Chapati
Capati,[1] atau disebut juga roti oleh orang India (berbeda dengan roti dalam bahasa Indonesia), adalah sejenis roti tak beragi dan pipih asal Subbenua India serta merupakan makanan pokok umum di India, Nepal, Bangladesh, Pakistan dan Sri Lanka.[2] Chapati dibuat dari tepung gandum utuh yang dikenal dengan nama atta, garam dan air, kemudian dimasak di atas tava (wajan rata).
Capati | |
---|---|
Nama lain | Rotli, roshi, safati, shabaati |
Tempat asal | Subbenua India |
Daerah | Asia Selatan, Asia Tenggah, Asia Tenggara, Afrika Timur |
Bahan utama | Tepung gandum utuh |
Sunting kotak info • L • B | |
Makanan ini merupakan makanan pokok umum di Asia Selatan serta bagi para ekspatriat dan imigran Asia Selatan di berbagai belahan dunia. Makanan ini juga diperkenalkan oleh para saudagar India di Asia Tengah, Tenggara, Afrika Timur, dan Kepulauan Karibia.[3]
Peristilahan
suntingDi India sendiri, makanan ini disebut "capati" tetapi juga dieja chapati, chapatti, chappati, chapathi, atau chappathi. Istilah lain yang juga digunakan oleh orang India yaitu roti tetapi berbeda arti dengan roti dalam bahasa Indonesia. Di Maladewa, makanan ini disebut safati, shabaati atau roshi.[4]
Sejarah
suntingKata chapat (Hindi/Urdu:चपत/چَپَت, chapat) berarti "tepuk" mengacu pada metode tradisional dalam membentuk adonan menjadi bundar dengan menepuk adonan dengan tangan yang lembap. Setelah tiap tepukan, adonan bundar tersebut dibolak-balik. Chapati tercatat dalam tulisan Ain-i-Akbari karya Abu'l-Fazl ibn Mubarak, wazir (penasihat) dari Sultan Mughal Akbar yang Agung.[2]
Chapati merupakan salah satu jenis roti gandum yang menjadi makanan pokok di Asia Selatan. Butiran gandum yang terawetkan telah ditemukan di penggalian situs Mohenjo-daro merupakan spesies gandum yang serupa dengan gandum yang dipakai di India saat ini. Lembah Sungai Indus diketahui sebagai tanah asal-usul pertanian gandum. Chapati merupakan sejenis roti atau rotta. Kedua kata tersebut dapat dipakai secara bertukar.
Chapati serta berbagai jenis roti-roti lainnya telah diperkenalkan ke berbagai belahan dunia oleh para imigran Asia Selatan, terlebih oleh saudagar-saudagar India yang menetap di Asian Tengah, Asia Tenggara, pantai Afrika Timur, dan kepulauan Karibia.[3]
Pembuatan
suntingNilai nutrisi per 100 g (3,5 oz) | |
---|---|
46.36 g | |
Gula | 2.72 |
Serat pangan | 4.9 g |
7.45 g | |
11.25 g | |
Vitamin | Kuantitas %AKG† |
Tiamina (B1) | 48% 0.55 mg |
Riboflavin (B2) | 17% 0.2 mg |
Niasin (B3) | 45% 6.78 mg |
Asam pantotenat (B5) | 0% 0 mg |
Vitamin B6 | 21% 0.270 mg |
Folat (B9) | 0% 0 μg |
Vitamin E | 6% 0.88 mg |
Vitamin K | 0% 0 μg |
Mineral | Kuantitas %AKG† |
Kalsium | 9% 93 mg |
Zat besi | 23% 3 mg |
Magnesium | 17% 62 mg |
Mangan | 0% 0 mg |
Fosfor | 26% 184 mg |
Potasium | 6% 266 mg |
Sodium | 27% 409 mg |
Seng | 17% 1.57 mg |
| |
†Persen AKG berdasarkan rekomendasi Amerika Serikat untuk orang dewasa. Sumber: USDA FoodData Central |
Chapati dibuat dari adonan yang terdiri dari terigu atta, garam dan air. Tepung atta terbuat dari gandum India.[5] Terigu yang dihasilkan lebih halus dibandingkan terigu gandum utuh di negara-negara Barat. Secara tradisional, baik roti dan nasi disajikan hambar untuk dihidangkan bersama masakan-masakan berempah.[6]
Adonan diuleni dan dibiarkan selama sepuluh atau lima belas menit hingga satu jam untuk menghasilkan gluten dalam adonan. Adonan yang dihasilkan menjadi lebih halus dan mudah dibentuk. Adonan dibagi menjadi bola-bola kecil dan dipipihkan dengan kedua tangan untuk membentukan bundaran, lalu dicelupkan ke dalam terigu dan diratakan di atas papan kayu bundar (chakla) dengan gilingan kayu (velan atau belan).[7]
Adonan bundar tipis tersebut kemudian dimasak di kedua sisinya dengan wajan tava yang telah dipanaskan. Di beberapa tempat di Asia Selatan, chapati dimasak setengah matang lalu dimasak di atas api langsung hingga mengembang seperti balon dikarenakan uap panas membuat matang chapati dari dalam. Di India bagian utara dan Pakistan bagian timur, roti dengan penyajian ini disebut "phulka" dan di India bagian Selatan disebut "pulka". Setelah dimasak, chapati dioles dengan mentega atau minyak samin.[8]
