus disiapkan secara khusus (diratakan atau dimiringkan) dan dipertemukan secara hati-hati sebelum dilas. Hanya sedikit penyesuaian dapat dilakukan, dan potongan yang akan disambung harus diperinci dan dibuat secara teliti. Akibatnya, kebanyakan sambungan sebidang dibuat di bengkel yang dapat mengontrol proses pengelasan dengan akurat.
lainnya, perencana harus dapat memilih sambungan (atau kombinasi sambungan) terbaik dalam setiap persoalan.
5.4.
Jenis las
Jenis las yang umum adalah las tumpul, sudut, baji ( slot), dan pasak (plug) seperti yang diperlihatkan pada Gambar 6.18. Setiap jenis las memiliki keuntungan tersendiri yang menentukan jangkauan peniakaiannya. Secara kasar, persentase pemakaian keempat jenis tersebut untuk konstruksi las adalah sebagai berikut: las tumpul, 15%; las sudut, 80%; dan sisanya 5% terdiri dari las baji, las pasak dan las khusus lainnya.
Banyak variasi las tumpul dapat dibuat dan masing-masing dibedakan menurut bentuknya. Las tumpul umumnya memerlukan penyiapan tepi tertentu dan disebut menurut jenis penyiapan yang dilakukan. Gambar 6.19 memperlihatkan jenis las tumpul yang umum dan menunjukan penyiapan alur yang diperlukan. Pemilihan las tumpul yang sesuai tergantung pada proses pengelasan yang digunakan, biaya penyiapan tepi, dan biaya pembuatan las. Las tumpul juga dapat dipakai pada sambungan tegak.
5.5.
Untuk memperoleh sambungan las yang memuaskan, gabungan dari banyak keahlian individu diperlukan, mulai dari perencanaan las sampai operasi pengelasan. Faktor-faktof yang mempengaruhi kualitas sambungan las.
Plat pelindung umumnya digunakan bila pengelasan, dilakukan hanya dari satu sisi. Masalah pembakaran menerus dapat dibatasi jika lerengnya
diberi bagian tegak seperti pada Gambar 6.21(c). Pembuat las sebaiknya tidak memberikan plat pelindung bila sudah ada bagian tegak, karena kemungkinan besar kantung gas akan terbentuk sehingga merintangi las penetrasi sempurna. Kadang-kadang pemisah seperti yang diperlihatkan pada Gambar 6.21(d) diberikan untuk mencegah pembakaran menerus, tetapi pemisah ini dicabut kembali sebelum sisi kedua dilas.
5.5.3. Pengontrolan
Faktor lain yang mempengaruhi kualitas las adalah penyusutan. Jika las titik diberikan secara menerus pada suatu plat, maka plat akan mengalami distorsi (perubahan geometri). Distorsi ini akan terjadi jika tidak berhati-hati baik dalam perencanaan sambungan maupun prosedur pengelasan. Berikut ini adalah ringkasan cara untuk memperkecil distorsi 1. Perkecil gaya susut dengan: Menggunakan logam las minimum; untuk las tumpul, lebar celah jangan lebih besar dari yang diperlukan, jangan mengelas berlebihan Sedapat mungkin mempersedikit jumlah lintasan Melakukan persiapan tepi dan penyesuaian yang tepat Menggunakan las terputus-putus, minimal untuk sambungan prakonstruksi
5.6.
