Kredit karbon
Kredit karbon adalah izin atau sertifikat yang diberikan kepada suatu perusahaan atau organisasi, yang mana perusahaan tersebut dapat mengeluarkan karbon dioksida atau gas rumah kaca lainnya dalam jumlah tertentu sesuai dengan regulasi yang telah ditentukan. Diperkirakan bahwa satu kredit dapat memungkinkan suatu perusahaan mengeluarkan satu ton emisi karbon dioksida.[1][2]
Tujuan utama dari adanya upaya kredit karbon adalah untuk mengurangi jumlah dari emisi gas rumah kaca yang berbahaya ke atmosfer bumi, sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya perubahan iklim.
Sejarah
suntingKredit Karbon ini berawal dari protokol Kyoto 1997, yang semula hak mencemari udara oleh perusahaan bebas dan diberikan secara cuma-cuma.[3][4][5] Namun, saat ini hak mencemari udara tersebut dibatasi. Hak berpolusi tersebut dikonversi atau diubah menjadi sertifikat berharga atau izin yang dibagikan kepada seluruh perusahaan yang ada. Akan tetapi, regulasi tersebut memberikan peluang kepada perusahaan dalam menghasilkan emisi gas yang melebihi batas regulasi yang telah diatur.
Sistem
suntingKredit carbon atau sertifikat berharga tersebut diberikan pada suatu perusahaan tertentu, sehingga perusahaan tersebut memiliki peluang untuk mengeluarkan gas rumah kaca dalam batas regulasi yang telah ditentukan. Batas tersebut akan terus berkurang secara berkala selama perusahaan tersebut mengeluarkan emisi. Apabila perushaan telah melewati batas regulasi yang telah ditentukan (atau dikenal dengan istilah offset), maka mereka wajib menambah sertifikat atau izin apabila ingin terus beroperasi.
Solusinya adalah dengan cara membeli sertifikat dengan perusahaan lain yang tidak dipakai. Tindakan tersebut dikenal dengan istilah "cap and trade". Cap and trade merupakan bagian dari sistem CDM (clean development mechanism), CDM dilakukan dengan cara membuat proyek ramah lingkungan di negara berkembang oleh perusahaan yang ingin menambah jatah sertifikatnya. Misalnya adalah pembangunan pembangkit listrik tenaga angin yang ada di India atau tenaga surya yang ada di Tiongkok. Perusahaan yang telah berkontribusi dalam membantu membuat proyek ramah lingkungan akan diberi dengan sertifikat yang dapat digunakan untuk menambal offset.[6]
Solusi lainnya yaitu dengan skema REDD+ yang membuat korporasi menginvestasikan dana mereka untuk ikut melestarikan dan mencegah terjadinya kerusakan hutan di negara berkembang penghasil karbon.[7][8] Bagi perusahaan yang berhasil atau sukses melestarikan dan menjaga hutan, akan diberi tambahan jatah kredit karbon atau sertifikat.[9][10][11]
Referensi
sunting- ^ "How Carbon Credits Work | NativeEnergy". Native Energy (dalam bahasa Inggris). 2018-01-09. Diakses tanggal 2020-03-17.
- ^ Kenton, Will. "How Does the Carbon Credit Work?". Investopedia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-03-17.
- ^ "What is the Kyoto Protocol?". unfccc.int. Diakses tanggal 2020-03-19.
- ^ "Kyoto Protocol | History, Provisions, & Facts". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-03-19.
- ^ "kyoto protocol". unfccc.int. Diakses tanggal 2020-03-19.
- ^ "REDD | WWF Indonesia". www.wwf.or.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-10-05. Diakses tanggal 2020-03-19.
- ^ "What is REDD+? | Forest Carbon Partnership Facility". www.forestcarbonpartnership.org. Diakses tanggal 2020-03-19.
- ^ "What is REDD+ | EU REDD Facility". www.euredd.efi.int. Diakses tanggal 2020-03-19.
- ^ "What are Carbon Credits and How Do They Work?". Conserve Energy Future (dalam bahasa Inggris). 2015-12-23. Diakses tanggal 2020-03-17.
- ^ "Carbon Credit - Definition, Types and Trading of Carbon Credits". Corporate Finance Institute (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-03-17.
- ^ "Volkswagen invests in climate protection projects to compensate for unavoidable CO2 emissions". www.volkswagenag.com. Diakses tanggal 2020-03-19.