Chapati memiliki besar dan ketebalan yang beragam di berbagai tempat. Chapati yang dibuat di rumah umumnya memiliki besar diameter tidak lebih dari 15 sentimeter (6 in) hingga 18 sentimeter (7 in) dikarenakan tava yang digunakan memiliki ukuran yang disesuaikan untuk kebutuhan rumah tangga. Tava secara tradisional dibuat dari tanah liat namun pada saat ini umumnya terbuat dari besi. Ukuran dari penggiling juga dapat bervariasi. Beberapa rumah tangga menggunakan meja dapur sebagai tempat menggiling roti, walaupun terdapat pula papan giling bundar yang umumnya terbuat dari kayu, batu, atau baja.[3]
Di kebanyakan tempat di Asia Selatan, chapati serta berbagai roti-roti lainnya seperti paratha, kulcha, puri dan naan dibedakan menurut cara memasak, tekstur serta tepung yang digunakan. Contohnya, paratha dibuat dengan cara mengoles roti dengan minyak samin, lalu dilipat dan dipipihkan kembali menjadi bundar dengan tekstur yang rapuh setelah dimasak serta dapat diisi dengan bayam, dal, lobak atau kentang. Paratha umumnya dibuat dengan menggunakan tepung terigu serbaguna menggantikan terigu gandum utuh.[9]
Terdapat berbagai jenis isian chapati di India.
- Paneer chapati: Keju paneer parut ditambahkan di adonan chapati
- Mullangi chapati (lobak): Lobak yang telah diparut dan bubuk kunyit ditambahkan di adonan dan menghasilkan chapati yang tebal.
- Chapati sayur: isian terdiri dari sejenis saus yang terbuat dari kelabat, kentang, kacang polong, dan wortel yang ditumbuk dan ditumis. Umumnya disajikan dengan cara digulung. Berbagai rumah tangga menyajikan jenis ini dengan berbagai kombinasi sayuran yang tersedia.
Di Maladewa, chapati secara tradisional dihidangkan sebagai sarapan dengan hidangan mas huni.[10]
Galeri
sunting-
Lukisan tidak terselesaikan berupa wanita yang sedang membuat chapati, 1775, Rajasthan, India.
-
Chapati yang baru matang siap untuk disajikan.
-
Chapati yang dimasak di atas api langsung untuk mengembangkannya setelah dimasak setengah matang dengan tava.
-
Chapati matang setelah dimasak di atas api langsung.
-
Chapati umumnya dimakan dengan berbagai hidangan sampingan.
-
Menggiling chapati dengan penggiling.
-
Chapati Gujarat yang lebih tipis, juga dikenal sebagai phulka.
-
Chapati dengan kacang, kari, salad, dan dadih di Mumbai.
-
Chapati Afghanistan, juga dikenal dengan nama sapati atau doday.
-
Chapati dioles dengan mentega serta berbagai hidangan sampingan.
-
Chapati yang dimasak di atas api langsung setelah dimasak setengah matang dengan tava.
-
Chapati disajikan dengan muttar paneer.
-
Chapati dengan telur dalam saus.
-
Chapati dengan pilau dan githere di Swahili, Afrika Timur.
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ (Indonesia) Arti kata capati dalam situs web Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.
- ^ a b Of Bread Diarsipkan 2008-12-11 di Wayback Machine. Ain-i-Akbari, dari Abu'l-Fazl ibn Mubarak. terjemahan Inggris karya Heinrich Blochmann dan Kolonel Henry Sullivan Jarrett, 1873–1907. The Asiatic Society, Kolkata, Volume I, Bab. 26, halaman 61.
- ^ a b c Bruce Kraig, Colleen Taylor Sen (2013) "Street Food Around the World: An Encyclopedia of Food and Culture", hal.124
- ^ Oliver, Jamie. "Roshi (maldivian roti)". Jamie Oliver. Diakses tanggal 30 November 2017. (resep)
- ^ "India Curry.com About Wheat". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-09-24. Diakses tanggal 2017-11-30.
- ^ Resep phulka roti, 26 April 2015 oleh Gopi Patel Beberapa tips bagi pemula, no. 10: Phulka roti Gujarat ini tidak menggunakan garam. Namun Anda dapat menambahkan garam dan membumbui adonan ketika adonan diuleni.
- ^ Benjamin caballero, Paul M. Finglas dan Fidel Toldra (2015) "Encyclopedia of Food and Health", hal.731
- ^ K. T. Achaya (1997) "Indian Food: A Historical Companion", hal.28
- ^ Pat Chapman (2007) "India Food and Cooking: The Ultimate Book on Indian Cuisine", hal.49
- ^ Xavier Romero-Frias, The Maldive Islanders: A Study of the Popular Culture of an Ancient Ocean Kingdom, Barcelona 1999, ISBN 84-7254-801-5