Teknik dan prosedur pengelasan yang tidak baik menimbulkan cacat pada las yang menyebabkan diskontinuitas dalam las. Cacat yang umumnya dijumpai ialah (Gambar 6.24.): 1. Peleburan Tak Sempurna Peleburan tak sempurna terjadi karena logam dasar dan logam las yang berdekatan tidak melebur bersama secara menyeluruh. Ini dapat terjadi jika permukaan yang akan disambung tidak dibersihkan dengan baik dan dilapisi kotoran, terak, oksida, atau bahan lainnya. Penyebab lain dari cacat ini ialah pemakaian peralatan las yang arus listriknya tidak memadai, sehingga logam dasar tidak mencapai titik lebur. Laju pengelasan yang terlalu cepat juga dapat menimbulkan pengaruh yang sama. 2. Penetrasi Kampuh yang Tak Memadai Penetrasi kampuh yang tak memadai ialah keadaan di mana kedalaman las kurang dari tinggi alur yang ditetapkan. Keadaan ini diperlihatkan pada sambungan dalam Gambar 9.37 yang seharusnya merupakan penetrasi sempurna. Penetrasi kampuh parsial hanya dapat diterima bila memang ditetapkan demikian.
Cacat ini, yang terutama berkaitan dengan las tumpul, terjadi akibat perencanaan alur yang tak sesuai dengan proses pengelasan yang dipilih, elektroda yang terlalu besar, arus listrik yang tak memadai, atau laju pengelasan yang terlalu cepat. 3. Porositas Porositas terjadi bila rongga-rongga atau kantung-kantung gas yang kecil terperangkap selama proses pendinginan. Cacat ini ditimbulkan oleh arus listrik yang terlalu tinggi atau busur nyala yang terlalu panjang. Porositas dapat terjadi secara merata tersebar dalam las, atau dapat merupakan rongga yang besar terpusat di dasar las sudut atau dasar dekat plat pelindung pada las tumpul. Yang terakhir diakibatkan oleh prosedur pengelasan yang buruk dan pemakaian plat pelindung yang ceroboh.
4. Peleburan Berlebihan Peleburan berlebihan (uncercutting) ialah terjadinya alur pada bahan dasar di dekat ujung kaki las yang tidak terisi oleh logam las. Arus listrik dan panjang busur nyala yang berlebihan dapat membakar atau menimbulkan alur pada logam dasar. Cacat ini mudah terlihat dan dapat diperbaiki dengan memberi las tambahan. 5. Kemasukan Terak
Terak terbentuk selama proses pengelasan akibat reaksi kimia lapisan elektroda yang mencair, serta terdiri dari oksida logam dan senyawa lain. Karena kerapatan terak kecil dari logam las yang mencair, terak biasanya berada pada permukaan dan dapat dihilangkan dengan mudah setelah dingin. Namun, pendinginan sambungan yang terlalu cepat dapat menjerat terak sebelum naik ke permukaan. Las menghadap ke atas seperti yang diperlihatkan pada Gambar 6.22(d) sering mengalami kemasukan terak dan harus diperiksa dengan teliti. Bila beberapa lintasan las dibutuhkan untuk memperoleh ukuran las yang dikehendaki, pembuat las harus membersihkan terak yang ada sebelum memulai pengelasan yang baru. Kelalaian terhadap hal ini merupakan penyebab utama masuknya terak. 6. Retak Retak adalah pecah-pecah pada logam las, baik searah ataupun transversal terhadap garis las, yang ditimbulkan oleh tegangan internal. Retak pada logam las dapat mencapai logam dasar, atau retak terjadi seluruhnya pada logam dasar di sekitar las. Retak mungkin merupakan cacat las yang paling berbahaya, namun, retak halus yang disebut retak mikro ( mikrofissures) umumnya tidak mempunyai pengaruh yang berbahaya. Retak kadang-kadang terbentuk ketika las mulai memadat dan umumnya diakibatkan oleh unsur-unsur yang getas (baik besi ataupun elemen paduan) yang terbentuk sepanjang serat perbatasan. Pemanasan yang lebih merata dan pendinginan yang lebih lambat akan mencegah pembentukan retak panas. Pemakaian elektroda rendah-hidrogen bersama dengan pemanasan awal dan akhir yang sesuai akan memperkecil retak dingin ini.
6.
