Aswamedha atau Korban kuda merupakan tradisi ritual Korban yang berasal dari zaman Veda sebagai symbol representasi kekuatan dan kekuasaan yang tertinggi atas raja-raja lain, yang merupakan taklukannya.[1][2] Pada awalnya dilakukan oleh raja yang menginginkan keturunan.[2] Tetapi kemudian menjadi korban untuk membuktikan kekuasaannya dan apabila seorang raja telah merasakan diri telah berkuasa penuh dalam wilayahnya, maka ia akan mengadakan korban Aswamedha.[2] Untuk itu seekor kuda dari warna tertentu (putih atau coklat muda keemas-emasan) dilepaskan dan diikuti (dijaga oleh sekelompok satria, yang harus melindunginya terhadap serangan orang atau pencuri).[2] Selama setahun kuda itu berkelana kemanapun ia suka tanpa diganggu dan dilindungi oleh satu pasukan bersenjata.[1] Bila ia melewati perbatasan kerajaan lain, rajanya akan melawan berperang atau menyerah.[1] Setelah kuda itu aman berkeliaran demikian, maka kedudukan raja yang melepaskannya kuda-kuda itu telah terbukti.[2] Pada akhir tahun kuda itu akan kembali ke ibu kota dan disambut dengan upacara besar Lalu kuda dikorbankan.[1]

Asvamedh, 1906.

Kerajaan

sunting

Kerajaan yang tercatat pernah melaksanakan upacara Aswamedha, yaitu:[3]

  1. Raja Samudragupta, pemimpin Kerajaan Gupta
  2. Raja Sagara, Pemimpin Kerajaan Kosala
  3. Raja Mulawarman, raja Kutai Martapura.[4]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d Aswamedha Diarsipkan 2015-06-26 di Wayback Machine. diakses 25 juni 2015
  2. ^ a b c d e Hassan Sadhily. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve.
  3. ^ Kerajaan Hindu Budha Indonesia Diarsipkan 2011-03-22 di Wayback Machine. diakses 25 juni 2015
  4. ^ Tony Whitten, Greg S. Henderson, Muslimin Mustafa (2012). The Ecology of Sulawesi (The Ecology of Indonesia Series, Volume IV). Tuttle Publishing. hlm. 76. ISBN 9781462905072.