Baut adalah salah satu alat penyambung profil baja, selain paku keling dan las. Baut yang lazim digunakan sebagai alat penyambung profil baja adalah baut hitam dan baut berkekuatan tinggi. Baut hitam terdiri dari 2 jenis, yaitu : Baut yang diulir penuh dan baut yang tidak diulir penuh, sedangkan baut berkekuatan tinggi umumnya terdiri dari 3 type yaitu : Tipe 1 : Baut baja karbon sedang, Tipe 2 : Baut baja karbon rendah, Tipe 3 : Baut baja tahan karat. Walaupun baut ini kurang kaku bila dibandingkan dengan paku keling dan las, tetapi masih banyak digunakan karena pemasangan baut relatif lebih praktis.
Baut yang diulir penuh berarti mulai dari pangkal baut sampai ujung baut diulir. Untuk lebih jelasnya, perhatikan Gambar 1 berikut.
Diameter baut yang diulir penuh disebut Diameter Kern (inti) yang ditulis dengan notasi k d atau 1 d pada Tabel Baja tentang Baut, misalnya :
Kalau baut yang diulir penuh digunakan sebagai alat penyambung, maka ulir baut akan berada pada bidang geser. Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar berikut.
Baut yang tidak diulir penuh ialah baut yang hanya bagian ujungnya diulir. Untuk lebih jelasnya, perhatikan Gambar berikut ini:
Diameter nominal baut yang tidak diulir penuh ialah diameter terluar dari batang baut. Diameter nominal ialah diameter yang tercantum pada nama perdagangan, misalnya baut M16 berarti diameter nominal baut tersebut = 16 mm.
6.2.
Baut Hitam
Baut ini dibuat dari baja karbon rendah yang diidentifikasi sebagai ASTM A307, dan merupakan jenis baut yang paling murah. Namun, baut ini belum tentu menghasilkan sambungan yang paling murah karena banyaknya jumlah baut yang dibutuhkan pada suatu sambungan. Pemakaiannya terutama pada struktur yang ringan, batang sekunder atau pengaku, anjungan (platform), gording, rusuk dinding, rangka batang yang kecil dan lain-lain yang bebannya kecil dan bersifat statis. Baut ini juga dipakai sebagai alat penyambung sementara pada sambungan yang menggunakan baut kekuatan tinggi, paku keling, atau las. Baut hitam (yang tidak dihaluskan) kadangkadang disebut baut biasa, mesin, atau kasar, serta kepala dan murnya dapat berbentuk bujur sangkar.
6.3.
Baut yang secara praktis sudah ditinggalkan ini dibuat dengan mesin dari bahan berbentuk segienam dengan toleransi yang lebih kecil (sekitar 50 inci.) bila dibandingkan baut hitam. Jenis baut ini terutama digunakan bila sambungan memerlukan baut yang pas dengan lubang yang dibor, seperti pada bagian konstruksi paku keling yang terletak sedemikian rupa hingga penembakan paku keling yang baik sulit dilakukan. Kadang-kadang baut ini bermanfaat dalam mensejajarkan peralatan mesin dan batang struktural yang posisinya harus akurat. Saat itu baut sekrup jarang sekali digunakan pada sambungan struktural, karena baut kekuatan tinggi lebih baik dan lebih murah.
6.4.
Baut ini terbuat dari baja paku keling biasa, dan berkepala bundar dengan tonjolan sirip-sirip yang sejajar tangkainya. Baut bersirip telah lama dipakai sebagai alternatif dari paku keling. Diameter yang sesungguhnya pada baut bersirip dengan ukuran tertentu sedikit lebih besar dari lubang tempat baut tersebut. Dalam pemasangan baut bersirip, baut memotong
tepi keliling lubang sehingga diperoleh cengkraman yang relatif erat. Jenis baut ini terutama bermanfaat pada sambungan tumpu ( bearing) dan pada sambungan yang mengalami tegangan berganti (bolak-balik). Variasi dari baut bersirip adalah baut dengan tangkai bergerigi ( interference-body bolt.) yang terbuat dari baja baut A325. Sebagai pengganti sirip longitudinal, baut ini memiliki gerigi keliling dan sirip sejajar tangkainya. Karena gerigi sekeliling tangkai memotong sirip sejajar, baut ini kadang-kadang disebut baut bersirip terputus (interrupted-rib). Baut bersirip sukar dipasang pada sambungan yang terdiri dari beberapa lapis pelat. Baut kekuatan tinggi A325 dengan tangkai bergerigi yang sekarang juga sukar dimasukkan ke lubang yang melalui sejumlah plat; namun, baut ini digunakan bila hendak memperoleh baut yang harus mencengkram erat pada lubangnya. Selain itu, pada saat pengencangan mur, kepala baut tidak perlu dipegang seperti yang umumnya dilakukan pada baut A325 biasa yang polos.
6.5.
Jenis baut yang dapat digunakan untuk struktur bangunan sesuai SNI 03 1729 2002 TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG adalah baut yang jenisnya ditentukan dalam SII (0589-81, 0647-91 dan 0780-83, SII 0781-83) atau SNI (0541-89-A, 0571-89A, dan 0661-89-A) yang sesuai, atau penggantinya. Baut yang digunakan pada sambungan struktural, baik baut A325 maupun baut A490 merupakan baut berkepala segi enam yang tebal. Keduanya memiliki mur segi enam tebal yang diberi tanda standar dansimbol pabrik pada salah satu mukanya. Bagian berulir baut dengan kepala segienam lebih pendek dari pada baut standar yang lain; keadaan ini memperkecil kemungkinan adanya ulir pada tangkai baut yang memerlukan kekuatan maksimum. a) Beban leleh dan penarikan baut Syarat utama dalam pemasangan baut kekuatan tinggi ialah memberikan gaya pratarik (pretension) yang memadai. Gaya pratarik harus sebesar mungkin dan tidak menimbulkan deformasi permanen atau kehancuran baut. Bahan baut menunjukkan kelakuan tegangan-regangan (bebandeformasi) yang tidak memiliki titik leleh yang jelas. Sebagai pengganti tegangan leleh, istilah beban leleh (beban tarik awal/ proof load) akan digunakan untuk baut. Beban leleh adalah beban yang diperoleh dari perkalian luas tegangan tarik dan tegangan leleh yang ditentukan berdasarkan regangan tetap (offset strain) 0,2% atau perpanjangan 0,5% akibat beban. Tegangan beban leleh untuk baut A325 dan A490 masingmasing minimal sekitar 70% dan 80% dari kekuatan tarik maksimumnya.
b) Teknik pemasangan Tiga teknik yang umum untuk memperoleh pratarik yang dibutuhkan adalah metode kunci yang dikalibrasi (calibrated wrench), metode putaran mur (turn-of the nut), dan metode indikator tarikan langsung (direct tension indicator). Metode kunci yang dikalibrasi dapat dilakukan dengan kunci puntir manual (kunci Inggris) atau kunci otomatis yang diatur agar berhenti pada harga puntir yang ditetapkan. Secara umum, masing-masing proses pemasangan memerlukan minimum 2 1/4 putaran dari titik erat untuk mematahkan baut. Bila metoda putaran mur digunakan dan baut ditarik secara bertahap dengan kelipatan 1/8 putaran, baut biasanya akan patah setelah empat putaran dari titik erat. Metode putaran mur merupakan metode yang termurah, lebih handal, dan umumnya lebih disukai. Metode ketiga yang paling baru untuk menarik baut adalah metode indikator tarikan langsung. Alat yang dipakai adalah cincin pengencang dengan sejumlah tonjolan pada salah satu mukanya. Cincin dimasukkan di antara kepala baut dan bahan yang digenggam, dengan bagian tonjolan menumpu pada sisi bawah kepala baut sehingga terdapat celah akibat tonjolan tersebut. Pada saat baut dikencangkan, tonjolan-tonjolan tertekan dan memendek sehingga celahnya mengecil. Tarikan baut ditentukan dengan mengukur lebar celah yang ada. c) Perancangan sambungan baut Sambungan-sambungan yang dibuat dengan baut tegangan tinggi digolongkan menjadi: Jenis sambungan gesekan Jenis sambungan penahan beban dengan uliran baut termasuk dalam bidang geseran [Gambar 6.11(a)] Jenis sambungan penahan beban dengan uliran baut tidak termasuk dalam bidang geseran.
Sambungan-sambungan baut (tipe N atau X) atau paku keling bisa mengalami keruntuhan dalam empat cara yang berbeda. Pertama, batang-batang yang disambung akan merigalaini keruntuhan melalui satu atau lebih lubang-lubang alat penyambungan akibat bekerjanya gaya tarik (Iihat Gambar 6.12a). Kedua, apabila lubang-lubang dibor terlalu dekat pada tepi batang tarik, maka baja di belakang alat-alat penyaTnbung akan meleteh akibat geseran (Iihat Gambar 6.12b). Ketiga, alat penyambungnya sendiri mengalami keruntuhan akibat bekerjanya geseran (Gambar 6.12.c). Keempat, satu-satu atau lebih batang tarik mengalami keruntuhan karena tidak dapat menahan gaya-gaya yang disalurkan oleh alatalat penyambung (Gambar 6.12d). Untuk mencegah terjadinya keruntuhan maka baik sambungan maupun batang-batang yang disambung harus direncanakan supaya dapat mengatasi keempat jenis keruntuhan yang dikemukakan di atas. Pertama, untuk menjamin tidak terjadinya keruntuhan pada bagian-bagian yang disambung, bagian-bagian tersebut harus direncanakan sedemikian rupa, sehingga tegangan tarik yang bekerja pada penampang bruto lebih kecil dari 0,6 Fy, dan yang bekerja pada penampang etektif netto lebih kecil dari 0,5 Fy. Kedua, untuk mencegah robeknya baja yang terletak di belakang alat penyambung, maka jarak minimum dari pusat lubang alat penyambung ke tepi batang dalam arah yang sarna dengan arah gaya tidak boleh kurang dari 2 P/ Fu t . Di sini P adalah gaya yang ditahan oleh alat penyambung, dan t adalah tebal kritis dari bagian yang disambung. Ketiga, untuk menjamin supaya alat penyambung tidak runtuh akibat geseran, maka jumlah alat penyambung harus ditentukan sesuai dengan peraturan, supaya dapat membatasi tegangan geser maksimum yang terjadi pada bagian alat penyambung yang kritis.
Keempat, untuk mencegah terjadinya kehancuran pada bagian yang disambung akibat penyaluran gaya dari alat penyambung ke batang maka harus ditentukan jumlah minimum alat penyarnbung yang dapat mencegah terjadinya kehancuran tersebut.
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Penyambungan logam adalah suatu proses yang dilakukan untuk menyambung 2 (dua) bagian logam atau lebih. Penyambungan bagianbagian logam ini dapat dilakukan dengan berbagai macam metoda sesuai dengan kondisi dan bahan yang digunakan. 2. Sambungan pelat dengan lipatan sangat baik digunakan untuk konstruksi sambungan pelat yang berbentuk lurus dan melingkar. 3. Paku keling (rivet) adalah salah satu alat penyambung atau profil baja, selain baut dalam las. Paku keling terdiri dari sebuah baja yang pendek yang mudah ditempa dan berbentuk mangkuk setengah bulatan 4. Solder adalah suatu proses penyambungan antara dua logam atau lebih dengan menggunakan panas untuk mencairkan bahan tambah sebagai penyambung, dan bahan pelat yang disambung tidak turut mencair. 5. Proses pengelasan merupakan proses penyambungan dua potong logam dengan pemanasan sampai keadaan plastis atau cair, dengan atau tanpa tekanan. 6. Baut adalah salah satu alat penyambung profil baja, selain paku keling dan las. Baut yang lazim digunakan sebagai alat penyambung profil baja adalah baut hitam dan baut berkekuatan tinggi.